"Bagaimana, mas. Apakah kamu bersedia, kita pulang saat lebaran??" Aku menantap mata mas Danang dengan penuh harapan.Berharap tahun ini mas Danang akan berkata, iya."Tidak!!!"Tiba-tiba suara itu mengejutkanku dan juga mas Danang. Kami berdua menantap kearah orang yang bersuara, tiba-tiba muncul diantara aku dan mas Danang."Ibu tidak mengizinkan, kamu dan Danang pulang!"Deg!"Tapi kenapa Bu?? Bukannya saya sudah tiga tahun tidak pulang. Saya mohon, Bu. Lebaran tahun ini saya dan mas Danang pulang ke kampung. Saya rindu dengan ibu dan bapak saya. Saya sudah tiga tahun Bu, tidak pulang. Saya mohon, Bu. Izinkan saya untuk pulang!!""Hana! Kamu tau nanti pas lebaran itu ibu repot dirumah. Tidak ada yang bantuin masak, dan cuci piring bahkan beres-beres dirumah ini. Kalau kamu pulang. Lantas siapa yang mengerjakannya??""Mbak dewikan ada, Bu. Mbak Dewi bisa gantikan saya untuk beberapa hari menjelang saya pulang kesini lagi, Bu!""Dewi!!""Iya, Bu. Mbak Dewi.""Tidak-tidak! Enak saja k
Setelah mertua dan kakak iparku pergi meninggalkan aku dan juga mas Danang berdua didalam kamar.Mas Danang masih menantapku dengan tatapan tajam."Kenapa kamu masih menantapku, mas? Kamu masih kurang puas, untuk menamparku? Silahkan, bilah perlu bunuh saja aku, mas.""Bunuh aku sekarang!!" Bentak Hana pada Danang."Kau hanya terpengaruh dalam cerita mereka. Kau tak tahu hal sebenarnya, apa yang terjadi kau tak tahu. Lantas kenapa kau tiba-tiba menamparku!" Sambung Hana."Karena kau tak mau menghargai pemberian, ibu!""Pemberian yang mana yang harus aku hargai! Pemberian mana yang patut aku syukuri, mas! Coba katakan??""Ibumu, memberikanku baju bekas. Itu juga baju bekas almarhum nenekmu!" Tunjukku kepada mas Danang dengan mata berkaca-kaca."Aku memang miskin mas, aku memang tak punya harta seperti kamu!" Aku terus menunjuk-nunjuk mas Danang."Tapi aku juga punya hati. Menantu dirumah ini ada dua. Aku dan mbak Dewi, tapi kenapa mbak Dewi lebih istimewa! Dari pada aku??""Coba kataka
Bu Vina berjalan dengan berfikir panjang. Lalu Dewi menghampirinya. Terlihat mertua yang kebingungan, dewipun bertanya kepada mertuanya."Ada apa, Bu? Kenapa ibu seperti bingung begitu?""Ibu hanya heran saja. Kamu bilang makanan nggak ada didapur. Sementara Hana bilang, Hana sudah masak. Apa kamu nggak cek dapur?"Dewi menggelengkan kepalanya. Lalu Bu Vina menonyor menantunya."Kenapa kamu nggak cek itu dapur. Kamu buat malu ibu saja, sih Dewi????"Dewi tersenyum dengan tak enak."Maaf, Bu. Dewi tadi laper jadi nggak konsen. Dewi fikir Hana nggak masak!""Hana itu beda sama kamu. Dia itu selalu masak pagi-pagi sekali. Jadi mana mungkin Hana tidak masak!""Buat malu saja, kamu!" Imbuhnya."Maaf, Bu. Ya udah kita makan saja ya Bu, lapar banget soalnya." Ucap Dewi dengan menepuk-nepuk perutnya yang keroncongan."Vino kemana? Kok nggak sama kamu?""Vino dibawa mas Riki. Katanya sih diajak jalan-jalan keliling komplek. Ngadem gitu!""Terus ayah kamu!""Iya sama. Ikut mas Riki.""Danang ke
Ting!Suara notifikasi dihandphone-ku yang butut terdengar. Aku langsung mengelap tanganku yang basah akibat mencuci pakaian. Karena aku dirumah ini tak pernah memakai mesin cuci bila mencuci.Kata mertuaku jika aku mencuci menggunakan mesin cuci akan menambah watt listrik yang akan termakan banyak. Itulah sebabnya aku tak pernah memakai mesin cuci karena takut boros.Mbak Dewi diratukan oleh mertuaku. Karena mbak Dewi dari keluarga mampu, sedangkan aku dari keluarga tak mampu. Bahkan baju mbak Dewi sering kali aku yang mencucinya. Dan aku mendapatkan upah sepuluh ribu terkadang lima ribu dari mbak Dewi. Namun aku terpaksa melakukan ini semua karena tak ada pilihan lain untuk menambah uang untuk membeli popok Shifa, sampai uang aku bekerja di online akan cair.Aku selalu meninggalkan Shifa didalam keadaan tidur. Jika Shifa belum tertidur aku tak bisa mencuci pakaian dan juga berkemas-kemas, dan pasti ibu akan memarahiku jika aku bermalas-malasan.Berbeda denga mbak Dewi yang istimewa,
Pagi ini aku bersemangat untuk beres-beres rumah. Bahkan semua pekerjaan yang aku kerjakan dengan senang tanpa ngeluh. Aku sangat menikmati pekerjaanku saat ini."Setelah semuanya beres. Nanti aku akan kembali bekerja, agar gajiku bisa bertambah dan bisa segera keluar dari rumah ini." Gumamku dalam hati."Hana....!!!""Hana....!!""Astaghfirullah. Nggak bisa banget orang dirumah ini, kalau nggak teriak-teriak seperti udah ciri khasnya gitu. Teriak-teriak mulu udah seperti dihutan saja!" Ocehku namun tetap saja aku tak berani mengeraskan suara. Sebelum uangku terkumpul banyak aku tak ingin mengali lobang untuk mengubur diri sendiri. Maka dari itu aku tetap bertahan walau bagaimanapun keadaannya."Hana......!""Iya, Bu. Sebentar. Iya-iya." Ucap Hana yang menuju ruang makan."Ada apa Bu??""Kamu ini lama banget!""Maaf!""Mana makanannya??""Udah ada, Bu""Mana!! Aku nggak lihat ada makanan dimeja makan!""Masih diatas kompor, Bu. Sebentar!""Cepet Hana. Ibu sudah terlambat mau arisan. K
"Mbak!""Mbak...." Hana melambaikan tangannya didepan wajah Dewi, seketika lamunan Dewi terbuyar saat Hana memanggilnya."Haaa!" Ucap Dewi saat lamunannya terbuyar."Mbak, disuruh ibu untuk menyuapinya!""Kenapa nggak kamu aja, Hana?""Tadi udah aku tawarin, tapi ibu maunya sama Mbak!" Ucapku."Iihh... Bener-bener deh. Ganggu orang lagi santai aja, itu tua bangka!" Gerutuk Dewi dalam hatinya."Mbak, kenapa ngelamun. Itu ibu sudah menunggu sejak tadi""Iya, iya. Dimana ibu?""Ada diruang tamu, mbak!""Ya udah, kamu keluar aja dulu, nanti mbak nyusul""Nggak bisa mbak. Itu ibu minta suapin sekarang!""Hadeh! Iya deh iya." Ucap Dewi dengan wajah lesu.Dewi dan Hana keluar dari dalam kamar Dewi dan menuju keruang tamu. Disana Bu Vina sedang terbaring menunggu menantu kesayangannya untuk menyuapi dirinya saat ini."Bu, ini mbak Dewi!" Ucap Hana. Lalu Bu Vina menoleh kearah Dewi dengan tersenyum."Dewi, kamu maukan suapin ibu!" Ucap Bu Vina kemudian memegang tangan menantunya."Iih... Apaan
Pagi yang cerah disambut dengan mentari yang indah dan aku melihat suamiku Mas Danang sudah bersiap siap untuk pergi mencari lowongan pekerjaan.Aku menyambutnya dengan senyuman yang manis dan juga menghidangkan beberapa camilan dan juga teh hangat untuk diseduh Mas Danang sebelum berangkat mencari pekerjaan."Ini mas, teh dan camilannya." Ucapku dengan menyuguhkan camilan yang aku buat, hanya goreng pisang yang aku buat untuk Mas Danang sarapan pagi ini.Mas Danang memberikan senyuman sebelum duduk, dan kali ini aku benar-benar melihat senyum suamiku walau kami berdua sekarang mengalami masa-masa sulit untuk menitis karir."Mas berangkat dulu ya, soalnya udah siang.""Iya mas, hati hati dijalan!" Ucapku dengan meraih tangan Mas Danang dan mencium punggung tangannya."Iya, doain mas ya, mudah-mudahan mas bisa mendapatkan pekerjaan, agar kita bisa hidup yang lebih layak dari pada tinggal disini!" Ucap Mas Danang."Sudah mas. Jangan kamu fikirkan soal itu. Ingsya'allah ada rezeki!" Jawa
"Besok kita coba tanya-tanya ruko ya mas. Dan kita tanya berapa perbulan dalam penyewaan?""Iya Hana. Tapi uangnya mas nggak punya. Semua rekening mas, yang memegang ibu!""Sudahlah mas. Besok kita fikirkan dari mana cari uang. Aku akan mencoba mencari pinjaman untuk kamu usaha, mas!" Ucap Hana dengan memegang tangan suaminya dengan menantap penuh senyum."Makasih ya, kamu memang istri terbaik untuk mas!" Ucap Danang dengan merangkul istrinya.Sebenarnya Hana memiliki uang untuk membantu usaha suaminya, namun Hana lebih baik tidak jujur jika nanti kedepannya Hana mendapatkan hal yang tidak diinginkan. Hana terpaksa berbohong kepada sang suami. Karena Hana juga belum terlalu percaya dengan sang suami bisa mencintai Hana sepenuhnya. Belum lagi saat ini Danang sedang diuji dalam kemiskinan yang membuat Hana takut bahwa cinta Danang Hana sebatas kemiskinan dan akan pudar seketika disaat hidup telah meningkat.Hana terpaksa tak jujur dan memilih berbohong dengan suaminya. Ini semua ia laku