Reval tiba-tiba muncul di balik pintu karena mendengar Marsya sedang berbicara. Dia mendengar obrolan sang istri dengan Galih.
"Maaf, saya cuma ...." Galih tertawa dipaksakan. "Tapi Anda sudah tidak pernah marah-marah lagi, 'kan sama teman saya? Ingat jangan buat istri Anda sedih lagi. Sampai harus ke curug sendirian." Galih berucap sambil sedikit meledek.Marsya tersenyum ke arah Galih. "Suamiku sudah tidak begitu. Iya, 'kan, Sayang?" Marsya merangkul pinggang Reval."Dengarkan baik-baik omongan istriku. Jangan sembarangan kamu berbicara. Kamu mau aku ....""Sayang aku sudah lapar." Marsya memotong ucapan Reval lalu mengambil satu piring beef lasagna."Tidak usah diambil biarkan dia membawanya ke dalam. Suruh simpan di atas meja." Tangan Reval memegang tangan Marsya."Iya, Iya," jawab Marsya.Galih tersenyum lalu masuk ke ruangan. Dia kemudian menyimpan satu piring beef lasagna dan dua cangkir kopi ke atas meja. GaliMarsya berteriak kepada sang suami. Secara refleks Marsya mengangkat kedua tangannya. Dia menutupi wajahnya agar jet ski tersebut tidak mengenai wajahnya. Namun, secara bersamaan ketika sang suami mendengar teriakan sang istri. Dia menoleh ke arah Kanan dan membelalakkan kedua matanya. Reval secara refleks melajukan jet skinya dengan kencang. Niat hati agar sang istri tidak terkena jet yang akan menghantam Marsya."Aaaahhhh ...." Tubuh Marsya terserempet jet ski tersebut dan tubuhnya terjatuh ke laut.Sementara jet ski yang menyerempet tubuh Marsya pun terguling. "Marsya!" jerit Reval lalu langsung meloncat ke air laut untuk menyelamatkan sang istri, "kenapa kamu melepaskan tanganmu?" Reval berenang ke arah Marsya sambil berbicara dalam hati. Orang-orang yang bermain jet ski langsung menolong. Speed boat langsung sigap menghampiri kejadian tersebut. Begitu pun yang sedang berada di daratan langsung sigap menghubungi ambulan.R
Reval merasa heran karena Galih ikut bersama Farhan. "Ngapain nih, orang ke sini?" Reval menatap tajam Galih sambil bicara dalam hati. Begitu pun dengan Marsya, dia merasa kaget karena ada Galih menjenguknya. "Galih!" "Tuan," ucap Farhan setelah berada di hadapan reval lalu memperhatikan Marsya, "Nona Marsya semoga, Nona lekas sembuh." Farhan menundukkan kepalanya kepada Marsya. "Iya, terima kasih, asisten Farhan."Galih yang sedari tadi diam saja merasa terkesima melihat ruangan VVIP dan juga Marsya. Seorang Marsya yang dia kenal bukan siapa-siapa. Kini sang teman sangat dihormati. "Ngapain kamu bengong?" tanya Reval kepada Galih. "Maaf, maaf, Tuan." Galih langsung menyimpan parsel di atas meja. "Marsya kamu baik-baik saja, 'kan?" Galih menghampiri Marsya. "Memangnya kamu tidak lihat keadaan istriku bagaimana? Masih nanya lagi!" kesal Reval. "Sayang, dia, 'kan menanyakan keadaanku," kata Marsya lalu meno
Reval menjadi kesal kepada sang istri. Bisa-bisanya Marsya selalu menjawab perkataan sang suami. "Kenapa tidak jujur saja kalau kamu cemburu. Kalau tidak cemburu kenapa harus ...." Marsya bicara sendiri tanpa melihat ke arah Reval, dia malah memperhatikan ke arah jendela mobil.Reval mendengar ocehan Marsya lalu menarik tubuh Marsya. "Iya, aku cemburu, aku tidak suka kamu dekat-dekat dengan pria mana pun. Sekarang Kamu mau apa kalau aku cemburu?" Tangan Reval memeluk Marsya sambil berbisik ke kuping sang istri. Marsya langsung memperhatikan wajah sang suami sambil senyum-senyum sendiri dan berbicara dalam hati. "Sudahlah terserah kamu, percuma juga debat sama kamu. Aku senang kamu cemburu, tapi cemburu kamu tidak pada tempatnya."***"Kamu sudah mengatur jadwal ulang pertemuanku dengan klien?" tanya Reval kepada Farhan lalu membuka berkas. "Sudah, Tuan," jawab Farhan, "Setengah jam lagi kita meeting, Tuan." Farhan melihat Jam
Ketika Angel melihat pria tersebut tiba-tiba membuka pintu. Dia langsung mendorong tubuh Marsya. Dia dan temannya keluar begitu saja meninggalkan Marsya. "Aaahhh ...." Marsya yang tidak siap karena dorongan Angel, dia pun terjatuh ke lantai dengan posisi duduk. "Sialan kamu Angel," kesal Marsya. "Kamu tidak apa-apa?" Pria tersebut membantu membangunkan Marsya."Saya tidak apa-apa." Marsya bangun dari lantai dibantu pria tersebut. "Terima kasih, Tuan sudah menolong saya." Marsya menundukkan kepalanya lalu membenarkan dressnya. "Iya, sama-sama. Tapi benaran kamu tidak apa-apa?" Tangan kiri pria tersebut memegang bahu Marsya dan tangan kanannya memegang wajah Marsya. Marsya menepis tangan pria tersebut dari wajahnya. "Iya, tenang saja saya tidak apa-apa. Maaf saya harus kembali ke depan." Marsya mulai ketakutan dengan pria tersebut."Ya, sudah." Pria tersebut melepaskan tangannya dari bahu Marsya. Marsya kemudian ke
Marsya dan Reval serempak membelalakkan matanya ketika mendengar ucapan dari sang dokter. "Istriku hamil dokter?" Reval bertanya dengan wajah berseri-seri. "Iya, Tuan Reval, Nyonya Marsya sedang hamil dan usia kandungannya baru empat minggu.""Ya, ampun, Sayang kamu hamil." Reval menoleh kepada sang istri lalu merangkul bahu sang istri dan mencium pipi sang istri. "Iya, Sayang." Marysa menjawab dengan perasaan senang. ***"Kamu harus jaga kesehatan ya, Sayang. Pokoknya selama kamu hamil jangan makan yang aneh-aneh dan jangan terlalu capek." Tangan Reval mengusap-usap perut Marsya yang masih rata lalu mencium perut beberapa kali. Marysa tersenyum senang melihat sang suami memperlakukannya seperti itu. "Sayang perutku masih rata belum kelihatan.""Kenapa memangnya? Tetap saja di perutmu ini sudah ada hasil dariku." Reval memperhatikan perut rata sang istri. Marysa tertawa sambil menggelengkan kepala
Angel semakin membenci Marsya. Apalagi saat ini Marsya telah mengandung anak dari lelaki yang sangat dia cintai. "Aku ingin hidupmu menderita Marsya. Aku hanya ingin bermain-main dulu denganmu. Setelah itu baru aku akan menghancurkanmu!" Angel menatap dirinya sendiri di cermin. ***"Mudah-mudahan Bapak tidak akan tahu kalau Ibu akan ke rumah Marsya." Bu Tasya turun dari mobil online lalu berjalan ke rumah Marsya. "Ibu!" Marsya bangun dari duduknya setelah melihat sang bunda sedang menghampirinya. "Marsya, kenapa kamu duduk di luar?" tanya Bu Tasya. "Tidak apa-apa, Bu. Ya, sudah, Bu ayo, masuk." Marsya memegang tangan Bu Tasya dan mengajak Bu Tasya masuk ke dalam rumahnya. "Perutmu sudah mulai membesar, Sayang." Bu Tasya mengusap perut Marsya setelah duduk di sofa. "Iya, Bu. Oh, iya, Bapak bagaimana, Bu mendengar Marsya hamil?""Bapakmu sangat senang mendengarnya," kelit Bu Tasya lalu tersenyum di
Marsya menoleh ke arah Reval yang sedang berdiri sambil tersenyum memegag keresek. "Aku sudah tidak mau, nanti saja makannya."Reval menghela napas panjang penuh kecewa, padahal dia begitu semangat menghampiri sang istri. "Sayang, kamu yakin? Kamu tidak mau makan satu biji saja buahnya." Reval menghampiri Marsya yang sedang duduk di sofa."Aku, 'kan maunya tadi sore, Sayang, bukan sekarang. Besok saja aku makannya. Tapi ditemanin sama kamu makannya. Besok, 'kan kamu libur. Oke, Sayang." Marsya mendekati Reval lalu mengambil keresek berisi buah mangga. "Ya, sudah." Reval menjawab dengan lesu. ***"Sayang kamu tahu tidak?" Reval menatap wajah sang istri sambil tidur miring menghadap Marsya dan tangan kanannya mengusap-usap perut sang istri. "Apa?" Marsya memperhatikan wajah tampan Reval. "Aku beli buah mangga yang kamu mau penuh perjuangan, Sayang. Seumur-umur belum pernah aku kaya begitu. Aku tinggal menyuruh orang u
Angel tersenyum kepada Marsya sambil berbicara dalam hati. "Aku berharap kamu keguguran, aku tidak sudi melihat bayi itu. Lihat saja Marsya aku akan membuat Reval membencimu dan juga anak yang ada di kandunganmu mati.""Aku heran sama kamu tiba-tiba berubah seperti ini. Terakhir kita ketemu kamu menyerangku di kamar mandi, tapi kamu pura-pura baik sama aku setelah berada di hadapan Reval," ungkap Marsya. "Sudahlah, Marysa itu, 'kan kejadian sudah Lama. Kenapa kamu membahasnya? Ternyata kamu orangnya pendendam, ya. Masih mengingat kejadian yang aku sudah lupa." Marsya tersenyum dipaksakan. "Aku bukannya pendendam, cuma aku heran saja seorang Angel tiba-tiba seperti ini. Aku berharap sikapmu dan perkataanmu sama seperti isi hatimu." Angel tersenyum sambil memperhatikan Marsya.***"Sore, Tuan." Mbok Lasmi menyapa Reval yang baru pulang dari perusahaan sambil menundukkan kepalanya. Reval tersenyum sambil mengangguk. "I
"Saya mohon maafkan saya. Jangan masukkan saya ke penjara. Saya mohon Tuan. Saya mengakui saya telah bersalah kepada Marsya. Saya ... Saya benar-benar minta maaf." Pak Bowo mengangkat kedua tangannya memohon sambil menundukkan kepalanya. Reval menyunggingkan senyumnya sambil memperhatikan Pak Bowo. "Minta maaf? Aku tidak salah dengar! Anda jangan minta maaf kepadaku, tetapi kepada Marsya anakmu!" jerit Reval, "Sekarang Anda minta maaf setelah semuanya sudah terbongkar. Ke mana saja Anda selama ini? Bahkan Anda masih memanfaatkan Marysa dan akan menjadikan mantan istriku sebagai wanita malam. Dan sekarang Anda berkata menyesal. Dasar manusia tidak tahu diri. Jika Marsya tidak mengenal teman Anda, Anda tidak mungkin melakukan hal ini. Oke, tunggu saja. Dalam waktu satu kali dua puluh empat jam Anda dan teman Anda akan masuk ke penjara!" desis Reval.Pak Bowo bangun dari duduknya lalu menghampiri Reval. "Tuan saya mohon jangan penjarakan saya. Saya mohon, Tuan!" Pak
Marsya tiba-tiba berteriak dan menangis histeris. Jantungnya berdetak tidak karuan dan tubuhnya bergetar hebat. Reval merasa bingung melihat Marsya. "Sayang kamu kenapa?" Reval memegangi tubuh Marsya sambil memperhatikan wajah sang mantan istri dengan penuh khawatir. "Orang itu ... orang itu ada lagi." Marsya berucap dengan terbata dan menangis lalu menyembunyikan wajahnya di dada Reval. Reval mengerutkan keninnya sambil berpikir lalu memperhatikan Pak Bowo dan teman pemilik rumah bordil yang sedang berjalan. "Tuan Reval." Pak Bowo menundukkan kepalanya setelah berada di depan Reval. Namun, dia merasa bingung melihat Marsya sedang menangis. "Ada ... ada apa dengan anak saya?" tanya Pak Bowo lalu menoleh kepada pemilik rumah bordil. Sang pemilik rumah bordil pun merasa bingung sambil mengerutkan keningnya.
"Sudah tahu Marsya masih mencintaiku. Kenapa kamu memaksanya?" kesal Reval, "asal kamu tahu, Garvin. Sebenarnya aku malas menemuimu, tetapi demi mengembalikan cincin ini aku terpaksa menemuimu. Aku tidak mau kamu berpikiran kalau Marsya masih menyimpan cincin pemberianmu. Hanya cincin pemberian dariku yang akan melingkar di jari manisnya." Reval mencondongkan badannya ke arah Garvin. Garvin menyunggingkan senyumnya. "Oke, sekali lagi aku mengaku kalah. Harusnya kamu berterima kasih kepadaku. Kalau malam itu bukan aku yang menemui Marsya. Marsya tidak akan selamat. Dia mungkin sudah dijamah dan ditiduri oleh pria hidung belang. Apa lagi penampilan Marsya saat itu sangat cantik dan seksi. Siapa yang tidak akan tergoda melihat ...." Garvin malah membayangkan penampilan Marsya lalu menggelengkan kepalanya dan tersenyum. "Sialan! Kamu sedang membayangkan apa, hah?" Reval bangun dari duduknya. "Tuan Reval. Su
Marsya dan Reval sedang dalam perjalanan pulang ke rumah Marsya. Mereka duduk berpelukan dan saling tersenyum. Reval tidak henti-hentinya menciumi kening sang mantan istri. "Senang sekali melihat mereka bahagia. Aku harap kalian berdua tidak akan terpisahkan." Farhan sekilas menoleh ke kaca spion sambil berbicara dalam hati. "Kamu kalau ada apa-apa cerita sama aku, ya. Kalau ada orang yang menekanmu jangan diam saja." Reval memeluk Marsya sambil tangan kanannya mengelus rambut Marsya. "Iya, Reval. Sekali lagi terima kasih, ya. Kamu sudah menolongku," ucap Marsya, "emm, tapi ...." Marsya tidak melanjutkan kata-katanya. "Kenapa?" tanya Reval khawatir. "Aku takut pulang, Reval. Bapak mau ...." "Sudah kamu pulang saja, tidak apa-apa kamu aman," ucap Reval lalu mencium kening Marsya. "Aman?" tanya Marsy
"Kita tunggu di sini saja. Aku ingin menunggu Marsya." Reval duduk di kursi. "Baik, Tuan." Farhan ikut duduk di samping Reval. Beberapa menit kemudian Garvin berjalan sambil menarik tangan Marsya. Dia melewati Reval dan Farhan yang sedang duduk dan sama sekali dia tidak menyadari adanya mereka. "Marsya!" Reval bangun dari duduknya. "Kenapa dia membawa Marsya seperti itu?" kesal Reval, "Kita ikuti dia! Awas saja kalau dia macam-macam!" Reval berjalan mengikuti Garvin secara pelan agar Garvin tidak mengetahuinya. "Hati-hati Tuan jangan sampai Mr. Garvin tahu kita mengikutinya." "Hhhmmm." Reval berjalan sambil memicingkan matanya. Reval kemudian berhenti dan memperhatikan Garvin yang sudah berada di depan mobil. "Berengsek! Kasar sekali dia!" Reval mengepalkan tangannya lalu melangkah. "Tuan ... jangan gegabah. Kita lihat saja dulu. Kita
"Honey, sepertinya mantan suamimu sedang cemburu." Garvin menatap tajam Reval sambil berbisik kepada Marsya. "Reval?" kaget Marsya lalu matanya mencari keberadaan sang mantan suami. "Kita temui dia." Garvin meraih tangan Marsya lalu menggenggam jari jemari Marsya. "Buat apa?" Marsya menahan langkahnya dan berusaha melepaskan tangannya dari Garvin. "Sudah kita temui dia!" Garvin tetap berjalan membawa Marsya. Marsya ingin sekali menolak. Dia tidak ingin membuat sang mantan suami sakit hati melihat dirinya bersama Garvin. "Reval maafkan aku, aku tidak mau seperti ini." Marsya berbicara dalam hati sambil mengikuti Garvin. "Hai, Reval," sapa Garvin setelah berada di hadapan Reval. Reval menundukkan kepalanya lalu menatap Marsya. "Tahan, Reval jangan memperlihatkan kemarahan dan kecemburuan di mata bule berengsek ini!" batin Reval. "Asisten Farhan," sapa Garvin. Mr. Garvin." Farhan menundu
"Ibu sebenarnya sudah menyadarinya. Cuma Ibu ingin kamu yang bercerita sama Ibu. Kalau Ibu yang bertanya duluan kamu tidak akan mungkin menjawab jujur," kata Bu Tasya "Iya, Bu. Marsya belum siap bercerita sama Ibu. Cuma Marysa juga tidak mungkin pendam sendiri. Apa lagi bapak sudah ikut campur dan malah memaksa Marsya untuk merayu Mr. Garvin. Marsya tidak mau, Bu. Merayu salah tidak merayu pun salah," ucap Marsya lalu menghela napas pelan."Kamu minta tolong sama tuan Reval. Kamu putuskan hubunganmu dengan Mr. Garvin. Kamu, 'kan tidak mencintai Mr. Garvin. Kamu tuh cintanya sama tuan Reval. Iya, 'kan?" Marysa mengangguk lalu tersenyum. "tapi Marsya bingung, Bu. Marysa tidak mungkin memutuskan hubungan Marsya dengan Mr. Garvin. Ini sudah pilihan Marsya. Mr. Garvin memberikan pilihan yang aneh sama seperti Bapak," kesal Marsya. "Aneh bagaimana maksudnya?" tanya Bu Tasya. Marsya kemudian menceritakan awal mula dia harus menjadi pacar M
Reval sudah berada di ruangan rapat. Kedua matanya langsung menatap tajam ke arah Garvin yang sedang duduk di meja sebelah kiri. Tatapannya bagaikan elang yang akan memangsa buruannya. "Kamu tidak akan lama bersama Marsya. Lihat saja Garvin. Kamu boleh sombong di hadapanku untuk saat ini dan kesombonganmu tidak akan lama." Reval berbicara dalam hati sambil mengepalkan kedua tangannya. "Tuan Reval! Silakan dimulai," bisik Karin. "Hhhmm." Reval hanya berdeham dan tatapannya masih kepada Garvin. Garvin pun malah membalasnya menatap Reval sambil tersenyum. "Ada yang sedang terbakar cemburu sepertinya," batin Garvin. Sementara Farhan hanya bisa menghela napas pelan. Dia kemudian memperhatikan Reval dan menggelengkan kepalanya kepada sang CEO. Reval pun mengerti melihat Farhan seperti itu. Dia kemudian menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya. Keadaannya sudah bisa terkontrol dan Reval memulai rapatnya. ***
Marsya membelalakkan matanya ketika secara tiba-tiba Reval langsung bertanya ke inti permasalahan. Dia meremas-remas tangannya sendiri. Tenggorokannya seakan tercekat dan dia tidak berani menatap Reval. "Kenapa diam saja? Ayo, jawab, Marsya!" Reval menatap tajam wajah Marsya yang sedang menunduk.Dada Reval kembang kempis dan dirinya benar-benar emosi. Namun, sebisa mungkin dia menahan emosinya di hadapan Marsya. Sementara Farhan memperhatikan Marsya secara seksama. Dia pun ingin bertanya, tetapi dia tidak ingin ikut campur. "Marsya!" panggil Reval lalu menggelengkan kepalanya, "Aku yakin ada sesuatu yang tidak beres. Makanya kamu seperti ini, ada yang mengancammu, 'kan?" tanya Reval mengintimidasi. Marsya langsung mengangkat kepalanya mendengar pertanyaan sang mantan suami. "Tidak ada. Siapa yang mengancamku? Itu memang keinginanku. Waktu kamu pergi, di situ aku berpikir. Sepertinya aku salah jika harus dekat kembali denganmu. Aku t