"Tolong sedikit lebih cepat ya, Pak." Pinta Fathia kepada supir taksi.Baru lima menit taksi yang Fathia tumpangi menjauhi rumah sakit di mana Thalia dirawat, tetapi rasanya seperti sudah lama sekali waktu berjalan bagi Fathia. Ia sudah tidak sabar untuk cepat sampai ke rumah sakit yang dituju. Kaki dan tangannya bergetar karena panik, ia tak bisa meredam itu semua.Di tengah rasa paniknya, ia teringat belum mengabari mertuanya yang sedang mencari keberadaan Adnan. Tanpa mengurai waktu, Fathia mengambil ponselnya dan mulai mencari kontak ibu mertuanya. Di tengah kepanikan melanda, entah kenapa ia sedikit kesusahan menemukan kontak Ibu mertuanya padahal sebelumnya ia membaca pesan-pesan yang dikirimkan Ibu mertuanya.Hampir tiga menit Fathia berkutat dengan kontal di ponselnya, akhirnya ia dapat menemukan kontak ibu mertuanya."Assalamu'alaikum, Bu.""Wa'alaikumsalam, iya ada apa Fathia?""Pencarian Adnannya dihentikan saja bu, sekarang tolong susul Fathia ke rumah sakit B.""Ke rumah
Fathia tak dapat lagi membendung isak tangisnya saat ia duduk di samping ibu mertuanya. Tanpa ragu ia memeluk ibu mertuanya, menumpahkan tangisnya di bahu Arini.Arini membalas erat pelukan Fathia, mencoba memahami dan menenangkan menantunya. Ia tentu saja sudah bisa menangkap kondisi Adnan seperti apa dari isak tangis Fathia yang terdengar menyakitkan. Meskipun ia bertanya-tanya mengenai kondisi Adnan yang sebenarnya seperti apa, tetapi di kondisi seperti ini ia lebih baik diam terlebih dahulu sampai Fathia bisa sedikit meredakan isak tangisnya. Jujur saja perasaan takut dan gelisah semakin mendera Arini, jika memang kondisi Adnan benar-benar mengkhawatirkan, sejujurnya ia belum siap mendengar sepatah kata pun dari Fathia.Ardi mengusap lembut tangan Fathia yang berada di punggung istrinya, sebisa mungkin ia juga mencoba menenangkan Fathia walaupun mungkin usapannya tidak berarti apapun.Hampir lima belas menit Fathia hanya menangis memeluk Arini, tak ada sepatah kata pun yang keluar
Rio hanya terkekeh melihat Fathia yang makan dengan terburu-buru, terlihat sangat kelaparan. Tadi saja keras kepala dan enggan untuk diperintah pergi ke kantin rumah sakit untuk mengisi perutnya, setelah ia yang berinisiatif dan membelikan makanan untuk adiknya itu, malah diterima dengan baik dan dimakan dengan terburu-buru. Ingin rasanya Rio berkata "tadi aja disuruh ke kantin buat makan gak mau, giliran dibeliin malah dimakan rakus banget." Tapi ia terlalu malas untuk berdebat dengan adiknya di kondisi seperti ini, lagi pula ia memang harus melakukan ini. Ia harus membiarkan Fathia mengisi perutnya dengan baik, supaya tenaganya lebih kuat dan tidak jatuh sakit karena kelaparan."Mau tambah lagi?" Tanya Rio saat ia menyadari nasi kotak yang dibelinya untuk Fathia, sudah bersih hanya menyisakan tulang ayam. Ia menyodorkan botol air mineral yang dibelinya bersama nasi kotak itu."Enggak bang, makasih."Rio lagi-lagi terkejut saat air mineral yang diteguk Fathia langsung tandas dalam be
Setelah beberapa jam Adnan berada di ICU, Fathia baru berani menginjakan kakinya memasuki ruang ICU. Ia baru tahu jika ruang ICU masih ada beberapa ruang lagi yang tersekat-sekat, kemudian ada juga meja resepsionis untuk tempat suster dan dokter berjaga. Waktu sudah menunjukan pukul 2 dini hari, dan Fathia baru memberanikan diri untuk melihat Adnan di jam yang selarut ini. Ada dua suster yang berjaga di dalam, dan Fathia bertanya di mana ruangan suaminya dirawat, dan bertanya mengenai prosedur yang harus dilakukannya saat melihat Adnan, dan apa yang tidak boleh dilakukannya selama di sana. Setelah memakai pakaian steril berwarna biru, dan memakai hand sanitizer dengan cara yang terlihat sedikit ribet, padahal sebenarnya pemakaian hand sanitizer sebenarnya memang seperti itu. Harus disebarkan di kedua telapak tangan, kemudian sela-sela jari, kuku-kuku tangan dengan memutarnya di telapak tangan yang terdapat hand sanitizer, juga di punggung tangan. Hal tersebut untuk mencegah kuman yan
"Abang berangkat dulu ya, kamu hati-hati di sini sendiri. Ayah katanya siang ke sini nemenin kamu. Abang juga balik lagi ke sini pulang ngantor."Fathia hanya menganggukan kepalanya menanggapi ucapan Rio yang ingin pamitan berangkat ke kantor.Mata Fathia terus mengikuti langkah Rio yang menjauh, sampai abangnya itu tak terlihat lagi karena berbelok di persimpangan koridor sana.Hari ini, Fathia berniat untuk menanyakan beberapa pertanyaan yang berkecamuk di benaknya mengenai kondisi Adnan dan sebenarnya apa yang terjadi sampai kondisi suaminya seperah itu, kepada dokter yang bertugas merawat Adnan di ICU. Mungkin saja hatinya sedikit lebih tenang jika kondisi Adnan diketahuinya dengan rinci dan detail.Baru saja beberapa menit Fathia masuk ke dalam lamunannya, tiba-tiba saja dering ponsel menyadarkannya."Fathia, Thalia sudah bisa pulang hari ini. Kamu gak mau gantian? Kamu pulang buat urus Fathia, biar mamah di sana yang jaga.""Fathia mau tahu terus perkembangan kondisi Adnan giman
Fathia menggigit bibir bawahnya untuk menahan isak tangisnya, ia harus lebih kuat dari Kalila. Sekarang tugasnya untuk menenangkan Kalila yang baru mengetahui kondisi Abangnya, tidak boleh ikut terlalut dalam kesedihan yang tercipta.Setelah beberapa belas menit hanya peluk dan isak tangis yang terjadi di antara mereka, Kalila pun mencoba menenangkan dirinya dan menyelesaikan isak tangisnya, walaupun sebenarnya ia masih ingin menangis, apalagi bayangan tentang kondisi abangnya di dalam, benar-benar terekam jelas di pikirannya."Dulu selalu diceritain sama Ibu gimana sedih dan sakitnya lihat bang Adnan kecil sakit sampai masuk ruang ICU, aku cuman bisa ngebayangin aja tanpa tahu rasanya. Sekarang, ngelihat dan ngerasain sendiri, aku jadi ngebayangin gimana perasaan mamah, ngalamin dan ngelihat anaknya harus kayak gitu lagi."Fathia hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun saat mendengar ucapan Kalila, saat ini ia hanya ingin jadi pendengar dan penenang. Tangannya tak berhenti men
Fathia terus saja melirik lorong di ujung sana, menunggu Mamahnya yang datang ke sini. Karena katanya sang Mamah mengatakan bahwa sebentar lagi akan sampai. Tak sampai lima menit Fathia celingukan ke arah lorong di ujung sana untuk mencari sosok Mamahnya, ternyata apa yang diharapkannya terjadi saat sosok sang Mamah berjalan ke arahnya. "Ya Allah bunda kangen banget sama kamu, sini sayang sama bunda." Tutur Fathia kepada putrinya yang berada di dalam dekapan Anya. Yap, Mamahnya membawa Thalia ikut serta ke rumah sakit karena ia rindu sekali hampir satu minggu ini hanya melihat putrinya dari layar ponsel. Anya menyerahkan Thalia begitu saja. Senyumnya sedikit terbit saat melihat Fathia begitu brutal menciumi pipi Thalia. Senang sekali melihat putrinya bisa kembali memeluk cucunya setelah hampir satu minggu ini mereka berjauhan karena keadaan. Semoga saja keluarga kecil putrinya kembali sempurna seperti sebelumnya. "Thalia beneran boleh dibawa ke dalam?"Fathia yang tengah asih mel
Di tengah takut dan kalutnya pikiran Fathia, ia disadarkan oleh sebuah tepukan di bahu kirinya."Mbak, saya duluan ya."Fathia lantas menganggukan kepalanya sembari menyunggingkan sedikit senyum saat ibu yang tadi menceritakan menantunya itu pamit.Tak berselang lama, sebuah brankar yang di atasnya terdapat pasien yang seluruh tubuhnya bahkan sampai kepala, ditutupi selimut, keluar dari ruang ICU yang terbuka lebar. Fathia bahkan baru menyadari pintu ICU terbuka lebar, padahal terakhir dilihatnya tertutup rapat tadi.Entah mengapa tubuh Fathia melemas tanpa daya di posisinya. Pikirannya semakin kalut, apalagi saat membayangkan jika ia yang menangis histeris seperti tadi karena Adnan-- ah sudahlah ia harus menghentikan semua pikiran buruknya di sini. Ia hanya perlu terus berdoa dan berikhtiar supaya Allah mengembalikan Adnannya kembali sehat dan terus bisa hidup mendampinginya dan Thalia.Fathia menarik nafasnya panjang, mencoba menenangkan dirinya, dan menghembuskannya perlahan. Berka