Share

05. SEBUAH RUMOR

"Eh, lo sudah nonton filmnya Rana Husada belum? Gue nonton sama cowok gue kemarin, gila keren banget dia jadi pelakor. Bagus banget filmnya! Aktingnya si Rana nih, memang enggak pernah gagal ya?"

Indira, dan Camilla langsung menoleh saat dua orang gadis muda tengah membicarakan sahabat mereka, Rana. Setelah kepergian Bentala tiga tahun lalu, Rana sibuk dengan segala kegiatan yang positif. Ia kembali ke bangku kuliah, lulus S2, dan terkenal sebagai aktris teater. Setengah tahun yang lalu, film pertama Rana berhasil meraih dua setengah juta penonton, dan menasbihkannya sebagai salah satu aktris pendatang baru terbaik di berbagai ajang penghargaan.

Kini film kedua Rana menjadi perbincangan di mana-mana. Meskipun belum menjadi tokoh utama, tapi Rana justru yang paling banyak meraih atensi. Rana dianggap sebagai representasi dari aktris yang memiliki wajah cantik, berkelas, dan berbakat.

"Makin berjaya aja, teman kita." Indira mengangguk, ia setuju dengan anggapan Camilla. "Ya, memang akting Rana sekeren itu sih. Lo udah nonton filmnya, Dir? Rumor yang bilang terjadi cinlok antara Rana sama Ighfal kayaknya karena mereka terlalu sekeren itu deh, aktingnya. Sekelas Adrianna Larasati aja kebanting sama Rana. Keren sih!"

"Gue belum nonton. Nanti gue nonton deh, sama Iskandar."

"Menurut lo, benar enggak rumor yang bilang si Rana cinlok sama Ighfaldi Wiguna?" tanya Camilla yang langsung disambut gelengan oleh Indira. Camilla menyeruput teh-nya sebentar, dan kemudian melanjutkan gosip yang didapatnya, "Teman gue bilang, Ighfal datang khusus buat nonton pementasan Rana minggu kemarin. Dia juga bawa bunga Peony buat Rana."

"Oh, ya?" Indira memberi kode, ke arah pintu restoran. "Kita tanya ke orangnya langsung. Tuh, dia datang!"

Rana mengedarkan pandangannya, dan langsung tersenyum saat melihat keberadaan kedua sahabat baiknya. Senyumnya mengembang, saat beberapa orang menyapanya. Untungnya tak ada satu pun yang menghampiri Rana, jadi gadis itu bisa melenggang bebas menuju bangku Indira, dan Camilla. Ia pun langsung menyapa mereka, dan duduk di satu kursi kosong yang tersedia.

"Kalian sudah lama? Maaf banget, gue ada pemotretan tadi," ucap Rana sembari melihat buku menu yang diserahkan oleh Indira. "Cappucinno aja sama cheese cake deh, boleh."

"Tumben, lo lagi enggak diet, Na?"

Rana menggeleng. "Gue ada project film terbaru, Mil. Perannya jadi cewek yang hobi makan setelah putus gitu. Jadi, gue harus naikin berat badan sedikit biar kelihatan alami pas gendut."

"Lo tuh hobi banget deh, cari peran yang nyusahin diri lo sendiri."

Rana hanya terkekeh, tak menimpali celetukan Camilla. Baginya menerima peran yang menantang adalah sesuatu yang menyenangkan. Ia merasa lebih nyaman memerankan peran yang berbeda setiap filmnya. Ada kepuasan tersendiri kalau dia berhasil memerankan setiap karakter yang tak sama satu sama lainnya.

Matanya lalu berpindah ke Indira yang baru saja selesai menyebutkan pesanannya ke pramusaji yang ia panggil. "Lo kenapa? Mata lo kok sembap gitu?"

Indira terkesiap, ia reflek membuang muka, "perasaan lo aja. Gue begadang nonton drama korea. Kurang tidur ini, Na."

"Ya kan, Na?" sambar Camilla langsung. "Tadi gue juga bilang begitu, tapi langsung nepis seolah enggak ada apa-apa."

"Soal Iskandar?" tanya Rana yang disambut gelengan oleh Indira. "Gue enggak percaya sana sekali kalau gara-gara nonton doang, muka lo bisa sembap begitu. Serius deh, Dir. Lo kenapa?"

Indira mencoba tersebut. Ia mencoba membuat yakin Rana, atau pun Camilla bahwa dirinya baik-baik saja. Camilla sudah berhenti bertanya, namun Rana masih menatapnya dengan penuh pertanyaannya. Di antara semua temannnya memang dengan Rana-lah, Indira merasa paling dekat. Gadis itu sensitif, terbuka, dan paling oke menjadi pendengar.

"Gue enggak apa-apa, Na." Ucapan itu tegas, seolah tak ingin dibantah. Rana pun mengalah. "Seharusnya yang diinterogasi tuh, lo. Katanya lo cinlok sama Ighfaldi Wiguna. Bener, Na?"

Rana melotot, dan dengan cepat menggeleng. "Kalian percaya?"

"Ighfal mah keren, Na. Ganteng khas Indonesia gitu lagi. Mana ramah banget katanya. Tapi, tetap sih yang paling gue suka cowok-cowok bule gitu. Eh, kok melenceng. Jadi, lo sama Ighfal enggak, Na?" tanya Camilla gemas.

"Ya enggaklah," sanggah Rana santai. "Gue pikir kalian yang paling tahu, kalau itu tuh gosip. Ighfal memang enggak sebrengsek image-nya. Dia memang baik ke semua cewek, playboy benar, tapi dia memang berbakat banget. Pria paling berbakat di bidang seni yang pernah gue kenal. Akting dia bagus, pinter main alat musik, suaranya enak, plus gue akuin dia lebih ganteng kalau diliat aslinya. Tapi, kalian tahu kan, perasaan gue condong ke mana?"

Indira, dan Camilla langsung mengubah eksperesi mereka. Sudah tiga tahun, tapi tak ada yang berubah sama sekali dari bagaimana Rana memandang seorang pria. Gadis itu melejit dengan rumor yang sangat banyak. Sayangnya tak ada satu pun yang menjadi nyata, karena kenyataannya Rana masih terbelenggu ke satu pria, Bentala Pradaya Byakta.

Indira gantian mengelus bahu Rana. Indira yang paling tahu bagaimana Rana pura-pura tidak peduli dengan keadaan Bentala. Padahal Indira tahu, Rana ingin sekali mengetahui bagaimana pria itu. Seperti apa tampangnya kini, bagaimana kehidupannya, dan mengapa ia belum kembali ke Indonesia meski sudah lulus dari Stanford.

"Kalau lo belum lupa, ya kejarlah sampai ke US."

"Dia masih sama Tanaya, Dira. Ya kali, seorang Rana Diatmika Husada menjadi orang kedua di hubungan orang lain. Mending dia sama cowok playboy macam Ighfaldi Wiguna, ketimbang ngejar cowok yang udah punya tunangan kayak Bentala."

Camilla benar, Indira sepenuhnya setuju. "Ya, berusaha lupain lah. Lo calon aktris besar, cowok kayak Bentala banyak, Na."

"Nah, ini benar. Gue setuju!" seru Camilla dengan lantang membuat beberapa orang di dekat mereka menoleh sesaat. "Ups, sorry. Gue terlalu bersemangat. Tapi, maaf banget deh, Na. Tapi, yang gue dengar dari Imran, katanya Bentala sama Tanaya mau nikah. Gue belum tahu sih ini cuma rumor doang, atau kenyataan."

Rana makin terdiam. Membuat Indira gemas, dan memelototi Camilla dengan galak. Karena merasa bersalah, Camilla pun langsung minta maaf. Namun dengan cepat, Rana pun langsung mengubah ekspresinya.

"Gue enggak apa-apa kok, Mil. Lagian gue sudah enggak mau peduli. Terserah mereka mau menikah atau enggak. Itu bukan urusan gue sama sekali."

"Bagus deh," celetuk Camilla langsung.

Indira hanya geleng-geleng kepala, ingin menimpali, namun ponselnya tiba-tiba saja berbunyi. Tak hanya miliknya, namun juga Camilla. Karena penasaran, keduanya langsung melihat isi notifikasi di dalamnya.

"Ya Tuhan!"

"Kenapa Mil? Pesan dari siapa?" tanya Rana penasaran.

Camilla mendongak, ia melihat ke arah Indira. Tapi temannya tersebut tampak masih sama kagetnya. Karena tak bisa berkata-kata, Camilla pun menyerahkan ponselnya, memberi tahu Rana.

"Itu bukan sebuah rumor, Bentala, dan Tanaya akan benar-benar menikah minggu ini di US."

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status