"Hai, Fal. Gue lihat di story, lo lagi syuting di Bali? Kira-kira ada waktu enggak besok malam untuk datang ke pembukaan restoran Abang gue, Zahir? Kalau sekiranya bisa, nanti gue share location, dan undangannya."Senyuman mengembang di wajah tampan Ighfaldi Wiguna saat membaca pesan Rana yang sudah tak lama muncul di ponselnya. Ia dengan antusias langsung menjawab. Tanpa banyak pertanyaan, ia menerima undangan tersebut. Karena sedang dalam jaringan, Rana pun langsung membalas pesannya dengan mengirimkan lokasi, dan juga undangan yang gadis tersebut janjikan.Keesokan harinya, ia bersyukur karena syuting berjalan dengan sangat lancar. Hal yang lebih menyenangkannya lagi, hotel di mana Ighfaldi menginap tak jauh dari restoran Abangnya Rana. Jadi, hanya butuh sekitar sepuluh menit berkendara untuk sampai di lokasi acara."Ya Tuhan, Fal." Rana menghampiri Ighfal saat ia melihat pria itu memasuki restoran Abangnya. Lalu dengan ramah, Ia peluk pria yang sudah lama tak ditemui
"Saya tak menyangka kalau kebun kelapa sawit peninggalan keluarga ayah anda bisa sepesat ini perkembangannya. Luar biasa ya, Pak! Saya ikut senang melihat ini semua, Pak."Anggukan tanda persetujuan pun diungkap oleh Bentala. Ia sendiri juga tak menyangka yang awalnya hampir terjual, kebun kelapa sawit milik kakek buyutnya bisa jadi seluas, dan semasif sekarang hasilnya. Kebun yang tadinya tak lebih dari 3 hektar, kini berkembang pesat menjadi 12 hektar, dan menghasilkan sekitar empat sampai lima juta perbulan untuk para petani yang bekerja di kebunnya.Bentala memang dengan ugal-ugalan mengubah sistem kebun kelapa sawit tersebut dua tahun lalu. Bila selama ini keluarganya menggaji petani, dan memberikan kesejahteraan untuk diri sendiri. Kini ia mengubahnya dengan menyewakan. Jadi, petani bisa bekerja di kebunnya dengan sistem sewa, dan sebagai gantinya mereka bisa menerima hasil jerih payah mereka sendiri."Setidaknya mereka sejahtera. Bukan keluarga saya yang sejahtera, tapi petani
"Rana, coba ke sini! Di televisi ada gosip tentang kamu, dan teman kamu yang penyanyi ganteng itu. Ayo, cepat! Keburu iklan nih, berita gosipnya!"Tak ada olahraga pagi yang benar-benar sunyi saat berita gosip antara Rana, dan Ighfaldi mulai mencuat sejak semalam. Entah siapa yang iseng mengambil foto mereka, tapi ulah itu jelas membuat Rana geram. Dari Latisha hingga sekarang, kakak iparnya sendiri tampak sangat ribut membahas berita yang jelas-jelas seratus persen gosip. Dirinya bersama Ighfal jelas-jelas hanya makan, dan mengobrol, tapi berita gosip di mana pun seperti menggoreng bahwa ada sesuatu di antara mereka malam itu.Bukannya bersikap bijak, Syara justru memperumit keadaan dengan memasang story di akun media sosialnya dengan tulisan, serta lagu galau. Rana menyerah. Bila tahu undangannya akan berbuntut panjang, dan menyebalkan seperti saat itu, Rana jelas akan berubah pikiran untuk membawa Ighfal ke pembukaan restoran Abangnya semalam."Kak, jangan ditonton!"
"Oh, gosip itu tidak benar sama sekali. Saya tidak pernah terlibat urusan asmara apa pun dengan Rana. Malam itu saya hanya datang untuk memenuhi undangan Abangnya, Zahir Husada. Kami berteman sangat lama. Sama-sama sejak merintis karir di dunia akting. Tolong, jangan rusak pertemanan kami yang baik-baik saja dengan gosip seperti itu. Saya, dan Rana hingga saat ini hanya berteman. Bila kalian tanya, dan mengaitkan dengan story Syara, saya sama sekali tidak tahu menahu. Karena baru hari ini rencananya saya bertemu dengan Syara. Terima kasih."Kernyitan di dahi Rana makin mencuat saat mendengar penuturan Ighfal mengenai gosip antara dirinya, dan pria tersebut. Ighfal mungkin memang terkenal playboy, tapi pria itu adalah orang paling lugas yang pernah Rana kenal. Bahkan seorang Bentala saja, bisa kalah lugas dari Ighfal. Sayangnya pernyataan Ighfal seperti menyudutkan Syara yang notabene adalah kekasihnya sendiri.Rana tak setuju, bila Ighfal mengatakan kalau ia tak tahu m
"Andai kita bisa seperti ini terus selamanya. Duduk di pinggir pantai berdua sambil berpegangan tangan. Tak takut kalau ada orang lain yang menghampiri, dan meminta foto. Hidup dengan nyaman, tanpa gangguan siapa pun. Benar-benar jadi manusia biasa saja yang random."Tawa Bentala hadir, saling bersahutan dengan deru ombak yang tenang. Rana melirik pada pria yang merangkulnya, dan menggerutu sedikit. Namun, Bentala tak juga menghentikan tawanya. Membuat Rana memberontak, melepaskan diri dari kungkungan pelukan Bentala."Jangan ke mana-mana," pinta Bentala setelah berhasil menghentikan tawanya. "Di dunia yang serba digital begini, manusia random juga bisa viral, Rana. Orang-orang cenderung mulai enggak sopan dengan melangkahi privasi manusia lain. Terkadang teknologi media sosial ini memang mengerikan sih."Rana mengangguk. "Kamu benar. Aku salah satu korbannya baru-baru ini. Fotoku dijadikan bahan konten orang lain. Tapi, aku pikir-pikir enggak akan jadi masalah sih. Aku
"Na, maaf ya, gue gangguin liburan lo. Tapi, gue mau ngabarin kalau gue sudah tahu di mana Dayu tinggal. Kalau enggak ada halangan, gue mau ketemu sama dia besok. Entah mengapa perasaan gue enggak enak banget kalau menyangkut soal Dayu." Tidak ada yang aneh memang dengan kabar yang disampaikan Latisha, namun entah mengapa Rana mengernyit begitu dalam. Ia melihat kepada Bentala yang duduk di sampingnya. Pria itu juga kebetulan tengah memandanginya, jadi ia pun langsung menyampaikan kode kalau dirinya akan menerima telepon itu dulu. Bentala mengangguk, membiarkan Rana leluasa untuk menerima telepon dari manajernya. Rana pun bangkit dari sofa, dan berjalan menuju beranda. Apa pun berita yang berkaitan dengan Dayu saat ini memang menjadi pusat perhatian Latisha. Sejak gadis itu menghilang, Latisha selalu merasa tidak enak hati. Ada banyak hal yang bisa gadis itu lakukan, apalagi setelah ia mengetahui kalau Dayu pernah datang ke apartemen Rana setelah lama menghilang. "Lo memangnya tahu
"Ras, lo lihat enggak? Tadi itu Rana Diatmika Husada kan? Cewek yang tadi berdiri di samping lo pas kita check in tadi. Cantik banget deh! Gue lihat dia jalan barengan sama laki-laki. Mukanya enggak familiar. Siapa ya, Ras? Lo lihat enggak? Lo kan, fansnya. Lo enggak mungkin, enggak sadar kan?"Pertanyaan itu jelas-jelas mampu menghadirkan perhatian Rana yang tengah menggunakan salah satu bilik toilet lobi hotel. Setelah setengah hari menyusuri Bintan dengan sepeda motor bersama Bentala, Rana tiba-tiba saja ingin buang air kecil sesampainya di hotel. Karena tak memungkinkan untuk menggunakan toilet di kamar hotelnya, jadi ia pun bertanya pada resepsionis di mana ia bisa menggunakan toilet hotel. Rana tak menyangka, ternyata di pulau yang jauh dari hiruk pikuk kota, ada saja yang mengenalinya sebagai seorang aktris.Rana sengaja mengajak Bentala ke Bintan saat mendengar pria itu akan pulang kampung ke Riau. Ia pikir semuanya akan baik-baik saja. Meskipun ada satu dua orang yang pasti m
"Kamu yakin akan pulang hari ini? Kok aku enggak yakin sama sekali, ya? Kamu bahkan belum bersiap, dan justru masih asyik aja memeluk aku kayak Panda meluk bambu kesayangannya."Lirihan tersebut jelas membuat kekehan Bentala menggema. Ia memang berniat ke Jakarta hari itu, lusa akan ada rapat tahunan pemegang saham perusahaan. Bentala harus menyiapkan segala laporan yang dibutuhkan untuk mengikuti rapat tersebut. Meskipun tak ingin beranjak, namun mau tak mau pria itu harus melepaskan Rana, dan kembali pada kesibukannya yang memang penting.Rana sendiri juga tak bisa memaksa Bentala melepaskannya. Waktu yang sebentar membuat gadis itu masih ingin bermanja-manja dengan pria yang ia cintai tersebut. Rana tak mau lagi bersikap gila dengan pura-pura tak mencintai Bentala. Karena nyatanya ia sungguh tergila-gila pada pria satu itu."Aku ingin segera pergi, tapi kamu terlalu menggoda untuk dilewatkan," lirih Bentala di telinga Rana. Perbuatan pria itu tentu saja berpengaruh pada Rana yang l
"Kamu tahu enggak arti dari cincin ini?"Delapan bulan kemudian segalanya berjalan dengan sangat cepat. Rana membutuhkan waktu lebih dari lima bulan untuk menyiapkan segala pernikahannya. Karena kegiatannya di dunia entertainment yang memang sedang rehat, maka tak ada satu pun media, atau rekan artis yang mengetahui rencana pernikahannya. Rana, dan Bentala pun dengan tenang menjalankan pernikahan mereka di Bali dengan sangat tenang, dan intim.Kini, di bulan kedua pernikahan mereka, Bentala akhirnya bisa benar-benar menemukan waktu untuk berbulan madu. Meskipun tak lagi menjadi aktris, Rana tetap saja disibukkan dengan kegiatannya sebagai salah satu direksi di rumah sakit Husada. Ia bersama-sama dengan Latisha bekerja, meskipun kini berada di dunia yang sama sekali berbeda."Aku enggak tahu," jawab Rana sambil menggelengkan kepala. "Memang apa artinya? Aku pikir ini hanya sebuah bentuk. Karena cantik, jadi kupikir itu alasan kamu memilihnya. Ternyata ada artinya, ya?"Bentala terkekeh
"Besok bahkan baru malam tahun baru. Tidak bisakah kamu menunggu hingga besok? Ya, aku memang menyuruhmu untuk pulang, tapi maksud aku pulanglah setelah tahun baru. Bukannya sekarang. Ben, kamu mendengarkan aku, kan?"Pertanyaan itu membuat Rana benar-benar kesal, karena Bentala tampak tak mengacuhkannya sejak tadi. Pria itu sejak tadi hanya mondar-mandir merapikan segala barangnya ke dalam koper besar yang Rana pastikan kalau isinya terlalu sedikit di sana. Rana pun beranjak dari kasur, mendekati Bentala yang sibuk memasukkan semua kemejanya ke koper. Ia tarik kerah pria itu, agar Bentala bisa fokus hanya padanya.Bentala tersenyum. Ia melingkarkan tangannya di pelukan Rana dengan erat. Ia bawa gadis itu ke pelukannya, dan ia cium gadis itu dengan sepenuh jiwa. Rana jelas tak menolak, bersama Bentala memang membuat kepalanya selalu bodoh dalam hal tolak menolak."Kamu sekarang merengek, agar aku tak pergi." Bentala berkata setelah ia melepaskan ciumannya. "Kemarin, kamu melepaskan ak
"Gue benar-benar senang, karena lo sudah sadar, Na. Maaf ya, gue enggak bisa melihat lo langsung ke Australia. Karena gue pikir-pikir keadaannya pasti enggak memungkinkan dan gue enggak pernah ke Australia sebelumnya. Gue takut jatuhnya ngerepotin Indira yang lagi sibuk ngurusin lo, dan kerjaannya."Hanya sebuah gelengan yang mampir di wajah Rana saat mendengar managernya, Latisha meminta maaf. Ia tak pernah mempermasalahkan siapa yang berada di sampingnya saat sakit. Baginya di mana pun berada, Rana sudah cukup dengan doa. Rana tahu obat mujarab terampuh bagi orang sakit adalah doa dari orang yang benar-benar tulus menginginkan kesembuhan diri kita.Latisha sendiri merasa sangat bahagia. Meskipun hanya bisa melihat Rana dari panggilan video, tapi gadis itu sudah merasa cukup puas. Melihat Rana meresponnya dengan senyum tercantik yang Rana punya, sudah membuat Latisha merasa sangat lega."Tidak masalah kok," jawab Rana jujur. Ia tersenyum lemah. "Lo jangan maksain diri buat ke sini. L
"Indira, boleh saya bicara sama kamu sebentar?"Tak mungkin Indira tak kaget. Ia menengadah, dan memastikan kalau yang bicara padanya memang benar-benar seorang Emir Dikara Husada. Selama hampir dua minggu, pria itu pura-pura tak mempedulikannya, hari ini, di hari di mana Rana sadar sepenuhnya, Emir akhirnya mau mengajaknya bicara. Bukannya Rana berharap, tapi ia ingin antara dirinya, dan Emir berhenti memikirkan menyoal masa lalu, serta terjebak di dalamnya.Indira pun mengangguk, meskipun Arnold sempat menggeleng. Ia menatap Arnold seraya tersenyum meminta pengertian. Arnold pun melihat pada Indira, dan akhirnya memperbolehkan gadis itu menyelesaikan segala masalahnya dengan pria brengsek yang ternyata adalah sahabat baik Rana. Jujur, saat mengetahuinya, Arnold jelas kaget bukan main. Ia sungguh merasa luar biasa, karena ternyata Rana, dan juga Indira masih bisa menjalin pertemanan yang sangat baik."Tunggulah di sini," pinta Indira yang langsung disanggupi oleh Arnold. "Aku akan ba
"Maaf, mengganggu waktumu, Ben. Tapi, saya harus memberikan ini secara langsung untukmu. Kamu diundang khusus sebagai best man-saya dalam pernikahan saya dengan Tanaya. Ya, saya tahu kondisinya tidak memungkinkan. Tapi, tak apa-apa. Saya hanya ingin memberikan ini sebagai tanda bahwa hanya kamu yang berhak untuk posisi itu."Tentu saja Bentala terhenyak. Bukan soal undangannya, tapi bagaimana Edward selalu memperlakukannya dengan spesial. Berbeda dengan dua temannya yang lain, Edward baginya sudah seperti saudara yang ia temukan di benua lain. Dia selalu merawat, memperhatikan, bahkan memperlakukan Bentala seperti dirinya adalah orang yang layak mendapat perlakuan tersebut. Tak hanya Edward, Tanaya pun demikian.Untuk itulah, Bentala rela melakukan banyak hal bodoh hanya untuk menjaga mereka tetap bahagia. Sebab, di saat ia tak punya siapa-siapa di negeri orang, hanya Edward, dan Tanaya yang membantunya. Hanya mereka berdua yang rela bersusah payah untuk seorang Bentala."Kamu membuat
"Aku tahu harusnya enggak ninggalin kamu. Tapi, aku minta maaf. Aku tahu kamu pasti mengerti. Hanya tiga hari, aku janji. Senin, aku akan kembali ke sini. Aku janji akan nemenin kamu lagi di sini. Kamu pasti akan merasa sedih kan, kalau pekerjaanku enggak beres? Jadi, aku pulang sebentar ya. Aku tahu, aku akan kangen kamu banget, Rana."Tatapan Bentala begitu dalam, dan berat. Ia sama sekali enggan meninggalkan Rana dalam kondisi yang masih belum ada kejelasan, tapi ia juga tak bisa meninggalkan pekerjaannya. Ada banyak orang yang bergantung hidupnya pada Bentala, dan ia tak serta merta melupakan mereka hanya untuk memajukan keinginannya. Bila Rana bangun pun, gadis itu pasti memilih untuk melepasnya.Dengan erat, ia genggam tangan kekasihnya. Ia cium tangan itu penuh rasa sayang. Meskipun hampir dua minggu di rumah sakit, wangi lavender yang khas masih tercium begitu nyata dari tubuh Rana, membuat Bentala makin berat untuk melepasnya. Tapi, apa mau dikata. Hidup nyatanya harus tetap
"Mr. James sangat menyukai apa yang anda lakukan dengan kebun kelapa sawit keluarga anda. Dia berharap kerja sama ini akan sangat menguntungkan bagi anda, dan juga Mr. James. Terima kasih banyak, Mr. Byakta. Nanti kita bertemu lagi di Jakarta dua minggu ke depan. Have a nice day."Tak hanya Bentala, Danish pun menunjukkan senyum profesionalnya kepada CFO Perusahaan yang akan bekerja sama dengan Bentala dalam pembuatan pabrik kelapa sawit di Riau. Bentala sungguh bersyukur, karena CFO perusahaan yang ia tuju adalah orang Indonesia. Ibu Martina Larasati Adams yang adalah orang Sulawesi Utara pergi jauh ke Sydney untuk bekerja bersama suaminya yang berasal dari London. Bentala pun teringat pada Edward yang melobi CEO perusahaan ini untuk bekerja sama dengannya. Bentala harus mentraktirnya nanti saat sampai di Jakarta.Bentala, dan Danish pun sangat puas. Tak sia-sia waktu yang mereka habiskan untuk meraih kontrak kerja sama. Sekarang setelah segala kontrak sudah ditandatangani, Bentala b
"Ben, lo bisa pulang ke hotel buat urus kepindahan lo. Di depan juga sudah ada asisten lo nungguin. Jangan lupa makan. Terakhir lo makan tuh, kemarin sore. Lo skip makan malam, sama sarapan, Ben. Jangan sampai deh, lo ikut-ikutan tumbang. Makan ya, Ben."Hanya sebuah anggukan yang Bentala berikan kepada Indira. Gadis itu sudah jauh lebih rapi, sedangkan Bentala tampak kusut tak terurus. Tiga hari sudah, dan tak ada tanda-tanda Rana akan bangun. Dokter hanya mengatakan kalau Rana hanya trauma. Hanya butuh waktu sampai gadis itu siap, dan membuka matanya.Sayangnya Bentala tak sabar. Masalahnya rindunya sudah menggunung, dan butuh dituntaskan. Hausnya masih terasa meskipun ia sudah menenggak kehadiran Rana sejak tiga hari lalu. Tapi, apalah arti raga, tanpa jiwa yang benar-benar hidup."Tolong ya, jaga Rana. Kalau ada kabar baik, hubungi gue." Bentala berpesan, dan Indira langsung mengiyakan apa yang pria itu inginkan. "Kalau bisnis ini enggak penting, gue mungkin akan ada di sini terus
"Ben, kamu sudah berangkat kerja? Ben? Hei, Ben! Kamu sedang apa di sana? Ada apa?"Dengan cepat, Edward menghampiri Bentala yang terduduk di karpet dekat tempat tidurnya. Pria itu tampak terdiam, kaku, dan belum benar-benar menyadari keberadaannya. Sebelum berangkat lari pagi, Edward melihat Bentala masih baik-baik saja dengan makan makanan cepat saji, minum kopi, dan kemudian mandi. Namun setelah Edward kembali, ia mendapati pria itu tampak tak berdaya, dan tak baik-baik saja.Edward pun mencoba membuat pria itu berhenti melamun dengan menggoyangkan bahunya. Bentala akhirnya menengadah, namun baru kali itu tatapan pria itu benar-benar kosong. Edward pun menjadi ikut takut."Ben, ada apa?" tanya Edward lagi lebih keras. "Katakan, ada apa?""Rana, Ed, Rana," lirih Bentala dengan suara tercekat. Kalau dia adalah Tanaya, mungkin tangisnya sudah merebak keluar. "Dia kecelakaan Ed. Bagaimana ini? Bagaimana, Ed? Aku harus ke Australia. Aku harus ke sana. Sekarang juga. Ya Tuhan, mengapa in