Beranda / Romansa / Diam-Diam Menikmati / Bab 30 Sedikit godaan

Share

Bab 30 Sedikit godaan

Penulis: SILAN
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-01 13:06:47
Suasana malam menyelimuti kota, membawa keramaian penuh aktivitas yang memikat banyak orang untuk keluar menikmati gemerlapnya. Namun, tidak untuk Luna. Ia memilih tetap di dalam, terkurung oleh rasa takut yang tak kunjung sirna. Dunia luar memang terlihat indah, tapi yang mengintai di baliknya adalah kemungkinan bertemu dengan 'mereka', orang-orang yang telah meninggalkan luka mendalam di hidupnya.

Lama ia termenung dalam pikirannya sendiri, mencoba mengabaikan bayang-bayang masa lalu yang masih menghantui. Ketika matanya mulai terpejam, suara pintu yang tiba-tiba terbuka membuatnya terjaga.

Jacob melangkah masuk, tubuhnya hanya dibalut celana panjang, dadanya telanjang seperti memamerkan kepercayaan diri yang berlebihan. Luna menatapnya dengan bingung, merasa terkejut sekaligus canggung. Ia memang sengaja tidak mengunci pintu, mengingat insiden semalam ketika ia demam tinggi dan nyaris tak ada yang menyadarinya. Tapi malam ini, Jacob sepertinya punya alasan berbeda.

Luna langsu
SILAN

Selamat tahun baru 2025 1 Januari Semoga semua harapan baik akan terwujud di tahun ini :)

| 18
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (7)
goodnovel comment avatar
Fifi Tasya
wah...wah... mulai nakal nih ya kalian... hahahaha
goodnovel comment avatar
Rosy
kaaaak, ayo update ... :D
goodnovel comment avatar
puji amriani
update lagi kaaaak ..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 31 Kembali ke pulau

    "Kau bilang aku akan menunggumu sampai kau selesai dengan semua pekerjaan," ucap Luna saat ia sudah selesai mengemasi beberapa barang yang Jacob belikan. Sementara Jacob duduk di tempat tidur, melihat ke arah Luna sambil melipat kedua tangannya di perut. "Aku masih lama disini, sementara kau pasti bosan tinggal sendirian di apartemen sepanjang hari. Jika sampai kau sakit lagi, tak ada yang tau hal itu nantinya." Jacob tersenyum tipis, "Omong-omong, sepertinya kau sekarang suka berada di dekatku. Apa kau mulai nyaman tinggal bersamaku?" godanya. Seketika Luna mengalihkan pandangan, membelakangi Jacob dan pura-pura merapikan kembali beberapa buku serta mainan bricks ke dalam tasnya. Ia terlihat seperti anak kecil yang akan pergi liburan. Namun, wajah Luna terasa hangat. Semburat merah menghiasi wajahnya, ia juga tidak mengerti kenapa akhir-akhir ini di dekat Jacob terasa berbeda, bahkan semalam, saat pria itu menyentuh area feminimnya, ia tidak menolak. Tanpa sadar Luna menggigit bi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 32 Mulai membayangkan

    Setelah dua jam lebih mengudara, akhirnya helikopter mendarat di pulau. Suasana yang Luna rindukan segera menyapa, itu turun dari helikopter membawa serta tasnya yang berukuran cukup besar. Tanpa menunggu waktu lebih lama, ia segera masuk ke dalam rumah. "Ibu!" serunya. Maci yang tengah berada di dapur menoleh, bibirnya tersenyum melihat kebahagiaan terpancar di wajah Luna. "Bagaimana pengalamanmu setelah lama tidak menginjakkan kaki di kota?" Luna meletakkan tasnya di kursi lalu melihat pekerjaan Maci yang sedang mengupas apel. "Masih tidak ada bedanya seperti dulu, aku belum bisa melupakan mereka. Sialnya saat aku memberanikan diri keluar, aku bertemu dengan salah satu dari mereka." "Apa ada kalimat yang dia ucapkan sampai membuatmu teringat kembali dengan masa lalumu?" Luna mengangguk, dan Maci tau ia tidak perlu lagi bertanya. "Jadi, bagaimana Tuan Muda menjagamu selama di kota?" tanyanya mengalihkan pembicaraan. Bibir Luna mengerucut. "Tuan pemburu itu sangat sibuk, setiap h

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 33 Mimpi atau bukan

    Musim panas berlalu dengan kehangatan yang perlahan memudar, digantikan oleh sejuknya musim gugur. Pepohonan di pulau mulai berubah warna, menghadirkan gradasi indah dari kuning, jingga, hingga merah menyala. Namun, angin yang membawa dedaunan kering juga menyebarkan kesunyian yang terkadang terasa menakutkan. Langkah Luna menyusuri hutan kecil di dekat rumah, matanya mengamati tumpukan dedaunan yang berguguran di sepanjang jalan setapak. Meskipun pemandangan itu menenangkan, ia tak bisa menghilangkan rasa was-was, terutama dengan kemungkinan ada ular yang bersembunyi di bawah dedaunan. "Luna!" Suara Maci memanggilnya dari kejauhan, memecah keheningan. Luna langsung keluar dari hutan dengan sedikit berlari. Maci melambai ke arahnya, berdiri di kebun belakang dengan keranjang besar di tangan. "Kemarilah, bantu aku memetik anggur yang tersisa dari musim panas," kata Maci sambil tersenyum. Luna menuruti ajakan itu. Ketika mereka sibuk memetik anggur, Luna tiba-tiba bertanya, "Bu, apa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 34 Jacob kembali

    Di bawah rindangnya pohon apel, Luna duduk bersandar sambil memetik buah yang tergantung rendah, begitu dekat hingga ia hanya perlu mengulurkan tangan. Ia menggigit apel itu perlahan, pandangannya kosong menatap hamparan rumput hijau di depannya. Pikiran gadis itu melayang, mencoba memahami mimpi aneh yang terus mengganggunya beberapa malam terakhir. "Apa yang salah denganku? Kenapa aku memimpikan hal-hal aneh seperti itu?" gumamnya pelan. "Bahkan semalam, mimpi itu terasa begitu nyata." Ia menggigit apel lagi, mencoba mengalihkan pikirannya. Tapi rasa cemas yang samar tetap menggelayut di benaknya. Luna menggelengkan kepala, berusaha mengusir pikiran itu. "Tidak, lupakan saja. Tuan pemburu kelinci itu pasti tidak melakukan hal seperti itu. Lagipula, dia datang pukul tiga pagi. Dia pasti langsung tidur karena lelah," ujarnya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Namun, sebelum ia bisa benar-benar tenggelam dalam lamunannya, suara jeritan melengking dari arah kebun terdengar. Suara it

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 35 Mulai beraksi

    Suara gemericik air yang tenang membuat Luna dan Jacob mengambang di atas air dengan santai, di atas mereka terlihat langit biru yang cerah. Tak ada yang saling bicara, hanya suara air mengalir dan juga gesekan antara ranting dan dedaunan. "Jika kau diberi sebuah kesempatan memilih apapun yang kamu inginkan, apa yang akan kau minta?" tanya Jacob membuka obrolan. Luna memainkan air dengan kakinya, "Entahlah, sepertinya aku tidak punya keinginan apapun." "Itu tidak mungkin, setiap manusia pasti punya keinginan yang sangat dia inginkan." sahut Jacob. Luna tersenyum samar, matanya terpejam. Seandainya ia punya kesempatan untuk menginginkan sesuatu, ia akan meminta kehidupan tanpa rasa takut. Tapi itu mustahil, karena bertemu dengan salah satu dari mereka saja sudah membuat Luna sangat ketakutan. "Mengapa kau ingin tau?" Luna balik bertanya. Jacob menoleh, akhirnya ia menenggelamkan setengah tubuhnya ke dalam air dan menatap Luna yang masih mengapung di depannya. "Apa itu tidak

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 36 Menikmati

    Deru nafas Luna memburu setelah ia berhasil keluar dari hutan, perasaannya masih di selimuti oleh kalimat Jacob. Jadi, semalam yang ia rasakan itu bukan mimpi? Pria itu ... dia ... Luna bahkan tak bisa menjelaskannya seperti apa. Setelah mengenakan pakaian yang tadi ia lepas, Luna berjalan masuk ke dalam rumah, tapi suasana sangat sepi. Luna pun menuju area belakang, dan di sana para pelayan terlihat berkumpul bersama, mereka berjumlah enam orang dan lima diantaranya adalah perempuan berusia empat puluh tahun ke atas. Sementara satu diantara mereka ada seorang pria berusia sekitar empat puluh enam tahun, dialah orang yang bertugas dalam penataan lokasi pertanian serta memastikan area taman tetap rapi. "Sekarang aku tidak tau lagi harus bagaimana, percuma aku lari karena lokasi ini adalah milik pria itu." batin Luna, akhirnya ia memilih untuk tidak mendekati para pelayan dan memilih tujuan lain. Di pinggir pasir putih yang lembut, Luna duduk di atas bebatuan. Debaran dadanya masih s

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 37 Menggali informasi

    Sepanjang malam, Luna tidak bisa tidur hingga akhirnya matahari mulai muncul. Buru-buru ia keluar dari kamar, memastikan bahwa Jacob belum bangun. "Luna, kau mau kemana?" tanya Maci yang sedang menyiapkan sarapan. Dengan tergesa gesa, Luna mengikat rambutnya yang mulai terlihat panjang sebelum gadis itu meraih jaring dan juga wadah untuk hasil tangkapan udangnya nanti. "Aku akan mencari udang air tawar, jika nanti Tuan pemburu kelinci itu mencariku, ibu jangan beritahu dia kemana aku pergi." Setelahnya, Maci melihat Luna berlari keluar rumah menuju aliran sungai tempat udang-udang itu berada. Maci cuman bisa menggelengkan kepala, tapi tak berselang lama, Jacob muncul dan duduk di salah satu kursi meja makan. Maci meletakkan sarapan kesukaan Jacob, pria itu menyantap dengan santai. Tanpa melihat ke arah Maci, dia bertanya. "Dimana Luna, apa dia sudah keluar dari kamarnya?" "Dia sudah keluar dari rumah beberapa saat lalu, Tuan." jawab Maci. "Kemana dia pergi?" tanyanya, Maci hanya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 38 Hampir kelepasan 

    Luna bingung apakah ia harus mengunci pintu kamarnya atau tidak, kalau ia tidak menguncinya maka Jacob akan masuk, sementara jika ia kunci, Jacob mungkin saja akan mendobraknya. Pria itu akan tetap masuk bagaimanapun caranya, dan saat Luna sedang kebingungan di depan pintu, tiba-tiba saja benda itu terbuka sehingga memaksanya mundur beberapa langkah. Matanya membelalak melihat Jacob masuk tanpa permisi, tapi bukan itu yang membuatnya panik, melainkan hal yang lain. "Ternyata kau sudah menungguku, apa kau sudah tidak sabar aku melakukannya padamu?" goda Jacob. "A.apa? Tidak, aku tidak sedang menunggumu." Jacob menyeringai, berjalan mendekati Luna yang terus mundur. Tapi gadis itu justru tak bisa mundur lagi karena belakangnya sudah dinding, tangan Jacob menaikkan dagu Luna. "Kau masih saja munafik, Luna. Kau menyukainya, tapi kau berusaha menolaknya. Haruskah aku mengajarimu cara yang lebih berani, agar kamu tau bahwa kita bisa melakukan sesuatu yang lebih baik lagi?" Tatapan mata

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04

Bab terbaru

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 113 Bersiap untuk menjemput

    Jacob dan Hazel berdiri di koridor yang sunyi, menunggu dengan sabar hingga dokter selesai memeriksa Luna. Begitu pintu ruangan terbuka dan dokter keluar, Jacob langsung melangkah cepat, menghadang dokter dengan wajah penuh kecemasan. Sebuah pertanyaan yang mengusik pikirannya akhirnya meluncur dari bibirnya.“Dokter, bagaimana kondisinya?” tanya Jacob, suaranya tegang dan penuh harap.Dokter membuka mulut, bersiap untuk menjawab, tapi tiba-tiba Hazel menyela dengan pertanyaan yang lebih langsung. “Apa gadis itu hamil?”Pertanyaan itu membuat dokter tersenyum tipis, seolah memahami kecemasan yang melanda kedua orang di depannya.“Sayangnya tidak,” jawab dokter dengan tenang. “Pasien hanya mengalami kekurangan darah. Setelah diperiksa lebih lanjut, tidak ada masalah serius lainnya dalam tubuhnya. Pasien tidak dalam kondisi hamil. Setelah transfusi darah selesai, kemungkinan besar kondisinya akan membaik.” Dokter mengangguk ramah sebelum beranjak pergi, meninggalkan Jacob dan Hazel deng

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 112 Luna sakit

    Sekitar pukul dua dini hari, Jacob mendengar kabar kalau Luna sudah tiba di rumah sakit. Jantungnya berdegup kencang, darahnya serasa membeku. Tanpa berpikir panjang, ia melesat keluar apartemen hingga akhirnya tiba di rumah sakit.Ruangan itu sunyi, hanya terdengar suara mesin yang berdetak monoton. Jacob melangkah pelan, matanya langsung tertuju pada sosok Luna yang terbaring lemas di atas tempat tidur. Wajahnya pucat bagai bulan yang kehilangan cahaya, tubuhnya lemas tak berdaya.Ketika Jacob menyentuh tangannya, ia merasakan dingin yang menusuk. Tangan Luna terasa tak bertenaga, seperti jelly yang kehilangan bentuknya. Tidak ada kekuatan, tak ada kehangatan. Jacob menahan nafas, dadanya sesak. Ia menoleh ke arah dokter yang baru saja selesai memeriksa Luna, matanya memancarkan kecemasan yang tak terbendung.“Apa yang terjadi padanya?” tanya Jacob.Dokter itu menghela nafas sebelum menjawab, “Pasien mengalami tekanan darah yang sangat rendah, membuat kondisinya tidak stabil. Kami p

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 111 Dihadapkan pilihan sulit

    Jacob merasa seperti terjebak dalam pusaran yang tak berujung. Pekerjaannya semakin menumpuk, bukannya berkurang, meski ia sudah mengerahkan segala tenaga dan pikiran untuk melawan Russel.Tapi kali ini, segalanya terasa berbeda. Russel bukan lagi musuh yang bisa diremehkan. Dia telah berkembang, menjadi lebih kuat, lebih licik, dan lebih berbahaya. Setiap langkah yang Jacob ambil seakan sudah diantisipasi oleh Russel, membuatnya seperti bermain catur dengan langkah yang selalu tertebak.Saat Jacob baru saja tiba di lobi, Hazel yang melihatnya langsung mengejar saudaranya yang terlihat buru-buru keluar. Wajah Hazel dipenuhi kekhawatiran, matanya menyiratkan pertanyaan yang tak terucap."Jacob, kau mau kemana?!" seru Hazel, suaranya memecah kesunyian lobi yang megah.Jacob tidak menjawab. Alih-alih berhenti, ia justru melangkah lebih cepat, masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu dengan asistennya siap membukakan pintu. Namun, sebelum pintu tertutup rapat, Hazel dengan gesit menerobos

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 110 Perang dimulai 

    Dua hari telah berlalu, dan ancaman yang dilontarkan Russel bukanlah sekadar gertakan. Jacob tahu itu. Ia juga tahu bahwa ia harus menyiapkan sesuatu untuk melawan. Menyerah bukanlah pilihan, apalagi jika itu menyangkut Luna. Gadis itu memiliki sesuatu yang tak dimiliki orang lain, sesuatu yang membuat Jacob rela mempertaruhkan segalanya untuk mempertahankannya.Tapi, tindakannya ini bisa dibilang nekat. Taruhannya bukan main-main, perusahaan yang ia kelola selama bertahun-tahun. Orang lain pasti akan menganggapnya gila jika tahu ia rela mempertaruhkan bisnisnya hanya demi seorang perempuan. Luna bahkan tidak bisa membantunya dalam urusan bisnis. Tapi entah mengapa, Jacob tidak bisa berhenti. Ia sudah tahu seperti apa masa lalu Luna, tahu bahwa gadis itu hanya menginginkan kebebasan. Dan jika Luna jatuh ke tangan Russel, kebebasan itu mungkin akan hilang selamanya.Yang lebih mengkhawatirkan, Jacob curiga Russel telah menyiapkan sesuatu sebelum Luna kembali, sesuatu yang akan membeleng

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 109 Bendera perang

    Suasana ruangan terasa seperti ruang hampa, udara yang seharusnya mengalir justru terasa membeku, menekan dada Jacob hingga nafasnya terasa berat. Namun, di balik ketegangan yang menggumpal, Jacob berusaha keras untuk tetap tenang. Dia tahu, percakapan ini tak akan berakhir hanya karena Russel meminta Luna dengan nada memaksa. Ini lebih dari sekadar permintaan, ini adalah pertarungan."Apa sebenarnya yang ingin kau katakan, Tuan Calderon? Kenapa aku harus menyerahkan Luna padamu?" tanya Jacob, suaranya datar namun sarat dengan pertahanan.Russel mengambil jeda, membiarkan Jacob duduk lebih dulu sebelum melanjutkan. Nafasnya teratur, tapi matanya menyala dengan intensitas yang tak terbendung. "Aku hanya ingin putriku kembali. Luna yang kau akui sebagai wanitamu, adalah anak kandungku.""Dia tidak bersamaku saat ini," jawab Jacob singkat, mencoba menahan gejolak dalam hatinya.Russel terkekeh, suaranya dingin seperti es yang menusuk tulang. "Kau menyembunyikannya karena kau tahu aku tak

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 108 Sehari sebelum badai 

    Malam itu, udara terasa hangat meski langit telah gelap. Jacob dengan lembut membawa Luna naik dari kolam, tubuhnya yang basah diturunkan perlahan ke kursi santai. Refleks, Luna menyilangkan kedua tangannya di depan dada, menyadari bahwa pakaiannya entah sejak kapan telah terlepas. Rasa malu menyergapnya, tapi Jacob tak memberinya kesempatan untuk bersembunyi.Dengan gerakan halus, Jacob meraih tangan Luna, menariknya perlahan. "Aku sudah melihat semuanya, Luna. Bagian mana lagi dari dirimu yang belum aku lihat?" ucapnya dengan seringai menggoda.Wajah Luna memerah, panas menyebar dari pipinya hingga ke seluruh tubuh. Pandangan Jacob menyusuri setiap lekuk tubuhnya, seolah-olah ia sedang mengagumi sebuah mahakarya. Luna merasa terbakar, tapi di saat yang sama, ada sesuatu yang membuatnya tak bisa menarik diri. Jacob sudah melihat segalanya, bahkan sudah menyentuh bagian-bagian yang paling rahasia dari dirinya."Cukup!" Luna menutup wajah Jacob dengan telapak tangannya, mencoba mengalih

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 107 Bermain di malam hari

    Mansion utama kini benar-benar sunyi. Para pelayan telah kembali ke tempat mereka masing-masing, menjauh dari area tempat tinggal Jacob, memberikan ketenangan yang hampir terasa asing di rumah sebesar ini. Setelah makan malam, Jacob melangkah menuju halaman samping, tempat kolam renang yang jarang digunakan tetap berkilauan di bawah cahaya bulan.Kolam itu memang tidak besar, kedalamannya kurang dari dua meter. Namun, airnya begitu jernih, seolah tetap terjaga meskipun tak ada sistem penyaringan canggih yang bekerja secara rutin.Jacob menjatuhkan tubuhnya di kursi santai, melemaskan otot-ototnya setelah seharian beraktivitas. Namun, baru saja ia hendak memejamkan mata, langkah ringan terdengar mendekat.Luna datang dengan anggun, membawa sebotol wine dan dua gelas di tangannya. Tatapannya menyiratkan sesuatu, bukan sekadar ingin menikmati anggur bersama, tapi juga ada pertanyaan yang mengganjal di benaknya.Jacob hanya menatapnya sekilas sebelum mengambil botol wine itu dan mulai men

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 106 Bersama Luna 

    Suara tawa Luna yang riang bergema di sepanjang pantai, bercampur dengan desiran ombak yang bergulung-gulung menghantam pasir. Gadis itu berlari-lari kecil, memamerkan kerang-kerang hasil tangkapannya dengan wajah yang bersinar penuh kebahagiaan. Sementara itu, Jacob sibuk membongkar bebatuan di tepi pantai, mencari gurita kecil yang bersembunyi di balik celah-celah karang. Matanya fokus, tapi sesekali dia mencuri pandang ke arah Luna, menikmati keceriaan yang terpancar dari gadis itu.Di sekitar mereka, hanya ada kedamaian. Matahari sore yang mulai turun memancarkan cahaya keemasan, menerangi pantai yang sepi. Tak ada yang bisa merusak momen indah ini, setidaknya, untuk saat ini."Apa ini masih belum cukup banyak?" tanya Luna sambil mengangkat keranjang kecil yang berisi kerang hasil tangkapannya. Matanya berbinar penuh harap, seolah ingin mendapatkan pujian dari Jacob.Jacob menoleh, senyum kecil mengembang di bibirnya. Dia memasukkan dua gurita kecil yang berhasil dia tangkap ke da

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 105 Merindukan Luna

    Russel berdiri di tengah ruangan, wajahnya bersinar dengan kegembiraan yang tak terbendung. Akhirnya, setelah sekian lama mencari dia tahu di mana Luna berada. Kebenaran itu seperti angin segar yang menghapus semua keraguan dan kekhawatiran yang selama ini membebani pikirannya. Tak peduli bahwa Luna saat ini sedang menjalin hubungan dengan Jacob, Russel tahu dia harus segera menjemput putrinya. Baginya, tidak ada yang lebih penting daripada memastikan Luna kembali ke pangkuannya.Di dalam ruang tahanan, Nico masih berdiri dengan ekspresi yang sulit dibaca. Dia berusaha menyembunyikan keterkejutannya, tapi matanya yang sedikit melebar dan rahang yang mengeras menunjukkan betapa dia tidak menyangka bahwa Russel ternyata menguping pembicaraan mereka. Keith yang masih terikat, menatap Nico dengan maya menyala-nyala dengan kemarahan.Russel menepuk bahu Nico dengan senyum lebar. "Kau pintar juga membuat perempuan ini berkata jujur," pujinya, suaranya penuh dengan kepuasan. "Sekarang, aku h

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status