Episode paling drama dan fenomenal di layar kaca Indosi*ar :
"Pergi dari sini! Aku jijik sama kamu, Mas! Aku jijik! Jangan sentuh aku! Pergi, pergiiiI!!"Wkwkwkwk :PSelamat membaca!***Pagi ini menjadi sangat berbeda bagi Starla. Dalam semalam saja kehidupannya sudah berubah 180 derajat. Jika biasanya di jam ini Starla sudah selesai mandi dan sedang bersiap-siap berangkat, kali ini gadis tersebut sedang meringkuk lemah dibalik selimut tebal yang dia tarik dengan sisa tenaganya.Pandangan Starla kosong, menatap jendela yang masih tertutup tirai berwarna putih. Matanya terasa panas dan bengkak karena semalaman menangis. Mungkin baru beberapa jam yang lalu air mata itu berhenti dan berubah menjadi sebuah tatapan tak berarti.Starla, meskipun dia merasa kepalanya mulai berdenyut karena tidak bisa tidur dan memikirkan banyak hal, masih berusaha tetap sadar.Suara-suara keributan dari luar kamar tidak mengusik Starla sama sekali. Dia justru mengeratkan selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya. Starla mencoba memejamkan mata, namun baru beberapa detik, suara pintu kamar sudah terbuka.Starla sama sekali tidak peduli siapa yang sedang masuk. Apapun yang akan terjadi padanya, dia sudah tidak mau memikirkan. Karena sekarang Starla merasa telah menjadi sampah kotor menjijikkan yang pantas untuk dibuang ke tempat pembuangan sampah."Starla ...,"Tubuh Starla menegang mendengar suara berat yang familiar. Meski begitu dia memilih untuk tetap memejamkan mata, sementara tangannya semakin erat meremas selimut yang menutupi tubuhnya."Starla ...,"Suara itu terdengar parau dan terpukul. Starla dapat merasakan jika pria itu sedang duduk di atas kasur dan tengah menatapnya iba.Lalu dengan tidak malu, Bimo mendaratkan sebuah elusan ringan di puncak kepala Starla, merapikan anak rambut Starla yang berantakan.Tidak! Bukan hanya rambut! Sekarang Starla tampak mengenaskan dan luar biasa kacau. Hati Bimo terasa remuk melihatnya. Ada rasa sesal yang besar dan amarah pada dirinya sendiri yang ingin dia teriakkan. Namun nasi sudah menjadi bubur. Bagaimanapun dia tidak bisa memutar kembali waktu."Starla," bisik Bima sekali lagi. Dia tau Starla tidak sedang tidur. Karena sekarang dia melihat kelopak mata Starla sedang mengeluarkan air mata meski masih dalam keadaan terpejam. Dan sekali lagi Bima merasa sesuatu menikam jantung dan hatinya. Melihat hal ini membuat jiwa Bima terkoyak.Bima mengeratkan rahang, menahan amarah yang kian menjadi.Pada Lion, pada Intan, pada dirinya sendiri dan semua keadaan ini.Dia telah menghancurkan gadis yang dia cintai demi menyelamatkan Intan, kekasih masa lalu yang sempat menghilang tanpa jejak.Kemarin saat Intan menghubungi, Bima menjadi senang sekaligus khawatir. Dan saat Bima menemukan gadis itu, yang baru dia tau disekap oleh salah seorang mafia narkotika di Indonesia karena hutang Ayahnya yang menumpuk, dia tidak tahan untuk mengajaknya pergi.Bima hanya ingin menyelamatkan Intan.Dengan jalan mengorbankan Starla."Ayo bersihkan tubuhmu," ucap Bima sekali lagi.Karena Starla tetap tidak merespon, Bima akhirnya mengambil inisiatif sendiri. Pria itu menyibak selimut Starla dan hatinya semakin tersayat melihat tubuh putih Starla mempunyai banyak jejak kemerahan.Pada kedua pergelangan tangan dan kaki Starla, Bima melihat sebuah garis merah secara nyata hasil dari sebuah ikatan yang sangat kencang. Leher hingga pahanya penuh dengan bekas gigitan yang sengaja ditinggalkan oleh para penjahat itu. Perut, lengan, bahu, dada, bokong, semua memerah.Bima tidak dapat membayangkan betapa kasar mereka telah melecehkan Starla tadi malam.Ini semua karena kebodohannya! Bagaimana dia bisa percaya jika Lion tidak akan menyentuhnya? Mafia narkotika itu jelas tidak akan bisa dipercaya kata-kata dan janjinya.Seharusnya Bima tau hal itu dan menghindar, bukannya malah menantang dan berusaha bernegosiasi. Ini semua memang salahnya.Dengan hati setengah remuk, Bima mengangkat tubuh polos Starla menuju kamar mandi. Dia mendudukkan Starla di lantai dan mulai memandikan kekasihnya.Kekasih? Masih pantaskah dia disebut kekasih setelah membuatnya seperti ini?Dengan penuh kehati-hatian Bima membersihkan tubuh Starla. Usapannya lembut agar tidak menyakiti. Disela-sela aktifitasnya, Bima terus mengucapkan kata maaf. Bahkan ia tidak bisa menahan air matanya.Namun Starla tetap diam bagai boneka. Sama sekali tidak memberikan respon apapun.Selesai, Bima membelit tubuh Starla dengan handuk. Dia membawa gadis itu kembali ke atas kasur setelah buru-buru merapikan seadanya. Bima memilihkan sebuah baju paling nyaman dari dalam almari dan segera memakaikannya pada Starla."Lion sudah pergi." Tiba-tiba suara seorang gadis lain terdengar dari arah pintu.Bima menoleh lalu mengangguk seraya menggumamkan kata oke.Itu adalah Intan. Mata perempuan berwajah sayu itu bergerak menatap Starla lalu menggigit bibir karena rasa bersalah bercambur iba.Ia pernah ada di posisi Starla beberapa tahun silam.Ayah Intan yang seorang pejudi dan pemabuk berat itu mempunyai banyak hutang pada Lion. Karena tidak mampu membayar, jadilah Intan dijadikan tebusan.Lion memperkosa Intan, kemudian membawanya pergi dan menyekapnya selama bertahun-tahun untuk melayani nafsu bejatnya.Intan menggelengkan kepala, berusaha menepis bayangan mengerikan yang pernah ia lalui."Aku akan menyiapkan sarapan untuknya," tukas Intan segera berbalik dan berlalu menuju dapur.Selama proses itu, mereka tidak menyadari jika Starla diam-diam melirik pada Intan, gadis yang rela Bima tukar dengan menjual dirinya.Sebenarnya siapa dia? Kenapa Bima tega menjualnya untuk menebus perempuan itu? Apakah selama ini sikap baik Bima dan rasa cinta Bima padanya adalah sebuah kepalsuan? Apakah selama ini Bima mempermainkannya saja? Starla terus bertanya-tanya dalam hati.Mengambil sisir, Bima mulai menyisir rambut hitam Starla dengan lembut. Gerakannya penuh kehati-hatian seolah Starla adalah sebuah kaca tipis yang bisa pecah dengan satu gerakan keras.Apakah ini sebuah kepalsuan juga?Perhatian itu justru menyakiti hati Starla. Ke mana Bima kemarin saat tubuhnya dinodai??!Tanpa sadar, air mata Starla keluar lagi dan membasahi pipi putihnya. Rasa sakit yang dia alami mengingat kejadian menjijikkan tadi malam terngiang kembali di ingatannya. Menghancurkannya berkeping-keping hingga membuatnya ingin mati saja.Bima terkejut saat dia berjalan ke depan untuk melihat wajah Starla dan yang dia dapati adalah gadis itu sedang menangis. Cepat-cepat Bima menunduk, berlutut di antara kedua kakinya. Tangan besarnya mengusap air mata Starla."Maafkan aku," lagi-lagi Bima meminta maaf. "Maafkan aku, Starla," tukasnya lalu memeluk tubuh kecil itu.Dan ketenangan Starla pun berubah menjadi amarah. Starla menangis sejadi-jadinya, menjerit dan berusaha mendorong Bima menjauh. Entah bagaimana dia sekarang merasa jijik pada Bima.Melihat dan mendengar suaranya membuat Starla muak. Rasa cinta yang dulu dan masih ada sejak kemarin berubah menjadi sebuah kebencian luar biasa."PERGI DARI SINI!!!" teriak Starla meledak. "PERGIIIII DASAR BRENGSEK!!!"Bima tetap merengkuh tubuh Starla dan kembali memasukkannya dalam pelukan. Dia ingin menenangkan Starlanya."LEPASIN! LEPASIN AKU!! PERGIII! AKU JIJIK SAMA KAMUUU!! KAMU JAHAT!" teriak Starla sembari menendang-nendang, berusaha mendorong Bima menjauh, memukul dada Bima dengan keras dan tanpa ampun.Starla menangis keras, berteriak seperti orang gila."Kenapa kamu tega melakukan semua ini sama aku? Apa salah aku sama kamu? Kenapa kamu menjualku??" Starla terus mengeluarkan pertanyaan itu, tangannya pun tetap memukul Bima tanpa lelah.Hingga akhirnya tubuh Bima berhasil dia dorong, Starla langsung berdiri. Matanya menatap marah pada pria itu."AKU BENCI SAMA KAMU! AKU BENCI!!!" Starla kembali memukul Bima tak peduli jika tangannya yang sudah memar semakin memar kemerahan.Bima sama sekali tidak melawan. Dia merasa pantas diperlakukan seperti ini. Karena apa yang sudah terjadi pada Starla adalah karena dia.Mendengar keributan yang terjadi, Intan yang ada di dapur untuk menyiapkan sarapan bergegas menuju kamar. Dia terkejut melihat Starla sedang kesetanan memukuli Bima seakan ingin membunuhnya."Hei!" Intan maju berniat mencegah.Sayang sekali, tubuh kurusnya kalah dengan Starla. Dengan sekali sikutan, Intan terjengkang ke belakang hingga menimbulkan suara yang cukup keras.Hal itu membuat gerakan Starla terhenti. Lalu baik Bima dan Starla sama-sama menoleh. Mata Bima terbelalak."Intan!" teriaknya. Cepat-cepat dia berdiri untuk menolong perempuan bertubuh kurus itu. Mata Bima semakin terbelalak saat melihat hidung Intan berdarah."Kamu berdarah!" serunya khawatir."Aku nggak apa-apa, Bima," ucap Intan lemah. Namun dia berbohong. Karena setelah itu dia pingsan tidak sadarkan diri.Bima berseru panik dan Starla diam membeku. Dia tidak tau harus berbuat apa."Rumah sakit," gumam Bima kemudian segera menggendong Intan. Pria itu cepat-cepat keluar dari kamar dan tanpa menoleh atau mengucapkan satu patah kata apapun lagi, dia meninggalkan Starla sendirian.Itu membuat Starla seperti tertampar keras.Apa yang dia lihat dan saksikan tidak mungkin sebuah tipuan.Bahwa Bima lebih mengkhawatirkan gadis itu dari pada dirinya.Bahwa Bima lebih mengutamakan gadis itu daripada dirinya.Dan bahwa Bima lebih mencintai gadis itu dari pada dirinya.Tubuh Starla merosot ke lantai. Dia menutup wajah dengan kedua telapak tangannya lalu berteriak dan menangis lagi.Sebenarnya mulai dari mana letak kesalahannya?Waktu berjalan cepat hari itu. Starla telah selesai meratapi nasip.Di batas kehancurannya, Starla mengingat jika dia tidak boleh menyerah. Darma akan sangat kecewa jika tau putri semata wayangnya mudah menyerah pada keadaan.Mengingat nama sang ayah, hati Starla menjerit keras. Mungkin karena dia menentang keputusan Darma, maka dari itu sekarang dia terkena karma.Starla ingat jika Darma pernah mengatakan Bima bukan pria baik. Saat itu Starla memang sangatlah naif dan egois. Dengan pikiran pendek, dia menentang Darma dan pergi dari rumah karena lebih memilih Bima.Sekarang, jika dia pulang ke rumah, apakah Darma akan menerimanya? Akankah ayah yang tegas itu memberikan dukungan yang dia butuhkan saat dirinya tengah mengalami hal gila ini? Dirinya merasa kotor dan tidak pantas untuk pulang. Tapi dia harus ke mana lagi jika tidak kembali ke rumah?Starla menghela napas. Pipinya masih lembab karena bekas air mata. Hidung dan matanya bahkan masih sedikit merah."Aku harus pergi," putusnya
NOTE :Part ini mengandung adegan kekerasan dan kata-kata kasar. Sekali lagi, author ingatkan. JIKA anda berusia kurang dari 21 tahun, jangan membaca cerita ini dulu ya.Selamat membaca!***Semua terlambat, saat Starla menyadari bahwa itu bukanlah mobil abang grab yang dia pesan. Gadis itu otomatis melepaskan pegangannya pada koper dan berbalik untuk berlari. Perasaan takut muncul begitu saja kala melihat pria tua itu.Namun, tepat saat itu juga tangannya sudah dicekal dengan cepat. "Kamu pikir kamu mau lari ke mana jalang* kecil?"Starla memberontak, berusaha melepas tangannya. Dia mulai berteriak tapi Lion dengan cepat menamparnya keras sampai pandangan Starla terasa berkunang-kunang. Ia bahkan bisa merasakan asin darah yang keluar dari sudut bibirnya."Apa yang kamu lakukan?! Lepasin dia!" teriak Bima murka, dia tidak terima pada perlakuan kasar Lion pada Starla."Aku? Aku hanya akan membawa wanita ini bersamaku," jawab Lion santai. Dia tersenyum miring menatap Bima yang berusaha
"Kau yakin kau tak ingin mengobati lukamu?"Pertanyaan itu membuat Starla melirik sekilas pada sosok pria yang baru saja masuk ke dalam kamarnya.Cahaya temaram yang berasal dari lampu kuning 5 watt membuat gadis itu sempat menerka-nerka, kali ini pria seperti apa yang mengantarkan makanannya ke ruangan ini.Karena tidak ada jawaban yang keluar dari bibir gadis yang tengah duduk di ranjang kecil sudut ruangan, pria itu tersenyum tipis. Dia meletakkan makan malam Starla di atas meja kecil yang ada di sana.Sekilas, pria berbadan tegap dan memakai jas hitam itu mengamati ruangan berukuran 3x3 meter tersebut. Tampak sangat menyedihkan dan suram. Bahkan dia pikir, akan lebih baik tidur di kamar para preman lantai satu. Setidaknya, kamar mereka lebih terang dan lebih lebar dari tempat ini.Tidak ada apapun di kamar Starla melainkan hanya sebuah ranjang lengkap dengan sebuah bantal dan selimut, dan meja kecil yang menempel di tembok. Tidak ada jendela dan sirkulasi udara yang cukup, melaink
Starla tidak tau sudah berapa lama dia berada di tempat ini, yang jelas cukup lama Lion tidak datang berkunjung untuk menyentuhnya dan itu membuat dia lega.Luka-luka lebam yang dia derita pun sudah berangsur membaik dan hampir hilang sama sekali. Salep yang selalu diberikan Xander ternyata sangat manjur untuk menyembuhkan dan menghilangkan bekas lebam di kulit putihnya.Terdiam dalam sunyi lampu temaram, rasanya sungguh membosankan. Starla rindu sinar terik matahari, rindu melihat bulan dan kemerlap bintang, suara klakson mobil dan bau asap motor, bahkan Starla rindu pada hembusan angin di bawah pohon.Menarik selimut karena tidak ingin membiarkan harapannya membumbung tinggi, Starla memejamkan mata. Bersamaan dengan itu, pintu kamarnya didobrak dengan keras dari luar, membuat Starla otomatis langsung duduk tegak."Starla!"Itu Xander. Dia berjalan cepat menghampirinya dan menarik tangan Starla hingga berdiri."Kita harus pergi dari sini segera," ucapnya.Sebelum Starla memberi respo
Setelah menjalani perjalanan laut selama beberapa belas jam lamanya, kapal berhenti di negeri jiran.Xander mengajak Starla turun dari kapal untuk menaiki sebuah taksi. Tanpa beristirahat sedikit pun, pria itu sudah mengajaknya ke bandara. Entah dengan cara apa pria itu bisa membawanya masuk ke dalam pesawat sebab Starla sama sekali tidak punya identitas maupun pasport."Ke mana kau akan membawaku pergi?" gumam Starla saat pesawat sudah terbang landas.Ini adalah kali pertama Starla naik pesawat dan rasanya benar-benar membuat tubuh Starla tak henti menegang. Terlebih saat pesawat menukik terbang pertama kali, dia sampai memejamkan mata karena gugup.Xander yang melihatnya menggelengkan kepala geli kemudian mengambil inisiatif untuk menggenggam tangan Starla. Berharap itu cukup mampu membuat gadis di sebelahnya lebih rileks."Kau takut?" bisik Xander."Tidak," jawab Starla berbohong. Dia membuang muka ke jendela dan melihat pesawat terus menaikkan ketinggian. Jantung Starla berpacu ce
"Bangun, bitch! Pakai pakaian ini dan segera keluar dari kamarmu!"Starla tersentak saat seorang wanita dengan pakaian yang hampir tidak bisa menutupi separuh paha masuk ke dalam kamarnya dan melemparkan sebuah pakaian hingga tepat mengenai wajah. Beringsut bangun, Starla meneliti jenis pakaian yang baru saja wanita itu berikan lalu mengernyit tidak suka.Jelas saja, itu adalah pakaian mini seperti yang dipakai wanita tersebut, hanya saja memiliki warna dan bentuk yang berbeda."Aku tidak mau memakai ini," tolak Starla tanpa basa-basi, membuang pakaian itu begitu saja ke lantai.Wanita dengan lipstik berwarna coklat gelap tersebut mendengus kasar. Tampak kentara dari raut wajah jika dia tidak menyukai keberadaan Starla."Kau harus memakainya. Semua wanita di sini harus memakai pakaian seperti itu. Kau pikir ini panti asuhan?" sindirnya ketus."Keluar dari kamarku!" usir Starla sama sekali tidak mencoba untuk beramah tamah. Dia be
"Kau! Kau tidak mendengarkan apa kataku?!"Starla terkejut saat Karel tiba-tiba membuka pintunya keras dan menariknya berdiri dengan kasar. Tatapannya tajam menusuk seolah siap ingin membunuh Starla saat itu juga.Benar saja, karena pria berkuncir dan berbau alkohol tersebut langsung mendorong Starla ke dinding dan mencekik lehernya. Membuat Starla kesulitan bernapas.Starla berusaha melepasnya dengan kedua tangan namun tenaga Karel sungguh luar biasa. Otot-otot tangan yang penuh tatoo tersebut menonjol akibat kerasnya dia menekan leher Starla. Seolah ingin meremukkannya saat itu juga.Seperti orang-orang yang dicekik pada umumnya, hal yang Starla lakukan adalah membuka mulut, mencoba berteriak ataupun mengambil napas jika mampu. Tangannya mencoba memukul lemah lengan Karel. Wajah Starla memerah karena kehabisan pasokan oksigen.Tepat saat itu juga, Karel menarik tubuhnya lagi dan melemparkan Starla tepat di atas ranjang kecilnya. Belum selesai Starla terbatuk-batuk, Karel sudah mence
Selama tiga hari lamanya Starla cukup senang karena dirinya tidak diusik kembali oleh siapapun. Dia makan saat waktunya makan dan sekarang dia juga memakai pakaian-pakaian mini yang terus dilemparkan Bianca padanya setiap pagi untuk ganti baju.Beruntung, pakaian-pakaian itu bersih, jadi Starla dengan cepat bisa menyamankan diri memakainya. Menurut Starla itu lebih baik daripada telanjang atau memakai pakaiannya kemarin yang sudah sobek-sobek.Ini sudah malam hari, pikir Starla. Karena dia bisa mendengar para wanita di lorong sedang tertawa dan mengobrol menuju ke kelab untuk melayani para tamu. Suara sepatu high heels mereka sangat jelas terdengar menjauh.Sebenarnya Starla mulai merasa jenuh di tempat dan ruangan ini. Dulu saat di Indonesia, entah berapa lama dia disekap oleh Lion tanpa bisa melihat cahaya matahari atau rembulan, dan sekarang meskipun dia bisa keluar saat siang hari tidak banyak yang bisa dia lakukan. Starla tidak mempunyai uang sepeser pun dan dia tidak mengerti Ba
Luna sudah menyeberang jalan ketika iris mata hitam Yuda menangkap sesuatu di atas tanah yang berkilauan. Ia mengernyit, lantas menunduk dan mengambil benda tersebut.Sebuah kalung emas dengan bandul huruf L yang di kedua sisinya terdapat ukiran sayap mungil, tak lain dan tak bukan adalah milik Luna. Yuda ingat pernah melihatnya di leher Luna. Berniat ingin mengembalikan, Yuda sempat berlari mengejar Luna. Akan tetapi tidak berlanjut sebab ia kehilangan jejak Luna.Yuda pun kembali ke bawah pohon, memasukkan kalung tersebut ke dalam tas. Ia pikir besok akan langsung mengembalikannya pada Luna.Yuda mengambil selimut yang dibawakan oleh Luna, berikut dengan tas ransel pink bergambar princess. Satu kotak yang berisi buah juga ditinggalkan Luna, katanya untuk makan malam Yuda.Bocah lelaki umur 7 tahun itu tersenyum tipis. Merogoh saku di mana ada uang 15 ribu dari sana. Yuda tidak mengemis, hanya saja kemarin ada kakak-kakak baik hati yang memberi uan
Luna bersiap pergi ke taman kota sekitar pukul 9 pagi seperti biasa. Dengan rambut dikuncir dua, Luna pamit pada Starla.“Mom sudah menyiapkan banyak bekal makanan untukmu. Semuanya sudah Mom masukkan dalam tas,” ucap Starla, mengelus rambut hitam Luna. “Masih tidak mau menceritakan pada Mom siapa temanmu itu?”Luna menggeleng polos. Sebenarnya dia ingin, namun Yuda melarangnya entah karena alasan apa.Starla menghela napas, mengecup kedua pipi Luna. “Baiklah jika kau masih menyimpan rahasia tentang temanmu itu. Tapi ingat pesan Mom, tetap hati-hati. Kau tidak tau dia punya niat jahat atau tidak.”“Dia baik, Mom,” kekeh Luna kecil.“Tetap saja kau harus berhati-hati. Ini Indonsesia, bukan Belanda di mana ayahmu mempunyai kekuasaan. Mengerti?”Lun
Seperti bocah 5 tahun pada umumnya, Luna masih suka sekali bermain di luar rumah. Seperti siang hari ini, ia meminta ijin pada Starla untuk mengelilingi komplek perumahan, dan mampir ke taman bermain jika ia pulang agak lama.“Hati-hati, okay? Jangan menyeberang sembarangan. Jika ada orang asing yang memberimu makanan apapun, kau tidak boleh menerima. Masih ingat bukan, apa yang kau pelajari dari Mom dan Dad dulu tentang bagaimana menghadapi orang asing yang tidak kau kenal?” tanya Sivia sambil memasangkan sebuah tas ransel di punggung Luna.“Yes, Mommy. Aku tidak boleh mempercayai siapa pun,” jawab Luna sambil mengangguk-anggukkan kepala.“Good! Kau juga ingat bukan, jika beberapa hari yang lalu ada yang mencuri tasmu?”Luna meringis hingga barisan gigi putihnya terlihat s
Tidak pernah sekalipun dalam bayangan Yuda bahwa ia akan mengalami nasib seperti ini. Dulu, ibu yang selalu ada untuknya telah tiada, karena penyakit yang dokter sebut sebagai kangker perut. Saat itu usia Yuda tepat 5 tahun.Selama hidup bersama ibu, Yuda tidak pernah mengenal ayah. Ibu tidak pernah bercerita apapun tentang pria itu. Pun Yuda tidak pernah bertanya. Entah kenapa ia merasa Ibu akan merasa sedih jika ia membahas tentang ayah.Namun, tepat 7 hari setelah ibu meninggal dan membuat Yuda hidup sebatang kara, datang seorang pria yang mengaku sebagai ayahnya. Namanya Heru.Heru memiliki penampilan bak preman, sesuai dengan siapa dirinya. Ia sering mabuk dan bermain judi. Tak jarang, ia juga membawa perempuan-perempuan asing ke rumah, menidurinya di setiap sudut rumah dan sama sekali tidak masalah jika Yuda melihat.Tak
“Luna! Ayo!” Darma berseru pada cucu perempuannya sambil menggandeng tangan kecil Ken.Kemarin, ia telah berjanji pada dua cucunya untuk mengajak mereka jalan-jalan. Dan sejak pagi tadi, Luna sudah merengek pada Darma, menuntut janji tersebut.Namun sekarang lihatlah siapa yang malah terlambat keluar dari kamar dan membuat Darma menunggu?“Iya, Kakek! Tunggu sebentar!” sahut Luna.Benar saja, tak lama kemudian gadis cilik itu keluar dari kamar. Dengan rambut hitam dikuncir dua, Luna juga membawa sebuah tas ransel.“Wah, cantik sekali cucuku!” puji Darma. Ia mengambil sepatu Luna dari rak kemudian menyuruh Luna untuk memakainya sendiri.“Ayo!” seru Luna setelah selesai memakai sepatu. Ia menggandeng tangan kiri Darma, sementara Ken menggandeng tangan kanan.
Pesisir putih di sebuah pantai Malaysia tengah didekorasi sedemikian rupa dengan nuansa warna putih. Terdapat altar kecil dengan hiasan bunga-bunga, beberapa kursi yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari, juga sebuah meja panjang berisi beberapa makanan sederhana.Matahari baru saja muncul sekitar satu jam yang lalu, namun karena termasuk salah satu negara tropis, hawa dingin yang terasa bukan menjadi masalah bagi Isaac. Seorang pria yang sudah rapi dengan balutan jas berwarna hitam. Rambutnya disisir rapi ke belakang, hal yang sangat jarang ia lakukan bahkan ke undangan-undangan pesta sekalipun.Tapi hari ini hari spesial untuk Isaac. Dengan hati berdegup kencang, matanya terus mengawasi dengan cemas ke arah karpet merah terbentang.“Ehem! Jadi, di mana mempelai wanitanya?” seorang kepala pastur bertanya dengan tidak sabar.
5 Pria bawahan Abdul maju, menarik dan menyeret tubuh Isaac paksa keluar dari kamar. Pun dengan Rueben yang kakinya sudah terluka karena tertembak.Abdul mendengus, merapikan kemejanya yang sedikit lecek akibat perkelahian tadi. Ia menatap Samantha sambil tersenyum miring.“Sorry, Sweetheat. Ternyata kita kedatangan tamu tidak diundang. Sepertinya aku terlalu remeh dalam hal persembunyian.” Abdul menarik tubuh Samantha, memaksanya berdiri. Ia mencekal lengan kurus Sam keluar dari kamar, bergabung dengan para bawahannya.“Aku berjanji setelah ini aku akan memberikanmu malam indah tak terlupakan,” lanjut Abdul. Mengeluarkan pistol sembari menodongkannya di kepala Sam.“Jika kalian melawan, aku akan menembak gadis ini!” ancam Abdul pada Isaac dan Rueben yang masih mencoba memberontak.
Samantha selalu bertanya-tanya akan seperti apa akhir hidupnya dan di mana ia akan menghembuskan napas terakhir. Apakah ia akan meninggal di tanah kelahiran sang ibu, Belanda, Malaysia atau negara lain yang belum pernah ia kunjungi. Apakah ketika saat terakhirnya nanti akan ada seseorang di sampingnya atau dia akan sendirian. Dan yang lebih penting lagi kapan? Berapa tahun, bulan, hari atau jam lagi?Sekarang itu semua sudah terjawab. Bahwa ia akan meninggal di Malaysia, di sebuah apartemen karena ditembak oleh seorang pria bernama Abdul Razak, adik dari istri sah ayahnya. Dan itu akan terjadi beberapa jam lagi.Takut? Tentu. Panik? Jelas. Gemetaran? Tidak juga.Abdul Razak tengah mengiris steiknya dengan lihai, kemudian memakannya dengan penuh tata krama pria bangsawan. Sementara Samantha yang duduk di seberang meja menatap steiknya den
DOR!Suara tembakan itu membuat kedua mata Samantha terpejam erat. Jantungnya berdentum teramat kencang sehingga tubuhnya menegang. Jika sejak awal ia lemah, sudah pasti sekarang ia sudah pingsan.Terjadi keheningan beberapa saat sampai akhirnya Samantha berani membuka mata, menatap sosok pria dengan pistol yang ia arahkan pada atap. Dia menyeringai kejam melihat Samantha.“Itu sebagai peringatan saja,” ucap si pria. Kemudian ia mengarahkan pistolnya pada Samantha lagi, menyusuri wajah tersebut dengan ujungnya, membuat Sam mendongak. “Tapi next time, aku akan benar-benar melubangi kepalamu jika kau menolak.”Tersenyum, pria itu menyimpan kembali senjatanya ke dalam jas. Ia melirik arloji di tangan kemudian menatap Samantha lagi.“Sekarang aku harus pergi. Ada pekerjaan lain yan