Fathia segera mundur dan bersembunyi saat pintu ruang rawat yang tadi ia intip mulai terbuka. Ia takut jika pacar Andi mengetahui keberadaannya di sini.Meskipun bersembunyi, Fathia tetap mengintip untuk mengetahui siapa yang keluar dari ruangan tersebut, dan ia dikejutkan dengan Andi yang keluar dari ruangan itu. Ingin rasanya ia berlari menghampiri Andi, memukuli dan memaki pria itu dan meminta Thalia supaya bisa kembali kepelukannya, tetapi Fathia tidak bisa segegabah itu, yang ada Andi akan melawannya dan kembali kabur sehingga akan sulit lagi mencari lokasinya.Dengan tangan yang bergetar menahan emosinya, Fathia kembali membuka ponselnya, untuk memberitahu bahwa ia saat ini berada di dekat ruang perawatan bayi dan balita, dan meminta mereka untuk menghampirinya.Fathia terus mengintai keadaan sekitar, dan lupa tujuan sebelumnya keluar dari ruang rawat Adnan itu apa. Ia terlalu fokus dan merasa sedikit senang karena berhasil menemukan keberadaan Andi dengan pacarnya, membuat hara
Sudah lima menit Ardi dan Arini berkeliling di dekat rumah sakit untuk mencari keberadaan Adnan, memastikan bahwa putranya tak jauh dari sekitar sini. Mereka berharap segera menemukan Adnan dan memberitahunya bahwa Thalia sudah ditemukan dan sudah bersama dengan Fathia. Meskipun dilanda khawatir mengenai kondisi Adnan, tetapi ekspektasi mereka yang membayangkan bahwa Adnan akan segera bertemu Thalia, pasti sangat mengharukan, ditambah lagi Adnan memang sulit mengekspresikan diri selain rasa marahnya.Setiap koridor rumah sakit mereka kelilingi dengan dibantu orang suruhan mereka yang sebelumnya diperintahkan untuk mencari keberadaan Thalia, hanya untuk mencari keberadaan Adnan. Tentu saja pencarian dilakukan dengan cara berpencar, namun sudah hampir setengah jam mereka mencari, Adnan belum terlihat batang hidungnya.Sesekali Arini mengecek ponselnya untuk berkabar dengan Fathia yang juga sama cemasnya mengenai keberadaan Adnan, tetapi tidak bisa ikut mencari karena harus menjaga Thali
"Tolong sedikit lebih cepat ya, Pak." Pinta Fathia kepada supir taksi.Baru lima menit taksi yang Fathia tumpangi menjauhi rumah sakit di mana Thalia dirawat, tetapi rasanya seperti sudah lama sekali waktu berjalan bagi Fathia. Ia sudah tidak sabar untuk cepat sampai ke rumah sakit yang dituju. Kaki dan tangannya bergetar karena panik, ia tak bisa meredam itu semua.Di tengah rasa paniknya, ia teringat belum mengabari mertuanya yang sedang mencari keberadaan Adnan. Tanpa mengurai waktu, Fathia mengambil ponselnya dan mulai mencari kontak ibu mertuanya. Di tengah kepanikan melanda, entah kenapa ia sedikit kesusahan menemukan kontak Ibu mertuanya padahal sebelumnya ia membaca pesan-pesan yang dikirimkan Ibu mertuanya.Hampir tiga menit Fathia berkutat dengan kontal di ponselnya, akhirnya ia dapat menemukan kontak ibu mertuanya."Assalamu'alaikum, Bu.""Wa'alaikumsalam, iya ada apa Fathia?""Pencarian Adnannya dihentikan saja bu, sekarang tolong susul Fathia ke rumah sakit B.""Ke rumah
Fathia tak dapat lagi membendung isak tangisnya saat ia duduk di samping ibu mertuanya. Tanpa ragu ia memeluk ibu mertuanya, menumpahkan tangisnya di bahu Arini.Arini membalas erat pelukan Fathia, mencoba memahami dan menenangkan menantunya. Ia tentu saja sudah bisa menangkap kondisi Adnan seperti apa dari isak tangis Fathia yang terdengar menyakitkan. Meskipun ia bertanya-tanya mengenai kondisi Adnan yang sebenarnya seperti apa, tetapi di kondisi seperti ini ia lebih baik diam terlebih dahulu sampai Fathia bisa sedikit meredakan isak tangisnya. Jujur saja perasaan takut dan gelisah semakin mendera Arini, jika memang kondisi Adnan benar-benar mengkhawatirkan, sejujurnya ia belum siap mendengar sepatah kata pun dari Fathia.Ardi mengusap lembut tangan Fathia yang berada di punggung istrinya, sebisa mungkin ia juga mencoba menenangkan Fathia walaupun mungkin usapannya tidak berarti apapun.Hampir lima belas menit Fathia hanya menangis memeluk Arini, tak ada sepatah kata pun yang keluar
Rio hanya terkekeh melihat Fathia yang makan dengan terburu-buru, terlihat sangat kelaparan. Tadi saja keras kepala dan enggan untuk diperintah pergi ke kantin rumah sakit untuk mengisi perutnya, setelah ia yang berinisiatif dan membelikan makanan untuk adiknya itu, malah diterima dengan baik dan dimakan dengan terburu-buru. Ingin rasanya Rio berkata "tadi aja disuruh ke kantin buat makan gak mau, giliran dibeliin malah dimakan rakus banget." Tapi ia terlalu malas untuk berdebat dengan adiknya di kondisi seperti ini, lagi pula ia memang harus melakukan ini. Ia harus membiarkan Fathia mengisi perutnya dengan baik, supaya tenaganya lebih kuat dan tidak jatuh sakit karena kelaparan."Mau tambah lagi?" Tanya Rio saat ia menyadari nasi kotak yang dibelinya untuk Fathia, sudah bersih hanya menyisakan tulang ayam. Ia menyodorkan botol air mineral yang dibelinya bersama nasi kotak itu."Enggak bang, makasih."Rio lagi-lagi terkejut saat air mineral yang diteguk Fathia langsung tandas dalam be
Setelah beberapa jam Adnan berada di ICU, Fathia baru berani menginjakan kakinya memasuki ruang ICU. Ia baru tahu jika ruang ICU masih ada beberapa ruang lagi yang tersekat-sekat, kemudian ada juga meja resepsionis untuk tempat suster dan dokter berjaga. Waktu sudah menunjukan pukul 2 dini hari, dan Fathia baru memberanikan diri untuk melihat Adnan di jam yang selarut ini. Ada dua suster yang berjaga di dalam, dan Fathia bertanya di mana ruangan suaminya dirawat, dan bertanya mengenai prosedur yang harus dilakukannya saat melihat Adnan, dan apa yang tidak boleh dilakukannya selama di sana. Setelah memakai pakaian steril berwarna biru, dan memakai hand sanitizer dengan cara yang terlihat sedikit ribet, padahal sebenarnya pemakaian hand sanitizer sebenarnya memang seperti itu. Harus disebarkan di kedua telapak tangan, kemudian sela-sela jari, kuku-kuku tangan dengan memutarnya di telapak tangan yang terdapat hand sanitizer, juga di punggung tangan. Hal tersebut untuk mencegah kuman yan
"Abang berangkat dulu ya, kamu hati-hati di sini sendiri. Ayah katanya siang ke sini nemenin kamu. Abang juga balik lagi ke sini pulang ngantor."Fathia hanya menganggukan kepalanya menanggapi ucapan Rio yang ingin pamitan berangkat ke kantor.Mata Fathia terus mengikuti langkah Rio yang menjauh, sampai abangnya itu tak terlihat lagi karena berbelok di persimpangan koridor sana.Hari ini, Fathia berniat untuk menanyakan beberapa pertanyaan yang berkecamuk di benaknya mengenai kondisi Adnan dan sebenarnya apa yang terjadi sampai kondisi suaminya seperah itu, kepada dokter yang bertugas merawat Adnan di ICU. Mungkin saja hatinya sedikit lebih tenang jika kondisi Adnan diketahuinya dengan rinci dan detail.Baru saja beberapa menit Fathia masuk ke dalam lamunannya, tiba-tiba saja dering ponsel menyadarkannya."Fathia, Thalia sudah bisa pulang hari ini. Kamu gak mau gantian? Kamu pulang buat urus Fathia, biar mamah di sana yang jaga.""Fathia mau tahu terus perkembangan kondisi Adnan giman
Fathia menggigit bibir bawahnya untuk menahan isak tangisnya, ia harus lebih kuat dari Kalila. Sekarang tugasnya untuk menenangkan Kalila yang baru mengetahui kondisi Abangnya, tidak boleh ikut terlalut dalam kesedihan yang tercipta.Setelah beberapa belas menit hanya peluk dan isak tangis yang terjadi di antara mereka, Kalila pun mencoba menenangkan dirinya dan menyelesaikan isak tangisnya, walaupun sebenarnya ia masih ingin menangis, apalagi bayangan tentang kondisi abangnya di dalam, benar-benar terekam jelas di pikirannya."Dulu selalu diceritain sama Ibu gimana sedih dan sakitnya lihat bang Adnan kecil sakit sampai masuk ruang ICU, aku cuman bisa ngebayangin aja tanpa tahu rasanya. Sekarang, ngelihat dan ngerasain sendiri, aku jadi ngebayangin gimana perasaan mamah, ngalamin dan ngelihat anaknya harus kayak gitu lagi."Fathia hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun saat mendengar ucapan Kalila, saat ini ia hanya ingin jadi pendengar dan penenang. Tangannya tak berhenti men