'Kenapa ... belum sampai-sampai?' batin Elea dengan kening berkerut.
Sudah sekitar dua menit berlalu sejak Elea meninggalkan ruang pesta dengan Eric. Kakinya sudah mulai sakit dan tubuhnya pun mulai terasa panas, tapi entah kenapa setelah melalui lorong yang begitu panjang, dirinya masih belum mencapai tempat tujuan. Namun, karena tidak enak bila menggerutu kepada Eric hanya karena hal kecil seperti ini, Elea pun hanya terdiam.
Beruntung tidak lama setelah dirinya memikirkan hal tersebut, mereka mencapai sebuah ruangan di ujung lorong dan Eric pun menghentikan langkahnya. Saat melihat pria paruh baya itu membuka pintu ruangan dengan kartu khusus. 'Wah, memang orang-orang kalangan atas berbeda. Bahkan hotel saja sudah memberikan mereka kartu spesial,' batin Elea dengan kagum, mencoba mempertahankan pandangannya yang anehnya mulai sulit fokus.
"Silakan, Elea," undang Eric dengan sebuah senyuman, mempersilakan gadis tersebut untuk masuk terlebih dahulu.
Elea pun memaksakan sebuah senyuman dan melangkah masuk. Pandangan gadis itu menyapu seisi ruangan, mendapati sebuah meja dengan kudapan dan minuman terletak di tengah ruangan, dikelilingi sofa empuk berbahan kulit yang menunjukkan tempat itu telah disiapkan khusus untuk menjamu tamu. Kemudian, ada dua pintu menuju kamar lain yang tidak Elea ketahui berujung ke mana.
Belum ada dua langkah masuk ke dalam ruangan, Elea mendengar suara klik di belakangnya. Gadis itu mengerutkan kening, lalu menoleh untuk melihat ke belakang.
"Pak—"
Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Elea terkejut dengan sosok Eric yang telah berada begitu dekat dengannya. Hal tersebut membuat gadis itu refleks melangkah mundur. Kepanikan dan fokus yang sedikit berantakan membuat Elea menginjak ujung gaun panjangnya, dan dia pun terjatuh ke sofa dengan keras.
"Ah!"
"Ada apa, Elea?" tanya Eric sembari mengurung Elea dengan dua lengan tepat di sisi kepala gadis tersebut. "Kenapa kamu lari, hmm?"
Dengan wajah diselimuti kepanikan, Elea berkata setengah berseru, "Pak Eric, tolong jaga sikap Bapak!" Gadis itu berusaha berdiri cepat dan menjauh, tapi dia merasakan sebuah tangan menariknya dan membanting tubuhnya kembali ke sofa. Saat melihat wajah Eric tepat di hadapan dengan tangan pria itu menggerayangi pinggangnya, Elea berteriak, "Lepaskan aku! Apa yang kamu pikir kamu lakukan!? Lepas!"
Melihat wajah gadis itu terlihat takut dan marah di waktu yang bersamaan, Eric merasa dirinya semakin tergoda. Pria tua itu terkekeh dan wajah mesumnya dihiasi sebuah senyuman lebar.
Dengan tangan keriputnya, pria tua itu mengelus wajah Elea, membuat seluruh tubuh gadis itu merinding. "Elea, Sayang. Jangan nakal, oke? Jangan pura-pura lagi dan ayo kita bersenang-senang," ujar Eric sembari mulai menyibakkan rok gaun Elea. "Jelas semua orang yang datang ke pesta malam ini adalah mereka yang ingin mendapatkan kesempatan dengan menjual aset berharga mereka," tutur pria tersebut dengan mata terbakar nafsu kala melihat paha mulus gadis di hadapannya, "tubuh mereka."
Mendengar hal tersebut, Elea mematung. 'Pesta malam ini ... khusus untuk mereka yang ... ingin menjual tubuh?' Pikiran gadis itu pun melambung kepada sosok Will, mempertanyakan apa pria itu tahu mengenai hal tersebut. Namun, sebelum Elea bisa berpikir jelas tentang keterlibatan Will dalam hal ini, dia merasakan tangan Eric menyentuh kulitnya. "Lepas! Aku bukan kemari untuk menjual tubuhku, dasar pria tua mesum!" makinya sembari melayangkan tangannya dan berujung mencakar wajah Eric.
"Argh! Gadis sialan!" geram Eric ketika merasakan cakaran Elea pada wajahnya. Marah, dengan kasar pria itu mencekik gadis di hadapan dan menekan tubuh Elea ke sofa. Alhasil, kepala gadis itu terbentur tanganan sofa dengan keras dan membuat pandangan Elea berkunang-kunang. "Diam! Jangan harap aku akan melepaskanmu malam ini!"
Elea berniat untuk kembali melawan, tapi entah kenapa dia merasa tenaganya menghilang. Ditambah dengan pandangan yang semakin membuyar akibat benturan pada kepalanya, gadis itu semakin tidak bisa melawan penyerang mesum yang berusaha untuk menanggalkan pakaiannya itu!
"Tolong ...," ujar Elea dengan lemah. Saat tubuhnya menggeliat di luar kendali, Elea yakin bahwa ada yang salah dengan dirinya. Mengingat anggur yang dia teguk sebagai satu-satunya hal yang dia konsumsi malam ini, gadis itu yakin ada yang salah dengan minuman tersebut. "Kak Will ...!" panggilnya dengan suara tersedak tangisan. "Kak Will! Tolong aku ...."
Mendengar suara lemah Elea, Eric terkekeh. "Astaga, apa kamu kira Kak Will-mu itu akan datang?" Pria tua itu melanjutkan, "Dia sendiri yang menghubungiku untuk menjualmu kepadaku di malam lalu, tidak mungkin dia akan menghentikan hal ini! Ha ha ha!"
Ucapan Eric terasa bagai petir bagi Elea. Gadis itu merasa hatinya tertusuk ratusan belati, dan air mata pun mengalir menuruni wajahnya. 'Tidak mungkin ...,' batinnya pilu. Tidak ingin percaya. Namun, ketika melihat wajah Eric semakin mendekat padanya, Elea berteriak kencang sembari menutup mata, "Tidak!!"
BRAK!
Suara pintu yang terbanting terbuka terdengar. Hal tersebut diikuti dengan suara pukulan yang diiringi retakan tulang memilukan.
"Argh!"
Dentuman dari tubuh yang terjatuh ke lantai dan geraman kesakitan bisa terdengar bergema di ruangan tersebut, dan Elea pun membuka matanya. Gadis itu melihat satu sosok berdiri tepat di belakang sofa tempat dirinya terbaring. Ekspresi yang terlukis di wajah pria itu terlihat mengerikan dan dingin, seakan sangat terganggu dengan apa yang terjadi.
Mendadak, kepala pria itu tertunduk, mempertemukan netra hijau indahnya yang begitu dingin dengan netra hitam milik Elea. Mata gadis itu langsung membesar, mengenali pria tersebut. "Kamu—"
"Baj*ngan!" teriak Eric dengan wajah marah, tubuhnya sedikit terhuyung ketika berdiri. "Beraninya kamu menendang wajahku!" geramnya dengan darah mengalir keluar dari lubang hidungnya, membuatnya terlihat menyedihkan. "Apa kamu tidak tahu siapa aku?!"
Dengan dua tangan masuk ke dalam kantung celananya, pria berbalut kemeja putih dengan dua kancing teratas terbuka itu memiringkan kepalanya. "Apa aku perlu tahu?" balasnya dengan suara dalam, terlihat acuh tak acuh dengan ucapan lawan bicaranya.
"Aku adalah Eric Tan! Produser ternama di Capitol!" teriak Eric sembari menuding pria tampan bernetra hijau itu. "Akan kupastikan kamu menyesali tindakanmu malam ini!"
"Aku? Menyesali tindakanku?" Pria bernetra hijau itu menutup setengah wajahnya dengan tangan, menyembunyikan sebuah seringai mengejek yang terarah kepada sosok Eric. "Yakin bukan dirimu yang akan menyesal telah mengganggu tidurku malam ini, Eric?"
Melihat sikap pria di hadapannya, Eric mengerutkan keningnya. Jujur, dia tidak percaya ada orang dengan kedudukan lebih tinggi darinya malam ini di pesta, tapi dia juga tidak sebodoh itu untuk mencoba-coba mencari masalah tanpa tahu jelas identitas lawannya, terlebih ketika cara pandang pria tersebut terasa familier untuknya.
Mendadak, mata Eric membelalak. 'Netra hijau! Mungkinkah—' Dia langsung menggeser maniknya untuk melihat tangan kanan pria di hadapan, dan tubuhnya pun bergetar kala mendapati keberadaan tato ular yang melingkari pergelangan tangan pria tersebut. "K-kamu ...," Eric menelan ludah, "Lucian Grey?"
'Lucian ... Grey?' Elea mengulangi nama itu dalam hatinya. Tidak perlu menjadi orang penting di dunia entertainment untuk tahu tentang nama itu. Lucian Grey merupakan seorang sutradara, produser, dan juga presiden direktur dari Greymore entertainment, perusahaan entertainment nomor satu di Capitol! Dengan ayah yang merupakan seorang ternama di dunia bisnis, juga dengan kakek yang merupakan seorang petinggi di bidang politik, pria itu disebut orang-orang sebagai Raja Dunia Entertainment. Hanya dengan satu jentikkan jari, dia bisa mengunci nasib seseorang di bidang itu! Menyadari hal tersebut, tubuh Eric pun langsung bergetar. Ketakutannya pada Lucian bukan sekadar karena pria itu memiliki kuasa di dunia entertainment Capitol, tapi karena keluarganya memiliki hubungan kuat dengan dunia bawah—dunia para mafia. Itulah kenapa selain panggilan Raja Dunia Entertainment, Lucian juga sering dipanggil ... Raja Iblis Entertainment! "T-Tuan Lucian," panggil Eric dengan suara rendah, jauh lebih
"Dasar pria hidung belang!" maki Elea dengan tatapan mata nyalang. Mendengar makian gadis itu, netra hijau Lucian terarah lurus kepada Elea. Sekilas, tatapan pria tersebut seakan ingin memancarkan aura membunuh yang membuat tubuh aktris tingkat rendah itu bergetar hebat. Namun, kemudian dia melihat sebuah seringai tersungging di wajah Lucian. "Hidung belang?" ulang Lucian dengan alis kanan meninggi, seakan mempertanyakan ucapan Elea. Sempat menjauh, Lucian mengurung sosok gadis itu lagi. "Kamu sedang membicarakan diriku?" Dengan usaha untuk tetap terlihat berani, Elea membalas, "Ya!" Dia mengepalkan tangan kuat. "Kamu sama saja dengan Eric Tan! Hidung belang yang memanfaatkan wanita!" Baru saja kalimat itu terlontar dari mulut Elea, tangan Lucian langsung mencengkeram wajah mungil gadis itu. Wajah pria itu mendekat, terlalu dekat sampai Elea bisa mencium wangi mint menenangkan yang bercampur dengan wangi maskulin dari tubuh raja entertainment itu. Netra zamrud Lucian terpaku lurus
"Mari kita lihat, kamu akan lebih dahulu tenar dengan usahamu atau aku yang terlebih dahulu menguasaimu." Teringat kalimat yang terlontar dari bibir Lucian membuat Elea, yang sekarang telah kembali terbaring di atas tempat tidur apartemen sederhananya, memasang wajah jelek. Gadis tersebut menggigit bibirnya dengan gemas, merasa kesal setiap kali otaknya memunculkan seringai Lucian ketika mengucapkan tantangan tersebut padanya. Emosi yang menggulung pada saat itu membuat Elea bertindak nekat, dia mendorong pria itu menjauh untuk kemudian melayangkan sebuah tamparan keras di wajah raja entertainment itu. "Bermainlah sendiri, dasar orang gila!" Kemudian, dia pun berlari pergi meninggalkan hotel. Mengingat hal tersebut, Elea langsung berteriak frustrasi, "Ahh! Aku yang sudah gila!" Dengan ekspresi panik dan penuh ketidakpercayaan, gadis itu memaki dirinya sendiri, "Bodoh! Bodoh! Apakah kamu sadar yang kamu tampar itu adalah si Raja Entertainment, Lucian Grey?!" Elea mengusap wajahnya
"Untuk apa aku mempersilakanmu masuk setelah kamu berusaha untuk menjualku kepada sutradara itu?" Mata Elea mulai berkaca-kaca, masih merasa begitu sakit hati dengan apa yang terjadi di malam yang lalu. Tidak pernah dia sangka bahwa orang yang dia suka bisa bersikap begitu kejam. Akan tetapi, dia tidak akan menangis! Tidak layak dia menjatuhkan air mata untuk pria seperti itu! "Menjualmu?" Will memasang wajah terluka kala mendengar ucapan Elea, seakan tak mengerti apa ucapan gadis tersebut. "Elea, aku hanya membantumu untuk terhubung dengan Pak Eric agar–!" "Pergi," ucap Elea dengan tegas. "Aku berhenti menjadi bagian dari agensi kotormu itu!" Elea pun mendorong pintu, ingin menutupnya. Akan tetapi, tangan Will mendadak menampar daun pintu dan menahannya, mengejutkan gadis itu. "Pergi?" Will mengulang ucapan Elea. "Berhenti?" Netra cokelatnya menampakkan kilatan berbahaya yang membuat tubuh gadis itu bergetar. "Setelah merusak hubungan perusahaan dengan salah seorang senio
"Gadis itu telah menjadi hak milik sang raja entertainment! Jangan biarkan siapa pun menyentuhnya dan bawa dia kemari!" Ucapan sang direktur di telepon membuat Will sedikit mengerutkan keningnya. 'Aku tidak mengerti, apa maksud Direktur?' batinnya, merasa bingung karena tidak sempat mendapatkan penjelasan lengkap lantaran sang direktur langsung memerintahkannya untuk ke kantor bersama Elea. Ketika melihat lampu merah, Will pun menghentikan mobilnya dan menarik rem tangan. Mata pria tersebut terarah pada sosok Elea, memperhatikan penampilan gadis tersebut. Rambut bergelombang milik aktris kelas D itu memiliki warna cokelat kemerahan yang mencolok, sedikit kontras dengan manik hitamnya. Selain itu, wajah mungil dengan bibir merah mudanya terlihat mempesona, sangat menggoda untuk ditindas. 'Tidak heran Eric Tan sangat kesal ketika dia gagal mendapatkan Elea, memang cukup disayangkan,' batin Will. Dia pun menyadari sudut bibir Elea masih mengarah ke bawah—murung. 'Kalau dia masih sepert
*Beberapa saat yang lalu* "Elea Brown, usia 23 tahun, lulusan Akademi Film Capitol peringkat satu. Telah memasuki lingkaran entertainment sejak satu tahun yang lalu." Seorang wanita berambut pirang terlihat tengah menjabarkan informasi perihal latar belakang aktris kelas D itu. Ekspresinya tampak datar, terlatih secara profesional untuk tidak menunjukkan opini. Terduduk di sofa kantornya, seorang pria tampak dengan santai menopang sisi kepalanya dengan satu tangan. Tangan kekarnya yang lain sibuk memegang satu dokumen di depan wajah, menyembunyikan parasnya. "Lulusan peringkat satu akademi terbaik perfilman Capitol, tapi tidak memiliki nama setelah satu tahun dan hanya berada di bawah agensi kecil?" Suara dalam menggoda milik pria tersebut terdengar melontarkan sebuah pertanyaan, mengajukan kecurigaannya. Tangannya menggeser dokumen di depan wajah, memamerkan sepasang manik berwarna hijau yang indah. "Apa alasannya?" Mereka yang lulus dari Akademi Perfilman Capitol adalah orang
"Kamu ... telah menjadi milikku." Ucapan Lucian membuat kerutan di dahi Elea semakin mendalam. Dia berusaha melepaskan diri. "Lepaskan aku!" serunya, tapi pria itu malah menarik pinggangnya dan memaksanya untuk terduduk ke dalam pangkuannya. Dengan seringai yang terpasang di bibirnya, Lucian mendengus, "Lepas?" Tawa rendah terdengar dari pria itu. "Setelah membeli perusahaan ini, kamu sudah menjadi milikku, Elea," ucapnya dengan netra yang memancarkan dominasi. "Kamu tidak bisa kabur." 'Membeli perusahaan ini?' Elea terkejut. Pria itu memang telah memberitahunya terkait menjadi direktur utama perusahaan ini. Akan tetapi, membeli perusahaan ini? Ada yang aneh. "Kenapa?" Netra hitam Elea memancarkan kebingungan. Namun, mengingat bagaimana pria itu langsung memanggilnya dan memperlakukannya seperti ini di hari pertama dirinya menjadi sang direktur utama, Elea yakin bahwa niatan pria itu menyangkut dirinya. "Apa tujuanmu?! Apa hubungannya denganku?!" Pertanyaan Elea membuat
"Akan tetapi, aku suka, jadi ... apa yang bisa kamu lakukan?" tanya Lucian dengan angkuh. Tantangan Lucian membuat amarah Elea semakin menggebu-gebu. Bukan hanya pria itu berniat memperkosanya tadi malam, tapi hari ini Lucian juga melecehkan dirinya. Apakah pria itu pikir dia adalah seorang perempuan murahan yang tidak akan melawan?! Semakin lama berdekatan dengan pria itu, Elea merasa kewarasannya semakin buyar. 'Aku tidak akan meluangkan waktu dengan pria gila ini!' Dia pun berbalik, memutuskan harus segera meninggalkan ruangan tersebut. Melihat Elea mengabaikannya dan hanya berbalik untuk pergi, ekspresi Lucian berubah dingin. "Mau ke mana kamu?" tanyanya. "Aku belum mengizinkanmu pergi." Walau tahu nada bicara Lucian berubah menjadi sangat dingin, tapi Elea tidak peduli. Tanpa menoleh ke belakang, gadis itu membalas, "Ke mana saja asal tidak di dekatmu!" Dia mengepalkan tangannya. "Aku tidak sudi bekerja untuk seorang pria hidung belang sepertimu!" serunya sembari menjulur
'Sial! Sial! Sial!' Berkali-kali Eric memaki di dalam hatinya, merasa begitu dongkol dengan apa yang baru saja terjadi di dalam ruang direktur agensi kecil itu. Dia tidak menyangka akan tiba masa dirinya bersujud di lantai seperti orang rendahan di hadapan seorang aktris kelas D! 'Paling tidak, tidak ada orang lain yang melihat hal itu ....' Eric memasang wajah bengis, terutama saat membayangkan wajah Elea. 'Gadis sialan!' makinya lagi, menjadi semakin sebal ketika mengingat bahwa Elea akan terlibat dalam salah satu proyek filmnya. "... Ric!" Samar-samar, terdengar seseorang memanggil Eric dari belakang, membuat pria tua yang sedang melalui lorong lantai tertinggi gedung tersebut menoleh ke belakang. "Pak Eric!" Eric pun melihat sosok Will tengah berlari ke arahnya dengan wajah penuh tanya. Sungguh kebetulan, Eric memerlukan tempat untuk melampiaskan amarahnya. "Kamu!" geram Eric tepat ketika Will tiba di hadapannya. Dia melayangkan sebuah tamparan ke kepala pria tersebut,
"Bersujud dan minta maaflah karena telah berusaha menyentuhnya." Ucapan Lucian membuat tubuh Eric bergetar. Dia tidak menyangka bahwa dirinya, seorang produser ternama di Capitol yang dielu-elukan karyanya oleh begitu banyak orang, akan berakhir mendapatkan perintah yang begitu hina seperti ini! 'Bersujud di hadapan gadis tanpa nama seperti ini!? Apa yang Lucian Grey pikirkan?!' geram Eric dalam hati. 'Aku tidak akan sudi!' Bukan hanya Eric, Elea juga terkejut setengah mati mendengar perintah Lucian. Dia tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi. Kenapa Lucian meminta produser ternama itu untuk bersujud di hadapan dirinya? Karena dia wanitanya? Sejak kapan Elea memiliki hubungan macam itu dengan Lucian, hah?! Sejak kapan dia bahkan setuju! "Lucian, apa yang sedang kamu lakukan?" desis Elea. Betapa pun besarnya kekuatan Lucian, apakah Eric Tan, pria yang memiliki kedudukan cukup tinggi di dunia entertainment itu, sungguh rela bersujud di hadapan Elea? Kalaupun sekarang dia
"Karena kamu telah dengan begitu lancang menarik perhatianku, Elea Brown." Seringai penuh makna bisa Elea lihat terlukis di wajah Lucian. "Dan, kamu harus membayarnya." Otak Elea berusaha memproses ucapan pria di hadapan. Walau kalimat Lucian terdengar seperti seorang pria yang sedang menggoda seorang wanita, tapi tindakannya membuat insting bertahan hidup gadis tersebut meneriakkan peringatan. 'Pria ini tidak waras!' teriak Elea dalam hati. Elea sangat ingin lari, tapi dia tahu bahwa dengan kemampuan Lucian, pria itu bisa menemukannya kapan saja dan di mana saja. Demikian, lari bukanlah jawaban. Akhirnya, gadis itu berujung berkata, "Kalau kamu melakukan ini karena aku telah menamparmu, maka aku minta maaf. Aku bersedia membayar berapa pun uang yang kamu inginkan." Elea bisa menangkap pelipis Lucian berkedut dan senyumannya menghilang, seakan tidak sepenuhnya senang dengan balasannya itu. "Akan tetapi, jangan libatkan orang lain, terlebih orang-orang di sekitarku. Mereka tid
"Akan tetapi, aku suka, jadi ... apa yang bisa kamu lakukan?" tanya Lucian dengan angkuh. Tantangan Lucian membuat amarah Elea semakin menggebu-gebu. Bukan hanya pria itu berniat memperkosanya tadi malam, tapi hari ini Lucian juga melecehkan dirinya. Apakah pria itu pikir dia adalah seorang perempuan murahan yang tidak akan melawan?! Semakin lama berdekatan dengan pria itu, Elea merasa kewarasannya semakin buyar. 'Aku tidak akan meluangkan waktu dengan pria gila ini!' Dia pun berbalik, memutuskan harus segera meninggalkan ruangan tersebut. Melihat Elea mengabaikannya dan hanya berbalik untuk pergi, ekspresi Lucian berubah dingin. "Mau ke mana kamu?" tanyanya. "Aku belum mengizinkanmu pergi." Walau tahu nada bicara Lucian berubah menjadi sangat dingin, tapi Elea tidak peduli. Tanpa menoleh ke belakang, gadis itu membalas, "Ke mana saja asal tidak di dekatmu!" Dia mengepalkan tangannya. "Aku tidak sudi bekerja untuk seorang pria hidung belang sepertimu!" serunya sembari menjulur
"Kamu ... telah menjadi milikku." Ucapan Lucian membuat kerutan di dahi Elea semakin mendalam. Dia berusaha melepaskan diri. "Lepaskan aku!" serunya, tapi pria itu malah menarik pinggangnya dan memaksanya untuk terduduk ke dalam pangkuannya. Dengan seringai yang terpasang di bibirnya, Lucian mendengus, "Lepas?" Tawa rendah terdengar dari pria itu. "Setelah membeli perusahaan ini, kamu sudah menjadi milikku, Elea," ucapnya dengan netra yang memancarkan dominasi. "Kamu tidak bisa kabur." 'Membeli perusahaan ini?' Elea terkejut. Pria itu memang telah memberitahunya terkait menjadi direktur utama perusahaan ini. Akan tetapi, membeli perusahaan ini? Ada yang aneh. "Kenapa?" Netra hitam Elea memancarkan kebingungan. Namun, mengingat bagaimana pria itu langsung memanggilnya dan memperlakukannya seperti ini di hari pertama dirinya menjadi sang direktur utama, Elea yakin bahwa niatan pria itu menyangkut dirinya. "Apa tujuanmu?! Apa hubungannya denganku?!" Pertanyaan Elea membuat
*Beberapa saat yang lalu* "Elea Brown, usia 23 tahun, lulusan Akademi Film Capitol peringkat satu. Telah memasuki lingkaran entertainment sejak satu tahun yang lalu." Seorang wanita berambut pirang terlihat tengah menjabarkan informasi perihal latar belakang aktris kelas D itu. Ekspresinya tampak datar, terlatih secara profesional untuk tidak menunjukkan opini. Terduduk di sofa kantornya, seorang pria tampak dengan santai menopang sisi kepalanya dengan satu tangan. Tangan kekarnya yang lain sibuk memegang satu dokumen di depan wajah, menyembunyikan parasnya. "Lulusan peringkat satu akademi terbaik perfilman Capitol, tapi tidak memiliki nama setelah satu tahun dan hanya berada di bawah agensi kecil?" Suara dalam menggoda milik pria tersebut terdengar melontarkan sebuah pertanyaan, mengajukan kecurigaannya. Tangannya menggeser dokumen di depan wajah, memamerkan sepasang manik berwarna hijau yang indah. "Apa alasannya?" Mereka yang lulus dari Akademi Perfilman Capitol adalah orang
"Gadis itu telah menjadi hak milik sang raja entertainment! Jangan biarkan siapa pun menyentuhnya dan bawa dia kemari!" Ucapan sang direktur di telepon membuat Will sedikit mengerutkan keningnya. 'Aku tidak mengerti, apa maksud Direktur?' batinnya, merasa bingung karena tidak sempat mendapatkan penjelasan lengkap lantaran sang direktur langsung memerintahkannya untuk ke kantor bersama Elea. Ketika melihat lampu merah, Will pun menghentikan mobilnya dan menarik rem tangan. Mata pria tersebut terarah pada sosok Elea, memperhatikan penampilan gadis tersebut. Rambut bergelombang milik aktris kelas D itu memiliki warna cokelat kemerahan yang mencolok, sedikit kontras dengan manik hitamnya. Selain itu, wajah mungil dengan bibir merah mudanya terlihat mempesona, sangat menggoda untuk ditindas. 'Tidak heran Eric Tan sangat kesal ketika dia gagal mendapatkan Elea, memang cukup disayangkan,' batin Will. Dia pun menyadari sudut bibir Elea masih mengarah ke bawah—murung. 'Kalau dia masih sepert
"Untuk apa aku mempersilakanmu masuk setelah kamu berusaha untuk menjualku kepada sutradara itu?" Mata Elea mulai berkaca-kaca, masih merasa begitu sakit hati dengan apa yang terjadi di malam yang lalu. Tidak pernah dia sangka bahwa orang yang dia suka bisa bersikap begitu kejam. Akan tetapi, dia tidak akan menangis! Tidak layak dia menjatuhkan air mata untuk pria seperti itu! "Menjualmu?" Will memasang wajah terluka kala mendengar ucapan Elea, seakan tak mengerti apa ucapan gadis tersebut. "Elea, aku hanya membantumu untuk terhubung dengan Pak Eric agar–!" "Pergi," ucap Elea dengan tegas. "Aku berhenti menjadi bagian dari agensi kotormu itu!" Elea pun mendorong pintu, ingin menutupnya. Akan tetapi, tangan Will mendadak menampar daun pintu dan menahannya, mengejutkan gadis itu. "Pergi?" Will mengulang ucapan Elea. "Berhenti?" Netra cokelatnya menampakkan kilatan berbahaya yang membuat tubuh gadis itu bergetar. "Setelah merusak hubungan perusahaan dengan salah seorang senio
"Mari kita lihat, kamu akan lebih dahulu tenar dengan usahamu atau aku yang terlebih dahulu menguasaimu." Teringat kalimat yang terlontar dari bibir Lucian membuat Elea, yang sekarang telah kembali terbaring di atas tempat tidur apartemen sederhananya, memasang wajah jelek. Gadis tersebut menggigit bibirnya dengan gemas, merasa kesal setiap kali otaknya memunculkan seringai Lucian ketika mengucapkan tantangan tersebut padanya. Emosi yang menggulung pada saat itu membuat Elea bertindak nekat, dia mendorong pria itu menjauh untuk kemudian melayangkan sebuah tamparan keras di wajah raja entertainment itu. "Bermainlah sendiri, dasar orang gila!" Kemudian, dia pun berlari pergi meninggalkan hotel. Mengingat hal tersebut, Elea langsung berteriak frustrasi, "Ahh! Aku yang sudah gila!" Dengan ekspresi panik dan penuh ketidakpercayaan, gadis itu memaki dirinya sendiri, "Bodoh! Bodoh! Apakah kamu sadar yang kamu tampar itu adalah si Raja Entertainment, Lucian Grey?!" Elea mengusap wajahnya