"Gadis itu telah menjadi hak milik sang raja entertainment! Jangan biarkan siapa pun menyentuhnya dan bawa dia kemari!"
Ucapan sang direktur di telepon membuat Will sedikit mengerutkan keningnya. 'Aku tidak mengerti, apa maksud Direktur?' batinnya, merasa bingung karena tidak sempat mendapatkan penjelasan lengkap lantaran sang direktur langsung memerintahkannya untuk ke kantor bersama Elea.
Ketika melihat lampu merah, Will pun menghentikan mobilnya dan menarik rem tangan. Mata pria tersebut terarah pada sosok Elea, memperhatikan penampilan gadis tersebut. Rambut bergelombang milik aktris kelas D itu memiliki warna cokelat kemerahan yang mencolok, sedikit kontras dengan manik hitamnya. Selain itu, wajah mungil dengan bibir merah mudanya terlihat mempesona, sangat menggoda untuk ditindas.
'Tidak heran Eric Tan sangat kesal ketika dia gagal mendapatkan Elea, memang cukup disayangkan,' batin Will. Dia pun menyadari sudut bibir Elea masih mengarah ke bawah—murung. 'Kalau dia masih seperti ini, maka percuma aku membawanya ke hadapan Direktur.'
Walau telah berhasil membujuk Elea untuk ikut bersamanya ke kantor dengan meminta maaf dan memohon, Will tahu bahwa hati gadis tersebut masih belum bisa melepaskan masalah di malam yang lalu. Hal itu membuatnya menggeram dalam hati.
"Kamu masih marah?" tanya Will dengan suara lembut, sengaja terdengar memelas. "Kita bisa kembali kalau kamu belum siap menghadapi Pak Direktur."
Elea mengalihkan pandangannya ke arah Will, seakan mempertanyakan kesungguhan pria tersebut. "Sungguh?" tanyanya dengan penuh harap.
"Tentu," balas Will."
Sebuah kebohongan, tentu saja. Mana mungkin Will mau putar balik dan membiarkan Elea kembali ke apartemennya? Apa dia mau mencari masalah dengan sang direktur?! Dia jelas hanya mengatakan hal tersebut untuk basa-basi saja! Lagi pula, pria itu tahu Elea akan menolak karena tidak enak.
Setelah beberapa saat terdiam, Elea pun berujung menjatuhkan pandangannya lagi dan berkata, "Tidak, Kak."
'Lihat, 'kan?' batin Will, kentara sudut bibirnya terangkat sekilas. Dia terlalu mengerti sifat Elea. 'Sebagai gadis yang tidak punya apa-apa selain wajah dan tubuh, sudah seharusnya dia patuh seperti ini. Kalau saja tadi malam dia begini, mungkin hari ini dia sudah ada di set syuting bersama Eric Tan.' Will menghela napas, menyayangkan kesempatan yang terlewatkan.
Ketika Will dan Elea tiba di kantor, mereka terkejut dengan keberadaan rentetan mobil mewah yang terparkir di pinggir lobi. Karena lokasi yang memang sederhana dan kecil, suasana tempat tersebut menjadi terasa sedikit sempit dan sesak. Ditambah lagi dengan adanya sejumlah pria berseragam serba hitam yang berjaga di dekat pintu masuk dan sekeliling rentetan mobil hitam, dua orang yang baru saja tiba tersebut menjadi semakin bingung.
"Kita ada tamu penting?" tanya Will kepada sekuriti kantor.
Sang sekuriti kentara sedikit terintimidasi dengan keberadaan para pria berseragam hitam tersebut, jadi dia pun menjawab dengan suara rendah, "Sepertinya, tadi direktur sendiri yang datang dan menjemput seorang pria di lobi sebelum akhirnya naik ke lantai atas."
Mendengar hal ini, alis Will terangkat. Dia mulai menduga apakah kehadiran Elea di pesta kemarin menarik perhatian salah seorang anggota kalangan atas yang lebih luar biasa dibandingkan Eric? Kalau ya, maka ini luar biasa! Akhirnya, artis ke sekian di bawah naungannya berhasil dijual!
Will pun tidak meluangkan waktu lebih lama lagi dan langsung membawa Elea masuk ke dalam kantor. Namun, ketika mereka menghampiri ruangan direktur di lantai atas, terlihat dua orang berseragam hitam berjaga di depan pintu. Bersama mereka adalah seorang wanita bertubuh ramping dengan pakaian profesional dengan rambut pirang yang mencolok.
Saat mendapati kedatangan Elea dan Will, wanita tersebut menghampiri mereka dan menatap Elea. "Nona Elea Brown, bukan?" tanyanya. Tanpa menunggu jawaban dari gadis itu, wanita tersebut menjawab, "Direktur telah menunggumu."
Melihat tangan wanita itu terentang ke arah pintu, mempersilakannya untuk masuk, Elea pun mengambil langkah maju. Di belakangnya, Will pun mengikuti. Namun, mendadak pria itu dihentikan oleh sang wanita.
"Hanya Nona Elea yang bisa masuk."
Will mengerutkan kening. "Aku adalah manajernya."
Dengan netra birunya yang mencolok, wanita itu membalas, "Ya, tapi kamu bukan Nona Elea."
Pelipis Will berkedut. Dia tahu bahwa secara tidak langsung wanita itu sedang menyindirnya. 'Kamu tidak sepenting itu dibandingkan Elea, jadi pergilah.' Itu yang ingin wanita tersebut katakan.
Akhirnya, Will pun melirik Elea yang memandangnya dengan khawatir. "Masuklah duluan. Nanti Pak Direktur juga akan memanggilku," ucapnya dengan percaya diri, melemparkan tatapan sinis kepada wanita pirang di sisi Elea.
Mendengar hal tersebut, Elea menganggukkan kepalanya. Lagi pula, jujur saja dia masih sedikit canggung berdekatan dengan Will setelah apa yang pria itu lakukan di malam yang lalu.
Telah berada di hadapan pintu, wanita berambut pirang itu pun mengetuknya, lalu berkata, "Tuan, Nona Elea sudah tiba." Seakan tahu tidak perlu menunggu jawaban, dia mendorong pintu untuk terbuka dan menoleh kepada gadis tersebut. "Silakan masuk."
Elea pun melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangan, tapi dia tidak menyangka bahwa pintu akan dengan cepat tertutup kembali. Wanita pirang tadi tidak terlihat mengikutinya.
Walau merasa bingung, tapi pandangan Elea dengan cepat mengedar, mencari-cari sosok sang direktur di dalam ruangan. Akan tetapi, dia tidak melihat pria dengan tubuh gempalnya yang khas itu.
Melihat kursi direktur yang membelakanginya dan menghadap keluar jendela, Elea tahu bahwa ada seseorang yang duduk di sana. Dia pun berjalan mendekati meja sang direktur dan berhenti di depannya.
Karena sang direktur tidak mengutarakan apa pun walau dirinya telah hadir, gadis itu pun menduga bahwa pemimpin perusahaannya itu marah. "Pak Direktur, saya minta maaf untuk keributan yang saya hasilkan tadi malam," ujar Elea dengan kepala tertunduk. Namun, alisnya tertaut erat. "Akan tetapi, saya yakin bahwa saya tidak perlu melakukan hal seperti itu untuk bisa menjadi artis yang berhasil!" Dia menegapkan tubuhnya dan berseru, "Jikalau perusahaan bisa memberikan saya kesempatan murni, saya akan berusaha keras untuk membesarkan nama baik perusahaan juga!"
"Kamu begitu yakin kamu mampu?"
Suara dalam itu terdengar asing, tapi juga familier di telinga Elea. Yang jelas, gadis itu tahu bahwa suara tersebut bukanlah suara direktur perusahaannya!
"Kamu ... siapa?" tanya Elea dengan wajah bingung bercampur takut.
"Baru satu malam, tapi kamu sudah begitu cepat melupakanku?" tanya suara itu lagi, membuat jantung Elea berdetak cepat. Getaran yang dihasilkan suara dalam tersebut membuat darah gadis itu berdesir. "Kamu membuatku sedih, Elea."
Akibat ingatan yang mulai menyeruak masuk ke dalam benaknya, Elea melangkah cepat mengitari meja dan menghampiri kursi direktur itu. Kala dirinya berdiri di hadapan pria yang terduduk santai di sana, ekspresinya pun memancarkan keterkejutan mendalam.
Dengan netra hijaunya yang indah, Lucian menampakkan seringai yang menggoda. "Kita bertemu lagi, Elea Brown."
Mohon ... maap, ini kenapa Bang Lucian gantengnya gak ada obat sih!? Apa perasaan otor doang?!
*Beberapa saat yang lalu* "Elea Brown, usia 23 tahun, lulusan Akademi Film Capitol peringkat satu. Telah memasuki lingkaran entertainment sejak satu tahun yang lalu." Seorang wanita berambut pirang terlihat tengah menjabarkan informasi perihal latar belakang aktris kelas D itu. Ekspresinya tampak datar, terlatih secara profesional untuk tidak menunjukkan opini. Terduduk di sofa kantornya, seorang pria tampak dengan santai menopang sisi kepalanya dengan satu tangan. Tangan kekarnya yang lain sibuk memegang satu dokumen di depan wajah, menyembunyikan parasnya. "Lulusan peringkat satu akademi terbaik perfilman Capitol, tapi tidak memiliki nama setelah satu tahun dan hanya berada di bawah agensi kecil?" Suara dalam menggoda milik pria tersebut terdengar melontarkan sebuah pertanyaan, mengajukan kecurigaannya. Tangannya menggeser dokumen di depan wajah, memamerkan sepasang manik berwarna hijau yang indah. "Apa alasannya?" Mereka yang lulus dari Akademi Perfilman Capitol adalah orang
"Kamu ... telah menjadi milikku." Ucapan Lucian membuat kerutan di dahi Elea semakin mendalam. Dia berusaha melepaskan diri. "Lepaskan aku!" serunya, tapi pria itu malah menarik pinggangnya dan memaksanya untuk terduduk ke dalam pangkuannya. Dengan seringai yang terpasang di bibirnya, Lucian mendengus, "Lepas?" Tawa rendah terdengar dari pria itu. "Setelah membeli perusahaan ini, kamu sudah menjadi milikku, Elea," ucapnya dengan netra yang memancarkan dominasi. "Kamu tidak bisa kabur." 'Membeli perusahaan ini?' Elea terkejut. Pria itu memang telah memberitahunya terkait menjadi direktur utama perusahaan ini. Akan tetapi, membeli perusahaan ini? Ada yang aneh. "Kenapa?" Netra hitam Elea memancarkan kebingungan. Namun, mengingat bagaimana pria itu langsung memanggilnya dan memperlakukannya seperti ini di hari pertama dirinya menjadi sang direktur utama, Elea yakin bahwa niatan pria itu menyangkut dirinya. "Apa tujuanmu?! Apa hubungannya denganku?!" Pertanyaan Elea membuat
"Akan tetapi, aku suka, jadi ... apa yang bisa kamu lakukan?" tanya Lucian dengan angkuh. Tantangan Lucian membuat amarah Elea semakin menggebu-gebu. Bukan hanya pria itu berniat memperkosanya tadi malam, tapi hari ini Lucian juga melecehkan dirinya. Apakah pria itu pikir dia adalah seorang perempuan murahan yang tidak akan melawan?! Semakin lama berdekatan dengan pria itu, Elea merasa kewarasannya semakin buyar. 'Aku tidak akan meluangkan waktu dengan pria gila ini!' Dia pun berbalik, memutuskan harus segera meninggalkan ruangan tersebut. Melihat Elea mengabaikannya dan hanya berbalik untuk pergi, ekspresi Lucian berubah dingin. "Mau ke mana kamu?" tanyanya. "Aku belum mengizinkanmu pergi." Walau tahu nada bicara Lucian berubah menjadi sangat dingin, tapi Elea tidak peduli. Tanpa menoleh ke belakang, gadis itu membalas, "Ke mana saja asal tidak di dekatmu!" Dia mengepalkan tangannya. "Aku tidak sudi bekerja untuk seorang pria hidung belang sepertimu!" serunya sembari menjulur
"Karena kamu telah dengan begitu lancang menarik perhatianku, Elea Brown." Seringai penuh makna bisa Elea lihat terlukis di wajah Lucian. "Dan, kamu harus membayarnya." Otak Elea berusaha memproses ucapan pria di hadapan. Walau kalimat Lucian terdengar seperti seorang pria yang sedang menggoda seorang wanita, tapi tindakannya membuat insting bertahan hidup gadis tersebut meneriakkan peringatan. 'Pria ini tidak waras!' teriak Elea dalam hati. Elea sangat ingin lari, tapi dia tahu bahwa dengan kemampuan Lucian, pria itu bisa menemukannya kapan saja dan di mana saja. Demikian, lari bukanlah jawaban. Akhirnya, gadis itu berujung berkata, "Kalau kamu melakukan ini karena aku telah menamparmu, maka aku minta maaf. Aku bersedia membayar berapa pun uang yang kamu inginkan." Elea bisa menangkap pelipis Lucian berkedut dan senyumannya menghilang, seakan tidak sepenuhnya senang dengan balasannya itu. "Akan tetapi, jangan libatkan orang lain, terlebih orang-orang di sekitarku. Mereka tid
"Bersujud dan minta maaflah karena telah berusaha menyentuhnya." Ucapan Lucian membuat tubuh Eric bergetar. Dia tidak menyangka bahwa dirinya, seorang produser ternama di Capitol yang dielu-elukan karyanya oleh begitu banyak orang, akan berakhir mendapatkan perintah yang begitu hina seperti ini! 'Bersujud di hadapan gadis tanpa nama seperti ini!? Apa yang Lucian Grey pikirkan?!' geram Eric dalam hati. 'Aku tidak akan sudi!' Bukan hanya Eric, Elea juga terkejut setengah mati mendengar perintah Lucian. Dia tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi. Kenapa Lucian meminta produser ternama itu untuk bersujud di hadapan dirinya? Karena dia wanitanya? Sejak kapan Elea memiliki hubungan macam itu dengan Lucian, hah?! Sejak kapan dia bahkan setuju! "Lucian, apa yang sedang kamu lakukan?" desis Elea. Betapa pun besarnya kekuatan Lucian, apakah Eric Tan, pria yang memiliki kedudukan cukup tinggi di dunia entertainment itu, sungguh rela bersujud di hadapan Elea? Kalaupun sekarang dia
'Sial! Sial! Sial!' Berkali-kali Eric memaki di dalam hatinya, merasa begitu dongkol dengan apa yang baru saja terjadi di dalam ruang direktur agensi kecil itu. Dia tidak menyangka akan tiba masa dirinya bersujud di lantai seperti orang rendahan di hadapan seorang aktris kelas D! 'Paling tidak, tidak ada orang lain yang melihat hal itu ....' Eric memasang wajah bengis, terutama saat membayangkan wajah Elea. 'Gadis sialan!' makinya lagi, menjadi semakin sebal ketika mengingat bahwa Elea akan terlibat dalam salah satu proyek filmnya. "... Ric!" Samar-samar, terdengar seseorang memanggil Eric dari belakang, membuat pria tua yang sedang melalui lorong lantai tertinggi gedung tersebut menoleh ke belakang. "Pak Eric!" Eric pun melihat sosok Will tengah berlari ke arahnya dengan wajah penuh tanya. Sungguh kebetulan, Eric memerlukan tempat untuk melampiaskan amarahnya. "Kamu!" geram Eric tepat ketika Will tiba di hadapannya. Dia melayangkan sebuah tamparan ke kepala pria tersebut,
"Jal*ng! Jauhi tunanganku!" Makian kasar yang diikuti dengan sebuah tamparan keras membuat sosok wanita berparas cantik itu terhuyung beberapa langkah ke belakang. Rasa sakit yang menjalar serta tatapan terkejut dari orang-orang yang berada dalam kafe tersebut membuat pikirannya sedikit kosong, ekspresinya pun sedikit lepas kendali. Dengan usaha menahan emosi yang menggulung dalam dada, wanita berbalut gaun putih gading sederhana itu mengangkat kepalanya, menusuk lawan bicaranya dengan netra hitamnya. "Calon suami ...?" Ucapannya terdengar bergetar, ada sedikit air mata yang tampak berkumpul di pelupuknya. "Apa hakmu mengatakan itu? Dia suamiku!" Balasan yang mengandung kenyataan mengejutkan itu membuat lawan bicara sang wanita membeku, ekspresi yang tadi diselimuti kepercayaan diri mulai bergetar. Jari-jari lentik milik wanita di hadapan terangkat menutup setengah wajah, lalu sebuah kekehan pun terdengar. "He he." "Cut! Cut! Cut!" Seruan penuh emosi tidak puas itu membuat dua wani
"Kamu baik-baik saja?"Pertanyaan tersebut membuat Elea yang gelisah mengangkat pandangan, menatap sosok Will yang memperlihatkan ekspresi khawatir. Dua tangan yang mencengkeram gaun merah panjangnya pun merenggang.Elea tersenyum tipis, lalu berkata, "Tidak apa-apa, Kak. Hanya gugup saja."Bagaimana tidak? Sebagai seseorang yang tumbuh besar di panti asuhan pinggir kota, seumur-umur Elea belum pernah menghadiri pesta sebesar ini. Walau dirinya adalah seorang aktris, tapi dia hanya aktris kecil yang hanya muncul untuk sepersekian detik dalam satu scene dari keseluruhan film!Tiba-tiba, Elea merasa sesuatu menyentuh kepalanya. Dia pun menyadari bahwa Will tengah mengusap rambutnya, cara biasa pria itu menenangkan dirinya."Tenanglah, kamu terlihat luar biasa hari ini. Kalau ada sutradara atau produser yang melihatmu, mereka pasti akan tertarik bekerja sama denganmu," jelas pria itu, membuat wajah Elea merona. "Yang terpenting, jangan sia-siakan kesempatan ini. Tidak mudah bagiku untuk
'Sial! Sial! Sial!' Berkali-kali Eric memaki di dalam hatinya, merasa begitu dongkol dengan apa yang baru saja terjadi di dalam ruang direktur agensi kecil itu. Dia tidak menyangka akan tiba masa dirinya bersujud di lantai seperti orang rendahan di hadapan seorang aktris kelas D! 'Paling tidak, tidak ada orang lain yang melihat hal itu ....' Eric memasang wajah bengis, terutama saat membayangkan wajah Elea. 'Gadis sialan!' makinya lagi, menjadi semakin sebal ketika mengingat bahwa Elea akan terlibat dalam salah satu proyek filmnya. "... Ric!" Samar-samar, terdengar seseorang memanggil Eric dari belakang, membuat pria tua yang sedang melalui lorong lantai tertinggi gedung tersebut menoleh ke belakang. "Pak Eric!" Eric pun melihat sosok Will tengah berlari ke arahnya dengan wajah penuh tanya. Sungguh kebetulan, Eric memerlukan tempat untuk melampiaskan amarahnya. "Kamu!" geram Eric tepat ketika Will tiba di hadapannya. Dia melayangkan sebuah tamparan ke kepala pria tersebut,
"Bersujud dan minta maaflah karena telah berusaha menyentuhnya." Ucapan Lucian membuat tubuh Eric bergetar. Dia tidak menyangka bahwa dirinya, seorang produser ternama di Capitol yang dielu-elukan karyanya oleh begitu banyak orang, akan berakhir mendapatkan perintah yang begitu hina seperti ini! 'Bersujud di hadapan gadis tanpa nama seperti ini!? Apa yang Lucian Grey pikirkan?!' geram Eric dalam hati. 'Aku tidak akan sudi!' Bukan hanya Eric, Elea juga terkejut setengah mati mendengar perintah Lucian. Dia tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi. Kenapa Lucian meminta produser ternama itu untuk bersujud di hadapan dirinya? Karena dia wanitanya? Sejak kapan Elea memiliki hubungan macam itu dengan Lucian, hah?! Sejak kapan dia bahkan setuju! "Lucian, apa yang sedang kamu lakukan?" desis Elea. Betapa pun besarnya kekuatan Lucian, apakah Eric Tan, pria yang memiliki kedudukan cukup tinggi di dunia entertainment itu, sungguh rela bersujud di hadapan Elea? Kalaupun sekarang dia
"Karena kamu telah dengan begitu lancang menarik perhatianku, Elea Brown." Seringai penuh makna bisa Elea lihat terlukis di wajah Lucian. "Dan, kamu harus membayarnya." Otak Elea berusaha memproses ucapan pria di hadapan. Walau kalimat Lucian terdengar seperti seorang pria yang sedang menggoda seorang wanita, tapi tindakannya membuat insting bertahan hidup gadis tersebut meneriakkan peringatan. 'Pria ini tidak waras!' teriak Elea dalam hati. Elea sangat ingin lari, tapi dia tahu bahwa dengan kemampuan Lucian, pria itu bisa menemukannya kapan saja dan di mana saja. Demikian, lari bukanlah jawaban. Akhirnya, gadis itu berujung berkata, "Kalau kamu melakukan ini karena aku telah menamparmu, maka aku minta maaf. Aku bersedia membayar berapa pun uang yang kamu inginkan." Elea bisa menangkap pelipis Lucian berkedut dan senyumannya menghilang, seakan tidak sepenuhnya senang dengan balasannya itu. "Akan tetapi, jangan libatkan orang lain, terlebih orang-orang di sekitarku. Mereka tid
"Akan tetapi, aku suka, jadi ... apa yang bisa kamu lakukan?" tanya Lucian dengan angkuh. Tantangan Lucian membuat amarah Elea semakin menggebu-gebu. Bukan hanya pria itu berniat memperkosanya tadi malam, tapi hari ini Lucian juga melecehkan dirinya. Apakah pria itu pikir dia adalah seorang perempuan murahan yang tidak akan melawan?! Semakin lama berdekatan dengan pria itu, Elea merasa kewarasannya semakin buyar. 'Aku tidak akan meluangkan waktu dengan pria gila ini!' Dia pun berbalik, memutuskan harus segera meninggalkan ruangan tersebut. Melihat Elea mengabaikannya dan hanya berbalik untuk pergi, ekspresi Lucian berubah dingin. "Mau ke mana kamu?" tanyanya. "Aku belum mengizinkanmu pergi." Walau tahu nada bicara Lucian berubah menjadi sangat dingin, tapi Elea tidak peduli. Tanpa menoleh ke belakang, gadis itu membalas, "Ke mana saja asal tidak di dekatmu!" Dia mengepalkan tangannya. "Aku tidak sudi bekerja untuk seorang pria hidung belang sepertimu!" serunya sembari menjulur
"Kamu ... telah menjadi milikku." Ucapan Lucian membuat kerutan di dahi Elea semakin mendalam. Dia berusaha melepaskan diri. "Lepaskan aku!" serunya, tapi pria itu malah menarik pinggangnya dan memaksanya untuk terduduk ke dalam pangkuannya. Dengan seringai yang terpasang di bibirnya, Lucian mendengus, "Lepas?" Tawa rendah terdengar dari pria itu. "Setelah membeli perusahaan ini, kamu sudah menjadi milikku, Elea," ucapnya dengan netra yang memancarkan dominasi. "Kamu tidak bisa kabur." 'Membeli perusahaan ini?' Elea terkejut. Pria itu memang telah memberitahunya terkait menjadi direktur utama perusahaan ini. Akan tetapi, membeli perusahaan ini? Ada yang aneh. "Kenapa?" Netra hitam Elea memancarkan kebingungan. Namun, mengingat bagaimana pria itu langsung memanggilnya dan memperlakukannya seperti ini di hari pertama dirinya menjadi sang direktur utama, Elea yakin bahwa niatan pria itu menyangkut dirinya. "Apa tujuanmu?! Apa hubungannya denganku?!" Pertanyaan Elea membuat
*Beberapa saat yang lalu* "Elea Brown, usia 23 tahun, lulusan Akademi Film Capitol peringkat satu. Telah memasuki lingkaran entertainment sejak satu tahun yang lalu." Seorang wanita berambut pirang terlihat tengah menjabarkan informasi perihal latar belakang aktris kelas D itu. Ekspresinya tampak datar, terlatih secara profesional untuk tidak menunjukkan opini. Terduduk di sofa kantornya, seorang pria tampak dengan santai menopang sisi kepalanya dengan satu tangan. Tangan kekarnya yang lain sibuk memegang satu dokumen di depan wajah, menyembunyikan parasnya. "Lulusan peringkat satu akademi terbaik perfilman Capitol, tapi tidak memiliki nama setelah satu tahun dan hanya berada di bawah agensi kecil?" Suara dalam menggoda milik pria tersebut terdengar melontarkan sebuah pertanyaan, mengajukan kecurigaannya. Tangannya menggeser dokumen di depan wajah, memamerkan sepasang manik berwarna hijau yang indah. "Apa alasannya?" Mereka yang lulus dari Akademi Perfilman Capitol adalah orang
"Gadis itu telah menjadi hak milik sang raja entertainment! Jangan biarkan siapa pun menyentuhnya dan bawa dia kemari!" Ucapan sang direktur di telepon membuat Will sedikit mengerutkan keningnya. 'Aku tidak mengerti, apa maksud Direktur?' batinnya, merasa bingung karena tidak sempat mendapatkan penjelasan lengkap lantaran sang direktur langsung memerintahkannya untuk ke kantor bersama Elea. Ketika melihat lampu merah, Will pun menghentikan mobilnya dan menarik rem tangan. Mata pria tersebut terarah pada sosok Elea, memperhatikan penampilan gadis tersebut. Rambut bergelombang milik aktris kelas D itu memiliki warna cokelat kemerahan yang mencolok, sedikit kontras dengan manik hitamnya. Selain itu, wajah mungil dengan bibir merah mudanya terlihat mempesona, sangat menggoda untuk ditindas. 'Tidak heran Eric Tan sangat kesal ketika dia gagal mendapatkan Elea, memang cukup disayangkan,' batin Will. Dia pun menyadari sudut bibir Elea masih mengarah ke bawah—murung. 'Kalau dia masih sepert
"Untuk apa aku mempersilakanmu masuk setelah kamu berusaha untuk menjualku kepada sutradara itu?" Mata Elea mulai berkaca-kaca, masih merasa begitu sakit hati dengan apa yang terjadi di malam yang lalu. Tidak pernah dia sangka bahwa orang yang dia suka bisa bersikap begitu kejam. Akan tetapi, dia tidak akan menangis! Tidak layak dia menjatuhkan air mata untuk pria seperti itu! "Menjualmu?" Will memasang wajah terluka kala mendengar ucapan Elea, seakan tak mengerti apa ucapan gadis tersebut. "Elea, aku hanya membantumu untuk terhubung dengan Pak Eric agar–!" "Pergi," ucap Elea dengan tegas. "Aku berhenti menjadi bagian dari agensi kotormu itu!" Elea pun mendorong pintu, ingin menutupnya. Akan tetapi, tangan Will mendadak menampar daun pintu dan menahannya, mengejutkan gadis itu. "Pergi?" Will mengulang ucapan Elea. "Berhenti?" Netra cokelatnya menampakkan kilatan berbahaya yang membuat tubuh gadis itu bergetar. "Setelah merusak hubungan perusahaan dengan salah seorang senio
"Mari kita lihat, kamu akan lebih dahulu tenar dengan usahamu atau aku yang terlebih dahulu menguasaimu." Teringat kalimat yang terlontar dari bibir Lucian membuat Elea, yang sekarang telah kembali terbaring di atas tempat tidur apartemen sederhananya, memasang wajah jelek. Gadis tersebut menggigit bibirnya dengan gemas, merasa kesal setiap kali otaknya memunculkan seringai Lucian ketika mengucapkan tantangan tersebut padanya. Emosi yang menggulung pada saat itu membuat Elea bertindak nekat, dia mendorong pria itu menjauh untuk kemudian melayangkan sebuah tamparan keras di wajah raja entertainment itu. "Bermainlah sendiri, dasar orang gila!" Kemudian, dia pun berlari pergi meninggalkan hotel. Mengingat hal tersebut, Elea langsung berteriak frustrasi, "Ahh! Aku yang sudah gila!" Dengan ekspresi panik dan penuh ketidakpercayaan, gadis itu memaki dirinya sendiri, "Bodoh! Bodoh! Apakah kamu sadar yang kamu tampar itu adalah si Raja Entertainment, Lucian Grey?!" Elea mengusap wajahnya