"Selamat sampai tujuan ya, Dir. Lo baik-baik di sana. Kalau gue enggak sibuk, gue bakalan ambil cuti untuk liburan di sana. Lo jaga diri lo baik-baik, ok?" Sebuah pelukan mengakhiri perjumpaan mereka bertiga. Camilla dengan erat merangkul bahu Indira, dan mencium pipi gadis itu sebagai tanda perpisahan. Indira pun membalasnya dengan sebuah tepukan di bahu, memberi Camilla pesan tak bersuara agar tak menangisi kepergiannya. Setelah Camilla melepas pelukannya, Rana pun maju menggantikan Camilla memberi pelukan untuk Indira. "Baik-baik di sana," ucap Rana yang langsung dibalas anggukan oleh Indira. "Kalau ada apa-apa, lo bisa hubungi gue sama Camilla. Ya, gue tahu sih ada keluarga lo di sana. Tapi, kalau lo kangen gue, sama Camilla, jangan sungkan-sungkan untuk bayarin tiket pesawat kita buat jenguk lo!" Indira terkekeh, "lo memang paling bisa bikin gue enggak nangis." "Jaga diri, ya. Gue pengin melihat lo bahagia, Dir. Semoga Canberra bisa membuat lo merasa lebih damai, dan tenang. L
"Kok, acaranya tiba-tiba sih? Kamu lagi enggak bohong, kan? Ada apa sih ini, Rana? Kalau ada sesuatu tuh, dibicarakan baik-baik. Jangan coba-coba menghindar. Kamu tahu kan, aku bisa melakukan apa aja. Aku sudah berjanji lho, Na."Katakan saja kalau Bentala terlalu berlebihan, tapi ia benar-benar ketakutan saat dirinya tak menemukan Rana di unitnya saat malam tiba. Ia pikir Rana akan pulang setelah kepergian Indira ke Canberra, nyatanya gadis itu justru mencari alasan lain untuk tak bertemu dengannya. Terlebih saat alasan yang Rana berikan terasa masuk ke akalnya kali ini."Aku serius, Ben." Suara Rana terdengar lelah di ujung telepon. Bentala yakin gadis itu pasti tengah menghela napas panjang saat mendengar tuduhannya. "Kalau kamu enggak percaya aku, kamu bisa hubungi Bang Zahir, atau Kak Dhika. Nomor mereka masih sama. Kamu simpan kan, nomor keduanya?""Iya, aku masih simpan. Tapi, aku enggak akan menambah masalah dengan menelpon kedua kakak kamu yang galak. Ok, kali i
"SELAMAT ULANG TAHUN ANGKASA!"Beberapa dari kolega berdatangan, memenuhi taman belakang rumah keluarga Husada di daerah Bedugul, Bali. Keluarga yang penuh dengan permasalahan hidup itu menjelma bak keluarga yang harmonis di hari istimewa cucu pertama Emir Dikara Husada, yakni Angkasa Alaric Husada. Sekitar delapan balon diterbangkan, sesuai dengan usia Angkasa saat ini.Rana pun yang mengabadikan momen tersebut dengan kameranya langsung tersenyum sumringah. Ia senang saat melihat keponakannya tertawa bahagia melihat balon-balon berwarna-warni terbang begitu cantik di udara. Ia sungguh bersyukur, karena di saat keluarganya yang penuh dengan drama, ada saja kebahagiaan yang Tuhan berikan sebagai gantinya. Ia juga bersyukur, karena ia memiliki satu momen di mana keluarganya terlihat sangat normal di mata orang lain."Ini benar-benar terasa nyaman ya, untuk dilihat?" tanya Radhika, kakak keduanya yang duduk di sampingnya. "Seandainya keluarga kita seperti ini setiap hari, p
Rana Diatmika Husada : Hai, Ben. Maaf, aku baru saja menyalakan ponselku, dan menghubungimu. Aku baru sampai di Jakarta, dan memang menghindarimu beberapa hari ini. Banyak sekali pikiran yang ada di kepalaku. Ayo, bertemu, dan bicara. Aku tunggu di apartemenku!Akhirnya Bentala merasa lega. Meskipun dugaannya benar kalau Rana sedang menghindarinya, tapi setidaknya ia bersyukur karena gadisnya masih mau bicara dengannya. Bentala memang sengaja memberi Rana waktu. Ia berhenti membombardir Rana dengan segala pertanyaan, dan juga ancaman lewat pesan, lalu membiarkan gadis itu berpikir mengenai apa pun yang membuatnya gundah gulana.Dengan segera, ia pun menutup laporan yang dibacanya. Ia juga mematikan laptopnya, dan mulai menoleh pada Danish yang tentu saja bingung. Setelah menerima pesan yang sepertinya penting, bos-nya tersebut seperti buru-buru menyudahi apa pun yang tengah dikerjakannya."Aku akan pulang sekarang," jawab Bentala tiba-tiba. Membuat Danish bingung seketika. "Untuk lapo
"Baiklah. Aku akan mengalah untuk sementara waktu. Hanya sementara waktu, Rana. Silahkan kamu ambil jeda sebanyak apa pun. Tapi, tolong pikirkan baik-baik keputusan kamu."Rana menggeleng dengan yakin. Apa yang ada di kepalanya sudah berdasar pada sebuah keputusan. Rana juga tipikal yang jarang mengubah pendirian. Hanya kemarin saja ia terjebak dalam keputusan yang pada akhirnya ia sesali.Rana lalu mendekatkan dirinya pada Bentala. Ia peluk erat pria itu setelah ia memutuskan untuk berpisah sekarang. Seperti kenyataan yang ia paparkan, hubungan mereka tak jelas. Tak ada kepastian, dan bukannya bertindak tegas, Rana justru bersikap murahan dengan terus menerus melemparkan tubuhnya untuk Bentala cintai."Aku enggak akan mengubah apa pun, Bentala." Rana melepaskan pelukannya. Menatap Bentala, dan tersenyum pada pria tersebut. "Sudah aku bilang, kan? Aku akan melepasmu. Sampai kamu benar-benar sendiri, maka saat itu tanganku terbuka untuk kamu genggam. Jadi, datanglah saat
ranadiatmikaranaHari yang bahagia untuk bestiku. Bahagia selalu untuk kamu, Pia dan Jacob. Banyak cinta dari aku untuk kalian! Love! #PiaJacobHappyEnding #BridesmaidondutyPostingan Rana di pernikahan sahabat selebritinya, Delphine Maribeth menuai tiga ribu lebih komentar. Banyak yang memuji kecantikan Rana di balik kebaya yang ia pakai. Bahkan tak jarang, ada yang menanyakan kapan Rana mengenalkan pria pujaannya. Hal yang lebih aneh berikutnya, ada yang menjodohkan Rana dengan banyak pria. Sontak saja hal tersebut membuat Latisha geleng-geleng kepala.Rana yang baru keluar dari kamar mandi tentu saja mengernyit melihat tingkah manajernya. Latisha memang sengaja tak pulang, dan menemani Rana malam itu untuk merapikan segala barang yang baru saja dipakai talentnya tersebut. Dayu sendiri tak bisa menemani, karena sejak tiga hari yang lalu Rana membiarkan gadis muda itu mengambil cutinya."Lo kenapa sih? Aneh tahu enggak. Ketawa sendiri aja. Gue lihatnya jadi ngeri sen
"Hai, Rana! Saya sengaja mengontak kamu langsung. Manajer kamu bilang lagi tidak menerima tawaran film. Tapi, penulis naskah ini sangat menyukai kamu, dan berharap kamu bisa main filmnya, bagaimana? Mau di baca dulu enggak sinopsisnya? Siapa tahu bisa cocok."Alih-alih tertarik dengan tawaran sang produser yang membesarkan namanya, Rana justru memberi kode pada Latisha untuk tidak menyetujui permintaan Pak Rakesh. Ia menggeleng dengan kuat. Membuat Latisha paham kalau talent-nya benar-benar sedang menerima tawaran film. Namun, dari suara Pak Rakesh yang menggebu-gebu, Rana diprediksi kesulitan lepas dari jerat rayuan sang produser."Duh, maaf ya, Pak Rakesh. Bukannya saya menolak. Tapi, jadwal saya sudah cukup padat. Anda sudah diberi tahu oleh manajer saya kan, kalau sudah banyak tawaran iklan yang saya ambil. Saya akan off hingga tahun depan, Pak Rakesh. Jadi, saya memohon maaf sekali lagi, tidak bisa menerima tawaran Pak Rakesh.""Waduh, padahal ini salah satu cerita
"Apa yang sedang anda lakukan sebenarnya, Pak?"Pertanyaan Bentala dibalas seringai oleh Mahaka. Wajahnya yang dingin berubah sangar. Sebenarnya, tanpa bertanya pun, Bentala sudah bisa menebak apa yang sedang terjadi. Namun, ia tak mau gegabah, ia tidak mau menyebutkan apa pun sebelum Mahaka sendiri yang menjelaskan apa yang membuatnya marah.Mahaka sendiri sudah terlalu kesal. Makin kesal saat menantunya tersebut pura-pura tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ia pun makin mengeratkan tarikan kerah Bentala, membuat wajah Bentala langsung berubah merah. Beruntung, Tanaya langsung masuk, mencegah hal buruk apa pun yang bisa dilakukan oleh ayahnya pada Bentala."Pa, kumohon, lepaskan!" pinta Tanaya pada Mahaka. Ia menarik lengan Mahaka, namun kekuatannya tak pernah benar-benar sepadan dengan pria itu. "Ini semua salah Tanaya. Tanaya yang menginginkan pernikahan pura-pura ini di dilakukan. Tanaya juga yang menginginkan perceraian. Tolong, lepaskan Bentala, Pa!"Mahaka menoleh, melihat