Fathia dan Adnan baru saja tiba di rumah Orangtua Adnan. Selain untuk berkunjung, Fathia ingin menitipkan Thalia kepada ibu mertuanya karena nanti siang, ia akan mengantar Adnan untuk check up ke psikolog."Assalamu'alaikum."Baru saja Fathia dan Adnan tiba di pintu masuk untuk menuju ke dalam rumah, Kalila sudah heboh saja menghampiri mereka."Hallo ponakan aunty." Seru Kalila dengan riang dan suara yang nyaring. Ia terlalu excited untuk melihat keponakannya karena memang ia yang lebih jarang bertemu dengan Thalia dibanding kedua orangtuanya, ia masih sibuk dengan kuliahnya. Untung saja hari ini ia sedang berada di rumah."Pelankan suaranya Lila, Thalia sedang tertidur."Gerakan Kalila yang ingin meraih Thalia dari gendongan Fathia langsung terhenti mendengar ucapan Adnan yang agak tegas. Ia tentu saja sudah mengetahui betapa posesifnya Adnan selama tiga bulanan ini kepada Thalia."Maaf Bang, Lila hanya terlalu senang bertemu Thalia." Jawab Kalila sembari memundurkan tubuhnya beberap
"Setelah pulang dari psikolog kita langsung kembali ke rumah Ibu ya, Fathia. Adnan tidak mau lama-lama jauh dari Thalia."Baru saja mobil yang mereka tumpangi keluar dari halaman rumah orangtua Adnan, tetapi pria itu sudah berkata seperti itu kepada Fathia.Fathia hanya bisa menganggukan kepalanya mendengar ucapan suaminya. Ia hanya bisa mengiyakan, walaupun sebenarnya kesalnya semakin bertambah kepada Adnan, tetapi ia harus meredamnya."Sepertinya setelah pulang dari psikolog, Adnan ingin belajar cara menggendong Thalia."Fathia mengerenyitkan dahinya bingung mendengar ucapan Adnan. Tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba saja suaminya itu berucap demikian, padahal sebelum-sebelumnya mau dipaksa sekeras apapun untuk belajar menggendong Thalia, Adnan selalu enggan dan bahkan marah karena terus dipaksa. Entah dari mana Adnan mendapatkan wangsit sampai akhirnya berpikiran untuk mau menggendong Thalia."Kok tiba-tiba? Saat Fathia suruh, Adnan terus saja enggan dan marah kepada Fathia.
Fathia lemas bukan main mendengarnya, tetapi ia berharap Ibu mertuanya hanya lupa, walaupun perkataan Ibu mertuanya sudah meyakinkannya bahwa memang Thalia tidak ada di mana pun."Ibu lagi gak bercanda 'kan? Ini masalahnya Fathia sama Adnan lagi di kondisi yang gak baik.""Demi Allah ibu gak bercanda. Thalia beneran gak ada. Coba kamu telpon orangtua kamu atau saudara kamu mungkin tadi ke sini dan bawa Thalia tetapi lupa bilang."Fathia semakin lemas mendengarnya. Ibu mertuanya seperti menuduh Orantua dan saudaranta yang menyembunyikan Thalia walau tidak secara gamblang. Ia memahami hal tersebut keluar dari bibir ibu mertuanya karena panik, tetapi ia juga teringat bahwa ia tidak memberi kabar kepada orangtua ataupun adik kakaknya saat akan menitipkan Thalia kepada Arini, aneh bukan jika mereka tiba-tiba saja tahu Thalia berada di rumah orangtua Adnan dan berniat membawa Thalia. Ya walaupun ada kemungkinan keluarganya berkunjung ke rumahnya tanpa bilang, lalu bertanya kepada bi Tati sa
Adnan terdiam di tempatnya, ekspresi marah, takut dan bingung mulai terlihat di wajahnya. Putri semata wayangnya yang selalu ia jaga dari orang-orang, tidak terlihat pandangan matanya. Adnan melihat satu persatu orang-orang yang berada di ruangan ini, memastikan bahwa ucapan Ibunya bohong. Berharap bahwa Thalia sedang berada dalam gendongan salah satu orang yamg berada di rumah ini. Tetapi berkali-kali matanya memantau dengan jeli satu persatu orang yang berada di ruangan ini, ia tidak menemukan sosok kecil Thalia.Arini hanya bisa terduduk di lantai sembari melindungi kepalanya. Ia sudah tahu bagaimana Adnan akan mengamuk jika hal yang diharapkannya tidak sesuai."Fathia!" Beberapa orang berseru meneriakan nama Fathia saat melihat tubuh wanita itu lemas dan jatuh pingsan.Arini segera bangkit dari posisinya mendengar suara seruan orang-orang, dan mendapati Fathia sudah jatuh pingsan di lantai di temani Kalila dan Mamahnya, dan Arini tidak melihat Adnan berada di dekatnya.Matanya ber
"Thalia, ini Ayah sayang. Ayah ingin menggendong Thalia."Adnan mengucek matanya beberapa kali untuk menahan tangisnya. Ia merasa harus fokus melihat setiap ruangan di rumah orangtuanya untuk menemukan Thalia. Jika ia menangis, genangan air mata hanya akan mengaburkan pandangan dan menghambat fokusnya saja."Thalia!" Seru Adnan lebih keras, tetapi Adnan rasanya tidak bisa merasakan keberadaan Thalia di setiap ruangan yang dikunjunginya.Adnan menampar pipinya kencang, berharap ini mimpi supaya ia bisa terbangun dan bisa bertemu dengan putrinya, tetapi setelah melakukan hal itu pun, tidak ada apapun yang terjadi, perih malah mulai menjalari kulit wajahnya.Adnan berlari menuju tangga, ia tidak menghiraukan Ibunya yang terus membuntutinya ke manapun. Tujuannya hanya ingin menemukan Thalia."Thalia, ini Ayah Adnan ingin bertemu. Thalia tidak boleh bersembunyi seperti itu." Tak lagi berteriak keras, kini Adnan hanya dapat bersuara lirih untuk memanggil putrinya. Suara dan tenaganya sudah
Setelah memberi penjelasan kepada pihak berwajib mengenai kronologis hilangnya Thalia dengan disertai barang bukti dari video cctv, akhirnya laporan pun diterima dan pihak berwajib siap membantu untuk mencari pelaku penculikan Thalia.Mereka pun memutuskan kembali pulang ke rumah sembari menunggu kabar selanjutnya dari pihak kepolisian dan dari beberapa orang suruhan yang dikerahkan Ardi untuk melacak keberadaan Andi."Bu Thalia gak akan kenapa-napa 'kan? Andi gak akan sejahat itu buat ngelukain darah dagingnya 'kan bu? Fathia takut Thalia kenapa-napa."Meskipun tangisnya sudah tak sederas dan sekuat tadi, tetapi Fathia tetap saja tidak dapat menghentikan laju air matanya. Rasa takut begitu menyeruak luar biasa di dalam benaknya, apalagi mengingat perlakuan terakhir Andi kepadanya terakhir kali. Bahkan pria itu meminta melenyapkan darah dagingnya supaya ia tidak perlu bertanggung-jawab atas perbuatannya, dan karena hal itu membuat Fathia semakin takut akan kondisi Thalia."Semoga Thal
"Adnan."Adnan tetap tidak terusik, dan saat Fathia meraih salah satu tangan Adnan, tangan itu malah dapat diraih dengan mudah dan saat dilepaskan terlepas begitu saja. Melihat hal seperti itu tentu saja membuat Fathia panik, ia mulai mengguncangkan tubuh Adnan dengan sedikit kencang namun tetap tidak ada respon apapun.Sekeras apapun Fathia mengguncang Adnan, pria itu tetap tidak terusik. Fathia panik bukan main, ia berlari ke luar kamar untuk menemui siapapun yang bisa menolongnya untuk membawa Adnan ke rumah sakit.Di luar Fathia bertemu dengan Ayah mertuanya yang bersiap pergi ke kantor, kemudian meminta pertolongan untuk membawa Adnan ke rumah sakit.Belum usai rasa takut dan cemasnya kepada Thalia, sekarang Fathia juga harus cemas dan panik karena Adnan.Saat Ayah mertuanya membopong Adnan keluar dari kamar, Fathia segera meraih tas yang cukup besar untuk dimasukan barang-barang perlengkapan Adnan, secukupnya, walaupun ia panik bukan main dan pergerakan tubuhnya sedikit tidak te
Fathia segera mundur dan bersembunyi saat pintu ruang rawat yang tadi ia intip mulai terbuka. Ia takut jika pacar Andi mengetahui keberadaannya di sini.Meskipun bersembunyi, Fathia tetap mengintip untuk mengetahui siapa yang keluar dari ruangan tersebut, dan ia dikejutkan dengan Andi yang keluar dari ruangan itu. Ingin rasanya ia berlari menghampiri Andi, memukuli dan memaki pria itu dan meminta Thalia supaya bisa kembali kepelukannya, tetapi Fathia tidak bisa segegabah itu, yang ada Andi akan melawannya dan kembali kabur sehingga akan sulit lagi mencari lokasinya.Dengan tangan yang bergetar menahan emosinya, Fathia kembali membuka ponselnya, untuk memberitahu bahwa ia saat ini berada di dekat ruang perawatan bayi dan balita, dan meminta mereka untuk menghampirinya.Fathia terus mengintai keadaan sekitar, dan lupa tujuan sebelumnya keluar dari ruang rawat Adnan itu apa. Ia terlalu fokus dan merasa sedikit senang karena berhasil menemukan keberadaan Andi dengan pacarnya, membuat hara