"Dasar pria hidung belang!" maki Elea dengan tatapan mata nyalang.
Mendengar makian gadis itu, netra hijau Lucian terarah lurus kepada Elea. Sekilas, tatapan pria tersebut seakan ingin memancarkan aura membunuh yang membuat tubuh aktris tingkat rendah itu bergetar hebat. Namun, kemudian dia melihat sebuah seringai tersungging di wajah Lucian.
"Hidung belang?" ulang Lucian dengan alis kanan meninggi, seakan mempertanyakan ucapan Elea. Sempat menjauh, Lucian mengurung sosok gadis itu lagi. "Kamu sedang membicarakan diriku?"
Dengan usaha untuk tetap terlihat berani, Elea membalas, "Ya!" Dia mengepalkan tangan kuat. "Kamu sama saja dengan Eric Tan! Hidung belang yang memanfaatkan wanita!"
Baru saja kalimat itu terlontar dari mulut Elea, tangan Lucian langsung mencengkeram wajah mungil gadis itu. Wajah pria itu mendekat, terlalu dekat sampai Elea bisa mencium wangi mint menenangkan yang bercampur dengan wangi maskulin dari tubuh raja entertainment itu.
Netra zamrud Lucian terpaku lurus pada netra hitam Elea. "Beraninya kamu samakan aku dengan orang rendahan itu?" Tubuh Elea yang bergetar di bawah cengkeramannya membuat pria tersebut tertawa rendah. "Apa ini cara baru aktris kelas bawah untuk mendapatkan peran?" tanyanya membuat gadis tersebut memasang wajah kebingungan. "Menunjukkan kemampuan berakting polos yang luar biasa, menutupi sempurna niat hina dalam diri?"
Kalimat Lucian membuat Elea terbelalak, tidak menyangka pria itu akan menghinanya sedemikian rupa. Gadis itu pun berusaha mendorong Lucian menjauh, tapi pria tersebut dengan mudah menggunakan satu tangan untuk menekan kedua tangan Elea ke sofa, mengunci pergerakannya.
"Jangan berpura-pura bodoh, kamu jelas tahu apa tujuan menghadiri pesta tersebut," ujar Lucian, merujuk pada para aktor kelas bawah yang menjual tubuh kepada orang-orang berkedudukan di dunia entertainment. "Hanya orang-orang terpojok yang bersedia melakukan apa pun untuk tenar yang datang ke sana," jelasnya. "Berpura-pura bodoh tidak berguna, terutama ketika kamu bahkan telah meminum anggur persetujuan," imbuh pria tersebut.
Lucian memperhatikan penampilan Elea dari atas ke bawah, menikmati pemandangan yang disuguhkan gadis itu. Dengan gaun yang tersingkap sampai ke atas paha dan juga leher gaun yang sedikit terbuka, aktris kelas bawah itu seakan memberikan kesempatan bagi Lucian untuk berfantasi lebih jauh. Ditambah wajah Elea yang begitu merah merona, gadis itu seakan meminta pria tersebut untuk menjamahnya.
Tangan Lucian—yang tadinya mencengkeram wajah Elea—perlahan turun menyusuri leher gadis tersebut, membuat darah dalam tubuh Elea berdesir. Tidak berhenti sampai di sana, jari-jari panjang Lucian terus berjalan turun melewati titik-titik sensitif Elea dan berujung mencengkeram pinggang gadis tersebut, membuat gadis itu terkesiap dan melontarkan sebuah desahan mengejutkan.
Puas melihat reaksi gadis di hadapan, Lucian menyeringai. "Lihat ... tubuhmu adalah bukti nyata dari hal tersebut."
Kepala Elea yang tertunduk perlahan terangkat, memancarkan tatapan nyalang kepada pria di hadapan. "Baj*ngan ...," maki Elea, membuat Lucian sadar bahwa ada yang salah. "Lepaskan aku!" seru gadis itu seraya melayangkan sebuah tinju ke arah wajah sang Raja Entertainment.
Beruntung, sebelum tinju Elea mendarat di wajahnya, Lucian dengan cepat menjauhkan diri dari gadis tersebut. Netra hijaunya memancarkan sedikit keterkejutan dari sikap Elea, terlebih ketika pandangannya mendarat pada darah yang mengalir turun dari bibir wanita tersebut.
'Dia menggigit dirinya ... lagi?' batin Lucian, sedikit kaget dengan betapa parahnya luka yang gadis itu torehkan pada dirinya sendiri.
Dugaan Lucian tidak salah, Elea memang sengaja melukai dirinya. Kala sentuhan pria tersebut membuat Elea mengeluarkan desahan memalukan itu, gadis itu sadar bahwa efek obat perangsang belum sepenuhnya hilang. Alhasil, demi mempertahankan kesadaran, Elea menggigit bibirnya sekuat tenaga.
"Jangan samakan aku dengan orang-orang itu," geram Elea dengan mata yang berkilat dengan amarah. "Aku tidak perlu seorang penyokong kalau harus harga diriku yang kujual!" tegasnya, mengepalkan tangan dengan kuat sampai-sampai ujung kukunya terbenam dalam kulit. "Aku, Elea Brown, akan menunjukkan bahwa aku bisa tenar tanpa bantuan orang-orang sepertimu!"
Mendengar hal tersebut, Lucian berakhir terdiam sesaat, menciptakan keheningan mematikan di dalam ruangan. Kemudian, detik berikutnya, pria itu terkekeh, "He he," dan berakhir tertawa keras, "Ha ha ha!"
Tawa Lucian terdengar begitu keras dan lepas sampai membuat Elea mematung di tempat dengan wajah bingung. Senyuman di wajah pria tersebut pun terlihat begitu bersinar, membuat wajah menawan pria itu menjadi semakin memukau karena kegelapan yang sempat menyelimuti sekejap sirna dan seakan tak pernah ada.
"A-apa yang kamu tertawakan, hah?!" sergah Elea dengan wajah memerah, kali ini campuran malu dan marah. Apa ada kalimat aneh dari ucapannya? Kenapa pria itu seakan mengejeknya!?
Pertanyaan Elea membuat tawa Lucian mereda. Pria tersebut mengambil satu langkah maju dan melingkari tangannya di pinggang gadis tersebut, menempelkan tubuh mereka begitu dekat.
"Elea Brown, katamu?" Lucian mengulangi nama Elea. "Aku terima tantanganmu."
Elea yang sedang berusaha melepaskan diri dari pria tersebut langsung menatap Lucian bingung. 'Apa lagi maksud pria gila ini?' batinnya.
Sudut kanan bibir Lucian terangkat tinggi, dan manik hijaunya bersinar terang bak permata indah. Dengan wajah yang begitu dekat dengan wajah Elea, pria itu berujar, "Mari kita lihat, kamu akan lebih dahulu tenar dengan usahamu," dia memajukan wajahnya, membuat bibirnya menyapu telinga Elea, "atau aku yang terlebih dahulu menguasaimu."
"Mari kita lihat, kamu akan lebih dahulu tenar dengan usahamu atau aku yang terlebih dahulu menguasaimu." Teringat kalimat yang terlontar dari bibir Lucian membuat Elea, yang sekarang telah kembali terbaring di atas tempat tidur apartemen sederhananya, memasang wajah jelek. Gadis tersebut menggigit bibirnya dengan gemas, merasa kesal setiap kali otaknya memunculkan seringai Lucian ketika mengucapkan tantangan tersebut padanya. Emosi yang menggulung pada saat itu membuat Elea bertindak nekat, dia mendorong pria itu menjauh untuk kemudian melayangkan sebuah tamparan keras di wajah raja entertainment itu. "Bermainlah sendiri, dasar orang gila!" Kemudian, dia pun berlari pergi meninggalkan hotel. Mengingat hal tersebut, Elea langsung berteriak frustrasi, "Ahh! Aku yang sudah gila!" Dengan ekspresi panik dan penuh ketidakpercayaan, gadis itu memaki dirinya sendiri, "Bodoh! Bodoh! Apakah kamu sadar yang kamu tampar itu adalah si Raja Entertainment, Lucian Grey?!" Elea mengusap wajahnya
"Untuk apa aku mempersilakanmu masuk setelah kamu berusaha untuk menjualku kepada sutradara itu?" Mata Elea mulai berkaca-kaca, masih merasa begitu sakit hati dengan apa yang terjadi di malam yang lalu. Tidak pernah dia sangka bahwa orang yang dia suka bisa bersikap begitu kejam. Akan tetapi, dia tidak akan menangis! Tidak layak dia menjatuhkan air mata untuk pria seperti itu! "Menjualmu?" Will memasang wajah terluka kala mendengar ucapan Elea, seakan tak mengerti apa ucapan gadis tersebut. "Elea, aku hanya membantumu untuk terhubung dengan Pak Eric agar–!" "Pergi," ucap Elea dengan tegas. "Aku berhenti menjadi bagian dari agensi kotormu itu!" Elea pun mendorong pintu, ingin menutupnya. Akan tetapi, tangan Will mendadak menampar daun pintu dan menahannya, mengejutkan gadis itu. "Pergi?" Will mengulang ucapan Elea. "Berhenti?" Netra cokelatnya menampakkan kilatan berbahaya yang membuat tubuh gadis itu bergetar. "Setelah merusak hubungan perusahaan dengan salah seorang senio
"Gadis itu telah menjadi hak milik sang raja entertainment! Jangan biarkan siapa pun menyentuhnya dan bawa dia kemari!" Ucapan sang direktur di telepon membuat Will sedikit mengerutkan keningnya. 'Aku tidak mengerti, apa maksud Direktur?' batinnya, merasa bingung karena tidak sempat mendapatkan penjelasan lengkap lantaran sang direktur langsung memerintahkannya untuk ke kantor bersama Elea. Ketika melihat lampu merah, Will pun menghentikan mobilnya dan menarik rem tangan. Mata pria tersebut terarah pada sosok Elea, memperhatikan penampilan gadis tersebut. Rambut bergelombang milik aktris kelas D itu memiliki warna cokelat kemerahan yang mencolok, sedikit kontras dengan manik hitamnya. Selain itu, wajah mungil dengan bibir merah mudanya terlihat mempesona, sangat menggoda untuk ditindas. 'Tidak heran Eric Tan sangat kesal ketika dia gagal mendapatkan Elea, memang cukup disayangkan,' batin Will. Dia pun menyadari sudut bibir Elea masih mengarah ke bawah—murung. 'Kalau dia masih sepert
*Beberapa saat yang lalu* "Elea Brown, usia 23 tahun, lulusan Akademi Film Capitol peringkat satu. Telah memasuki lingkaran entertainment sejak satu tahun yang lalu." Seorang wanita berambut pirang terlihat tengah menjabarkan informasi perihal latar belakang aktris kelas D itu. Ekspresinya tampak datar, terlatih secara profesional untuk tidak menunjukkan opini. Terduduk di sofa kantornya, seorang pria tampak dengan santai menopang sisi kepalanya dengan satu tangan. Tangan kekarnya yang lain sibuk memegang satu dokumen di depan wajah, menyembunyikan parasnya. "Lulusan peringkat satu akademi terbaik perfilman Capitol, tapi tidak memiliki nama setelah satu tahun dan hanya berada di bawah agensi kecil?" Suara dalam menggoda milik pria tersebut terdengar melontarkan sebuah pertanyaan, mengajukan kecurigaannya. Tangannya menggeser dokumen di depan wajah, memamerkan sepasang manik berwarna hijau yang indah. "Apa alasannya?" Mereka yang lulus dari Akademi Perfilman Capitol adalah orang
"Kamu ... telah menjadi milikku." Ucapan Lucian membuat kerutan di dahi Elea semakin mendalam. Dia berusaha melepaskan diri. "Lepaskan aku!" serunya, tapi pria itu malah menarik pinggangnya dan memaksanya untuk terduduk ke dalam pangkuannya. Dengan seringai yang terpasang di bibirnya, Lucian mendengus, "Lepas?" Tawa rendah terdengar dari pria itu. "Setelah membeli perusahaan ini, kamu sudah menjadi milikku, Elea," ucapnya dengan netra yang memancarkan dominasi. "Kamu tidak bisa kabur." 'Membeli perusahaan ini?' Elea terkejut. Pria itu memang telah memberitahunya terkait menjadi direktur utama perusahaan ini. Akan tetapi, membeli perusahaan ini? Ada yang aneh. "Kenapa?" Netra hitam Elea memancarkan kebingungan. Namun, mengingat bagaimana pria itu langsung memanggilnya dan memperlakukannya seperti ini di hari pertama dirinya menjadi sang direktur utama, Elea yakin bahwa niatan pria itu menyangkut dirinya. "Apa tujuanmu?! Apa hubungannya denganku?!" Pertanyaan Elea membuat
"Akan tetapi, aku suka, jadi ... apa yang bisa kamu lakukan?" tanya Lucian dengan angkuh. Tantangan Lucian membuat amarah Elea semakin menggebu-gebu. Bukan hanya pria itu berniat memperkosanya tadi malam, tapi hari ini Lucian juga melecehkan dirinya. Apakah pria itu pikir dia adalah seorang perempuan murahan yang tidak akan melawan?! Semakin lama berdekatan dengan pria itu, Elea merasa kewarasannya semakin buyar. 'Aku tidak akan meluangkan waktu dengan pria gila ini!' Dia pun berbalik, memutuskan harus segera meninggalkan ruangan tersebut. Melihat Elea mengabaikannya dan hanya berbalik untuk pergi, ekspresi Lucian berubah dingin. "Mau ke mana kamu?" tanyanya. "Aku belum mengizinkanmu pergi." Walau tahu nada bicara Lucian berubah menjadi sangat dingin, tapi Elea tidak peduli. Tanpa menoleh ke belakang, gadis itu membalas, "Ke mana saja asal tidak di dekatmu!" Dia mengepalkan tangannya. "Aku tidak sudi bekerja untuk seorang pria hidung belang sepertimu!" serunya sembari menjulur
"Karena kamu telah dengan begitu lancang menarik perhatianku, Elea Brown." Seringai penuh makna bisa Elea lihat terlukis di wajah Lucian. "Dan, kamu harus membayarnya." Otak Elea berusaha memproses ucapan pria di hadapan. Walau kalimat Lucian terdengar seperti seorang pria yang sedang menggoda seorang wanita, tapi tindakannya membuat insting bertahan hidup gadis tersebut meneriakkan peringatan. 'Pria ini tidak waras!' teriak Elea dalam hati. Elea sangat ingin lari, tapi dia tahu bahwa dengan kemampuan Lucian, pria itu bisa menemukannya kapan saja dan di mana saja. Demikian, lari bukanlah jawaban. Akhirnya, gadis itu berujung berkata, "Kalau kamu melakukan ini karena aku telah menamparmu, maka aku minta maaf. Aku bersedia membayar berapa pun uang yang kamu inginkan." Elea bisa menangkap pelipis Lucian berkedut dan senyumannya menghilang, seakan tidak sepenuhnya senang dengan balasannya itu. "Akan tetapi, jangan libatkan orang lain, terlebih orang-orang di sekitarku. Mereka tid
"Bersujud dan minta maaflah karena telah berusaha menyentuhnya." Ucapan Lucian membuat tubuh Eric bergetar. Dia tidak menyangka bahwa dirinya, seorang produser ternama di Capitol yang dielu-elukan karyanya oleh begitu banyak orang, akan berakhir mendapatkan perintah yang begitu hina seperti ini! 'Bersujud di hadapan gadis tanpa nama seperti ini!? Apa yang Lucian Grey pikirkan?!' geram Eric dalam hati. 'Aku tidak akan sudi!' Bukan hanya Eric, Elea juga terkejut setengah mati mendengar perintah Lucian. Dia tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi. Kenapa Lucian meminta produser ternama itu untuk bersujud di hadapan dirinya? Karena dia wanitanya? Sejak kapan Elea memiliki hubungan macam itu dengan Lucian, hah?! Sejak kapan dia bahkan setuju! "Lucian, apa yang sedang kamu lakukan?" desis Elea. Betapa pun besarnya kekuatan Lucian, apakah Eric Tan, pria yang memiliki kedudukan cukup tinggi di dunia entertainment itu, sungguh rela bersujud di hadapan Elea? Kalaupun sekarang dia
'Sial! Sial! Sial!' Berkali-kali Eric memaki di dalam hatinya, merasa begitu dongkol dengan apa yang baru saja terjadi di dalam ruang direktur agensi kecil itu. Dia tidak menyangka akan tiba masa dirinya bersujud di lantai seperti orang rendahan di hadapan seorang aktris kelas D! 'Paling tidak, tidak ada orang lain yang melihat hal itu ....' Eric memasang wajah bengis, terutama saat membayangkan wajah Elea. 'Gadis sialan!' makinya lagi, menjadi semakin sebal ketika mengingat bahwa Elea akan terlibat dalam salah satu proyek filmnya. "... Ric!" Samar-samar, terdengar seseorang memanggil Eric dari belakang, membuat pria tua yang sedang melalui lorong lantai tertinggi gedung tersebut menoleh ke belakang. "Pak Eric!" Eric pun melihat sosok Will tengah berlari ke arahnya dengan wajah penuh tanya. Sungguh kebetulan, Eric memerlukan tempat untuk melampiaskan amarahnya. "Kamu!" geram Eric tepat ketika Will tiba di hadapannya. Dia melayangkan sebuah tamparan ke kepala pria tersebut,
"Bersujud dan minta maaflah karena telah berusaha menyentuhnya." Ucapan Lucian membuat tubuh Eric bergetar. Dia tidak menyangka bahwa dirinya, seorang produser ternama di Capitol yang dielu-elukan karyanya oleh begitu banyak orang, akan berakhir mendapatkan perintah yang begitu hina seperti ini! 'Bersujud di hadapan gadis tanpa nama seperti ini!? Apa yang Lucian Grey pikirkan?!' geram Eric dalam hati. 'Aku tidak akan sudi!' Bukan hanya Eric, Elea juga terkejut setengah mati mendengar perintah Lucian. Dia tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi. Kenapa Lucian meminta produser ternama itu untuk bersujud di hadapan dirinya? Karena dia wanitanya? Sejak kapan Elea memiliki hubungan macam itu dengan Lucian, hah?! Sejak kapan dia bahkan setuju! "Lucian, apa yang sedang kamu lakukan?" desis Elea. Betapa pun besarnya kekuatan Lucian, apakah Eric Tan, pria yang memiliki kedudukan cukup tinggi di dunia entertainment itu, sungguh rela bersujud di hadapan Elea? Kalaupun sekarang dia
"Karena kamu telah dengan begitu lancang menarik perhatianku, Elea Brown." Seringai penuh makna bisa Elea lihat terlukis di wajah Lucian. "Dan, kamu harus membayarnya." Otak Elea berusaha memproses ucapan pria di hadapan. Walau kalimat Lucian terdengar seperti seorang pria yang sedang menggoda seorang wanita, tapi tindakannya membuat insting bertahan hidup gadis tersebut meneriakkan peringatan. 'Pria ini tidak waras!' teriak Elea dalam hati. Elea sangat ingin lari, tapi dia tahu bahwa dengan kemampuan Lucian, pria itu bisa menemukannya kapan saja dan di mana saja. Demikian, lari bukanlah jawaban. Akhirnya, gadis itu berujung berkata, "Kalau kamu melakukan ini karena aku telah menamparmu, maka aku minta maaf. Aku bersedia membayar berapa pun uang yang kamu inginkan." Elea bisa menangkap pelipis Lucian berkedut dan senyumannya menghilang, seakan tidak sepenuhnya senang dengan balasannya itu. "Akan tetapi, jangan libatkan orang lain, terlebih orang-orang di sekitarku. Mereka tid
"Akan tetapi, aku suka, jadi ... apa yang bisa kamu lakukan?" tanya Lucian dengan angkuh. Tantangan Lucian membuat amarah Elea semakin menggebu-gebu. Bukan hanya pria itu berniat memperkosanya tadi malam, tapi hari ini Lucian juga melecehkan dirinya. Apakah pria itu pikir dia adalah seorang perempuan murahan yang tidak akan melawan?! Semakin lama berdekatan dengan pria itu, Elea merasa kewarasannya semakin buyar. 'Aku tidak akan meluangkan waktu dengan pria gila ini!' Dia pun berbalik, memutuskan harus segera meninggalkan ruangan tersebut. Melihat Elea mengabaikannya dan hanya berbalik untuk pergi, ekspresi Lucian berubah dingin. "Mau ke mana kamu?" tanyanya. "Aku belum mengizinkanmu pergi." Walau tahu nada bicara Lucian berubah menjadi sangat dingin, tapi Elea tidak peduli. Tanpa menoleh ke belakang, gadis itu membalas, "Ke mana saja asal tidak di dekatmu!" Dia mengepalkan tangannya. "Aku tidak sudi bekerja untuk seorang pria hidung belang sepertimu!" serunya sembari menjulur
"Kamu ... telah menjadi milikku." Ucapan Lucian membuat kerutan di dahi Elea semakin mendalam. Dia berusaha melepaskan diri. "Lepaskan aku!" serunya, tapi pria itu malah menarik pinggangnya dan memaksanya untuk terduduk ke dalam pangkuannya. Dengan seringai yang terpasang di bibirnya, Lucian mendengus, "Lepas?" Tawa rendah terdengar dari pria itu. "Setelah membeli perusahaan ini, kamu sudah menjadi milikku, Elea," ucapnya dengan netra yang memancarkan dominasi. "Kamu tidak bisa kabur." 'Membeli perusahaan ini?' Elea terkejut. Pria itu memang telah memberitahunya terkait menjadi direktur utama perusahaan ini. Akan tetapi, membeli perusahaan ini? Ada yang aneh. "Kenapa?" Netra hitam Elea memancarkan kebingungan. Namun, mengingat bagaimana pria itu langsung memanggilnya dan memperlakukannya seperti ini di hari pertama dirinya menjadi sang direktur utama, Elea yakin bahwa niatan pria itu menyangkut dirinya. "Apa tujuanmu?! Apa hubungannya denganku?!" Pertanyaan Elea membuat
*Beberapa saat yang lalu* "Elea Brown, usia 23 tahun, lulusan Akademi Film Capitol peringkat satu. Telah memasuki lingkaran entertainment sejak satu tahun yang lalu." Seorang wanita berambut pirang terlihat tengah menjabarkan informasi perihal latar belakang aktris kelas D itu. Ekspresinya tampak datar, terlatih secara profesional untuk tidak menunjukkan opini. Terduduk di sofa kantornya, seorang pria tampak dengan santai menopang sisi kepalanya dengan satu tangan. Tangan kekarnya yang lain sibuk memegang satu dokumen di depan wajah, menyembunyikan parasnya. "Lulusan peringkat satu akademi terbaik perfilman Capitol, tapi tidak memiliki nama setelah satu tahun dan hanya berada di bawah agensi kecil?" Suara dalam menggoda milik pria tersebut terdengar melontarkan sebuah pertanyaan, mengajukan kecurigaannya. Tangannya menggeser dokumen di depan wajah, memamerkan sepasang manik berwarna hijau yang indah. "Apa alasannya?" Mereka yang lulus dari Akademi Perfilman Capitol adalah orang
"Gadis itu telah menjadi hak milik sang raja entertainment! Jangan biarkan siapa pun menyentuhnya dan bawa dia kemari!" Ucapan sang direktur di telepon membuat Will sedikit mengerutkan keningnya. 'Aku tidak mengerti, apa maksud Direktur?' batinnya, merasa bingung karena tidak sempat mendapatkan penjelasan lengkap lantaran sang direktur langsung memerintahkannya untuk ke kantor bersama Elea. Ketika melihat lampu merah, Will pun menghentikan mobilnya dan menarik rem tangan. Mata pria tersebut terarah pada sosok Elea, memperhatikan penampilan gadis tersebut. Rambut bergelombang milik aktris kelas D itu memiliki warna cokelat kemerahan yang mencolok, sedikit kontras dengan manik hitamnya. Selain itu, wajah mungil dengan bibir merah mudanya terlihat mempesona, sangat menggoda untuk ditindas. 'Tidak heran Eric Tan sangat kesal ketika dia gagal mendapatkan Elea, memang cukup disayangkan,' batin Will. Dia pun menyadari sudut bibir Elea masih mengarah ke bawah—murung. 'Kalau dia masih sepert
"Untuk apa aku mempersilakanmu masuk setelah kamu berusaha untuk menjualku kepada sutradara itu?" Mata Elea mulai berkaca-kaca, masih merasa begitu sakit hati dengan apa yang terjadi di malam yang lalu. Tidak pernah dia sangka bahwa orang yang dia suka bisa bersikap begitu kejam. Akan tetapi, dia tidak akan menangis! Tidak layak dia menjatuhkan air mata untuk pria seperti itu! "Menjualmu?" Will memasang wajah terluka kala mendengar ucapan Elea, seakan tak mengerti apa ucapan gadis tersebut. "Elea, aku hanya membantumu untuk terhubung dengan Pak Eric agar–!" "Pergi," ucap Elea dengan tegas. "Aku berhenti menjadi bagian dari agensi kotormu itu!" Elea pun mendorong pintu, ingin menutupnya. Akan tetapi, tangan Will mendadak menampar daun pintu dan menahannya, mengejutkan gadis itu. "Pergi?" Will mengulang ucapan Elea. "Berhenti?" Netra cokelatnya menampakkan kilatan berbahaya yang membuat tubuh gadis itu bergetar. "Setelah merusak hubungan perusahaan dengan salah seorang senio
"Mari kita lihat, kamu akan lebih dahulu tenar dengan usahamu atau aku yang terlebih dahulu menguasaimu." Teringat kalimat yang terlontar dari bibir Lucian membuat Elea, yang sekarang telah kembali terbaring di atas tempat tidur apartemen sederhananya, memasang wajah jelek. Gadis tersebut menggigit bibirnya dengan gemas, merasa kesal setiap kali otaknya memunculkan seringai Lucian ketika mengucapkan tantangan tersebut padanya. Emosi yang menggulung pada saat itu membuat Elea bertindak nekat, dia mendorong pria itu menjauh untuk kemudian melayangkan sebuah tamparan keras di wajah raja entertainment itu. "Bermainlah sendiri, dasar orang gila!" Kemudian, dia pun berlari pergi meninggalkan hotel. Mengingat hal tersebut, Elea langsung berteriak frustrasi, "Ahh! Aku yang sudah gila!" Dengan ekspresi panik dan penuh ketidakpercayaan, gadis itu memaki dirinya sendiri, "Bodoh! Bodoh! Apakah kamu sadar yang kamu tampar itu adalah si Raja Entertainment, Lucian Grey?!" Elea mengusap wajahnya