"Tapi pilihannya tidak ada yang menguntungkan buatku!" kesal Angel, "Aku yang bilang langsung sama Reval atau pun kamu yang bilang sama Reval. Itu sama saja! Tetap saja Reval tahu dan aku yakin dalam sekejap karirku akan hancur!" lanjut Angel lalu menghela napas panjang.
"Kamu baru menyadarinya?" Farhan tertawa mencibir."Kamu mempermainkanku?" Angel menatap tajam wajah Farhan."Mempermainkan? Apa Anda merasa dipermainkan olehku?" timpal Farhan, "justru Anda yang telah mempermainkan tuan Reval dan Nyonya Marsya. Sekarang Anda tanggung sendiri akibatnya. Semua perbuatan selalu ada resikonya. Apa lagi perbuatan Anda telah merusak rumah tangga orang lain. Dengan seenak jidat Anda, Anda membuat tuan Reval membenci Nyonya Marsya dan menyebabkan semuanya seperti sekarang. Tapi asal Anda tahu kebohongan tetap saja terungkap dan hati tuan Reval tetap kepada Nyonya Marsya. Karena Anda tidak tepat waktu, aku yang akan mengatakannya. Orang suruhan Anda akan matMau tidak mau Reval mengatakan sesuatu yang tidak ingin dia katakan. Ada ketakutan ketika dia mengatakan hal tersebut. Dia takut sang istri mengatakan sesuatu yang membuatnya hancur. Namun, dia tidak ingin berlarut-larut menghadapi masalah ini. Istri yang sangat dia cintai selalu menghindar jika didekati. Tidak pernah berbicara dan hanya diam. Hanya untuk mengambilkan makan pun Marsya sudah tidak pernah. Apa lagi menemani sang suami tidur. "Maafkan aku, Reval. Aku ...," ucap Marsya lalu terdiam. Reval kemudian melepaskan pelukannya. Dia kemudian menatap wajah sang istri sambil tersenyum dan membenarkan rambut sang istri. Tidak bisa dipungkiri hatinya berkecamuk hebat."Kamu ... kamu masih mencintaiku, 'kan, Sayang?" Reval megusap-usap pipi Marsya.Sementara Marsya yang ditanya seperti itu malah terdiam sambil menatap wajah tampan sang suami. Hati Marsya masih menyisakan sakit untuk Reval. Entah sampai kapan rasa sakit itu hilang.
"Maafkan aku, Reval. Aku ingin berpisah denganmu." Marsya menatap wajah sang suami dengan sendu dan buliran air mata tiba-tiba keluar begitu saja di pelupuk mata.Reval sontak saja membelalakkan matanya ketika mendengar ucapan sang istri. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali karena tidak percaya dengan apa yang sudah didengarnya. Seketika hati Reval pun hancur berkeping-keping."Sayang apa ... apa maksudmu? Kamu ... kamu lagi bercanda, 'kan?" Reval bertanya dengan terbata. "Dengan aku berkata seperti itu berarti kamu sudah tahu, 'kan isi hatiku. Aku tidak perlu menjawab ya atau tidak," ucap Marsya. "Tidak, Marsya aku tidak akan mau berpisah denganmu. Pokoknya aku tidak mau!" jerit Reval, "kamu mau mengatakan beribu kali pun aku tetap tidak akan mengabulkan permintaanmu yang konyol itu!" lanjut Reval. "Kamu bilang permintaanku konyol?" tanya Marsya lalu menyunggingkan senyumnya. "Itu terserah kamu, kamu mau menganggap permin
"Maafkan aku, Reval atas perbuatanku. Pria ... pria yang ada di foto bersama Marsya adalah suruhanku." Sekilas Angel menatap Reval kemudian menunduk. Dia tidak berani menatap wajah sang CEO. Reval langsung membelalakkan matanya. Dia kemudian membenarkan duduknya dengan tegap dan menatap tajam wajah Angel. Kemarahan langsung terpancar pada wajah sang CEO. "Berengsek kamu, Angel! Perempuan iblis! Perbuatanmu tidak akan pernah aku maafkan karena kamu rumah tanggaku jadi berantakan sialan!" marah Reval lalu bangun dari duduknya, dia bertolak pinggang sambil menatap tajam Angel dengan dada kembang Kempis. Angel yang melihat Reval seperti itu langsung menciut. Dia menundukkan wajahnya dan sama sekali tidak berani melihat ke arah sang CEO. "Kamu sok-sokan baik sama istriku, padahal kamu menusuk istriku dari belakang. Gara-gara kamu istriku ingin berpisah denganku!" marah Reval lalu berjalan menghampiri Angel. "Tuan!" Farhan dengan sigap m
"Asisten Farhan di mana laki-laki itu? Aku ingin menghajarnya atau apa perlu aku membunuh dia!" Reval tersenyum menyeringai sambil melihat Farhan yang sedang berdiri. "Tuan tenang saja lelaki berengsek itu sudah aman. Sepertinya wajahnya akan kembali babak belur," ujar Farhan."Terima kasih, asisten Farhan. Aku pikir kamu tidak becus. Ternyata ...." Reval tidak melanjutkan kata-katanya lalu menggelengkan kepala.Farhan mengganggukan kepalanya sambil tersenyum. "Kecurigaanku benar ternyata ini semua ulah Angel."Reval menarik napas panjang lalu mengembuskannya. "Gara-gara dia semuanya jadi seperti ini. Dia harus membayar mahal atas perbuatannya!" "Benar, Tuan," ucap Farhan. ***Angel sedang berada di mini bar rumahnya seorang diri. Dia menjadi frustrasi karena ulahnya sendiri. Dia menangisi nasibnya karena sebentar lagi karirnya akan hancur. "Reval kenapa kamu kejam sekali? Mengaku atau tidak semuanya sama sa
Marsya sedang duduk di sofa ruang keluarga bersama sang bunda. Di wajahnya tergurat kesedihan walaupun dia berusaha untuk menutupinya. Namun, sang bunda tetap bisa melihat kesedihan dari sang anak angkat. "Kamu yakin, Nak mengambil keputusan ini? Ibu tidak mau kamu menyesal dikemudian hari. Jangan hanya karena emosi kamu berpisah dengan suamimu. Pikirkan matang-matang, jangan ambil keputusan ketika kamu lagi emosi." Bu Tasya meraih tangan Marsya lalu menyelipkan rambut Marsya ke belakang kuping. "Marsya sudah yakin kok, Bu. Marysa sudah pikir matang-matang. Semenjak Reval mengusir Marsya dari rumah, di situ Marsya sakit hati, Bu. Marsya tahu Reval lagi emosi karena foto itu makanya Reval berani mengusirku dan menganggap Marsya bukan istrinya lagi. Reval boleh membenci Marysa, Marsya terima, Bu. Siapa yang tidak akan cemburu dan marah melihat foto dan mendengar langsung suara lelaki berengsek itu. Tapi yang Marsya tidak terima, harusnya Reval ingat, Bu kalau Marsy
"Itu urusanmu bukan urusanku! Kamu salah memohon. Harusnya kamu memohon kepada Reval bukan aku!" desis Marsya, "Kamu hanya ingin membicarakan hal ini? Aku mau istirahat silakan kamu pergi." Marsya bangun dari duduknya sambil menatap Angel. Angel menggelengkan kepalanya dan tidak terasa air matanya keluar begitu saja tanpa bisa dia cegah. "Marsya aku mohon tolong selamatkan aku, Reval hanya bisa mendengar ucapan kamu. Sebenarnya pilihannya tidak ada yang bagus buatku. Walaupun kamu kembali lagi dengan Reval karirku tetap akan hancur," urai Angel. Marsya mengerutkan keningnya. "Maksudnya?" tanya Marsya. "Reval menyuruhku untuk berhenti menjadi model. Setidaknya walaupun aku sudah tidak menjadi model lagi, tidak akan ada pemberitaan buruk buatku. Itu kalau kamu kembali lagi kepada Reval, tapi kalau kamu tetap kepada keputusanmu aku yakin pemberitaan buruk akan bermunculan di televisi, di sosmed, dan di mana pun. Aku mohon, Marsya aku ingin berhenti secar
"Tahu apa kamu?" kesal Marsya. "Ya, tahulah. Di hati kecilmu ini, aku yakin masih tersimpan nama suamimu." Cindy menunjuk dada Marsya. Marsya malah tertawa mendengar ucapan Cindy. "Malah tertawa lagi! Aku tahu, sih kesalahan suamimu itu memang sangat fatal. Bisa-bisanya kaya begitu. Tapi di balik cemburunya yang berlebihan suamimu itu takut kehilangan kamu, tuan Reval tidak mau kamu bersama lelaki lain. Makanya suamimu kaya begitu, jadi hilang kendali karena terlalu cemburu," urai Cindy. Marsya menghela napas. "Iya, aku tahu Reval cemburu karena takut kehilangan, tapi tetap saja aku tidak suka. Aku pernah cerita, 'kan sama kamu waktu itu. Bisa-bisanya Reval usir aku dan bilang aku bukan istrinya lagi. Yang lebih menyakitkan lagi dia malah bersama wanita lain. Reval tidak ingat kalau aku lagi hamil. Seenaknya ninggalin aku. Sudahlah kalau membahas itu sakit hatiku muncul lagi." Marsya bangun dari tidurnya lalu terdiam dengan posisi duduk.
Angel menggelengkan kepalanya beberapa kali. Hatinya seakan teriris pisau ketika membaca berita tersebut. Dia harus bersiap-siap untuk menghadapinya.Walaupun sebenarnya dia sudah berancang-ancang bagaimana untuk menghadapinya. Tetap saja pada kenyataan dia seakan syok mendapati berita tentang dia. "Reval benar-benar tega melakukan hal ini sama aku. Karirku ... bagaimana dengan karirku? Aku mencintai dunia ini dan sekarang karirku hancur." Angel meneteskan air mata. "Sebaiknya, Non Angel jangan mengkonfirmasi apa pun. Untuk sementara Non Angel jangan dulu muncul. Tapi balik lagi kepada, Non Angel mau bagaimana? Kalau menurut saya, Non Angel muncul atau tidak itu sama saja. Pemberitaan akan terus muncul. Jadi lebih baik Anda bersembunyi saja," pinta manajer. Angel menganggukkan kepalanya dengan wajah penuh kesedihan. ***Angel baru saja sampai di depan apartemennya. Dia membelalakkan matanya, ternyata di luar gedung apartemen
"Saya mohon maafkan saya. Jangan masukkan saya ke penjara. Saya mohon Tuan. Saya mengakui saya telah bersalah kepada Marsya. Saya ... Saya benar-benar minta maaf." Pak Bowo mengangkat kedua tangannya memohon sambil menundukkan kepalanya. Reval menyunggingkan senyumnya sambil memperhatikan Pak Bowo. "Minta maaf? Aku tidak salah dengar! Anda jangan minta maaf kepadaku, tetapi kepada Marsya anakmu!" jerit Reval, "Sekarang Anda minta maaf setelah semuanya sudah terbongkar. Ke mana saja Anda selama ini? Bahkan Anda masih memanfaatkan Marysa dan akan menjadikan mantan istriku sebagai wanita malam. Dan sekarang Anda berkata menyesal. Dasar manusia tidak tahu diri. Jika Marsya tidak mengenal teman Anda, Anda tidak mungkin melakukan hal ini. Oke, tunggu saja. Dalam waktu satu kali dua puluh empat jam Anda dan teman Anda akan masuk ke penjara!" desis Reval.Pak Bowo bangun dari duduknya lalu menghampiri Reval. "Tuan saya mohon jangan penjarakan saya. Saya mohon, Tuan!" Pak
Marsya tiba-tiba berteriak dan menangis histeris. Jantungnya berdetak tidak karuan dan tubuhnya bergetar hebat. Reval merasa bingung melihat Marsya. "Sayang kamu kenapa?" Reval memegangi tubuh Marsya sambil memperhatikan wajah sang mantan istri dengan penuh khawatir. "Orang itu ... orang itu ada lagi." Marsya berucap dengan terbata dan menangis lalu menyembunyikan wajahnya di dada Reval. Reval mengerutkan keninnya sambil berpikir lalu memperhatikan Pak Bowo dan teman pemilik rumah bordil yang sedang berjalan. "Tuan Reval." Pak Bowo menundukkan kepalanya setelah berada di depan Reval. Namun, dia merasa bingung melihat Marsya sedang menangis. "Ada ... ada apa dengan anak saya?" tanya Pak Bowo lalu menoleh kepada pemilik rumah bordil. Sang pemilik rumah bordil pun merasa bingung sambil mengerutkan keningnya.
"Sudah tahu Marsya masih mencintaiku. Kenapa kamu memaksanya?" kesal Reval, "asal kamu tahu, Garvin. Sebenarnya aku malas menemuimu, tetapi demi mengembalikan cincin ini aku terpaksa menemuimu. Aku tidak mau kamu berpikiran kalau Marsya masih menyimpan cincin pemberianmu. Hanya cincin pemberian dariku yang akan melingkar di jari manisnya." Reval mencondongkan badannya ke arah Garvin. Garvin menyunggingkan senyumnya. "Oke, sekali lagi aku mengaku kalah. Harusnya kamu berterima kasih kepadaku. Kalau malam itu bukan aku yang menemui Marsya. Marsya tidak akan selamat. Dia mungkin sudah dijamah dan ditiduri oleh pria hidung belang. Apa lagi penampilan Marsya saat itu sangat cantik dan seksi. Siapa yang tidak akan tergoda melihat ...." Garvin malah membayangkan penampilan Marsya lalu menggelengkan kepalanya dan tersenyum. "Sialan! Kamu sedang membayangkan apa, hah?" Reval bangun dari duduknya. "Tuan Reval. Su
Marsya dan Reval sedang dalam perjalanan pulang ke rumah Marsya. Mereka duduk berpelukan dan saling tersenyum. Reval tidak henti-hentinya menciumi kening sang mantan istri. "Senang sekali melihat mereka bahagia. Aku harap kalian berdua tidak akan terpisahkan." Farhan sekilas menoleh ke kaca spion sambil berbicara dalam hati. "Kamu kalau ada apa-apa cerita sama aku, ya. Kalau ada orang yang menekanmu jangan diam saja." Reval memeluk Marsya sambil tangan kanannya mengelus rambut Marsya. "Iya, Reval. Sekali lagi terima kasih, ya. Kamu sudah menolongku," ucap Marsya, "emm, tapi ...." Marsya tidak melanjutkan kata-katanya. "Kenapa?" tanya Reval khawatir. "Aku takut pulang, Reval. Bapak mau ...." "Sudah kamu pulang saja, tidak apa-apa kamu aman," ucap Reval lalu mencium kening Marsya. "Aman?" tanya Marsy
"Kita tunggu di sini saja. Aku ingin menunggu Marsya." Reval duduk di kursi. "Baik, Tuan." Farhan ikut duduk di samping Reval. Beberapa menit kemudian Garvin berjalan sambil menarik tangan Marsya. Dia melewati Reval dan Farhan yang sedang duduk dan sama sekali dia tidak menyadari adanya mereka. "Marsya!" Reval bangun dari duduknya. "Kenapa dia membawa Marsya seperti itu?" kesal Reval, "Kita ikuti dia! Awas saja kalau dia macam-macam!" Reval berjalan mengikuti Garvin secara pelan agar Garvin tidak mengetahuinya. "Hati-hati Tuan jangan sampai Mr. Garvin tahu kita mengikutinya." "Hhhmmm." Reval berjalan sambil memicingkan matanya. Reval kemudian berhenti dan memperhatikan Garvin yang sudah berada di depan mobil. "Berengsek! Kasar sekali dia!" Reval mengepalkan tangannya lalu melangkah. "Tuan ... jangan gegabah. Kita lihat saja dulu. Kita
"Honey, sepertinya mantan suamimu sedang cemburu." Garvin menatap tajam Reval sambil berbisik kepada Marsya. "Reval?" kaget Marsya lalu matanya mencari keberadaan sang mantan suami. "Kita temui dia." Garvin meraih tangan Marsya lalu menggenggam jari jemari Marsya. "Buat apa?" Marsya menahan langkahnya dan berusaha melepaskan tangannya dari Garvin. "Sudah kita temui dia!" Garvin tetap berjalan membawa Marsya. Marsya ingin sekali menolak. Dia tidak ingin membuat sang mantan suami sakit hati melihat dirinya bersama Garvin. "Reval maafkan aku, aku tidak mau seperti ini." Marsya berbicara dalam hati sambil mengikuti Garvin. "Hai, Reval," sapa Garvin setelah berada di hadapan Reval. Reval menundukkan kepalanya lalu menatap Marsya. "Tahan, Reval jangan memperlihatkan kemarahan dan kecemburuan di mata bule berengsek ini!" batin Reval. "Asisten Farhan," sapa Garvin. Mr. Garvin." Farhan menundu
"Ibu sebenarnya sudah menyadarinya. Cuma Ibu ingin kamu yang bercerita sama Ibu. Kalau Ibu yang bertanya duluan kamu tidak akan mungkin menjawab jujur," kata Bu Tasya "Iya, Bu. Marsya belum siap bercerita sama Ibu. Cuma Marysa juga tidak mungkin pendam sendiri. Apa lagi bapak sudah ikut campur dan malah memaksa Marsya untuk merayu Mr. Garvin. Marsya tidak mau, Bu. Merayu salah tidak merayu pun salah," ucap Marsya lalu menghela napas pelan."Kamu minta tolong sama tuan Reval. Kamu putuskan hubunganmu dengan Mr. Garvin. Kamu, 'kan tidak mencintai Mr. Garvin. Kamu tuh cintanya sama tuan Reval. Iya, 'kan?" Marysa mengangguk lalu tersenyum. "tapi Marsya bingung, Bu. Marysa tidak mungkin memutuskan hubungan Marsya dengan Mr. Garvin. Ini sudah pilihan Marsya. Mr. Garvin memberikan pilihan yang aneh sama seperti Bapak," kesal Marsya. "Aneh bagaimana maksudnya?" tanya Bu Tasya. Marsya kemudian menceritakan awal mula dia harus menjadi pacar M
Reval sudah berada di ruangan rapat. Kedua matanya langsung menatap tajam ke arah Garvin yang sedang duduk di meja sebelah kiri. Tatapannya bagaikan elang yang akan memangsa buruannya. "Kamu tidak akan lama bersama Marsya. Lihat saja Garvin. Kamu boleh sombong di hadapanku untuk saat ini dan kesombonganmu tidak akan lama." Reval berbicara dalam hati sambil mengepalkan kedua tangannya. "Tuan Reval! Silakan dimulai," bisik Karin. "Hhhmm." Reval hanya berdeham dan tatapannya masih kepada Garvin. Garvin pun malah membalasnya menatap Reval sambil tersenyum. "Ada yang sedang terbakar cemburu sepertinya," batin Garvin. Sementara Farhan hanya bisa menghela napas pelan. Dia kemudian memperhatikan Reval dan menggelengkan kepalanya kepada sang CEO. Reval pun mengerti melihat Farhan seperti itu. Dia kemudian menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya. Keadaannya sudah bisa terkontrol dan Reval memulai rapatnya. ***
Marsya membelalakkan matanya ketika secara tiba-tiba Reval langsung bertanya ke inti permasalahan. Dia meremas-remas tangannya sendiri. Tenggorokannya seakan tercekat dan dia tidak berani menatap Reval. "Kenapa diam saja? Ayo, jawab, Marsya!" Reval menatap tajam wajah Marsya yang sedang menunduk.Dada Reval kembang kempis dan dirinya benar-benar emosi. Namun, sebisa mungkin dia menahan emosinya di hadapan Marsya. Sementara Farhan memperhatikan Marsya secara seksama. Dia pun ingin bertanya, tetapi dia tidak ingin ikut campur. "Marsya!" panggil Reval lalu menggelengkan kepalanya, "Aku yakin ada sesuatu yang tidak beres. Makanya kamu seperti ini, ada yang mengancammu, 'kan?" tanya Reval mengintimidasi. Marsya langsung mengangkat kepalanya mendengar pertanyaan sang mantan suami. "Tidak ada. Siapa yang mengancamku? Itu memang keinginanku. Waktu kamu pergi, di situ aku berpikir. Sepertinya aku salah jika harus dekat kembali denganmu. Aku t