Beranda / Romansa / Diam-Diam Menikmati / Bab 27 Trauma itu lagi

Share

Bab 27 Trauma itu lagi

Penulis: SILAN
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-30 16:02:56

Keesokan harinya saat Luna keluar dari kamar, ia sudah melihat apartemen sudah kosong menyisakan dirinya sendiri. Jacob tidak ada, sepertinya berangkat lebih awal untuk mengurus pekerjaan.

Langkahnya menuju meja makan terhenti sejenak saat matanya menangkap sandwich yang tertata rapi di piring. Di sampingnya, ada beberapa lembar uang dan secarik kertas kecil dengan tulisan tangan Jacob yang khas.

"Kau butuh uang saat keluar, bawa ini bersamamu."

Luna tersenyum tipis. Ada sesuatu yang hangat dan tak terucapkan dalam perhatian kecil itu. Ia duduk menikmati sarapannya dengan tenang hingga suara bel apartemen memecah keheningan. Seorang kurir datang, membawa beberapa set pakaian baru untuknya, kali ini lebih tertutup dan nyaman dibanding kemarin.

Tanpa menunggu lama, ia memilih salah satu pakaian itu dan memakainya. Menatap sejenak pantulan bayangannya di cermin, menarik nafas panjang, lalu memantapkan hati untuk melangkah keluar dari apartemen.

Ketika tiba di lobi, suara keramaian segera
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rosy
astaga... bennerran deh kak, siapa sih si "mereka" ini... duh
goodnovel comment avatar
Puji Chelsky
GK ditambah kk wkwk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 28 Dunia itu kejam

    Malam harinya, suhu tubuh Luna cukup tinggi sampai gadis itu menggigil di balik selimut yang digunakan. Tidak ada yang menyadarinya, bahkan Jacob pun belum tau bahwa suhu tubuh Luna perlahan mulai naik. Dengan kondisinya yang seperti itu membuat mimpi Luna kembali pada bayangan masa lalu yang menyakiti hatinya. "Kau itu anak yang tidak diinginkan, bekerjalah lebih keras agar kami bangga padamu!" "Dasar anak tidak berguna, aku sudah membesarkanmu agar kau ada gunanya! Melakukan latihan sederhana seperti itu saja kau tak bisa!" "Hei, lihat di sana! Dia kan anak yang tidak di harapkan oleh keluarganya, lihat wajah jeleknya itu, dia terlihat bodoh sekali." "Orang bodoh sepertinya bagaimana dia masih bisa berharap memenangkan lomba nanti? Mustahil, sebaiknya dia lebih baik mati saja." "Hei anak haram, pergilah! Kau itu hanya pembawa sial!" Bayangan yang menghampiri mimpinya membuat Luna semakin gemetar di balik selimut yang menutupinya, tubuhnya memucat seiring suhu panas mulai mengu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 29 Sebuah perhatian

    Hari sudah semakin siang, saat Hazel membuka pintu kamar tempat Luna istirahat, seorang Dokter berada di dalam untuk melepaskan jarum infus sekaligus memeriksa kondisi Luna sejak beberapa jam lalu. "Bagaimana sekarang?" tanya Hazel pada Dokter. Dokter itu tersenyum tipis sambil membereskan peralatannya. "Kondisinya sudah jauh lebih baik. Hanya perlu istirahat dan pemulihan. Pastikan dia minum obat secara teratur, dan jangan terlalu lelah. Itu penting." Setelah memberikan beberapa arahan tambahan, ia pamit meninggalkan ruangan. Luna yang tadinya bersandar lemah di tempat tidur, kini perlahan duduk. Meski wajahnya masih pucat, ada sedikit semburat warna yang mulai kembali ke pipinya. Pandangannya jatuh pada Hazel, yang kini duduk di tepi ranjang, matanya dipenuhi rasa perhatian. "Hei," Hazel membuka percakapan, suaranya lembut namun penuh semangat. "Aku bisa menjadi teman yang baik, kau tahu. Jadi kalau ada apa-apa, jangan ragu untuk bercerita. Aku siap mendengarkan." Ucapan Hazel d

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 30 Sedikit godaan

    Suasana malam menyelimuti kota, membawa keramaian penuh aktivitas yang memikat banyak orang untuk keluar menikmati gemerlapnya. Namun, tidak untuk Luna. Ia memilih tetap di dalam, terkurung oleh rasa takut yang tak kunjung sirna. Dunia luar memang terlihat indah, tapi yang mengintai di baliknya adalah kemungkinan bertemu dengan 'mereka', orang-orang yang telah meninggalkan luka mendalam di hidupnya. Lama ia termenung dalam pikirannya sendiri, mencoba mengabaikan bayang-bayang masa lalu yang masih menghantui. Ketika matanya mulai terpejam, suara pintu yang tiba-tiba terbuka membuatnya terjaga. Jacob melangkah masuk, tubuhnya hanya dibalut celana panjang, dadanya telanjang seperti memamerkan kepercayaan diri yang berlebihan. Luna menatapnya dengan bingung, merasa terkejut sekaligus canggung. Ia memang sengaja tidak mengunci pintu, mengingat insiden semalam ketika ia demam tinggi dan nyaris tak ada yang menyadarinya. Tapi malam ini, Jacob sepertinya punya alasan berbeda. Luna langsu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 31 Kembali ke pulau

    "Kau bilang aku akan menunggumu sampai kau selesai dengan semua pekerjaan," ucap Luna saat ia sudah selesai mengemasi beberapa barang yang Jacob belikan. Sementara Jacob duduk di tempat tidur, melihat ke arah Luna sambil melipat kedua tangannya di perut. "Aku masih lama disini, sementara kau pasti bosan tinggal sendirian di apartemen sepanjang hari. Jika sampai kau sakit lagi, tak ada yang tau hal itu nantinya." Jacob tersenyum tipis, "Omong-omong, sepertinya kau sekarang suka berada di dekatku. Apa kau mulai nyaman tinggal bersamaku?" godanya. Seketika Luna mengalihkan pandangan, membelakangi Jacob dan pura-pura merapikan kembali beberapa buku serta mainan bricks ke dalam tasnya. Ia terlihat seperti anak kecil yang akan pergi liburan. Namun, wajah Luna terasa hangat. Semburat merah menghiasi wajahnya, ia juga tidak mengerti kenapa akhir-akhir ini di dekat Jacob terasa berbeda, bahkan semalam, saat pria itu menyentuh area feminimnya, ia tidak menolak. Tanpa sadar Luna menggigit bi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 32 Mulai membayangkan

    Setelah dua jam lebih mengudara, akhirnya helikopter mendarat di pulau. Suasana yang Luna rindukan segera menyapa, itu turun dari helikopter membawa serta tasnya yang berukuran cukup besar. Tanpa menunggu waktu lebih lama, ia segera masuk ke dalam rumah. "Ibu!" serunya. Maci yang tengah berada di dapur menoleh, bibirnya tersenyum melihat kebahagiaan terpancar di wajah Luna. "Bagaimana pengalamanmu setelah lama tidak menginjakkan kaki di kota?" Luna meletakkan tasnya di kursi lalu melihat pekerjaan Maci yang sedang mengupas apel. "Masih tidak ada bedanya seperti dulu, aku belum bisa melupakan mereka. Sialnya saat aku memberanikan diri keluar, aku bertemu dengan salah satu dari mereka." "Apa ada kalimat yang dia ucapkan sampai membuatmu teringat kembali dengan masa lalumu?" Luna mengangguk, dan Maci tau ia tidak perlu lagi bertanya. "Jadi, bagaimana Tuan Muda menjagamu selama di kota?" tanyanya mengalihkan pembicaraan. Bibir Luna mengerucut. "Tuan pemburu itu sangat sibuk, setiap h

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 33 Mimpi atau bukan

    Musim panas berlalu dengan kehangatan yang perlahan memudar, digantikan oleh sejuknya musim gugur. Pepohonan di pulau mulai berubah warna, menghadirkan gradasi indah dari kuning, jingga, hingga merah menyala. Namun, angin yang membawa dedaunan kering juga menyebarkan kesunyian yang terkadang terasa menakutkan. Langkah Luna menyusuri hutan kecil di dekat rumah, matanya mengamati tumpukan dedaunan yang berguguran di sepanjang jalan setapak. Meskipun pemandangan itu menenangkan, ia tak bisa menghilangkan rasa was-was, terutama dengan kemungkinan ada ular yang bersembunyi di bawah dedaunan. "Luna!" Suara Maci memanggilnya dari kejauhan, memecah keheningan. Luna langsung keluar dari hutan dengan sedikit berlari. Maci melambai ke arahnya, berdiri di kebun belakang dengan keranjang besar di tangan. "Kemarilah, bantu aku memetik anggur yang tersisa dari musim panas," kata Maci sambil tersenyum. Luna menuruti ajakan itu. Ketika mereka sibuk memetik anggur, Luna tiba-tiba bertanya, "Bu, apa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 34 Jacob kembali

    Di bawah rindangnya pohon apel, Luna duduk bersandar sambil memetik buah yang tergantung rendah, begitu dekat hingga ia hanya perlu mengulurkan tangan. Ia menggigit apel itu perlahan, pandangannya kosong menatap hamparan rumput hijau di depannya. Pikiran gadis itu melayang, mencoba memahami mimpi aneh yang terus mengganggunya beberapa malam terakhir. "Apa yang salah denganku? Kenapa aku memimpikan hal-hal aneh seperti itu?" gumamnya pelan. "Bahkan semalam, mimpi itu terasa begitu nyata." Ia menggigit apel lagi, mencoba mengalihkan pikirannya. Tapi rasa cemas yang samar tetap menggelayut di benaknya. Luna menggelengkan kepala, berusaha mengusir pikiran itu. "Tidak, lupakan saja. Tuan pemburu kelinci itu pasti tidak melakukan hal seperti itu. Lagipula, dia datang pukul tiga pagi. Dia pasti langsung tidur karena lelah," ujarnya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Namun, sebelum ia bisa benar-benar tenggelam dalam lamunannya, suara jeritan melengking dari arah kebun terdengar. Suara it

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 35 Mulai beraksi

    Suara gemericik air yang tenang membuat Luna dan Jacob mengambang di atas air dengan santai, di atas mereka terlihat langit biru yang cerah. Tak ada yang saling bicara, hanya suara air mengalir dan juga gesekan antara ranting dan dedaunan. "Jika kau diberi sebuah kesempatan memilih apapun yang kamu inginkan, apa yang akan kau minta?" tanya Jacob membuka obrolan. Luna memainkan air dengan kakinya, "Entahlah, sepertinya aku tidak punya keinginan apapun." "Itu tidak mungkin, setiap manusia pasti punya keinginan yang sangat dia inginkan." sahut Jacob. Luna tersenyum samar, matanya terpejam. Seandainya ia punya kesempatan untuk menginginkan sesuatu, ia akan meminta kehidupan tanpa rasa takut. Tapi itu mustahil, karena bertemu dengan salah satu dari mereka saja sudah membuat Luna sangat ketakutan. "Mengapa kau ingin tau?" Luna balik bertanya. Jacob menoleh, akhirnya ia menenggelamkan setengah tubuhnya ke dalam air dan menatap Luna yang masih mengapung di depannya. "Apa itu tidak

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03

Bab terbaru

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 69 Kebetulan bertemu

    Setelah perjalanan yang cukup panjang, akhirnya Hazel dan Luna tiba di klinik tempat Luna akan menjalani terapi. Mereka disambut oleh seorang wanita dengan senyum ramah, yang langsung mengarahkan mereka ke ruangan yang sudah disiapkan. Namun, Hazel diberitahu bahwa ia tidak diperbolehkan ikut masuk."Kalau begitu, aku menunggu di luar," ujar Hazel sambil tersenyum kepada Luna, mencoba memberikan semangat sebelum gadis itu masuk ke dalam ruangan.Setelah pintu ruangan tertutup, Hazel duduk di bangku luar. Ia menghela nafas panjang, pikirannya mulai melayang-layang. 'Ibu kejam macam apa yang tega membunuh putrinya sendiri?' batinnya.Kalau memang wanita itu tidak menginginkan anaknya, kenapa membiarkan dia lahir?"Jadi ini alasan Jacob begitu protektif terhadap Luna," gumam Hazel pelan, lebih kepada dirinya sendiri. Kini, ia memahami betapa seriusnya Jacob saat memperingatkannya agar menjaga Luna jauh dari ibunya. Namun, Hazel tetap merasa kebingungan karena ia bahkan tidak tahu seperti

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 68 Dukungan

    Suasana meja makan terasa hening, hanya suara denting sendok beradu dengan piring yang terdengar. Luna mencuri pandang ke arah Jacob beberapa kali, ragu-ragu untuk memulai pembicaraan. Tapi akhirnya, Jacob yang membuka suara lebih dulu."Besok, jadwalmu untuk terapi," ucap Jacob tanpa menoleh dari makanannya. "Maaf, aku tidak bisa menemanimu. Jadi, aku sudah meminta Hazel untuk membawamu ke sana."Luna mengangguk pelan, meski ada sedikit rasa kecewa yang ia sembunyikan di balik senyumnya. Jacob menatapnya sejenak, memastikan bahwa Luna tidak keberatan, sebelum kembali fokus pada makanannya.Namun, kebersamaan mereka tak berlangsung lama. Ponsel Jacob yang tergeletak di meja ruang tamu tiba-tiba berdering, memecah keheningan. Jacob menghela napas, meletakkan sendoknya, lalu bangkit untuk menjawab panggilan tersebut.Suara tegasnya segera menggema di ruang tamu saat ia berbicara dengan seseorang di ujung telepon. Tanpa sadar, Jacob berjalan menuju ruang kerjanya, meninggalkan Luna sendi

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 67 Bendera perang

    Russel menghentikan langkahnya begitu suara sepatu hak tinggi itu mendekat. Ia perlahan menoleh, dan di sana, Leah Hamilton berdiri dengan seringai yang begitu familiar, seringai yang pernah memikatnya sekaligus menghancurkannya. Wajah Russel seketika berubah dingin, penuh kebencian yang tak lagi ia sembunyikan.Leah berjalan mendekat dengan langkah santai, tatapannya penuh kemenangan. "Bisa bicara sebentar?" tanyanya, suaranya manis namun sarat sindiran. Pandangannya melirik tajam pada asisten Russel, membuatnya sadar diri untuk segera menjauh.Mereka berdua pun melangkah menuju sudut terpencil, jauh dari keramaian dan bahkan dari jangkauan kamera pengawas. Tempat itu seperti diatur untuk menjadi panggung kecil bagi perasaan emosional mereka. Leah berdiri dengan sikap percaya diri, melipat tangannya di depan dada sambil menatap Russel dengan tatapan yang hanya bisa diartikan sebagai penghinaan."Sudah lama tidak bertemu, mantan kekasih gelapku," ujar Leah, nadanya licik, memancing ama

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 66 Ternyata?

    Langit malam sudah sepenuhnya gelap, dan jarum jam mendekati pukul sebelas ketika Jacob masih terjebak di ruang kerjanya. Berkas-berkas menumpuk di mejanya, mencerminkan kekacauan pikiran yang memenuhi kepalanya.Proyek besar yang seharusnya sudah berada di bawah kendali perusahaannya tiba-tiba saja diambil alih oleh Zenith Corp tanpa pemberitahuan apa pun. Ini bukan hanya sekadar pelanggaran prosedur, ini penghinaan yang tidak bisa dibiarkan.Pintu ruang kerja terbuka tiba-tiba, mengusik konsentrasinya. Asisten pribadinya masuk dengan tergesa-gesa, membawa sebuah map di tangannya dan wajahnya penuh kecemasan."Tuan, pihak yang berkaitan akan mengadakan rapat mendadak besok pagi," katanya dengan suara tegas, meskipun nada paniknya jelas terdengar.Jacob menghela nafas panjang sambil memijat keningnya yang terasa berat. Ia mengambil map itu dari tangan asistennya dan membolak-baliknya sekilas. Informasi di dalamnya hanya membuat frustrasinya semakin memuncak."Pastikan pengacaraku hadi

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 65 Mengagumi Luna

    Hazel baru saja meninggalkan ruangan setelah berdebat singkat dengan Jacob, meninggalkan suasana yang kini terasa lebih sunyi. Jacob berdiri di dekat meja kerjanya, menghela nafas panjang, seolah berusaha meredakan amarah yang sebenarnya tak pernah ia tujukan pada Hazel. Luna sejak tadi merasa canggung, segera berdiri dan menatap Jacob dengan tatapan penuh rasa bersalah."Ini bukan salah Hazel," ucap Luna, suaranya lembut namun tegas. "Kau jangan marah padanya, dia hanya ingin aku merasa lebih percaya diri."Namun, reaksi Jacob jauh dari apa yang ia bayangkan. Alih-alih marah, pria itu melangkah mendekat, mendekap Luna dengan kehangatan yang tak ia duga. Pelukan itu tidak berlangsung lama, namun cukup untuk membuat Luna tertegun."Aku tidak marah," kata Jacob dengan suara tenang. "Aku hanya khawatir padamu. Kau belum sepenuhnya terbiasa dengan lingkungan luar, apalagi bertemu banyak orang. Bagaimana jika hal itu membuatmu kembali takut atau merasa tertekan?"Luna perlahan melepaskan di

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 64 Ruangan Jacob

    Bagaikan dihantam oleh fakta yang mengejutkan, Keith memanggil Leah dengan sebutan ibu. Jika Luna tidak mendengar langsung, ia pasti akan menganggap ini hanyalah mimpi. Namun sayangnya tidak, setelah Keith dan Leah pergi tanpa menyadari keberadaannya, saat itu Luna masih dapat melihat bahu mereka dari kejauhan.Ibu yang selalu menjadikannya sasaran kemarahan dan teman yang selalu membulinya, mengapa mereka menjadi begitu sangat akrab sampai Keith memanggil Leah sebagai ibu. Mungkinkah Leah sudah menikah dengan ayah dari Keith?Ini masih menjadi pertanyaan untuk Luna, ia sudah terlalu lama tidak mendengar kabar ibunya dan ini adalah kali pertama ia bertemu namun sebuah kejutan besar membuatnya hanya bisa diam."Hei, maaf membuatmu menunggu lama," suara Hazel membuyarkan lamunannya. Hazel berdiri dengan senyum hangat, membawa sebuah paper bag kecil di tangan. Luna mendongak, mencoba menyembunyikan kegelisahannya dengan senyuman kaku."Bagaimana, kau sudah mendapatkan barang yang kau mau

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 63 Kejutan tak terduga

    Sejak pukul delapan, Jacob sudah meninggalkan apartemen. Tadinya, Luna pikir ia akan menghabiskan seharian di apartemen itu dengan membosankan, namun rupanya Jacob menyuruh Hazel untuk menemani Luna bepergian."Nona, aku minta maaf. Anda sampai harus meluangkan waktu menemaniku," ucap Luna, merasa sedikit canggung.Hazel menoleh, matanya yang penuh dengan binar semangat itu tak peduli dengan kalimat Luna, bahkan dengan santai Hazel merangkul bahu Luna seakan mereka ada sahabat yang sudah sangat dekat."Kau malah menyelamatkanku, Luna! Pekerjaan menumpuk, liburan seharian pun sulit aku didapatkan. Tapi Jacob memberiku kesempatan untuk bolos demi menemanimu, bagaimana menurutmu? Itu kan luar biasa?" Hazel menyeringai, mengedipkan sebelah matanya.Luna sedikit terkejut, tapi tak bisa menahan senyum kecil yang terbit. "Aku tidak ingin merepotkanmu," jawabnya, meskipun hatinya merasa ringan.Hazel tertawa pelan, tanpa peduli dengan kekhawatiran Luna. "Nonsense! Kita kan sama-sama manusia, d

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 62 Leah Hamilton

    Di dalam sebuah apartemen dengan suasana temaram, televisi menyala menampilkan tayangan berita malam. Di sofa, seorang wanita duduk dengan anggun, memegang segelas wine di tangannya. Ia memutar gelas itu perlahan, memperhatikan cairan merah gelap yang berputar seiring pikirannya yang bergulir.Di dapur, seorang pria dengan penampilan santai sedang memilih botol minuman dingin dari lemari pendingin. Suara kaca yang bersentuhan terdengar samar di tengah keheningan apartemen."Kau sudah menerima surat panggilan dari perusahaan Lawson?" tanya Eric dengan nada datar, tanpa menoleh.Leah menghela nafas ringan, menyandarkan tubuhnya pada sofa sambil meneguk sedikit wine. "Belum," jawabnya singkat. "Tapi aku yakin mereka akan mempertimbangkanku. Lagi pula, kemampuan seperti milikku jelas tak mudah mereka temukan." Ada nada percaya diri dalam suaranya, meski matanya tampak menerawang jauh.Sejenak keheningan melingkupi ruangan. Leah menghabiskan sisa wine di gelasnya dengan satu tegukan. Namun

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 61 Sesempit itu

    Saat bangun keesokan harinya, hal pertama yang Luna rasakan adalah nyeri di sekujur tubuh. Pinggangnya terasa akan patah saat ia beranjak duduk, bukti betapa brutalnya Jacob semalam membuatnya tak berdaya."Aku sudah berusaha menghindarinya, tapi dia tetap saja berhasil melakukan hal ini padaku." batin Luna sambil meringis, ia turun dari tempat tidur dan saat itu juga ia jatuh ke lantai yang dingin.Bertepatan dengan itu, pintu kamar terbuka dan Jacob masuk. "Luna, kau tidak apa-apa?" dengan cepat pria itu menghampiri, membantu Luna berdiri, namun kedua kaki Luna rasanya seperti mati rasa dan ia bahkan tak mampu untuk berdiri.Gadis itu menatap Jacob dengan pandangan tajam, "Kau tau siapa yang membuatku sampai seperti ini?!" geramnya."Harusnya kau bilang dari awal kalau membutuhkan bantuan," dengan tanpa rasa bersalah, Jacob menggendong Luna ke kamar mandi, membantu gadis itu membersihkan diri.Luna hanya diam memperhatikan, ia tak punya tenaga untuk membalas Jacob. Setelah selesai,

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status