“Ini kamar kamu. Kalau kamu mau mandi, kamar mandinya di sebelah situ. Kamu langsung istirahat aja ya. Aku balik ke kamarku dulu.”Almara kembali ke kamarnya. Namun, dia tak bisa tidur semalaman. Dia terus menerus berpikir bagaimana jika seandainya Rangga menemui Nayra di kamar tamu saat dia tertidur. Dia tidak ingat sejak kapan dia menjadi mudah curiga dan kurang percaya pada suaminya. Yang jelas, saat ini Almara merasa dia benar – benar tidak ingin kehilangan Rangga.Terlebih, dia merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan pada Rangga. Dulu, dia yang menyakiti Rangga. Sekarang, dia malah tidak bisa percaya pada Rangga bahkan meletakkan kamera pengawas di ruangan lelaki itu.Namun, setelah dipikir ulang, ini semua tetap salah Rangga yang bersedia menemui Nayra tengah malam di hari wanita itu sakit. Jika saat itu Rangga menolak dengan tegas, Almara mungkin masih bisa lebih percaya padanya.Paginya, Rangga bangun lebih awal. Dia menyadari bahwa Almara ternyata juga bangun lebih awal.
Siang itu juga, mereka berkemas untuk pindah ke rumah cinta mereka. Rumah itu telah menjadi milik Almara saat Rangga menceraikannya. Namun, sekarang mereka ingin kembali hidup di sana.Rangga sudah menjelaskan kepada Nayra kesepakatannya dengan Almara. Nayra pada awalnya menolak untuk tinggal di apartemen itu, namun Rangga sedikit memaksanya.“Kami pergi ya. Kamu bisa tinggal di sini sampai kamu nemu rumah baru,” pesan Rangga ketika dia hendak beranjak pergi.Almara masih diam dan tidak mengucap sepatah katapun kepada Nayra.Di mobil, Rangga masih berjuang membujuk Almara untuk tersenyum.“Ayo dong sayang. Jangan giniin aku. Sakit lho rasanya,” ucap Rangga dengan merengek.“Kamu kira aku gak sakit waktu kamu diem – diem nemuin mantan kamu tengah malam?”“Oke oke, aku yang paling salah. Harusnya aku gak kayak gitu.Please, kamu katanya mau hukum aku kan? Apa hukumannya buruan? Kalau kamunya ngambek terus kayak gini, justru ini hukuman paling berat buat aku.”“Oke. Kamu harus menjalani 3
“Kamu kenal Julio juga?” tanya Rangga.“Emangnya kamu kenal?” Almara bertanya balik.“Iya. Kapan hari dia nemuin aku. Dia pengacara Sharon kan?”“Iya. Aku percaya kalau Sharon difitnah. Bukan dia yang coba buat bunuh aku pas di taman. Dan aku pikir ini masih ada hubungannya sama buku harianku ini,” terang Almara.“Apa hubungannya sama buku harian?”“Hm...Kamu tahu kan peristiwa kapan hari itu seolah ulah seseorang yang gak suka sama hubunganku dan Ardan. Seolah dia mau kita berdua berpisah. Tapi entah kenapa, aku ngerasanya justru sebenarnya pelaku gak suka sama hubunganku sama kamu.Aku ngerasa dia bukan mau pisahin aku sama Ardan tapi pisahin aku sama kamu.”Almara memandang suaminya, tatapannya penuh penyesalan.“Salah satunya ini. Tiba – tiba aja seseorang kirim kunci laci buku harianku ke kamu. Pasti supaya kamu marah dan benci sama aku. Buku harian ini sebelumnya aku simpan di laci dan sengaja kuncinya aku simpen jauh banget, di rumah mama papa. Gak mungkin kan pelakunya orang tu
Mereka hanya butuh waktu sepuluh menit untuk bersiap. Dan perjalanan dari rumah menuju rumah sakit memakan waktu sekitar tiga puluh menit. Maka dalam waktu kurang dari satu jam, mereka telah tiba di lokasi, mendapati Nayra terduduk sendirian di depan ruang jenazah.“Rangga, kamu beneran dateng,” ucapnya saat melihat kedatangan Rangga. Tatapannya jatuh pada sosok Almara.“Makasih kamu juga mau dateng Almara. Maaf soal kejadian sebelumnya.”“Itu udah gak penting lagi. Di mana ayah kamu sekarang?” tanya Almara.“Ayah masih di ruang jenazah.”“Apa aja yang udah kamu urus sejauh ini Nay?” Rangga bertanya pada Nayra, namun tatapannya terpaku pada pintu ruang jenazah. Jadi, di sanalah terbaring sosok Om Heri sekarang?“Aku belum ngurus apapun. Aku terlalu bingung dan aku sendirian. Aku cuma diem di sini aja dari tadi.”“Ya udah habis ini kami bantu semuanya mulai memulangkan jenazah dari sini sampai pemakaman nanti ya. Om Heri meninggal karena apa Nay?” Rangga bertanya.“Kecelakaan. Ayah ng
Almara bangun pagi dengan perasaan yang tidak seringan biasanya. Ada sebuah ganjalan dalam hatinya yang dia tidak tahu berasal dari mana. Dia memiliki firasat yang buruk entah mengenai apa. Karenanya, Almara mendadak menjadi over protective kepada Rangga. Dia berpikir jangan –jangan firasat buruknya adalah tentang keselamatan Rangga.“Pasang sabuk pengaman kamu sayang,”ucap wanita itu saat dia dan Rangga sudah berada di dalam mobil hendak menuju ke kantor.Rangga menoleh kepada Almara. Dia tersenyum dan mendekatkan tubuhnya lalu meraih sabuk pengaman Almara, “Kamu harus pasang juga.”“Kamu kenapa sih mulai pagi? Kamu jadi kayak khawatir sama hal – hal kecil,” Rangga memasang sabuk pengamannya sendiri lalu mulai menjalankan mobilnya.“Gak tau. Dari pagi aku kayak deg – degan gitu. Rasanya kayak orang ketakutan tapi gak tahu apa yang aku takutin. Kayak ada firasat buruk.”“Bawaan si baby jangan – jangan? Aku baca – baca katanya hormon bumil bikin moodnya gampang berubah. Apa kamu mau i
Almara tak mendapati Rangga ada di sisinya saat dia terbangun keesokan harinya. Sepulang dari kantor dia merasa sangat lelah dan tidak enak badan, sedangkan Rangga mengatakan dia akan terlambat pulang karena pertemuan dengan kliennya akan berlangsung hingga malam. Maka semalam Almara langsung tertidur begitu badannya menempel di ranjang.Sebetulnya tubuh Almara merasa lebih segar setelah beristirahat dengan cukup selama semalam. Namun firasat buruk yang bersemayam dalam hatinya belum juga menghilang. Dan saat dia sudah sadar sepenuhnya bahwa Rangga tak ada di sampingnya, Almara tersentak dan kebingungan.Dia khawati Rangga mengalami kecelakaan saat perjalanannya pulang. Maka dia segera mengecek ponselnya. Tak ada panggilan apapun dari Rangga atau dari nomor asing yang barangkali akan memberitahunya jika Rangga benar –benar kecelakaan.Namun, Almara menerima banyak pesan dari Nayra, Ternyata semuanya berisi foto. Dan saat Almara berhasil mengunduh foto – foto tersebut, hatinya terasa t
Nayra tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya, dia memeluk Rangga dan berucap, “Mau Rangga, aku mau nikah sama kamu, jadi istri kamu. Seandainya dulu aku gak ninggalin kamu ke luar negeri, mungkin kita udah lama bahagia sama – sama, mungkin kita sekarang udah punya anak.” “Kamu seneng?” Rangga tersenyum, tangannya membelai rambut Nayra yang berwarna coklat gelap. “Seneng banget lah.” “Kalau gitu kamu harus ceet pulih ya. Sepulang dari sini, kita akan langsung siapkan semua yang perlu disiapkan buat pernikahan kita.” Nayra mengangguk dengan semangat. Keinginannya tercapai, walaupun belum sempurna. Tentu saja untuk saat ini tidak masalah menjadi istri kedua, dia hanya perlu sedikit waktu dan perencanaan yang matang untuk menjadikan dirinya satu – satunya istri Rangga. Berita bahwa Rangga dan Nayra akan menikah tentu saja dengan cepat sampai ke telinga Almara sebelum Rangga mengatakannya karena saat itu juga Fariz telah melaporkan keadaan yang sebenarnya kepada Almara melalui telepon.
Almara sedang duduk di depan meja riasnya. 22 hari telah berlalu. Tepat hari ini adalah hari pernikahan antara Rangga dan Nayra. Sambil memoleskan lipstik di bibirnya, Almara tersenyum. Hari ini, dia pastikan dirinya akan terbebas dari semua kekesalannya selama ini kepada Nayra.Saat riasannya selesai, Almara mengganti bajunya dengan gaun pesta yang mewah dan elegan. Dia tak akan hadir di acara hari ini dengan penampilan biasa – biasa saja. Dia bertekad akan menjadi lebih cantik dan mempesona dibanding pengantin wanita.Hampir sebulan dia menahan setiap gunjingan dan hinaan baik dari beberapa karyawan Rangga ataupun dari Nayra sendiri. Hari ini, dia akan pastikan semua itu akan berakhir.Almara sengaja bermalam di hotel dimana resepsi pernikahan Rangga dan Nayra akan digelar. Dia tidak ingin riasannya terpengaruh oleh jauhnya perjalanan. Maka setelah dia merasa penampilannya sempurna, Almara keluar kamar dan berjalan dengan anggun menuju ballroom.Di ballroom, para tamu sudah hadir. M