"Aduh aduh, kenapa kamu tidak bilang kalau mau datang, sayang?""Kalau tahu begitukan, ibu sama bapak bisa jemput kamu distasiun."Suara mertuaku yang terdengar begitu gembira. Aku belum melihat siapa yang datang diruang tamu itu. Nampaknya begitu ramai dan dikerumuni banyak orang, sebenarnya siapa yang datang. Karena hati merasa penasaran, akhirnya aku memutuskan untuk mengintip sebentar dipintu kamarku, meninggalkan Shifa diranjang tempat tidur dengan perlahan aku mengintip dibalik pintu kamar.Ternyata mbak Dewi yang datang, dan wajar saja, suara ibu terdengar begitu sangat bahagia. Setelah aku tahu siapa yang datang, kemudian menutup pintu kamar dan aku melanjutkan untuk mengganti baju Shifa, karena putri kecilku telah selesai aku mandikan.Tak lama saat aku didalam kamar, suara seruan akhirnya tiba. Terdengar suara ibu mertua yang memanggilku dengan suara lantangnya. Seakan memanggil pembantu. Aku segera menghampiri dan meninggalkan Shifa didalam kamar."Lama banget sih kamu?""M
Pagi ini aku kedatangan tamu, tetangga sebelah rumah berkunjung kerumah mertuaku. Katanya ia datang karena rindu dengan putri kecilku, Shifa."Hana!" seru Ibu mertua yang terdengar tak biasa.Aku terheran saat mendengar seruan dengan nada bicara yang lembut. Aku langsung menuju suara ibu dan ku lihat mbak gendis sudah duduk diruang tamu."Ini, gendis nyariin kamu??"Aku hanya tersenyum saat melihat kedatangan mbak gendis."Ada apa mbak??" Tanyaku lalu duduk disampingnya."Begini Hana, mbak rindu sama Shifa. Mana putri kecilmu, boleh bawa kesini tidak? Mbak ingin melihatnya""Boleh mbak, tunggu sebentar ya?" Jawabku dengan tersenyum lalu menuju kedalam kamar dan mengendong Shifa, menuju keruang tamu. Telihat wajah mbak gendis yang begitu sumringah saat melihat putri kecilku.Mbak gendis sangat menyukai bayi, apa lagi mbak gendis sudah lama menikah belum juga dikaruniai seorang anak, jadi wajar saja jika ia benar-benar menyayangi seorang bayi dan sangat menginginkannya."Yaampun, lucu b
Keesokan harinya. Aku mengajak Shifa untuk berjemur dibawa terik matahari pagi. Melihat wajahnya yang imut dan polos membuatku tiba-tiba saja teringat akan ucapan mas Danang pada waktu itu."Nak, maafkan ibu ya, karena ibu, kamu jadi tak mendapatkan kasih sayang dari seorang ayah dan juga nenek. Maafkan ibu, nak." Aku mencium putriku yang sedang tertidur.Tiba-tiba saja aku terdengar suara teriakkan didalam rumah."Aaaaa........!!!!""Astaghfirullah!" Ucapku seketika menoleh kearah rumah."Ada apa itu?" gumamku, lalu menuju kedalam kamar.Disaat aku melihat kedalam rumah, aku mendapati mbak Dewi yang terduduk dengan menangis dan merintih kesakitan."Arhhh.... Sakit... Hiks.... Hiks...""Astaghfirullah! Mbak kenapa??" Ucapku bertanya dengan mbak Dewi dan mencoba membantu mbak Dewi untuk berdiri."Ibu.....!!!" Pekik mbak Dewi.Bu Vina langsung bergegas menuju dapur dan melihat Dewi yang memanggilnya."Yaampun!!!" Ucap Bu Vina saat melihat menantu kesayangannya terduduk dilantai dapur. I
Malam ini aku benar benar tak bisa tidur, akibat tubuh Shifa yang tiba tiba saja panas. Aku benar benar bingung harus melakukan apa. Aku mencoba menyusui Shifa tapi terlihat Shifa tak mau minum asiku.Aku mencoba membangunkan mas Danang, berharap ia terbangun dan membantuku untuk menjaga Shifa."Mas... Mas Danang.. mas.." aku menggoyang goyangkan tubuhnya perlahan."Ada apa, Hana?""Kenapa kamu membangunkan ku. Apakah sudah pagi??" Sambungnya."Belum mas, maafkan aku, aku mengganggu tidurmu yang nyenyak.""Lantas, ada apa??""Shifa badannya panas, mas. Aku bingung harus bagaimana? Sejak tadi mencoba menyusuinya, tapi Shifa tidak mau"Mas Danang langsung bangkit dari tidurnya dan langsung memegang tubuh putri kecilku."Astaghfirullah. Badannya panas banget dek. Ayo ke rumah sakit sekarang!" Ajak mas Danang kepadaku.Sedikit lega atas perhatian mas Danang kepada anaknya. Aku lalu pergi dengan mas Danang membawa Shifa kerumah sakit terdekat malam ini juga. Pukul menunjukkan jam satu mala
Aku yang duduk didalam kamar dengan menyusui Shifa, Bu Vina orang tua mas Danang masuk kedalam kamar dan berdiri didepanku. Aku menatapnya."Ada apa, Bu???""Nggak usah sok baik, ini uang jatah kamu!!" Bu Vina mengulurkan uang jatah seperti biasanya. Lima belas ribu dalam dua minggu."Ambil!!"Aku hendak meraihnya namun tiba-tiba saja uang itu dilemparkan didepan wajahku."Lama banget sih! Buang buang waktu aja!" Bu Vina lalu membalikkan badan dan pergi keluar kamarku.Aku menatapnya pergi menjauh dari kamarku. Melihat uang dua lembar berserak dilantai."Hanya memberi uang lima belas ribu saja sampai sehina ini, aku dimata ibu!" Gumamku dengan meneteskan air mata.Mas Danang masuk kedalam kamar dan menatapku bingung."Kamu kenapa mewek??" Pertanyaan itu yang datang dari mulutnya."Nggak usah kau tanyakan aku mas. Tanyakan saja dengan ibumu, apa yang dia perbuat denganku, apakah aku ini seorang menantu ataukah seorang pembantu!" Ucapku dengan mata merah dengan mata berkaca-kaca akibat
Aku yang selalu diperlakukan dengan tidak adil dirumah ini. Bahkan suamiku sendiri saja seperti tak menyayangiku.Malam ini aku menyusui Shifa dengan membuka handphone butut milikku. Karena sejak awal menikah sampai sekarang, mas Danang tak pernah membelikanku baju maupun handphone keluaran terbaru.Aku menyusui Shifa dengan memutar lagu-lagu agar Shifa tertidur dengan pulas.Triiingggggg..."Ibu!" Ucapku dengan lirih saat melihat telfonku berdering.["Hallo, Bu, assalamualaikum"]["Wa'alaikumsallam, Hana"]["Ada apa ya Bu, kok tumben sekali malam-malam menelfon??"]["Hana, kamu pulang tidak? Lebaran ini? Bapak sama ibu dan juga Ratna merindukan kamu. Apa lagi kamu sudah tiga tahun tidak pulang"]["Iya Bu, nanti Hana akan bicara dengan mas Danang. Kalau lebaran boleh pulang, Hana akan pulang Bu"]["Jadi kalau kamu tidak boleh pulang, kamu tidak jadi pulang, Hana??"]Aku terdiam membisu saat Ibu berkata begitu. Karena memang sudah tiga tahun aku menikah dan tak pernah berkunjung pulang
"Bagaimana, mas. Apakah kamu bersedia, kita pulang saat lebaran??" Aku menantap mata mas Danang dengan penuh harapan.Berharap tahun ini mas Danang akan berkata, iya."Tidak!!!"Tiba-tiba suara itu mengejutkanku dan juga mas Danang. Kami berdua menantap kearah orang yang bersuara, tiba-tiba muncul diantara aku dan mas Danang."Ibu tidak mengizinkan, kamu dan Danang pulang!"Deg!"Tapi kenapa Bu?? Bukannya saya sudah tiga tahun tidak pulang. Saya mohon, Bu. Lebaran tahun ini saya dan mas Danang pulang ke kampung. Saya rindu dengan ibu dan bapak saya. Saya sudah tiga tahun Bu, tidak pulang. Saya mohon, Bu. Izinkan saya untuk pulang!!""Hana! Kamu tau nanti pas lebaran itu ibu repot dirumah. Tidak ada yang bantuin masak, dan cuci piring bahkan beres-beres dirumah ini. Kalau kamu pulang. Lantas siapa yang mengerjakannya??""Mbak dewikan ada, Bu. Mbak Dewi bisa gantikan saya untuk beberapa hari menjelang saya pulang kesini lagi, Bu!""Dewi!!""Iya, Bu. Mbak Dewi.""Tidak-tidak! Enak saja k
Setelah mertua dan kakak iparku pergi meninggalkan aku dan juga mas Danang berdua didalam kamar.Mas Danang masih menantapku dengan tatapan tajam."Kenapa kamu masih menantapku, mas? Kamu masih kurang puas, untuk menamparku? Silahkan, bilah perlu bunuh saja aku, mas.""Bunuh aku sekarang!!" Bentak Hana pada Danang."Kau hanya terpengaruh dalam cerita mereka. Kau tak tahu hal sebenarnya, apa yang terjadi kau tak tahu. Lantas kenapa kau tiba-tiba menamparku!" Sambung Hana."Karena kau tak mau menghargai pemberian, ibu!""Pemberian yang mana yang harus aku hargai! Pemberian mana yang patut aku syukuri, mas! Coba katakan??""Ibumu, memberikanku baju bekas. Itu juga baju bekas almarhum nenekmu!" Tunjukku kepada mas Danang dengan mata berkaca-kaca."Aku memang miskin mas, aku memang tak punya harta seperti kamu!" Aku terus menunjuk-nunjuk mas Danang."Tapi aku juga punya hati. Menantu dirumah ini ada dua. Aku dan mbak Dewi, tapi kenapa mbak Dewi lebih istimewa! Dari pada aku??""Coba kataka