Apa itu berarti secara tidak langsung Fathia berpikir bahwa pernikahannya dengan Adnan adalah salah dan perlu disesali?
Mau jawab tidak, tetapi kenyataannya memang iya, mau jawab iya tetapi rasanya hal tersebut hanya akan menambah daftar kesalahan Fathia yang lain.
Fathia merasa semua ini terlalu berat untuk ia jalani, bahkan tidak mendekati harapan dan bayangannya ketika ia mencoba menerima Adnan. Ia yang baru tiga bulan lebih hidup berdampingan dengan Adnan saja rasanya sudah banyak keluh kesah dalam hatinya, apalagi orangtua Adnan yang mengasuh dan mendidik Adnan sampai sebesar itu, banyak sekali rasa sabar mereka. Mungkin jika Fathia berpikir ke sana, keluh kesahnya ini tidak ada apa-apanya di mata mereka.
Sekarang harusnya Fathia jangan terlalu memikirkan hal yang membuatnya sakit, ia harusnya fokus supaya ia dan calon bayinya tetap sehat sampai nanti saatnya melahirkan. Pada akhirnya, ia hanya berharap Adnan akan ber
Fathia bisa bernafas dengan lega ketika ia baru saja keluar dari ruangan psikiater. Psikiater yang sering menangani suaminya itu tidak menemui kendala yang berarti ketika tadi berinteraksi, dan mood Adnan beberapa hari ini juga memang sedang baik, jadi tidak perlu ada pembahasan panjang tentang ASD yang diidap suaminya itu. Tetapi sebenarnya Adnan tidak hanya kontrol ke psikiater, ia juga harus konsultasi dengan dokter khusus atau psikolog, itu pun tergantung case nya.Fathia menggandeng tangan Adnan agak kuat, soalnya beberapa kali suaminya ini melepaskan gandengannya, gerakan berulang yang selalu dilakukannya tetapi dia jarang menyadarinya, atau memang tidak akan berpikir ke sana.Setelah ini, ia memang langsung menuju dokter kandungan, meminta Adnan untuk menemaninya, juga Bi Tati yang ikut melangkah di belakang tak jauh dari mereka.Beberapa pasang mata yamg berlalu-lalang di koridor rumah sakit pun terlihat me
Lengkungan senyum di wajah Fathia terus terpancar saat matanya melihat satu-persatu model baju bayi yang tengah ia pilih di depannya itu.Kandungannya sudah tujuh bulan, jadi ia mulai mencicil untuk membeli perlengkapan bayi untuk kebutuhan calon anaknya nanti. Ia sudah tak sabar untuk bertemu putrinya nanti.Putrinya? Yap, bayinya berjenis kelamin perempuan. Beberapa kali check up kehamilan dan usg, dokter selalu mengatakan bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan. Tetapi meskipun bayinya sudah diketahui berjenis kelamin perempuan, ia tidak terlalu banyak membeli baju atau perlengkapan bayi yang bertemakan pink, ia lebih memilih perlengkapan bayi yang warnanya netral atau pastel."Mah, ini bagus gak?" Tanya Fathia, kepada sang Mamah yang memang hari ini menemaninya belanja."Thia, jangan kebanyakan beli baju newborn, gak akan ke pake lama. Jangan lapar mata, ini itu lucu diambi
Fathia mengucek matanya, mencoba membenarkan persepsi di kepalanya bahwa yang ia lihat di sebrang jalan adalah Andi, mantan pacar sekaligus kakak iparnya.Setelah pertengkaran di kaffe, Fathia memang tidak pernah menemukan sosok Andi di manapun, termasuk di rumah orangtuanya. Walaupun sebenarnya beberapa kali ia berharap bertemu pria brengsek itu untuk sekadar melampiaskan emosi dan rasa bencinya yang belum pernah dilampiaskan sama sekali.Senyum sinis terbit di bibir Fathia, saat melihat Andi menyebrangi jalan menuju trotoar yang sedang dipijaknya. Tak perlu bersusah payah menyebrang untuk mengejar pria itu, nyatanya semesta berpihak kepadanya tanpa diminta."Oh bagus ya, gak mau bertanggung-jawab tapi udah gandeng cewek baru. Kabur dan pura-pura dapat kerjaan di Singapur, uh keren banget." Tentu saja Fathia melontarkannya dengan nada yang mengejek."Ditinggal berapa bulan ternyata udah
Setelah sekian lama, akhirnya Fathia bisa kembali memasuki ruang lukis Adnan, karena sejujurnya ia masih agak takut kejadian Adnan marah terulang, padahal sudah dari lama ia ingin melihat karya-karya Adnan yang mungkin sudah bertambah banyak.Tak terasa sudah hampir 6 bulan Fathia menjalani rumah tangganya bersama Adnan. Jika ditanya banyak suka atau dukanya, tentu saja ia akan menjawab dengan jujur bahwa duka lebih banyak yang ia rasakan dibanding sukanya, tetapi tentu saja ia yakin semua itu adalah proses untuk hidupnya berjalan ke arah yang lebih baik, juga sebagai bentuk pendewasaan diri karena sebenarnya untuk di umur sekarang ia tidak pernah membayangkan akan jadi ibu dalam waktu dekat.Dahulu di mimpi dan targetnya, ia hanya ingin fokus kepada karirnya sebagai penulis, bermimpi salah satu novelnya bisa dijadikan series atau bahkan mungkin film, kemudian memiliki komitmen yang serius dalam pacaran tetapi tidak terpikir akan menikah di umurnya yang baru 24 T
Fathia hanya bisa terkulai lemas di ranjang rumah sakit, walaupun hatinya bahagia luar biasa. Beberapa menit yang lalu ia baru saja melahirkan putrinya secara normal, walaupun hanya ditemani Bi Tati. Ia belum sempat menghubungi orangtua juga mertuanya karena merasakan mulas dan juga sudah luar biasa panik."Selamat ya Non, non hebat sekali!"Fathia hanya menanggapinya dengan senyuman dan anggukan kecil, entah mengapa tiba-tiba saja suaranya seperti hilang entah kemana.Kemudian perhatian Fathia dan Bi Tati teralihkan saat mendengar suara sedikit ramai di dekat pintu kamar rawat inap yang Fathia tempati, disusul pintu yang terbuka."Fathia kenapa gak ngasih tahu kalau lahiran, malah bi Tati yang kasih tahu.""Maaf Mah, udah panik sama mules dan sakit, jadi gak kepikiran buat ngabarin." Ujar Fathia sembari melirik sang Mamah yang sudah berada di dekat bi Tati.
"Fathia di mana bu?""Sebentar lagi bertemu Fathia, Adnan tenang ya." Ujar Arini sembari terus menuntun Adnan untuk mengimbangi langkahnya.Mereka baru saja tiba di Rumah sakit di mana Fathia melahirkan, tetapi tetap saja wajah Adnan menampilkan ekspresi yang tidak tenang saat Fathia tidak berada dalam pandangannya.Melihat Adnan panik dan tidak tenang seperti itu, sejujurnya membuat perasaan Anita dan Didi menjadi campur aduk. Sedih dan iba karena sudah lama mereka tidak melihat ekspresi Adnan yang seperti itu, mereka jarang sekali meninggalkan Adnan saat tertidur karena pasti putranya itu akan mencari mereka. Senang karena setelah beberapa bulan mereka tidak satu rumah, secara tidak sadar Adnan mencari orang yang membuatnya aman dan nyaman, karena memang Adnan bertingkah seperti itu jika ditinggalkan orang terdekatnya."Fathia!" Dengan setengah berteriak, Adnan memanggil nama istrinya itu sesaat baru saja pintu ruang rawat dibuka ibunya. Ia segera berlari mendekati Fathia dan tak se
Adnan, ayo makan dulu.""Tidak mau, Fathia."Lagi, selalu seperti itu jawaban yang diterima Fathia ketika ia menyuruh suaminya itu untuk makan."Thalia sedang bobo, tidak boleh digendong seperti itu." Ucap Adnan saat Fathia mengambil alih Thalia yang sedari tadi hanya Adnan perhatikan."Ayo makan, Fathia dan Thalia temani." Tutur Fathia, sembari berjalan terlebih dahulu keluar dari kamar untuk turun ke lantai bawah.Tanpa jawaban dan protes, Adnan bangkit dari posisinya dan mulai berjalan membuntuti Fathia. Ia hanya bisa menurut ketika objek yang diperhatikannya diambil alih Fathia.Fathia meminta Bi Tati untuk mengalasi makanan untuk Adnan karena ia sedang menggendong Thalia."Makannya habisin, dan obatnya diminum." Perintah Fathia penuh ketegasan, padahal Adnan baru saja terduduk di kursi makan.Fathia kira Adnan bersikap ingin dekat terus dengan Thalia akan cukup untuk beberapa hari saja, ternyata setelah satu bulan pun tetap seperti itu. Kegiatan pria itu hanya memantengi Thalia,
Fathia dan Adnan baru saja tiba di rumah Orangtua Adnan. Selain untuk berkunjung, Fathia ingin menitipkan Thalia kepada ibu mertuanya karena nanti siang, ia akan mengantar Adnan untuk check up ke psikolog."Assalamu'alaikum."Baru saja Fathia dan Adnan tiba di pintu masuk untuk menuju ke dalam rumah, Kalila sudah heboh saja menghampiri mereka."Hallo ponakan aunty." Seru Kalila dengan riang dan suara yang nyaring. Ia terlalu excited untuk melihat keponakannya karena memang ia yang lebih jarang bertemu dengan Thalia dibanding kedua orangtuanya, ia masih sibuk dengan kuliahnya. Untung saja hari ini ia sedang berada di rumah."Pelankan suaranya Lila, Thalia sedang tertidur."Gerakan Kalila yang ingin meraih Thalia dari gendongan Fathia langsung terhenti mendengar ucapan Adnan yang agak tegas. Ia tentu saja sudah mengetahui betapa posesifnya Adnan selama tiga bulanan ini kepada Thalia."Maaf Bang, Lila hanya terlalu senang bertemu Thalia." Jawab Kalila sembari memundurkan tubuhnya beberap