Share

Motel

Penulis: Jihan Alezander
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-20 21:56:34

Sudah sekitar satu jam lamanya Starla berdiri di depan gerbang kantor. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri, di mana banyak kendaraan berlalu lalang. Awan yang tadinya cerah sudah berubah gelap diiringi kilat dan gemuruh petir yang sesekali menyambar di angkasa. Angin yang bertiup semakin kencang dari menit ke menit membuat Starla memeluk tubuhnya sendiri karena rasa dingin yang menusuk kulit.

"Neng masih di sini?" Pak Tarjo, satpam yang berjaga di gerbang bertanya pada Starla. Ia mendongak menatap langit yang kian menggelap karena selain sudah masuk jam setengah 6 sore, mendung tebal juga bergelayut siap menjatuhkan titik-titik air hujan kapan saja.

"Iya, Pak."

"Nunggu siapa, Neng? Jemputan?" tanya Pak Tarjo lagi, sesekali mengusap kedua telapak tangannya sebab ia juga merasa kedinginan setelah keluar dari ruang pos jaga demi menghampiri Starla. "Mending pulang aja sekarang, Neng. Mau hujan ini," saran Pak Tarjo.

Starla menghela napas. Ia melirik arloji lalu merogoh tasnya untuk mengambil ponsel. Starla mencoba menghubungi nomor Bima namun hanya suara operator seluler yang ia dengar. Sama seperti beberapa jam sebelumnya.

Bima ... kamu di mana, sih? batin Starla setengah kesal.

"Atau Neng masuk aja ke dalam pos sini! Nanti sakit lho!" Pak Tarjo lagi-lagi memberi tawaran. "Tenang aja, aman sama saya. Saya nggak bakal macam-macam!"

"Makasih, Pak. Tapi kayaknya aku pulang aja, deh," senyum Starla ramah.

"Lho, nggak jadi nunggu jemputan?"

Starla menggeleng. "Mungkin yang jemput lagi nggak bisa, Pak."

"Yah, padahal mau saya ajakin main catur, Neng! Hehe ... Kalau gitu, hati-hati di jalan ya, Neng!"

Starla mengiyakan saja lalu segera meninggalkan pintu gerbang perusahaan. Ia berjalan cepat menuju halte terdekat yang ada, namun baru setengah jalan hujan sudah turun dengan lebat. Mau tidak mau, Starla pun berlari agar segera sampai ke halte untuk bisa berteduh.

Sesampainya di halte, Starla mengibaskan rambut yang sudah setengah basah, juga mengusap pada seluruh badan agar lebih kering. Angin yang bertiup semakin kencang membuat bibir Starla bergemeletuk. Ia memeluk tubuh, berharap agar bis segera datang. Starla ingin cepat sampai rumah dan ganti baju hangat.

Doa Starla terkabul dengan cepat karena sebuah bis berwarna biru berhenti tak lama kemudian. Starla pun segera masuk dan semakin menggigil kala suhu AC menyambutnya. Sial, ia lupa hal ini.

Starla mengambil tempat duduk di dekat jendela. Mendesah lega setelah menyamankan diri duduk di atas kursi. Sembari terus memeluk dirinya demi mengurangi rasa dingin, kepala Starla menatap pada jalan raya. Hujan benar-benar turun dengan deras.

Cukup lama Starla menatap ke luar jendela hingga rasa kantuk menyergap. Mata Starla sudah siap terpejam saat bis berhenti karena ada salah satu penumpang yang turun. Tapi bersamaan dengan hal itu juga Starla menangkap sosok pria yang sangat ia kenal. Pria itu menyeberangi jalan sembari membawa payung dan kantung plastik putih yang entah berisi apa.

Bukankah itu Bima?

Demi memastikan, Starla menyipitkan mata. Tinggi, postur tubuh, rambut, pakaian, siluet, cara berjalan atau apapun itu benar-benar mirip Bima. Jadi Starla menyimpulkan dengan cepat bahwa pria yang ia lihat memang sungguh-sungguh Bima.

Tapi kenapa ia ada di sini? Ini bahkan masih cukup jauh dari tempat tinggal mereka berdua.

Starla bingung, dan semakin bingung saat melihat Bima berjalan di trotoar dengan tergesa menuju arah sebaliknya dari rumah.

Bis akan kembali berjalan membuat Starla tersentak. Buru-buru ia bangun dan menekan tombol di sebelah kiri agar supir bis menghentikan laju.

"Kenapa nggak dari tadi?" Supir bis itu tampak sedikit kesal dan Starla mengabaikannya saja. Ia mengeluarkan uang lima ribu dua lembar dan menyerahkannya pada supir bis. Tanpa menagatakan sepatah katapun, Starla segera turun. Tak peduli lagi dengan air hujan yang masih mengguyur bumi cukup deras.

Starla menyeberang jalan dengan cepat, sesekali berteriak memanggil nama Bima yang semakin jauh dari pandangannya. Gadis itu tidak menyerah, ia berlari cepat untuk menyusul pria itu. Dihiraukannya pakaiannya yang sudah basah kuyup.

"BIMA!!" Starla berteriak mengalahkan air hujan. Sia-sia saja, Bima terus beralan tanpa menoleh.

Hingga saat Bima masuk ke sebuah bangunan berlantai dua, kaki Starla berhenti. Ia mengerjab, menoleh demi membaca ulang tulisan dari lampu yang bersinar terang di sisi kiri bangunan.

M O T E L

Perasaan Starla jadi tidak enak. Sekali lagi menatap bangunan berlantai dua tersebut. Untuk apa Bima datang ke tempat ini?

Starla tau jika ia ingin jawaban maka ia harus mencarinya. Gadis itu pun segera masuk ke dalam bangunan tersebut.

Dengan baju basah kuyup, Starla menuju meja resepsionis. Di sana ada seorang wanita gemuk paruh baya yang sedang menonton TV sembari memakan keripik kentang.

"Oh, hai, selamat datang di motel kami!" sapanya begitu melihat Starla. "Mau pesan kamar untuk berapa malam?" Wanita itu berdiri, sedikit kesusahan karena berat badannya yang berlebih. Ia membuka buku tamu siap mencatat sebuah nama.

Namun saat memperhatikan lagi penampilan Starla ia menunjukkan ekspresi setengah kesal.

"Asal kamu tau bajumu basah kuyup. Dan itu cukup membuat motel kami kebanjiran."

Starla menunduk dan benar saja. Titik-titik air yang menetes dari pakaiannya membentuk genangan-genagan air di lantai.

"Maaf."

Wanita itu menghela napas. Masih tidak menunjukkanwajah ramah sama sekali. Sepertinya ia kesal karena harus mengepel lantai lagi. Tidak lucu bukan jika ada tamu dan terpeleset hingga menyebabkan patah tulang dan gegar otak?

"Oke. Bisa tunjukkan KTP kamu?"

Starla mengangguk. Cepat-cepat merogoh tas dan mengambil dompet yang masih kering karena tasnya merupakan tas kulit yang tahan air.

"Biaya sewa satu malam 250 ribu," terangnya tanpa basa-basi. Ia mengembalikan KTP Starla setelah selesai mencatat dalam buku tamu. "Kamu bisa bayar lebih 100 ribu dan aku bakal ngasih kamu baju kering," tawarnya. Tapi segera menambahkan lagi.

"Dan kamu seenggaknya harus ngasih tips saya 50 ribu karena saya harus mengepel lantai agar air yang kamu bawa tidak mencelakakan tamu lain."

Starla hanya mengangguk, mengambil dompet dan membayar uang sebanyak 400 ribu.

Wanita itu tersenyum puas. Kali ini wajah yang sejak tadi ketus berubah menjadi sedikit jauh lebih ramah.

"Tunggu sebentar," tukas wanita itu berlalu setelah mengambil uang pembayaran dari Starla. Tak lama kemudian ia sudah kembali dan membawa satu set pakaian kering, juga sebuah handuk kecil.

"Saya tadi nggak bilang ukuran ini cocok dengan kamu, okay? Jadi dilarang protes. Pakai aja dan bawa pulang," tukasnya sembari menyerahkan pakaian yang ia bawa. Semua itu adalah baju bekas milik putrinya yang sudah menikah, jadi tidak masalah ia memberikannya pada orang lain.

Starla menerima tanpa banyak bicara. Ia juga mengambil kunci yang diserahkan oleh wanita itu.

Baru saja berbalik untuk mencari kamarnya, Starla kembali menghadap wanita itu. Dalam keraguannya, Starla memberanikan diri untuk bertanya.

"Apa... ada cowok bernama Bima yang juga menginap di sini?" tanya Starla.

"Bima?" Wanita itu tampak berpikir sejenak. Matanya memicing curiga pada Starla. "Entahlah, saya nggak ingat," jawabnya mengindikkan bahu. "Tapi kalau kamu mau bayar 50 ribu lagi mungkin saya bisa periksa buku tamu."

Starla tau ia sedang diperas sejak awal, tapi untuk saat ini, mengetahui keberadaan Bima jauh lebih penting dari pada apapun. Ia pun akhirnya mengeluarkan uang 50 ribu dan menyerahkannya pada si wanita.

Yang lagi-lagi membuat wanita gemuk itu tersenyum penuh kemenangan. Kapan lagi ada pelanggan goblok* yang manut saja saat dipalak?

"Oke, sebutkan ciri-cirinya," tukas si wanita.

"Dia tinggi, rambutnya panjang disemir merah dan diikat ke belakang. Dia pakai kaus warna army dan jaket levis warna biru. Tingginya sekitar 175 cm dan dia ... sebenarnya dia baru masuk beberapa menit sebelum aku masuk ke sini."

"Oh! Dia! Sepertinya saya tau," seru wanita itu. "Ada di lantai dua, kamar nomor 15," lanjutnya. "Tapi ... apa hubungan kamu sama dia?" tanyanya kepo. Menjadi penjaga motel membuat ia banyak menyaksikan kejadian dramatis, dan ia merasa gadis bernama Starla ini juga akan melihat kejadian yang lebih dramatis. Alias menyakitkan.

Starla hanya menggeleng tipis tanpa menjawab, lalu segera mengucapkan terima kasih dan meninggalkan meja resepsionis. Ia pun menaiki tangga sembari terus bertanya-tanya dalam hati.

Untuk apa Bima ada di sini?

Berbagai pikiran buruk sempat melintas di otak Starla tapi ia segera menepis. Ia yakin jika Bima tidak akan melakukan sesuatu yang buruk. Starla percaya pada kekasihnya itu.

Setelah mencari-cari nomor kamar 15, akhirnya Starla menemukannya. Ia berhenti tepat di depan pintu itu dan mendadak hatinya menjadi ragu. Benarkah yang sedang ia lakukan kini?

Perlahan, tangan Starla terangkat. Ia siap mengetuk pintu tersebut. Namun kala kepalan tangannya tinggal satu sentimeter, ia berhenti. Dengan cepat, tangannya meraih handle pintu dan membukanya. Starla sedikit terkejut karena pintu itu tidak terkunci.

Starla menyentakkan kepala, mengahadap ke depan. Lalu semua pakaian dan kunci kamar yang ia bawa jatuh ke lantai karena pemandangan yang ia lihat di sana.

Tidak mungkin salah. Di sana ada Bima dan ia sedang mencumbu dan menindih tubuh seorang perempuan asing di atas kasur.

Bima yang mendengar suara pintu terbuka menoleh dan terkejut melihat sosok Starla ada di sana. Buru-buru ia bangun dari kasur, diikuti perempuan asing yang tadi ia tindih. Meskipun mereka masih memakai baju lengkap, tapi pakaian mereka sudah acak-acakan dan kusut.

Starla menggelengkan kepala, kedua tangannya menutup mulut demi menahan isak tangis yang ingin keluar dari bibir. Hatinya terasa sakit melihat penghianatan Bima secara langsung.

Sebenarnya apa yang salah? Dari mana? Dan sejak kapan Bima menusuknya dari belakang? Kenapa Starla tidak pernah tau hal ini sebelumnya? Berbagai pertanyaan langsung menyeruak dalam pikirannya, menambah rasa sakit bertubi-tubi menyayat hati.

"Starla, ini nggak seperti yang kamu bayangin. Aku bisa jelasin ini." Bima segera turun dari kasur dan berjalan mendekat pada Starla, namun seiring Bima mendekat, Starla berjalan mundur menjauh.

"Starla... serius. Ini semua nggak seperti yang kamu-- Starla!!" Bima berteriak begitu Starla langsung berbalik dan berlari meninggalkannya. Ia sudah siap mengejar namun sebuah tangan lemah menahannya untuk pergi. Bima menoleh dan menatap wanita berwajah sayu di sana.

"Kamu sudah berjanji, Bima... Jangan tinggalin aku. Aku takut."

Bima memejamkan mata, rahangnya mengeras. Tangannya pun terkepal kuat. Dalam hati ia sedang berteriak karena rasa bersalah yang luar biasa.

Harus bagaimana ia nanti menjelaskan hubungannya dengan wanita ini kepada Starla?

"Bima ...,"

"Oke. Oke. Aku nggak akan ke mana-mana seperti janji aku," kata Bima. Ia kembali duduk di atas kasur dan memeluk tubuh kurus yang sudah siap menangis karena takut ditinggalkan oleh pria berambut gondrong merah itu.

"Jangan menangis."

"Aku takut."

"Tidak apa-apa. Aku ada di sini," bisik Bima. Egonya terkalahkan, condong pada wanita dalam pelukannya alih-alih mengejar Starla.

Dalam hati, Bima mengucapkan beribu maaf pada sang kekasih.

"Maaf, Starla."

Bab terkait

  • Di Bawah Kendali sang CEO   Dijual untuk Ditukar Bagian 1

    Starla duduk bersandar di kusen kasur sembari menatap kosong kamar bercat putih yang sebenarnya adalah kamar Bima. Rambut yang setengah basah setelah habis mandi ia biarkan terurai. Melirik jam dinding, Starla semakin terdiam tak bisa berkata-kata.Ini sudah lewat tengah malam dan belum ada tanda-tanda jika Bima akan pulang.Kecewa? Tentu saja.Karena sesakit apapun perasaannya tadi saat mengetahui perbuatan Bima, diam-diam Starla masih ingin percaya. Gadis itu mengharap sebuah penjelasan dari bibir Bima, yang menyatakan bahwa apa yang ia lihat tidak seperti yang ia bayangkan.Starla menunduk lelah.Bukankah sudah jelas jika Bima sama sekali tidak berniat mengklarifikasi?Jika Starla ingat, pria itu bahkan tidak berusaha mengejarnya dari motel tadi.Ingat semua hal itu, dada Starla kembali sesak. Tanpa sadar, Starla bahkan sudah kembali menangis.Entah sudah berapa lama

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-21
  • Di Bawah Kendali sang CEO   Dijual untuk Ditukar Bagian 2

    N O T E :Wahai pembaca yang budiman, part ini mengandung adegan kekerasan dan adegan dewasa. Bagi kalian yang benar-benar masih di bawah umur dan tidak menyukai segala bentuk jenis kekerasan apapun, jangan dibaca!Happy Reading!* * *"Tch," dengus Lion. Tangannya menyentuh dagu Starla, membuat gadis itu mendongak paksa. Lion pun mendekatkan wajah hingga Starla mampu mencium bau asap rokok dari napas yang keluar dari hidung Lion."Kau pikir aku tertarik dengan uangmu?" bisik Lion. Sementara satu tangan yang lain bergerak, menelusuri kancing dress piyama berbahan satin yang Starla pakai.Lion menyeringai. "... Aku hanya mau tubuhmu."Refleks, Starla mendorong tubuh Lion hingga pria itu jatuh terduduk tepat di atas meja. Gadis itu berdiri dan segera berlari menuju pintu terdekat.Pintu keluar. Starla harus segera

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-22
  • Di Bawah Kendali sang CEO   Tamparan Keras

    Episode paling drama dan fenomenal di layar kaca Indosi*ar :"Pergi dari sini! Aku jijik sama kamu, Mas! Aku jijik! Jangan sentuh aku! Pergi, pergiiiI!!"Wkwkwkwk :PSelamat membaca!***Pagi ini menjadi sangat berbeda bagi Starla. Dalam semalam saja kehidupannya sudah berubah 180 derajat. Jika biasanya di jam ini Starla sudah selesai mandi dan sedang bersiap-siap berangkat, kali ini gadis tersebut sedang meringkuk lemah dibalik selimut tebal yang dia tarik dengan sisa tenaganya.Pandangan Starla kosong, menatap jendela yang masih tertutup tirai berwarna putih. Matanya terasa panas dan bengkak karena semalaman menangis. Mungkin baru beberapa jam yang lalu air mata itu berhenti dan berubah menjadi sebuah tatapan tak berarti.Starla, meskipun dia merasa kepalanya mulai berdenyut karena tidak bisa tidur dan memikirkan banyak hal, masih berusaha tetap sadar.Suara-suara keributan dari luar kamar tidak mengusik Starla sama sekali. Dia justru mengeratkan selimut untuk menutupi tubuh telan

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-21
  • Di Bawah Kendali sang CEO   Aku Tidak Akan Pernah Memaafkanmu!

    Waktu berjalan cepat hari itu. Starla telah selesai meratapi nasip.Di batas kehancurannya, Starla mengingat jika dia tidak boleh menyerah. Darma akan sangat kecewa jika tau putri semata wayangnya mudah menyerah pada keadaan.Mengingat nama sang ayah, hati Starla menjerit keras. Mungkin karena dia menentang keputusan Darma, maka dari itu sekarang dia terkena karma.Starla ingat jika Darma pernah mengatakan Bima bukan pria baik. Saat itu Starla memang sangatlah naif dan egois. Dengan pikiran pendek, dia menentang Darma dan pergi dari rumah karena lebih memilih Bima.Sekarang, jika dia pulang ke rumah, apakah Darma akan menerimanya? Akankah ayah yang tegas itu memberikan dukungan yang dia butuhkan saat dirinya tengah mengalami hal gila ini? Dirinya merasa kotor dan tidak pantas untuk pulang. Tapi dia harus ke mana lagi jika tidak kembali ke rumah?Starla menghela napas. Pipinya masih lembab karena bekas air mata. Hidung dan matanya bahkan masih sedikit merah."Aku harus pergi," putusnya

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-22
  • Di Bawah Kendali sang CEO   Kamu Adalah Pelacurku

    NOTE :Part ini mengandung adegan kekerasan dan kata-kata kasar. Sekali lagi, author ingatkan. JIKA anda berusia kurang dari 21 tahun, jangan membaca cerita ini dulu ya.Selamat membaca!***Semua terlambat, saat Starla menyadari bahwa itu bukanlah mobil abang grab yang dia pesan. Gadis itu otomatis melepaskan pegangannya pada koper dan berbalik untuk berlari. Perasaan takut muncul begitu saja kala melihat pria tua itu.Namun, tepat saat itu juga tangannya sudah dicekal dengan cepat. "Kamu pikir kamu mau lari ke mana jalang* kecil?"Starla memberontak, berusaha melepas tangannya. Dia mulai berteriak tapi Lion dengan cepat menamparnya keras sampai pandangan Starla terasa berkunang-kunang. Ia bahkan bisa merasakan asin darah yang keluar dari sudut bibirnya."Apa yang kamu lakukan?! Lepasin dia!" teriak Bima murka, dia tidak terima pada perlakuan kasar Lion pada Starla."Aku? Aku hanya akan membawa wanita ini bersamaku," jawab Lion santai. Dia tersenyum miring menatap Bima yang berusaha

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-23
  • Di Bawah Kendali sang CEO   Aku Xander

    "Kau yakin kau tak ingin mengobati lukamu?"Pertanyaan itu membuat Starla melirik sekilas pada sosok pria yang baru saja masuk ke dalam kamarnya.Cahaya temaram yang berasal dari lampu kuning 5 watt membuat gadis itu sempat menerka-nerka, kali ini pria seperti apa yang mengantarkan makanannya ke ruangan ini.Karena tidak ada jawaban yang keluar dari bibir gadis yang tengah duduk di ranjang kecil sudut ruangan, pria itu tersenyum tipis. Dia meletakkan makan malam Starla di atas meja kecil yang ada di sana.Sekilas, pria berbadan tegap dan memakai jas hitam itu mengamati ruangan berukuran 3x3 meter tersebut. Tampak sangat menyedihkan dan suram. Bahkan dia pikir, akan lebih baik tidur di kamar para preman lantai satu. Setidaknya, kamar mereka lebih terang dan lebih lebar dari tempat ini.Tidak ada apapun di kamar Starla melainkan hanya sebuah ranjang lengkap dengan sebuah bantal dan selimut, dan meja kecil yang menempel di tembok. Tidak ada jendela dan sirkulasi udara yang cukup, melaink

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-24
  • Di Bawah Kendali sang CEO   Kita Harus Pergi Dari Sini

    Starla tidak tau sudah berapa lama dia berada di tempat ini, yang jelas cukup lama Lion tidak datang berkunjung untuk menyentuhnya dan itu membuat dia lega.Luka-luka lebam yang dia derita pun sudah berangsur membaik dan hampir hilang sama sekali. Salep yang selalu diberikan Xander ternyata sangat manjur untuk menyembuhkan dan menghilangkan bekas lebam di kulit putihnya.Terdiam dalam sunyi lampu temaram, rasanya sungguh membosankan. Starla rindu sinar terik matahari, rindu melihat bulan dan kemerlap bintang, suara klakson mobil dan bau asap motor, bahkan Starla rindu pada hembusan angin di bawah pohon.Menarik selimut karena tidak ingin membiarkan harapannya membumbung tinggi, Starla memejamkan mata. Bersamaan dengan itu, pintu kamarnya didobrak dengan keras dari luar, membuat Starla otomatis langsung duduk tegak."Starla!"Itu Xander. Dia berjalan cepat menghampirinya dan menarik tangan Starla hingga berdiri."Kita harus pergi dari sini segera," ucapnya.Sebelum Starla memberi respo

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-25
  • Di Bawah Kendali sang CEO   Netherland

    Setelah menjalani perjalanan laut selama beberapa belas jam lamanya, kapal berhenti di negeri jiran.Xander mengajak Starla turun dari kapal untuk menaiki sebuah taksi. Tanpa beristirahat sedikit pun, pria itu sudah mengajaknya ke bandara. Entah dengan cara apa pria itu bisa membawanya masuk ke dalam pesawat sebab Starla sama sekali tidak punya identitas maupun pasport."Ke mana kau akan membawaku pergi?" gumam Starla saat pesawat sudah terbang landas.Ini adalah kali pertama Starla naik pesawat dan rasanya benar-benar membuat tubuh Starla tak henti menegang. Terlebih saat pesawat menukik terbang pertama kali, dia sampai memejamkan mata karena gugup.Xander yang melihatnya menggelengkan kepala geli kemudian mengambil inisiatif untuk menggenggam tangan Starla. Berharap itu cukup mampu membuat gadis di sebelahnya lebih rileks."Kau takut?" bisik Xander."Tidak," jawab Starla berbohong. Dia membuang muka ke jendela dan melihat pesawat terus menaikkan ketinggian. Jantung Starla berpacu ce

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-26

Bab terbaru

  • Di Bawah Kendali sang CEO   Extra Part - Yuda (Fin)

    Luna sudah menyeberang jalan ketika iris mata hitam Yuda menangkap sesuatu di atas tanah yang berkilauan. Ia mengernyit, lantas menunduk dan mengambil benda tersebut.Sebuah kalung emas dengan bandul huruf L yang di kedua sisinya terdapat ukiran sayap mungil, tak lain dan tak bukan adalah milik Luna. Yuda ingat pernah melihatnya di leher Luna. Berniat ingin mengembalikan, Yuda sempat berlari mengejar Luna. Akan tetapi tidak berlanjut sebab ia kehilangan jejak Luna.Yuda pun kembali ke bawah pohon, memasukkan kalung tersebut ke dalam tas. Ia pikir besok akan langsung mengembalikannya pada Luna.Yuda mengambil selimut yang dibawakan oleh Luna, berikut dengan tas ransel pink bergambar princess. Satu kotak yang berisi buah juga ditinggalkan Luna, katanya untuk makan malam Yuda.Bocah lelaki umur 7 tahun itu tersenyum tipis. Merogoh saku di mana ada uang 15 ribu dari sana. Yuda tidak mengemis, hanya saja kemarin ada kakak-kakak baik hati yang memberi uan

  • Di Bawah Kendali sang CEO   Extra Part - Promise

    Luna bersiap pergi ke taman kota sekitar pukul 9 pagi seperti biasa. Dengan rambut dikuncir dua, Luna pamit pada Starla.“Mom sudah menyiapkan banyak bekal makanan untukmu. Semuanya sudah Mom masukkan dalam tas,” ucap Starla, mengelus rambut hitam Luna. “Masih tidak mau menceritakan pada Mom siapa temanmu itu?”Luna menggeleng polos. Sebenarnya dia ingin, namun Yuda melarangnya entah karena alasan apa.Starla menghela napas, mengecup kedua pipi Luna. “Baiklah jika kau masih menyimpan rahasia tentang temanmu itu. Tapi ingat pesan Mom, tetap hati-hati. Kau tidak tau dia punya niat jahat atau tidak.”“Dia baik, Mom,” kekeh Luna kecil.“Tetap saja kau harus berhati-hati. Ini Indonsesia, bukan Belanda di mana ayahmu mempunyai kekuasaan. Mengerti?”Lun

  • Di Bawah Kendali sang CEO   Extra Part - Luna & Yuda

    Seperti bocah 5 tahun pada umumnya, Luna masih suka sekali bermain di luar rumah. Seperti siang hari ini, ia meminta ijin pada Starla untuk mengelilingi komplek perumahan, dan mampir ke taman bermain jika ia pulang agak lama.“Hati-hati, okay? Jangan menyeberang sembarangan. Jika ada orang asing yang memberimu makanan apapun, kau tidak boleh menerima. Masih ingat bukan, apa yang kau pelajari dari Mom dan Dad dulu tentang bagaimana menghadapi orang asing yang tidak kau kenal?” tanya Sivia sambil memasangkan sebuah tas ransel di punggung Luna.“Yes, Mommy. Aku tidak boleh mempercayai siapa pun,” jawab Luna sambil mengangguk-anggukkan kepala.“Good! Kau juga ingat bukan, jika beberapa hari yang lalu ada yang mencuri tasmu?”Luna meringis hingga barisan gigi putihnya terlihat s

  • Di Bawah Kendali sang CEO   Extra Part - Yuda

    Tidak pernah sekalipun dalam bayangan Yuda bahwa ia akan mengalami nasib seperti ini. Dulu, ibu yang selalu ada untuknya telah tiada, karena penyakit yang dokter sebut sebagai kangker perut. Saat itu usia Yuda tepat 5 tahun.Selama hidup bersama ibu, Yuda tidak pernah mengenal ayah. Ibu tidak pernah bercerita apapun tentang pria itu. Pun Yuda tidak pernah bertanya. Entah kenapa ia merasa Ibu akan merasa sedih jika ia membahas tentang ayah.Namun, tepat 7 hari setelah ibu meninggal dan membuat Yuda hidup sebatang kara, datang seorang pria yang mengaku sebagai ayahnya. Namanya Heru.Heru memiliki penampilan bak preman, sesuai dengan siapa dirinya. Ia sering mabuk dan bermain judi. Tak jarang, ia juga membawa perempuan-perempuan asing ke rumah, menidurinya di setiap sudut rumah dan sama sekali tidak masalah jika Yuda melihat.Tak

  • Di Bawah Kendali sang CEO   Extra Part - Pencuri Cilik

    “Luna! Ayo!” Darma berseru pada cucu perempuannya sambil menggandeng tangan kecil Ken.Kemarin, ia telah berjanji pada dua cucunya untuk mengajak mereka jalan-jalan. Dan sejak pagi tadi, Luna sudah merengek pada Darma, menuntut janji tersebut.Namun sekarang lihatlah siapa yang malah terlambat keluar dari kamar dan membuat Darma menunggu?“Iya, Kakek! Tunggu sebentar!” sahut Luna.Benar saja, tak lama kemudian gadis cilik itu keluar dari kamar. Dengan rambut hitam dikuncir dua, Luna juga membawa sebuah tas ransel.“Wah, cantik sekali cucuku!” puji Darma. Ia mengambil sepatu Luna dari rak kemudian menyuruh Luna untuk memakainya sendiri.“Ayo!” seru Luna setelah selesai memakai sepatu. Ia menggandeng tangan kiri Darma, sementara Ken menggandeng tangan kanan.

  • Di Bawah Kendali sang CEO   Extra Part - Isaac & Samantha (Fin)

    Pesisir putih di sebuah pantai Malaysia tengah didekorasi sedemikian rupa dengan nuansa warna putih. Terdapat altar kecil dengan hiasan bunga-bunga, beberapa kursi yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari, juga sebuah meja panjang berisi beberapa makanan sederhana.Matahari baru saja muncul sekitar satu jam yang lalu, namun karena termasuk salah satu negara tropis, hawa dingin yang terasa bukan menjadi masalah bagi Isaac. Seorang pria yang sudah rapi dengan balutan jas berwarna hitam. Rambutnya disisir rapi ke belakang, hal yang sangat jarang ia lakukan bahkan ke undangan-undangan pesta sekalipun.Tapi hari ini hari spesial untuk Isaac. Dengan hati berdegup kencang, matanya terus mengawasi dengan cemas ke arah karpet merah terbentang.“Ehem! Jadi, di mana mempelai wanitanya?” seorang kepala pastur bertanya dengan tidak sabar.

  • Di Bawah Kendali sang CEO   Extra Part - War (2)

    5 Pria bawahan Abdul maju, menarik dan menyeret tubuh Isaac paksa keluar dari kamar. Pun dengan Rueben yang kakinya sudah terluka karena tertembak.Abdul mendengus, merapikan kemejanya yang sedikit lecek akibat perkelahian tadi. Ia menatap Samantha sambil tersenyum miring.“Sorry, Sweetheat. Ternyata kita kedatangan tamu tidak diundang. Sepertinya aku terlalu remeh dalam hal persembunyian.” Abdul menarik tubuh Samantha, memaksanya berdiri. Ia mencekal lengan kurus Sam keluar dari kamar, bergabung dengan para bawahannya.“Aku berjanji setelah ini aku akan memberikanmu malam indah tak terlupakan,” lanjut Abdul. Mengeluarkan pistol sembari menodongkannya di kepala Sam.“Jika kalian melawan, aku akan menembak gadis ini!” ancam Abdul pada Isaac dan Rueben yang masih mencoba memberontak.

  • Di Bawah Kendali sang CEO   Extra Part - War

    Samantha selalu bertanya-tanya akan seperti apa akhir hidupnya dan di mana ia akan menghembuskan napas terakhir. Apakah ia akan meninggal di tanah kelahiran sang ibu, Belanda, Malaysia atau negara lain yang belum pernah ia kunjungi. Apakah ketika saat terakhirnya nanti akan ada seseorang di sampingnya atau dia akan sendirian. Dan yang lebih penting lagi kapan? Berapa tahun, bulan, hari atau jam lagi?Sekarang itu semua sudah terjawab. Bahwa ia akan meninggal di Malaysia, di sebuah apartemen karena ditembak oleh seorang pria bernama Abdul Razak, adik dari istri sah ayahnya. Dan itu akan terjadi beberapa jam lagi.Takut? Tentu. Panik? Jelas. Gemetaran? Tidak juga.Abdul Razak tengah mengiris steiknya dengan lihai, kemudian memakannya dengan penuh tata krama pria bangsawan. Sementara Samantha yang duduk di seberang meja menatap steiknya den

  • Di Bawah Kendali sang CEO   Extra Part - Misi

    DOR!Suara tembakan itu membuat kedua mata Samantha terpejam erat. Jantungnya berdentum teramat kencang sehingga tubuhnya menegang. Jika sejak awal ia lemah, sudah pasti sekarang ia sudah pingsan.Terjadi keheningan beberapa saat sampai akhirnya Samantha berani membuka mata, menatap sosok pria dengan pistol yang ia arahkan pada atap. Dia menyeringai kejam melihat Samantha.“Itu sebagai peringatan saja,” ucap si pria. Kemudian ia mengarahkan pistolnya pada Samantha lagi, menyusuri wajah tersebut dengan ujungnya, membuat Sam mendongak. “Tapi next time, aku akan benar-benar melubangi kepalamu jika kau menolak.”Tersenyum, pria itu menyimpan kembali senjatanya ke dalam jas. Ia melirik arloji di tangan kemudian menatap Samantha lagi.“Sekarang aku harus pergi. Ada pekerjaan lain yan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status