Dina Pov "Bu, Bu, coba lihat ini deh," Suara Afifah kembali terdengar saat aku baru saja selesai melakukan order makanan melalui aplikasi ojek online. "Lihat apa, Fi?" Aku melirik pada salah satu pegawaiku yang sekarang mendekat pada meja kerja dan menunjukkan ponselnya. Dari layar benda pipih yang dipegangnya itu, aku melihat berita dengan pengumuman rumor tentang pengusaha mall dan supermarket asal Surabaya, berinisial R, diprediksi telah menghamili wanita dengan inisial NS. Aku pun hanya menghela napas pelan dan sekilas melirik pada Afifah yang kembali berujar padaku. "Maaf, Bu. Saya lihat foto yang diblur begini, ingat fotonya Pak Reza yang pernah muncul di televisi beberapa waktu lalu." Afifah mengutarakan. "Ya, mungkin kebetulan aja, Fi. Pengusaha mall di Surabaya 'kan engga cuman Mas Reza," jelasku dengan senyum kecil terukir. Meski sebenarnya aku berujar begitu, aku yakin jika rumor yang menyebar itu memang tentang hubungan gelap Mas Reza dan Naffa. "Semoga bu
Reza pov "Permisi, Pak. Saya Rizal, wartawan dari Majalah Halo. Bisa minta waktunya sebentar?" Suara laki-laki muda terdengar dari ponsel milikku bersama dengan helaan napasku yang pelan. Aku yang masih duduk di balik meja kerja menatap dan mengangguk pelan. Lalu, Rizal mulai melayangkan pertanyaan pertamanya, "Apa benar jika Pak Reza memiliki hubungan khusus dengan sekretaris yang bernama Naffa Syailendra?" "Engga, itu sama sekali engga bener. Kamu tanya begitu karena banyak rumor itu ya?" Aku menegaskan dan memastikan jika wartawan muda di hadapanku ini memang sengaja mengulik tentang hal itu karena sedang panas diperbincangkan di stasiun televisi lokal. "Iya, Pak. Banyak yang berspekulasi seperti itu. Apalagi, foto yang diblur itu sangat mirip dengan salah satu foto bapak beberapa tahun lalu." Rizal mengangguk dan menanggapi ujaranku. Aku yang tahu betul dengan foto tersebut hanya menyunggingkan senyum kecil. Lalu, Rizal kembali menanyaiku tentang hubungan rumah tangga
Khandra pov Melihat wanita yang sejak lama aku kagumi membuat nostalgia di kala bangku kuliah menyambangi. Aku sebagai mahasiswa tingkat empat dari Fakultas Hukum secara tak sengaja mengenal sosok Dina, mahasiswi tingkat dua dari Fakultas Manajemen Bisnis. Di saat itu, aku memang hanya sebatas mengenal namanya. Aku tak begitu tahu kesukaan dan masalah-masalah yang melibatkan dirinya. Akan tetapi, aku selalu senang menatap sosoknya dari kejauhan. Apabila aku melihatnya dari dekat, aku juga tak segan untuk menyapa. Singkat cerita, aku yang terbiasa menatap dan mengaguminya dari kejauhan sesekali mengirimkan makanan ringan dengan menempelkannya di pintu loker miliknya. Tentu saja, saat itu, aku tak menyebutkan nama asliku secara jelas sebagai pengirim, mengingat aku tergolong sebagai salah satu mahasiswa senior dengan sikap pemalu. Namun dari sikap pemaluku ini, aku akhirnya menyadari satu hal. Hal itu berkaitan dengan hari dimana Dina memposting dirinya yang resmi dilamar ole
Di lain situasi, Reza dengan terpaksa pulang ke apartement Naffa. Memang ia sempat mengeluh dan marah pada sekretarisnya itu, tapi karena wanita tersebut masih mengancam bahwa dirinya akan memberikan klarifikasi terkait rumor yang beredar, ia mau tak mau menurut. "Besok Sabtu, kita jadi berkunjung ke rumah ortuku 'kan?" tanya Naffa sambil bergelayut manja di lengan Reza. Di saat yang sama, laki-laki yang sedang duduk bersantai di sofa merasa risih. "Jadi, Naf." Reza menjawab singkat tanpa melakukan kontak mata dengan selingkuhannya itu. "Terus, kita liburan ya di Tawang Mangu," sambung Naffa dengan senyuman lembut tersemat. Binar pada kedua matanya memancarkan kebahagiaan. Ia merasa senang dan menang atas permainan yang diciptakan oleh bosnya itu. "Tiga hari aja ya. Aku engga bisa lama-lama ninggalin kantor, dan kamu tahu 'kan kalau saham perusahaanku turun gara-gara kamu." Reza mencoba bernegosiasi dan menyalahkan. "Maaf, Rez, soal yang itu. Habisnya, kamu terus-meneru
Sesuai dengan waktu dan tempat yang sudah ditentukan, Reza dan Dina berjumpa di Praline Cafe, cafe yang terkenal dengan aneka roti, kue, dan racikan kopi original atau modern. Dina yang duduk berhadapan dengan Reza berulang kali menghindari kontak mata dengan suaminya. Di satu sisi, ia merasa gugup dengan apa yang akan diucapkan pada laki-laki yang hingga saat ini masih disayanginya meski merasa kecewa. "Din, kamu apa kabar? Engga ada yang sakit 'kan?" Reza membuka obrolan sambil berusaha meraih tangan istrinya. Namun, Dina yang memahami maksud dari suaminya itu segera menjauhkan tangan kanannya, memberi isyarat jika ia tak ingin disentuh oleh laki-laki yang membuat dirinya hancur dan merasa tak berarti. "Aku baik, Mas. Seperti yang kamu lihat sekarang," jawabnya dengan nada datar. Reza mengangguk dan kembali berujar, "Oh, bagus deh kalau gitu. Kamu juga makin manis setelah lama engga ketemu." Pujian itu tak membuat bibir merah Dina melengkung ke bawah, seperti di tahun lal
Reza pov Setelah selesai membicarakan tentang perceraian dengan Dina, aku memutuskan untuk kembali ke kantor. Suasana hatiku yang didominasi dengan rasa kecewa tak mempengaruhi moodku untuk melanjutkan pekerjaan yang tertunda, untungnya. Namun, di kala diriku sedang memantau perkembangan saham perusahaan, aku menerima berita tak sedap yang disampaikan oleh salah satu pegawaiku. "Permisi, Pak. Ini ada dua surat dari perwakilan Allegra Company dan Harris Enterprise," ucapnya padaku. "Siapa yang antar ini?" tanyaku pada lelaki yang usianya di bawah tiga puluh tahun itu. "Sekretaris dan atasannya tadi sempat mencari Bapak, tapi saya bilang bapak sedang tak ada di tempat. Maka dari itu, mereka menitipkan surat ini pada saya." Pegawaiku menanggapi. Lalu, aku memberikan isyarat untuk dirinya agar berlalu dari hadapanku. Seiring dengan menghilangnya pegawaiku, aku mulai membaca surat yang dikirimkan oleh Allegra Company, salah satu perusahaan yang bergerak di bidang minuman dan
Sehari setelahnya, berkas-berkas yang dikumpulkan oleh Reza dan Dina untuk mengurus surat cerai telah diproses. Reza yang sudah menandatangani surat cerai itu meminta pada salah satu dari orang suruhannya untuk mengirimkan surat tersebut pada alamat dari toko kue Dina. Di saat yang sama, Naffa yang tengah menggenggam dokumen penting untuk diserahkan pada Reza menguping dan mengulas senyum senang. Ia tahu bahwa surat perceraian di antara Reza dan Dina sudah resmi dikeluarkan. Saat orang suruhan dari Reza berlalu keluar dari ruangan, ia melirik pada amplop cokelat tersebut dan menemui bosnya dengan binar mata yang menyiratkan kegembiraan. "Akhirnya, kamu nurut juga sama aku, Rez," ucapnya dengan percaya diri. Reza pun menatap sinis dan menanggapi, "Kalau bukan karena anak di kandunganmu, aku juga males buat ceraikan Dina. Kamu dan dia sangat berbeda, Naf." "Tapi, faktanya, aku yang hamil anak kamu, Rez. Bukan dia," Naffa menanggapi dengan senyuman bangga tersemat. Sangat jelas
Sementara itu, Reza dan Naffa baru saja tiba di rumah sederhana yang berlokasi di jalan Raya Sidorejo, Kota Tulungagung. "TOK..TOK.." Naffa mengetuk pintu perlahan dan berucap, "Ibu? Bapak? Naffa pulang." Kurang dari hitungan menit, pintu berbahan kayu mahoni itu berderit dan terbuka. Bersama dengan hal itu, sosok wanita paruh baya dengan jilbab menutupi kepalanya muncul. Riasan tipis yang dikenakan pada parasnya tak membuat kerutan di kulitnya tampak. "Baru sampe toh? Wah, ada Nak Reza juga," Ibu Halimah selaku ibu dari Naffa berbasa-basi dan mempersilakan anak beserta calon menantunya masuk dan duduk di ruang tamu yang berukuran kecil namun nyaman. "Iya, Bu. Maaf kalau mengganggu," Reza turut bersuara sambil mengatupkan kedua tangannya. Air mukanya menyiratkan rasa ragu dan takut jika keberadaannya mengganggu rutinitas dari calon mertuanya itu. "Engga ganggu kok, Nak Reza. Naf, kamu buatin kopi sama siapin pisang goreng di piring ya buat Reza. Pisangnya baru aja ibu gore