N O T E :
Wahai pembaca yang budiman, part ini mengandung adegan kekerasan dan adegan dewasa. Bagi kalian yang benar-benar masih di bawah umur dan tidak menyukai segala bentuk jenis kekerasan apapun, jangan dibaca!
Happy Reading!
* * *
"Tch," dengus Lion. Tangannya menyentuh dagu Starla, membuat gadis itu mendongak paksa. Lion pun mendekatkan wajah hingga Starla mampu mencium bau asap rokok dari napas yang keluar dari hidung Lion.
"Kau pikir aku tertarik dengan uangmu?" bisik Lion. Sementara satu tangan yang lain bergerak, menelusuri kancing dress piyama berbahan satin yang Starla pakai.
Lion menyeringai. "... Aku hanya mau tubuhmu."
Refleks, Starla mendorong tubuh Lion hingga pria itu jatuh terduduk tepat di atas meja. Gadis itu berdiri dan segera berlari menuju pintu terdekat.
Pintu keluar. Starla harus segera minta tolong.
Namun, baru saja ia membuka pintu keluar, ada dua orang pria menghadang di sana. Starla tersentak dan mundur ketakutan. Dua pria yang tadi menyeret Bima itu menyeringai, menatap Starla penuh nafsu.
"Bagus. Kalian berdua tutup pintunya dan bawa gadis itu kemari!" Lion memberikan perintah yang langsung dituruti oleh dua anak buah preman yang ia bawa.
Starla memberontak sekuat tenaga kala pria-pria itu menyeretnya dengan paksa kembali ke tengah ruangan. Lalu sama-sama mendorong tubuh Starla hingga terjatuh di lantai tepat di bawah kaki Lion.
Mata Starla mulai berkaca-kaca. Ia takut, sangat.
“Kenapa, babygirl? Kau pikir kau bisa kabur dengan mudah dariku?” suara Lion mengintimidasi.
"Bangun!" ucap Lion kemudian.
Starla bangkit namun bukan untuk memenuhi perintah pria itu. Gadis berwajah bulat oval tersebut memberanikan diri mendorong Lion sekali lagi sebagai bentuk perlawanan. Kali ini Lion tampak lebih siap. Bukannya terdorong ke belakang, pria itu dengan cepat mencekal tangan Starla lalu memutar tubuhnya hingga tangan Starla terasa seperti sedang dipiting dan siap untuk dipatahkan.
Starla meringis sakit.
"Dengar, gadis sialan! Aku tidak ingin kamu melawanku dengan sia-sia! Aku tidak menyukai gadis pembangkang seperti kamu!" Lion mendorong tubuh Starla ke depan dengan keras, hingga menabrak tubuh salah satu preman yang ada di sana. Preman itu tertawa meremehkan, merangkul pinggang Starla kuat-kuat. Bahkan tidak kedua tangannya tidak segan-segan meraba dada Starla.
"Bawa dia ke kamar dan ikat dia. Bungkam mulutnya karena aku benci seseorang berteriak saat aku setubuhi!" Lion lagi-lagi memberi perintah yang membuat mata Starla terbelalak lebar.
Baru saja ia akan kembali melawan dan memberontak tapi tenaganya sebagai satu orang perempuan sama sekali tidak berarti apa-apa bagi dua preman bertubuh kekar tersebut. Dengan mudah, mereka menyeret paksa Starla ke satu-satunya kamar yang ada di rumah itu.
"Tolong... jangan lakukan ini," mohon Starla. Kedua tangannya telah terikat dengan dasi milik Bima yang para preman itu dapatkan setelah mengobrak-abrik lemari.
"Ku mohon... Please, lepaskan saya." Starla mulai menangis.
Permohonan Starla tentu saja tidak didengar oleh dua laki-laki bertato itu. Mereka mengambil celana dalam di lemari Starla dan langsung membungkam mulutnya dengan tawa mesum. Tampaknya ini adalah satu dari sekian banyak kinky yang mereka suka.
“Sat, gue jadi sange* berat, nih!” ujar salah satu preman berambut gondrong. Tangannya turun ke bawah, meraba celana jeans-nya sendiri yang sudah mulai sesak.
“Sabar, cuk! Bos belum pake dia. Kalau lo make dia dulu, bisa-bisa lo mati konyol di tangan si Bos!” jawab si preman satunya lagi yang berambut cepak.
Tak lama kemudian, Lion menyusul masuk. Dua preman tersebut keluar dari kamar tanpa diperintah oleh bos mereka. Pintu kamar tertutup dan dikunci oleh Lion.
"Sekarang hanya ada kita berdua." Lion berjalan mendekat sembari melepas jas hitam yang ia pakai. Pria itu meletakkan benda tersebut di atas nakas, setelah itu mengambil duduk di kasur samping Starla, mengamati sosok gadis yang terikat tak beradaya di sana.
"Begini lebih baik." Tangan Lion bergerak menyusuri wajah Starla yang disambut gelengan kuat gadis itu. Lion menyeringai, tau jika semua ada dalam kendalinya malam ini.
"Kamu harum. Aku suka," bisik Lion. Kini bukan tangan lagi yang menyusuri pipi Starla melainkan bibir pria tua itu.
Starla berteriak untuk berhenti, namun hanya gumaman tanpa arti yang keluar. Sumpalan di mulutnya benar-benar kuat.
Karena tau semua usaha sia-sia, gadis itu hanya menangis dengan tubuh gemetar. Dia tidak menyangka jika kehidupannya akan menjadi seperti ini.
Lion mulai naik ke atas kasur. Entah sejak kapan pria itu sudah melepas celananya, menyisakan sebuah bokser pendek selutut dan kemeja polos. Dia mengambil posisi tepat di antara kedua lutut Starla.
Saat tangan Lion mulai menyentuh paha, Starla tersentak. Dan sebab para preman tadi hanya mengikat kedua tangannya, Starla jadi punya kesempatan untuk melawan. Dengan sekuat tenaga, gadis itu menendang tubuh Lion dengan brutal. Jeritan yang tertelan kain dalam mulutnya juga terdengar, tanda bahwa ia benar-benar tidak ingin ini terjadi.
"Brengsek*!" maki Lion setelah terkena tendangan brutal Starla. Bahkan ia sedikit kesulitan menahan dua kaki jenjang Starla yang masih mencoba menendangnya.
Dengan cepat, Lion berpindah tempat, pria yang memiliki perut sedikit buncit karena usia yang tak muda lagi itu duduk di atas perut Starla dan mencekik leher Starla.
"Kamu mau mati, hah?!" geramnya. Lalu dengan sekali gerakan, tangan kasarnya menampar pipi Starla.
Starla mengerang, pipinya terasa panas. Ia yakin sekarang kulit bekas tamparan itu sudah memerah.
Belum juga rasa sakit di pipinya hilang, Starla sudah dipaksa untuk kehilangan napas. Dengan kedua tangan besarnya, Lion mencekik leher Starla kuat.
Kepala Starla bergerak ke kanan dan ke kiri, tangannya menarik-narik ikatan, kakinya menendang-nendang, sebab paru-parunya kehilangan pasokan oksigen.
Ia tidak bisa bernapas.
Saat itu Starla yakin jika dia akan mati malam itu juga. Terlebih sekarang matanya mulai berkunang-kunang. Tubuhnya melemas.
Namun, Lion tampaknya mempunyai cukup banyak pengalaman dalam hal ini. Saat keadaan Starla setengah sadar itulah, pria itu melepaskan cekikannya, meninggalkan bekas merah di leher jenjang Starla.
Starla langsung meraup udara sebanyak mungkin meski sempat terbatuk hebat. Meski begitu, ia merasa pandangannya masih berkunang-kunang. Tubuhnya pun masih lemas dan terasa dingin.
Dalam kelemahan Starla, diam-diam Lion menyeringai. Pria itu mulai merobek piyama Starla dengan kasar. Dia meneguk saliva saat melihat tubuh mulus gadis tersebut.
"Bocah itu memang tidak salah. Tubuh kamu lebih bagus dari pada jalang tadi." Lion mulai menggerayangi tubuh telanjang Starla. Terasa halus, lembut, padat dan berisi. Terlebih di bagian dada*. Meski dada* Starla tidak besar, tetapi kekencangannya mampu membuat air liur Lion menetes.
"Oh, fuck*!" umpatnya.
Ia turun dari perut Starla dan kembali di posisi antara dua lutut gadis itu. Dengan sekali sentakan, ia pun merobek celana dalam Starla.
Matanya tertegun melihat area kewanitaan Starla. Tidak ada satupun bulu tumbuh di sana. Sepertinya gadis ini selalu merawat diri. Dan Lion diam-diam memujinya.
Sudah berapa banyak wanita yang dia tiduri namun tubuh mereka tidak pernah seindah dan semenggairahkan ini?
Lion tersenyum.
Malam ini dia mendapatkan barang bagus. Bahkan tanpa foreplay pun Lion merasa kejantanannya sudah mengeras dengan sendirinya.
Tak membuang-buang waktu, Lion membungkukkan badan. Daerah pertama yang ia tuju, tentu saja, ujung payudara Starla. Lidahnya membelit dan mulai menghisapnya dengan rakus, sementara tangannya mulai melucuti kemejanya sendiri.
Tubuh Starla tersentak, kembali dia mencoba menggerakkan tubuh untuk menghindar, namun apa daya, Lion sudah benar-benar mengunci tubuhnya untuk tidak bisa bergerak.
"Nikmati saja jalang kecil. Karena malam ini kamu akan menjadi milikku. Kamu akan melayaniku sampai aku puas," gumam Lion menyeringai setelah membuang jauh kemeja beserta boksernya. Kedua tangannya meremas dada* Starla dengan kuat.
Starla menggeleng tanda jika dia tidak mau disentuh oleh bajingan* itu. Bahkan dia memejamkan mata kuat, menolak untuk memikirkan dan merasakan pelecehan* yang kini sedang dia alami.
"Oh, yes babygirl... Kamu nggak bisa menolak. Setelah aku, akan ada dua pria yang harus kamu puaskan," tambah Lion, merujuk pada dua preman yang tadi dia bawa.
Ini memang sudah menjadi peraturan tidak tertulis. Setiap Lion mendapatkan wanita baru, dia akan mempersilakan anak buah yang dia bawa untuk melakukan apapun kemauan mereka.
Lagi, Starla hanya mampu menggeleng. Ia pun sudah tidak bisa menahan air matanya yang ingin keluar lagi. Sebenarnya kenapa ini bisa terjadi padanya? Apa salahnya?
Seolah mampu membaca pikiran Starla, Lion pun memberikan sebuah alasan yang jujur. Kenapa gadis itu bisa terjebak bersamanya dan harus menanggung semua ini.
" ... karena pacar brengsek kamu sudah menjualmu padaku untuk ditukar dengan jalang berpenyakitan itu."
Dan Starla ingin sekali mati saat itu juga.
Bersambung ...
Episode paling drama dan fenomenal di layar kaca Indosi*ar :"Pergi dari sini! Aku jijik sama kamu, Mas! Aku jijik! Jangan sentuh aku! Pergi, pergiiiI!!"Wkwkwkwk :PSelamat membaca!***Pagi ini menjadi sangat berbeda bagi Starla. Dalam semalam saja kehidupannya sudah berubah 180 derajat. Jika biasanya di jam ini Starla sudah selesai mandi dan sedang bersiap-siap berangkat, kali ini gadis tersebut sedang meringkuk lemah dibalik selimut tebal yang dia tarik dengan sisa tenaganya.Pandangan Starla kosong, menatap jendela yang masih tertutup tirai berwarna putih. Matanya terasa panas dan bengkak karena semalaman menangis. Mungkin baru beberapa jam yang lalu air mata itu berhenti dan berubah menjadi sebuah tatapan tak berarti.Starla, meskipun dia merasa kepalanya mulai berdenyut karena tidak bisa tidur dan memikirkan banyak hal, masih berusaha tetap sadar.Suara-suara keributan dari luar kamar tidak mengusik Starla sama sekali. Dia justru mengeratkan selimut untuk menutupi tubuh telan
Waktu berjalan cepat hari itu. Starla telah selesai meratapi nasip.Di batas kehancurannya, Starla mengingat jika dia tidak boleh menyerah. Darma akan sangat kecewa jika tau putri semata wayangnya mudah menyerah pada keadaan.Mengingat nama sang ayah, hati Starla menjerit keras. Mungkin karena dia menentang keputusan Darma, maka dari itu sekarang dia terkena karma.Starla ingat jika Darma pernah mengatakan Bima bukan pria baik. Saat itu Starla memang sangatlah naif dan egois. Dengan pikiran pendek, dia menentang Darma dan pergi dari rumah karena lebih memilih Bima.Sekarang, jika dia pulang ke rumah, apakah Darma akan menerimanya? Akankah ayah yang tegas itu memberikan dukungan yang dia butuhkan saat dirinya tengah mengalami hal gila ini? Dirinya merasa kotor dan tidak pantas untuk pulang. Tapi dia harus ke mana lagi jika tidak kembali ke rumah?Starla menghela napas. Pipinya masih lembab karena bekas air mata. Hidung dan matanya bahkan masih sedikit merah."Aku harus pergi," putusnya
NOTE :Part ini mengandung adegan kekerasan dan kata-kata kasar. Sekali lagi, author ingatkan. JIKA anda berusia kurang dari 21 tahun, jangan membaca cerita ini dulu ya.Selamat membaca!***Semua terlambat, saat Starla menyadari bahwa itu bukanlah mobil abang grab yang dia pesan. Gadis itu otomatis melepaskan pegangannya pada koper dan berbalik untuk berlari. Perasaan takut muncul begitu saja kala melihat pria tua itu.Namun, tepat saat itu juga tangannya sudah dicekal dengan cepat. "Kamu pikir kamu mau lari ke mana jalang* kecil?"Starla memberontak, berusaha melepas tangannya. Dia mulai berteriak tapi Lion dengan cepat menamparnya keras sampai pandangan Starla terasa berkunang-kunang. Ia bahkan bisa merasakan asin darah yang keluar dari sudut bibirnya."Apa yang kamu lakukan?! Lepasin dia!" teriak Bima murka, dia tidak terima pada perlakuan kasar Lion pada Starla."Aku? Aku hanya akan membawa wanita ini bersamaku," jawab Lion santai. Dia tersenyum miring menatap Bima yang berusaha
"Kau yakin kau tak ingin mengobati lukamu?"Pertanyaan itu membuat Starla melirik sekilas pada sosok pria yang baru saja masuk ke dalam kamarnya.Cahaya temaram yang berasal dari lampu kuning 5 watt membuat gadis itu sempat menerka-nerka, kali ini pria seperti apa yang mengantarkan makanannya ke ruangan ini.Karena tidak ada jawaban yang keluar dari bibir gadis yang tengah duduk di ranjang kecil sudut ruangan, pria itu tersenyum tipis. Dia meletakkan makan malam Starla di atas meja kecil yang ada di sana.Sekilas, pria berbadan tegap dan memakai jas hitam itu mengamati ruangan berukuran 3x3 meter tersebut. Tampak sangat menyedihkan dan suram. Bahkan dia pikir, akan lebih baik tidur di kamar para preman lantai satu. Setidaknya, kamar mereka lebih terang dan lebih lebar dari tempat ini.Tidak ada apapun di kamar Starla melainkan hanya sebuah ranjang lengkap dengan sebuah bantal dan selimut, dan meja kecil yang menempel di tembok. Tidak ada jendela dan sirkulasi udara yang cukup, melaink
Starla tidak tau sudah berapa lama dia berada di tempat ini, yang jelas cukup lama Lion tidak datang berkunjung untuk menyentuhnya dan itu membuat dia lega.Luka-luka lebam yang dia derita pun sudah berangsur membaik dan hampir hilang sama sekali. Salep yang selalu diberikan Xander ternyata sangat manjur untuk menyembuhkan dan menghilangkan bekas lebam di kulit putihnya.Terdiam dalam sunyi lampu temaram, rasanya sungguh membosankan. Starla rindu sinar terik matahari, rindu melihat bulan dan kemerlap bintang, suara klakson mobil dan bau asap motor, bahkan Starla rindu pada hembusan angin di bawah pohon.Menarik selimut karena tidak ingin membiarkan harapannya membumbung tinggi, Starla memejamkan mata. Bersamaan dengan itu, pintu kamarnya didobrak dengan keras dari luar, membuat Starla otomatis langsung duduk tegak."Starla!"Itu Xander. Dia berjalan cepat menghampirinya dan menarik tangan Starla hingga berdiri."Kita harus pergi dari sini segera," ucapnya.Sebelum Starla memberi respo
Setelah menjalani perjalanan laut selama beberapa belas jam lamanya, kapal berhenti di negeri jiran.Xander mengajak Starla turun dari kapal untuk menaiki sebuah taksi. Tanpa beristirahat sedikit pun, pria itu sudah mengajaknya ke bandara. Entah dengan cara apa pria itu bisa membawanya masuk ke dalam pesawat sebab Starla sama sekali tidak punya identitas maupun pasport."Ke mana kau akan membawaku pergi?" gumam Starla saat pesawat sudah terbang landas.Ini adalah kali pertama Starla naik pesawat dan rasanya benar-benar membuat tubuh Starla tak henti menegang. Terlebih saat pesawat menukik terbang pertama kali, dia sampai memejamkan mata karena gugup.Xander yang melihatnya menggelengkan kepala geli kemudian mengambil inisiatif untuk menggenggam tangan Starla. Berharap itu cukup mampu membuat gadis di sebelahnya lebih rileks."Kau takut?" bisik Xander."Tidak," jawab Starla berbohong. Dia membuang muka ke jendela dan melihat pesawat terus menaikkan ketinggian. Jantung Starla berpacu ce
"Bangun, bitch! Pakai pakaian ini dan segera keluar dari kamarmu!"Starla tersentak saat seorang wanita dengan pakaian yang hampir tidak bisa menutupi separuh paha masuk ke dalam kamarnya dan melemparkan sebuah pakaian hingga tepat mengenai wajah. Beringsut bangun, Starla meneliti jenis pakaian yang baru saja wanita itu berikan lalu mengernyit tidak suka.Jelas saja, itu adalah pakaian mini seperti yang dipakai wanita tersebut, hanya saja memiliki warna dan bentuk yang berbeda."Aku tidak mau memakai ini," tolak Starla tanpa basa-basi, membuang pakaian itu begitu saja ke lantai.Wanita dengan lipstik berwarna coklat gelap tersebut mendengus kasar. Tampak kentara dari raut wajah jika dia tidak menyukai keberadaan Starla."Kau harus memakainya. Semua wanita di sini harus memakai pakaian seperti itu. Kau pikir ini panti asuhan?" sindirnya ketus."Keluar dari kamarku!" usir Starla sama sekali tidak mencoba untuk beramah tamah. Dia be
"Kau! Kau tidak mendengarkan apa kataku?!"Starla terkejut saat Karel tiba-tiba membuka pintunya keras dan menariknya berdiri dengan kasar. Tatapannya tajam menusuk seolah siap ingin membunuh Starla saat itu juga.Benar saja, karena pria berkuncir dan berbau alkohol tersebut langsung mendorong Starla ke dinding dan mencekik lehernya. Membuat Starla kesulitan bernapas.Starla berusaha melepasnya dengan kedua tangan namun tenaga Karel sungguh luar biasa. Otot-otot tangan yang penuh tatoo tersebut menonjol akibat kerasnya dia menekan leher Starla. Seolah ingin meremukkannya saat itu juga.Seperti orang-orang yang dicekik pada umumnya, hal yang Starla lakukan adalah membuka mulut, mencoba berteriak ataupun mengambil napas jika mampu. Tangannya mencoba memukul lemah lengan Karel. Wajah Starla memerah karena kehabisan pasokan oksigen.Tepat saat itu juga, Karel menarik tubuhnya lagi dan melemparkan Starla tepat di atas ranjang kecilnya. Belum selesai Starla terbatuk-batuk, Karel sudah mence
Luna sudah menyeberang jalan ketika iris mata hitam Yuda menangkap sesuatu di atas tanah yang berkilauan. Ia mengernyit, lantas menunduk dan mengambil benda tersebut.Sebuah kalung emas dengan bandul huruf L yang di kedua sisinya terdapat ukiran sayap mungil, tak lain dan tak bukan adalah milik Luna. Yuda ingat pernah melihatnya di leher Luna. Berniat ingin mengembalikan, Yuda sempat berlari mengejar Luna. Akan tetapi tidak berlanjut sebab ia kehilangan jejak Luna.Yuda pun kembali ke bawah pohon, memasukkan kalung tersebut ke dalam tas. Ia pikir besok akan langsung mengembalikannya pada Luna.Yuda mengambil selimut yang dibawakan oleh Luna, berikut dengan tas ransel pink bergambar princess. Satu kotak yang berisi buah juga ditinggalkan Luna, katanya untuk makan malam Yuda.Bocah lelaki umur 7 tahun itu tersenyum tipis. Merogoh saku di mana ada uang 15 ribu dari sana. Yuda tidak mengemis, hanya saja kemarin ada kakak-kakak baik hati yang memberi uan
Luna bersiap pergi ke taman kota sekitar pukul 9 pagi seperti biasa. Dengan rambut dikuncir dua, Luna pamit pada Starla.“Mom sudah menyiapkan banyak bekal makanan untukmu. Semuanya sudah Mom masukkan dalam tas,” ucap Starla, mengelus rambut hitam Luna. “Masih tidak mau menceritakan pada Mom siapa temanmu itu?”Luna menggeleng polos. Sebenarnya dia ingin, namun Yuda melarangnya entah karena alasan apa.Starla menghela napas, mengecup kedua pipi Luna. “Baiklah jika kau masih menyimpan rahasia tentang temanmu itu. Tapi ingat pesan Mom, tetap hati-hati. Kau tidak tau dia punya niat jahat atau tidak.”“Dia baik, Mom,” kekeh Luna kecil.“Tetap saja kau harus berhati-hati. Ini Indonsesia, bukan Belanda di mana ayahmu mempunyai kekuasaan. Mengerti?”Lun
Seperti bocah 5 tahun pada umumnya, Luna masih suka sekali bermain di luar rumah. Seperti siang hari ini, ia meminta ijin pada Starla untuk mengelilingi komplek perumahan, dan mampir ke taman bermain jika ia pulang agak lama.“Hati-hati, okay? Jangan menyeberang sembarangan. Jika ada orang asing yang memberimu makanan apapun, kau tidak boleh menerima. Masih ingat bukan, apa yang kau pelajari dari Mom dan Dad dulu tentang bagaimana menghadapi orang asing yang tidak kau kenal?” tanya Sivia sambil memasangkan sebuah tas ransel di punggung Luna.“Yes, Mommy. Aku tidak boleh mempercayai siapa pun,” jawab Luna sambil mengangguk-anggukkan kepala.“Good! Kau juga ingat bukan, jika beberapa hari yang lalu ada yang mencuri tasmu?”Luna meringis hingga barisan gigi putihnya terlihat s
Tidak pernah sekalipun dalam bayangan Yuda bahwa ia akan mengalami nasib seperti ini. Dulu, ibu yang selalu ada untuknya telah tiada, karena penyakit yang dokter sebut sebagai kangker perut. Saat itu usia Yuda tepat 5 tahun.Selama hidup bersama ibu, Yuda tidak pernah mengenal ayah. Ibu tidak pernah bercerita apapun tentang pria itu. Pun Yuda tidak pernah bertanya. Entah kenapa ia merasa Ibu akan merasa sedih jika ia membahas tentang ayah.Namun, tepat 7 hari setelah ibu meninggal dan membuat Yuda hidup sebatang kara, datang seorang pria yang mengaku sebagai ayahnya. Namanya Heru.Heru memiliki penampilan bak preman, sesuai dengan siapa dirinya. Ia sering mabuk dan bermain judi. Tak jarang, ia juga membawa perempuan-perempuan asing ke rumah, menidurinya di setiap sudut rumah dan sama sekali tidak masalah jika Yuda melihat.Tak
“Luna! Ayo!” Darma berseru pada cucu perempuannya sambil menggandeng tangan kecil Ken.Kemarin, ia telah berjanji pada dua cucunya untuk mengajak mereka jalan-jalan. Dan sejak pagi tadi, Luna sudah merengek pada Darma, menuntut janji tersebut.Namun sekarang lihatlah siapa yang malah terlambat keluar dari kamar dan membuat Darma menunggu?“Iya, Kakek! Tunggu sebentar!” sahut Luna.Benar saja, tak lama kemudian gadis cilik itu keluar dari kamar. Dengan rambut hitam dikuncir dua, Luna juga membawa sebuah tas ransel.“Wah, cantik sekali cucuku!” puji Darma. Ia mengambil sepatu Luna dari rak kemudian menyuruh Luna untuk memakainya sendiri.“Ayo!” seru Luna setelah selesai memakai sepatu. Ia menggandeng tangan kiri Darma, sementara Ken menggandeng tangan kanan.
Pesisir putih di sebuah pantai Malaysia tengah didekorasi sedemikian rupa dengan nuansa warna putih. Terdapat altar kecil dengan hiasan bunga-bunga, beberapa kursi yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari, juga sebuah meja panjang berisi beberapa makanan sederhana.Matahari baru saja muncul sekitar satu jam yang lalu, namun karena termasuk salah satu negara tropis, hawa dingin yang terasa bukan menjadi masalah bagi Isaac. Seorang pria yang sudah rapi dengan balutan jas berwarna hitam. Rambutnya disisir rapi ke belakang, hal yang sangat jarang ia lakukan bahkan ke undangan-undangan pesta sekalipun.Tapi hari ini hari spesial untuk Isaac. Dengan hati berdegup kencang, matanya terus mengawasi dengan cemas ke arah karpet merah terbentang.“Ehem! Jadi, di mana mempelai wanitanya?” seorang kepala pastur bertanya dengan tidak sabar.
5 Pria bawahan Abdul maju, menarik dan menyeret tubuh Isaac paksa keluar dari kamar. Pun dengan Rueben yang kakinya sudah terluka karena tertembak.Abdul mendengus, merapikan kemejanya yang sedikit lecek akibat perkelahian tadi. Ia menatap Samantha sambil tersenyum miring.“Sorry, Sweetheat. Ternyata kita kedatangan tamu tidak diundang. Sepertinya aku terlalu remeh dalam hal persembunyian.” Abdul menarik tubuh Samantha, memaksanya berdiri. Ia mencekal lengan kurus Sam keluar dari kamar, bergabung dengan para bawahannya.“Aku berjanji setelah ini aku akan memberikanmu malam indah tak terlupakan,” lanjut Abdul. Mengeluarkan pistol sembari menodongkannya di kepala Sam.“Jika kalian melawan, aku akan menembak gadis ini!” ancam Abdul pada Isaac dan Rueben yang masih mencoba memberontak.
Samantha selalu bertanya-tanya akan seperti apa akhir hidupnya dan di mana ia akan menghembuskan napas terakhir. Apakah ia akan meninggal di tanah kelahiran sang ibu, Belanda, Malaysia atau negara lain yang belum pernah ia kunjungi. Apakah ketika saat terakhirnya nanti akan ada seseorang di sampingnya atau dia akan sendirian. Dan yang lebih penting lagi kapan? Berapa tahun, bulan, hari atau jam lagi?Sekarang itu semua sudah terjawab. Bahwa ia akan meninggal di Malaysia, di sebuah apartemen karena ditembak oleh seorang pria bernama Abdul Razak, adik dari istri sah ayahnya. Dan itu akan terjadi beberapa jam lagi.Takut? Tentu. Panik? Jelas. Gemetaran? Tidak juga.Abdul Razak tengah mengiris steiknya dengan lihai, kemudian memakannya dengan penuh tata krama pria bangsawan. Sementara Samantha yang duduk di seberang meja menatap steiknya den
DOR!Suara tembakan itu membuat kedua mata Samantha terpejam erat. Jantungnya berdentum teramat kencang sehingga tubuhnya menegang. Jika sejak awal ia lemah, sudah pasti sekarang ia sudah pingsan.Terjadi keheningan beberapa saat sampai akhirnya Samantha berani membuka mata, menatap sosok pria dengan pistol yang ia arahkan pada atap. Dia menyeringai kejam melihat Samantha.“Itu sebagai peringatan saja,” ucap si pria. Kemudian ia mengarahkan pistolnya pada Samantha lagi, menyusuri wajah tersebut dengan ujungnya, membuat Sam mendongak. “Tapi next time, aku akan benar-benar melubangi kepalamu jika kau menolak.”Tersenyum, pria itu menyimpan kembali senjatanya ke dalam jas. Ia melirik arloji di tangan kemudian menatap Samantha lagi.“Sekarang aku harus pergi. Ada pekerjaan lain yan