"Hah? Dayu sama ibunya enggak ada di rumah? Maksud lo gimana sih?"Rana jelas sangat kaget saat mendengar penjelasan sang manajer, Latisha. Ia mengernyit, bingung dengan apa yang terjadi sebenarnya dengan asistennya tersebut. Setelah pamit untuk cuti, gadis itu tak kunjung kembali. Latisha pun juga curiga, karena semenjak Dayu mengajukan cuti, ibunya pun juga tak pernah kelihatan lagi di lingkungan perumahannya."Kemarin ada debt collector datang ke rumahnya. Ternyata ibunya Dayu tuh terjebak pinjol. Kata nyokap gue sih, enggak cuma satu. Tapi sudah tiga debt collector ke rumah untuk menanyakan keberadaan Dayu, dan nyokapnya. Kayaknya itu juga deh, alasan Dayu enggak bisa dihubungi.""Lo enggak tahu tentang ini, Tish?""Kalau tahu, gue enggak akan coba-coba rekomendasiin Dayu ke lo, Na." Latisha menyendok bubur yang dibelinya ke mulut, lalu menggeleng dengan kesal. "Ada-ada aja sih, Na. Kenapa ya, setiap dapat asisten yang mulai oke, justru masalah timbul aja gitu. Gue bingung deh, ya
"Plot twist paling lucu sebelum pilkada ini dimulai adalah kamu yang ditendang oleh Mahaka Gunawan dari partainya. Sudah saya bilang sebelumnya, jangan membuat kesalahan! Kenapa diam saja saat Tanaya menggugat cerai kamu?"Tak mungkin seorang Gandhi tak kesal saat mendengar kabar buruk dari Bentala. Pria yang ia harap bisa memenangkan pertarungan pemilihan kepala daerah ibukota Jakarta, justru membuat kejutan di luar nalarnya. Ia justru ditendang dari partai yang mengusungnya, dan yang lebih parah pria itu justru ditendang dari lingkup keluarga Gunawan. Entah bagaimana sekarang Bentala bertindak saat pemilihan bahkan berjalan beberapa bulan lagi.Bentala sendiri hanya diam saja. Ia mungkin sudah menyiapkan rencana cadangan, namun saat segalanya telah terbongkar, pria itu justru merasa sangat lega. Bebannya seperti hilang. Bentala bahkan tak pernah benar-benar peduli bagaimana nasibnya di dunia politik setelah ini."Saat kamu bersikap santai seperti ini, kamu pasti memiliki sebuah renc
"Ya Tuhan, apa kabar Mbak Rana? Senang bisa satu project sama Mbak Rana. Kita sudah lama sekali enggak ketemu, ya? Terakhir kali di restoran waktu itu. Aku sama Ighfal, Mbak Rana sama pria yang katanya bos-nya Mbak Rana."Beberapa orang di sana langsung melirik, bahkan ada yang terang-terangan menoleh pada Rana, dan Syara yang tengah beradu salam basa-basi. Rana pun hanya mengangguk, tersenyum. Ia berpikir positif kalau Syara memang sedang tidak bercanda, atau sengaja berniat membocorkannya di ruang publik, karena itu Rana tak bereaksi berlebihan sebagai antisipasi dari asumsi banyak orang mengenai bos yang Syara maksud.Latisha sendiri langsung menggelengkan kepalanya, saking kesalnya dengan tingkah Syara yang menyebalkan. Ia ingin sekali menjewer pipi lembut Syara, dan menunjukkan padanya kalau apa yang ia katakan itu tak semestinya diucapkan. Beruntung, ia memiliki talent yang paling sabar. Jika sebaliknya, mungkin kejadian jambak-menjambak akan beredar di kanal gos
"Pak, anda tampak santai. Tak seperti sedang mengalami banyak masalah. Apa anda sudah memiliki solusi dari permasalahan ini?"Pertanyaan dari Fahmi membuat Bentala sontak menggeleng. Ia tak menyiapkan solusi apa-apa. Ia hanya menyelesaikan konsep yang akan ia bangun di publik. Pak Pranata berani mengusungnya, asalkan Bentala tetap yakin pada kemenangannya. Meskipun ia sendiri mulai meragukan ketetapan hatinya untuk melangkah menjadi gubernur Jakarta.Sungguh, kini ia merindukan Rana. Wajahnya yang memenuhi sebagian papan iklan di Jakarta, membuat rindunya kian menggunung. Seharian penuh, Bentala bahkan tak memikirkan nasibnya di dunia politik. Ia menghabiskan semua detik yang dipunyanya hanya untuk memikirkan Rana."Jalankan saja apa yang sudah tersusun," jawab Bentala pelan. "Segalanya sudah terjadi, percuma dipikirkan. Lagipula masalah ini juga tak perlu banyak solusi. Bila memang tak ada partai pengusung, maka saya akan maju secara independen.""Anda tak mungkin m
"Apa semuanya akan baik-baik saja kalau kamu berada di sini? Kamu seharusnya enggak ada di sini, Bentala! Ini sangat berbahaya buat kamu. Bagaimana kalau ketahuan sama orang lain?"Pertanyaan demi pertanyaan keluar dari mulut Rana. Apa pun yang ada di pikirannya, dan segala kekhawatirannya tak akan ia sembunyikan malam itu. Rana akan menanyakan, dan membicarakannya dengan Bentala. Mumpung pria yang ia targetkan ada di depan matanya, jadi ia tak perlu kebingungan lagi menanyakan segalanya pada siapa. Bentala ada di sini, di hadapannya, dan dalam keadaan yang kelihatannya sangat lelah.Bentala tersenyum. Mereka duduk di sofa ruang tengah unit apartemen Rana sambil berhadapan. Ia mengelus anak rambut Rana yang lepas dari ikatan, dan menaruhnya ke belakang telinga. Matanya begitu teduh. Apa yang ia rindukan ada di hadapannya, telah ia peluk, dan kini akan ia pandangi terus hinga rasanya ia telah puas karenanya."Tidak apa-apa," jawab Bentala pelan. "Sudah kubilang k
"Kamu melihatku dalam tidur? Hati-hati lho, nanti kamu bisa jatuh cinta setengah mati padaku."Sebentuk bulan sabit hadir di wajah cantik Rana. Ia tak kaget, karena Bentala sudah mengucek mata, dan mulai memicingkan matanya melihat Rana. Pria itu lalu memiringkan tubuhnya, dan memandangi Rana-nya yang sejak setengah jam lalu sudah terbangun lebih dahulu.Mereka saling bertukar pandang, namun tak satu pun yang memulai pembicaraan. Seperti semalaman yang mereka habiskan hanya untuk saling memandangi, berpelukan, dan menceritakan resah. Mereka saling melempar rindu dengan cara yang lebih wajar, dan jauh dari esensi gairah. Segalanya murni hanya untuk saling meyakini satu sama lain kalau keberadaan keduanya benar-benar utuh."Sepertinya aku enggak perlu hati-hati," lirih Rana tiba-tiba."Kenapa?" tanya Bentala dengan alis terangkat sebelah. "Oh, aku bisa menebak. Pasti, karena kamu sudah jatuh cinta setengah mati kan, sama aku? Aku jg begitu. Aku juga jatuh cinta setenga
"Kamu siapa sebenarnya? Mengapa kamu bisa mendapatkan foto-foto ini? Cepat jawab! Jangan coba-coba juga untuk berbohong, karena saya sama sekali tidak suka orang yang berbohong pada saya."Tak pernah terlintas di pikiran Dayu kalau ia tak cuma berjumpa dengan Mahaka siang itu, melainkan pula dengan sosok yang selalu mampir di tv-nya tiap Ibunya menonton siaran berita. Pria itu adalah pendiri partai penguasa. Ia adalah raja, bila dikategorikan dalam sistem politik Indonesia. Ia adalah Manggala Adi Putra.Dayu sungguh tak menyangka. Ia sudah terlibat terlalu jauh dalam permainan politik yang sesungguhnya mengerikan. Bukan lagi masalah tentang membayar pinjaman online, tapi ia akan ikut serta dalam membunuh karakter seseorang dalam sistem perpolitikan negeri ini. Dayu tahu pria yang dipeluk Rana bukanlah pria biasa, makanya ia mencari tahu, dan sungguh seperti sebuah plot twist, Ia menemukan pria itu sudah menikah dengan putri dari Mahaka Gunawan. Pria paling kaya saat ini di I
"Aku pikir kamu enggak akan datang. Ternyata kamu datang, Tanaya? Apa orang tuamu memperbolehkan untuk datang? Apa kamu datang sendiri ke sini?"Pertanyaan Bentala diiringi senyum oleh Tanaya. Ia memang sudah berbulan-bulan tak bertemu dengan Bentala. Namun, ia tahu bagaimana kabar Bentala lewat pesan-pesan yang sengaja ia kirimkan pada Edward. Hubungannya dengan Edward pun juga berjalan dengan lancar. Segalanya memang tak benar-benar baik-baik saja setelah segalanya terbongkar."Aku meminta izin mereka untuk bertemu kamu terakhir kalinya. Aku bilang pada mereka, kalau aku enggak akan tahu kapan bertemu lagi dengan kamu, Ben. Papa mungkin enggak setuju. Tapi, Mama yang justru mendukungku melakukannya. Ben, aku senang perceraian ini selesai dalam waktu kurang dari lima bulan. Lebih cepat dari dugaan kita.""Ya, aku senang, karena orang tuamu membuat segala kegaduhan ini selesai lebih cepat. Bagaimana keadaanmu? Apa bayi yang ada di perutmu, baik-baik saja?"Tanaya ter