"Andai kita bisa seperti ini terus selamanya. Duduk di pinggir pantai berdua sambil berpegangan tangan. Tak takut kalau ada orang lain yang menghampiri, dan meminta foto. Hidup dengan nyaman, tanpa gangguan siapa pun. Benar-benar jadi manusia biasa saja yang random."
Tawa Bentala hadir, saling bersahutan dengan deru ombak yang tenang. Rana melirik pada pria yang merangkulnya, dan menggerutu sedikit. Namun, Bentala tak juga menghentikan tawanya. Membuat Rana memberontak, melepaskan diri dari kungkungan pelukan Bentala."Jangan ke mana-mana," pinta Bentala setelah berhasil menghentikan tawanya. "Di dunia yang serba digital begini, manusia random juga bisa viral, Rana. Orang-orang cenderung mulai enggak sopan dengan melangkahi privasi manusia lain. Terkadang teknologi media sosial ini memang mengerikan sih."Rana mengangguk. "Kamu benar. Aku salah satu korbannya baru-baru ini. Fotoku dijadikan bahan konten orang lain. Tapi, aku pikir-pikir enggak akan jadi masalah sih. Aku"Na, maaf ya, gue gangguin liburan lo. Tapi, gue mau ngabarin kalau gue sudah tahu di mana Dayu tinggal. Kalau enggak ada halangan, gue mau ketemu sama dia besok. Entah mengapa perasaan gue enggak enak banget kalau menyangkut soal Dayu." Tidak ada yang aneh memang dengan kabar yang disampaikan Latisha, namun entah mengapa Rana mengernyit begitu dalam. Ia melihat kepada Bentala yang duduk di sampingnya. Pria itu juga kebetulan tengah memandanginya, jadi ia pun langsung menyampaikan kode kalau dirinya akan menerima telepon itu dulu. Bentala mengangguk, membiarkan Rana leluasa untuk menerima telepon dari manajernya. Rana pun bangkit dari sofa, dan berjalan menuju beranda. Apa pun berita yang berkaitan dengan Dayu saat ini memang menjadi pusat perhatian Latisha. Sejak gadis itu menghilang, Latisha selalu merasa tidak enak hati. Ada banyak hal yang bisa gadis itu lakukan, apalagi setelah ia mengetahui kalau Dayu pernah datang ke apartemen Rana setelah lama menghilang. "Lo memangnya tahu
"Ras, lo lihat enggak? Tadi itu Rana Diatmika Husada kan? Cewek yang tadi berdiri di samping lo pas kita check in tadi. Cantik banget deh! Gue lihat dia jalan barengan sama laki-laki. Mukanya enggak familiar. Siapa ya, Ras? Lo lihat enggak? Lo kan, fansnya. Lo enggak mungkin, enggak sadar kan?"Pertanyaan itu jelas-jelas mampu menghadirkan perhatian Rana yang tengah menggunakan salah satu bilik toilet lobi hotel. Setelah setengah hari menyusuri Bintan dengan sepeda motor bersama Bentala, Rana tiba-tiba saja ingin buang air kecil sesampainya di hotel. Karena tak memungkinkan untuk menggunakan toilet di kamar hotelnya, jadi ia pun bertanya pada resepsionis di mana ia bisa menggunakan toilet hotel. Rana tak menyangka, ternyata di pulau yang jauh dari hiruk pikuk kota, ada saja yang mengenalinya sebagai seorang aktris.Rana sengaja mengajak Bentala ke Bintan saat mendengar pria itu akan pulang kampung ke Riau. Ia pikir semuanya akan baik-baik saja. Meskipun ada satu dua orang yang pasti m
"Kamu yakin akan pulang hari ini? Kok aku enggak yakin sama sekali, ya? Kamu bahkan belum bersiap, dan justru masih asyik aja memeluk aku kayak Panda meluk bambu kesayangannya."Lirihan tersebut jelas membuat kekehan Bentala menggema. Ia memang berniat ke Jakarta hari itu, lusa akan ada rapat tahunan pemegang saham perusahaan. Bentala harus menyiapkan segala laporan yang dibutuhkan untuk mengikuti rapat tersebut. Meskipun tak ingin beranjak, namun mau tak mau pria itu harus melepaskan Rana, dan kembali pada kesibukannya yang memang penting.Rana sendiri juga tak bisa memaksa Bentala melepaskannya. Waktu yang sebentar membuat gadis itu masih ingin bermanja-manja dengan pria yang ia cintai tersebut. Rana tak mau lagi bersikap gila dengan pura-pura tak mencintai Bentala. Karena nyatanya ia sungguh tergila-gila pada pria satu itu."Aku ingin segera pergi, tapi kamu terlalu menggoda untuk dilewatkan," lirih Bentala di telinga Rana. Perbuatan pria itu tentu saja berpengaruh pada Rana yang l
"Na, lo gila ya? Gue pikir lo sama Bentala belum ada hubungan lagi setelah putus. Ternyata diam-diam lo sama Bentala balikan lagi tanpa sepengetahuan gue. Na, lo kenapa begini sih? Kenapa enggak ngasih tahu gue? Kalau ada orang yang lihat, dan timbul gosip kalau lo adalah orang ketiga di hubungan pernikahan Bentala, gimana? Kan, gue juga yang repot!"Tak ada angin, tak ada hujan, Latisha langsung memarahi Rana saat gadis itu mengangkat teleponnya. Latisha jelas tak bisa membendung kekesalannya saat tahu kalau foto yang dicuri seseorang dari Dayu adalah foto Rana yang tengah memeluk Bentala. Ia tak habis pikir. Ia pikir Rana belum kembali pada Bentala, ternyata diam-diam gadis itu bahkan telah berpelukan dengan pria yang menggaji mereka.Rana sendiri langsung merasa bersalah. Dari sekian banyak hal yang terjadi, ia memang menyembunyikan fakta kalau ia, dan Bentala telah kembali bersama. Bukannya menutupi, tapi memang Rana pikir belum waktunya saja ia bercerita. Rana berencana akan menc
"Segalanya sudah berjalan dengan sangat lancar, Pak. Semua laporan sudah disiapkan dengan baik oleh tim. Untuk Rapat akhir tahun ini semua pasti akan berjalan dengan baik, Pak. Bapak tenang saja. Semua pemegang saham pasti akan memuji anda."Hanya anggukan yang menjadi jawaban Danish. Bentala sendiri tampak sibuk menggulir layar ponselnya. Tak ada satu pun kabar dari Rana. Ia tak memposting foto liburannya, ia juga tak mengabari Bentala, dan ia juga tak melakukan apa pun selama dua puluh empat jam ke belakang.Jadi, Bentala pun memutuskan untuk menanyai Rana terlebih dahulu. Ia berharap Rana akan menjawab pertanyaannya. Dengan begitu, Bentala pun bisa dengan tenang melakukan segala aktifitas. Sejujurnya eksistensi Rana kini berada dalam takhta tertinggi prioritas hidupnya yang datar-datar saja."Pak, anda mendengar saya?"Bentala segera mengangguk, dan memandangi asistennya. "Ya, saya mendengar kamu, Danish. Kalau semuanya sudah berjalan dengan baik, maka kita bisa tenang, kan? Oh, ya
"Mas Ben, sadar enggak sih, kalau perempuan di belakang Mas Ben melihat ke arah kita terus. Dia enggak biasanya lho, begitu. Selalu fokus, dan on time tiga puluh menit gym. Tapi, sudah empat puluh menit, dia belum pulang juga."Bukannya tidak peduli dengan informasi yang diberikan personal trainer-nya, tapi Bentala benar-benar tidak tertarik. Jadi, ia hanya menggeleng kepada personal trainer-nya yang bernama Raja tersebut. Raja sendiri yang memang sudah tahu tabiat bos-nya cuma terkekeh geli. Raja ini adalah salah satu orang sudah lama mengenal Bentala lama, jadi ia pun juga tahu kalau pernikahan pria itu dengan Tanaya jelas-jelas bukan yang sebenarnya."Jangan coba-coba mengecoh gue," ucap Bentala seraya melirik Raja dengan tajam. "Lo belum mengirim ke gue laporan bulanan. Gue ingat ya, Raja. Lo jangan mengalihkan perhatian gue dengan ngomongin pengunjung lain."Alih-alih kesal, Raja justru tertawa kecil. "Masih tanggal 21 sih, Mas. Santai aja kali. Tapi, serius sih, apa yang gue bil
"Akhirnya kamu meneleponku juga. Maaf, aku baru sampai di apartemen. Tadi, aku makan malam bersama Pak Gandhi. Jadi, aku baru bisa menjawab teleponmu sekarang. Ada apa Rana? Apa kekhawatiran kamu, dan manajer kamu terbukti? Apa asisten kamu memang menyimpan sesuatu?"Bukannya menjawab, Rana justru menghela napasnya dengan sangat kuat. Ia membatalkan semua rencananya. Ia tak akan pergi berlibur ke Padang, tapi ia akan pulang ke Jakarta, dan menyiapkan segalanya untuk mengunjungi Indira di Canberra. Bila memang berita yang akan dirinya, dan Latisha takutkan terkuak, ia akan melarikan diri untuk sementara.Mungkin ini terdengar kelakuan yang cenderung tak bertanggung jawab, tapi Rana tipe manusia yang mudah cemas. Ia harus menyendiri saat semua pemberitaan tertuju padanya. Apalagi pemberitaan yang jelas-jelas tak enak di dengar. Jadi, seharian ia membereskan segalanya, dan menyiapkan apa pun untuk konsekuensi terburuk yang kemungkinan bisa terjadi."Ya," jawab Rana pada akhirnya. "Ben, m
"Tish, gue rasa, gue enggak akan bisa sampai pagi deh. Kemungkinan gue benar-benar sampai unit setelah makan siang. Gue harap lo sama Dayu sudah ada di unit gue. Gue mau ngomong sama dia. Oh, ya, maaf ya, kalau permintaan gue merepotkan lo, Tish!"Alih-alih menjawabnya dengan perkataan, Latisha lebih memilih berdeham. Latisha tengah marah pada Rana. Bukannya menghukum Dayu dengan sadis, bosnya tersebut justru melakukan hal sebaliknya yang membuat Latisha tercengang. Ia tak habis pikir dengan isi kepala, dan isi hati Rana yang sebaik malaikat.Rana sendiri tahu, Latisha pasti sangat kesal, saat dirinya menelepon pagi-pagi, dan menjelaskan segala hal yang akan ia lakukan pada Dayu. Awalnya dengan semangat, Latisha pikir Rana akan melakukan tindakan pidana. Tak tahunya Rana justru membantu Dayu keluar dari masalah yang kemungkinan akan muncul secara lebih besar pada kehidupan Dayu."Lo marah ya, sama gue?" tanya Rana saat mendengar Latisha hanya berdeham. "Gue kan, sudah mi
"Kamu tahu enggak arti dari cincin ini?"Delapan bulan kemudian segalanya berjalan dengan sangat cepat. Rana membutuhkan waktu lebih dari lima bulan untuk menyiapkan segala pernikahannya. Karena kegiatannya di dunia entertainment yang memang sedang rehat, maka tak ada satu pun media, atau rekan artis yang mengetahui rencana pernikahannya. Rana, dan Bentala pun dengan tenang menjalankan pernikahan mereka di Bali dengan sangat tenang, dan intim.Kini, di bulan kedua pernikahan mereka, Bentala akhirnya bisa benar-benar menemukan waktu untuk berbulan madu. Meskipun tak lagi menjadi aktris, Rana tetap saja disibukkan dengan kegiatannya sebagai salah satu direksi di rumah sakit Husada. Ia bersama-sama dengan Latisha bekerja, meskipun kini berada di dunia yang sama sekali berbeda."Aku enggak tahu," jawab Rana sambil menggelengkan kepala. "Memang apa artinya? Aku pikir ini hanya sebuah bentuk. Karena cantik, jadi kupikir itu alasan kamu memilihnya. Ternyata ada artinya, ya?"Bentala terkekeh
"Besok bahkan baru malam tahun baru. Tidak bisakah kamu menunggu hingga besok? Ya, aku memang menyuruhmu untuk pulang, tapi maksud aku pulanglah setelah tahun baru. Bukannya sekarang. Ben, kamu mendengarkan aku, kan?"Pertanyaan itu membuat Rana benar-benar kesal, karena Bentala tampak tak mengacuhkannya sejak tadi. Pria itu sejak tadi hanya mondar-mandir merapikan segala barangnya ke dalam koper besar yang Rana pastikan kalau isinya terlalu sedikit di sana. Rana pun beranjak dari kasur, mendekati Bentala yang sibuk memasukkan semua kemejanya ke koper. Ia tarik kerah pria itu, agar Bentala bisa fokus hanya padanya.Bentala tersenyum. Ia melingkarkan tangannya di pelukan Rana dengan erat. Ia bawa gadis itu ke pelukannya, dan ia cium gadis itu dengan sepenuh jiwa. Rana jelas tak menolak, bersama Bentala memang membuat kepalanya selalu bodoh dalam hal tolak menolak."Kamu sekarang merengek, agar aku tak pergi." Bentala berkata setelah ia melepaskan ciumannya. "Kemarin, kamu melepaskan ak
"Gue benar-benar senang, karena lo sudah sadar, Na. Maaf ya, gue enggak bisa melihat lo langsung ke Australia. Karena gue pikir-pikir keadaannya pasti enggak memungkinkan dan gue enggak pernah ke Australia sebelumnya. Gue takut jatuhnya ngerepotin Indira yang lagi sibuk ngurusin lo, dan kerjaannya."Hanya sebuah gelengan yang mampir di wajah Rana saat mendengar managernya, Latisha meminta maaf. Ia tak pernah mempermasalahkan siapa yang berada di sampingnya saat sakit. Baginya di mana pun berada, Rana sudah cukup dengan doa. Rana tahu obat mujarab terampuh bagi orang sakit adalah doa dari orang yang benar-benar tulus menginginkan kesembuhan diri kita.Latisha sendiri merasa sangat bahagia. Meskipun hanya bisa melihat Rana dari panggilan video, tapi gadis itu sudah merasa cukup puas. Melihat Rana meresponnya dengan senyum tercantik yang Rana punya, sudah membuat Latisha merasa sangat lega."Tidak masalah kok," jawab Rana jujur. Ia tersenyum lemah. "Lo jangan maksain diri buat ke sini. L
"Indira, boleh saya bicara sama kamu sebentar?"Tak mungkin Indira tak kaget. Ia menengadah, dan memastikan kalau yang bicara padanya memang benar-benar seorang Emir Dikara Husada. Selama hampir dua minggu, pria itu pura-pura tak mempedulikannya, hari ini, di hari di mana Rana sadar sepenuhnya, Emir akhirnya mau mengajaknya bicara. Bukannya Rana berharap, tapi ia ingin antara dirinya, dan Emir berhenti memikirkan menyoal masa lalu, serta terjebak di dalamnya.Indira pun mengangguk, meskipun Arnold sempat menggeleng. Ia menatap Arnold seraya tersenyum meminta pengertian. Arnold pun melihat pada Indira, dan akhirnya memperbolehkan gadis itu menyelesaikan segala masalahnya dengan pria brengsek yang ternyata adalah sahabat baik Rana. Jujur, saat mengetahuinya, Arnold jelas kaget bukan main. Ia sungguh merasa luar biasa, karena ternyata Rana, dan juga Indira masih bisa menjalin pertemanan yang sangat baik."Tunggulah di sini," pinta Indira yang langsung disanggupi oleh Arnold. "Aku akan ba
"Maaf, mengganggu waktumu, Ben. Tapi, saya harus memberikan ini secara langsung untukmu. Kamu diundang khusus sebagai best man-saya dalam pernikahan saya dengan Tanaya. Ya, saya tahu kondisinya tidak memungkinkan. Tapi, tak apa-apa. Saya hanya ingin memberikan ini sebagai tanda bahwa hanya kamu yang berhak untuk posisi itu."Tentu saja Bentala terhenyak. Bukan soal undangannya, tapi bagaimana Edward selalu memperlakukannya dengan spesial. Berbeda dengan dua temannya yang lain, Edward baginya sudah seperti saudara yang ia temukan di benua lain. Dia selalu merawat, memperhatikan, bahkan memperlakukan Bentala seperti dirinya adalah orang yang layak mendapat perlakuan tersebut. Tak hanya Edward, Tanaya pun demikian.Untuk itulah, Bentala rela melakukan banyak hal bodoh hanya untuk menjaga mereka tetap bahagia. Sebab, di saat ia tak punya siapa-siapa di negeri orang, hanya Edward, dan Tanaya yang membantunya. Hanya mereka berdua yang rela bersusah payah untuk seorang Bentala."Kamu membuat
"Aku tahu harusnya enggak ninggalin kamu. Tapi, aku minta maaf. Aku tahu kamu pasti mengerti. Hanya tiga hari, aku janji. Senin, aku akan kembali ke sini. Aku janji akan nemenin kamu lagi di sini. Kamu pasti akan merasa sedih kan, kalau pekerjaanku enggak beres? Jadi, aku pulang sebentar ya. Aku tahu, aku akan kangen kamu banget, Rana."Tatapan Bentala begitu dalam, dan berat. Ia sama sekali enggan meninggalkan Rana dalam kondisi yang masih belum ada kejelasan, tapi ia juga tak bisa meninggalkan pekerjaannya. Ada banyak orang yang bergantung hidupnya pada Bentala, dan ia tak serta merta melupakan mereka hanya untuk memajukan keinginannya. Bila Rana bangun pun, gadis itu pasti memilih untuk melepasnya.Dengan erat, ia genggam tangan kekasihnya. Ia cium tangan itu penuh rasa sayang. Meskipun hampir dua minggu di rumah sakit, wangi lavender yang khas masih tercium begitu nyata dari tubuh Rana, membuat Bentala makin berat untuk melepasnya. Tapi, apa mau dikata. Hidup nyatanya harus tetap
"Mr. James sangat menyukai apa yang anda lakukan dengan kebun kelapa sawit keluarga anda. Dia berharap kerja sama ini akan sangat menguntungkan bagi anda, dan juga Mr. James. Terima kasih banyak, Mr. Byakta. Nanti kita bertemu lagi di Jakarta dua minggu ke depan. Have a nice day."Tak hanya Bentala, Danish pun menunjukkan senyum profesionalnya kepada CFO Perusahaan yang akan bekerja sama dengan Bentala dalam pembuatan pabrik kelapa sawit di Riau. Bentala sungguh bersyukur, karena CFO perusahaan yang ia tuju adalah orang Indonesia. Ibu Martina Larasati Adams yang adalah orang Sulawesi Utara pergi jauh ke Sydney untuk bekerja bersama suaminya yang berasal dari London. Bentala pun teringat pada Edward yang melobi CEO perusahaan ini untuk bekerja sama dengannya. Bentala harus mentraktirnya nanti saat sampai di Jakarta.Bentala, dan Danish pun sangat puas. Tak sia-sia waktu yang mereka habiskan untuk meraih kontrak kerja sama. Sekarang setelah segala kontrak sudah ditandatangani, Bentala b
"Ben, lo bisa pulang ke hotel buat urus kepindahan lo. Di depan juga sudah ada asisten lo nungguin. Jangan lupa makan. Terakhir lo makan tuh, kemarin sore. Lo skip makan malam, sama sarapan, Ben. Jangan sampai deh, lo ikut-ikutan tumbang. Makan ya, Ben."Hanya sebuah anggukan yang Bentala berikan kepada Indira. Gadis itu sudah jauh lebih rapi, sedangkan Bentala tampak kusut tak terurus. Tiga hari sudah, dan tak ada tanda-tanda Rana akan bangun. Dokter hanya mengatakan kalau Rana hanya trauma. Hanya butuh waktu sampai gadis itu siap, dan membuka matanya.Sayangnya Bentala tak sabar. Masalahnya rindunya sudah menggunung, dan butuh dituntaskan. Hausnya masih terasa meskipun ia sudah menenggak kehadiran Rana sejak tiga hari lalu. Tapi, apalah arti raga, tanpa jiwa yang benar-benar hidup."Tolong ya, jaga Rana. Kalau ada kabar baik, hubungi gue." Bentala berpesan, dan Indira langsung mengiyakan apa yang pria itu inginkan. "Kalau bisnis ini enggak penting, gue mungkin akan ada di sini terus
"Ben, kamu sudah berangkat kerja? Ben? Hei, Ben! Kamu sedang apa di sana? Ada apa?"Dengan cepat, Edward menghampiri Bentala yang terduduk di karpet dekat tempat tidurnya. Pria itu tampak terdiam, kaku, dan belum benar-benar menyadari keberadaannya. Sebelum berangkat lari pagi, Edward melihat Bentala masih baik-baik saja dengan makan makanan cepat saji, minum kopi, dan kemudian mandi. Namun setelah Edward kembali, ia mendapati pria itu tampak tak berdaya, dan tak baik-baik saja.Edward pun mencoba membuat pria itu berhenti melamun dengan menggoyangkan bahunya. Bentala akhirnya menengadah, namun baru kali itu tatapan pria itu benar-benar kosong. Edward pun menjadi ikut takut."Ben, ada apa?" tanya Edward lagi lebih keras. "Katakan, ada apa?""Rana, Ed, Rana," lirih Bentala dengan suara tercekat. Kalau dia adalah Tanaya, mungkin tangisnya sudah merebak keluar. "Dia kecelakaan Ed. Bagaimana ini? Bagaimana, Ed? Aku harus ke Australia. Aku harus ke sana. Sekarang juga. Ya Tuhan, mengapa in