Tenang semuanya harap tenang .... kita menuju Awan Sonya dari Sah jadi Ah hahahaha ..... Tenang, yah .... Awan Sonya akan bahagia pada waktunya, begitu pula dengan Miska, Emir dan Parwati akan sengsara pada waktunya hahahaha ..... Nikmati saja, XOXO Gallon yang Hobi Kellon
Sonya menyeret kakinya ke arah ruangan perawatan kelas 3 di rumah sakit itu, ia sejujurnya enggan menemui Parwati dan lebih memilih mengikuti Awan untuk menemui Dokter Ben. Sonya merasa gelisah bukan main karena Dokter Ben memanggil Awan, pikirannya mulai membuat skenario paling buruk yang bisa Awan alami. Argh ... dia ingin ke tempat Awan.Langkah Sonya terhenti saat sudah berada di depan pintu kamar Parwati, kamar kelas 3. Seandainya ini terjadi pada saat Emir masih suaminya mungkin Parwati sedang tidur dengan nyaman di kamar VIP rumah sakit dan Sonya dengan secepat kilat mendatangi Parwati untuk mencek kondisi kesehatannya.Tapi, sekarang Sonya bukan lagi istri Emir dan pikirannya dipenuhi tentang Awan ... Awan ... Awan ... dan Awan membuat ia berpikir ulang untuk mendatangi Parwati. Sonya menghela napas dan berbalik ia akan mendatangi Awan nanti saja berurusan dengan Parwati.Klik ....“Dokter Sonya.”Mendengar namanya ada yang menyapa mau tidak mau Sonya memutar tubuhnya berbalik
“Maafkan, Ibu, Sonya.”Perkataan Parwati seolah mengguyur tubuh Sonya dengan perasaan sejuk dan tenang, setelah berhari-hari Sonya merasa sangat sakit hati dengan perkataan dan perilaku Parwati pada dirinya tiba-tiba saja wanita itu meminta maaf pada dirinya, membuat ia merasa sangat tenang dan damai. Seolah semua beban, rasa sakit hati, tidak dihargai, merasa kecil dan sedikit merasa bersalah terangkat dari bahunya. Ringan.“Bu ....” Sonya mengecup punggung tangan Parwati pelan membuat wanita itu mengelus pucuk kepalanya lebih lembut lagi membuat Sonya merasakan kehangatan seorang Ibu yang sangat Sonya rindukan.“Sonya, maafkan Ibu, Ibu tidak menyangka kalau Emir sudah menyiksa kamu seperti itu, kenapa kamu nggak bilang, Nak?” tanya Parwati lagi.“Aku nggak bisa bilang karena aku nggak mau Ibu kenapa-kenapa, aku sayang sama Ibu, aku a-aku, a-aku udah nggak punya orang tua lagi, cuman Ibu yang aku punya dan aku nggak mau Ibu ninggalin aku, Ibu terlalu baik untuk disakit hatikan,” ucap
Awan hanya bisa memamerkan deretan gigi putihnya pada adik terkecil kakeknya itu, namanya sudah sangat dikenal dikeluarga besarnya sebagai seorang trouble maker hingga membuat ia kebal dengan segala keluhan mereka. "Ketawa lagi, aduh ... nggak kebayang Romli ngurus kamu, dari darah rendah bisa melonjak jadi darah tinggi," dengus Ben sembari menggeleng dan mengusap keningnya yang mendadak pusing saat berhadapan dengan Awan."Nggak usah dipikirin Dok, Dokter nggak kuat biar Aki aja yang mikirin," canda Awan yang langsung mendapatkan sebuat delikan penuh amarah dari Ben."Aduh ... mana obat simvastatin saya, bisa jantungan saya ngobrol sama kamu lama-lama." Ben mencari obat dari dalam lokernya.Awan hanya bisa tertawa melihat tingkah kakeknya ini, dari dulu keluarga kakeknya memang berpendidikan tinggi tapi kelakuannya lucu-lucu dan hampir semuanya bekerja di bidang medis. "Itu, Dok." Awan menunjuk salah satu obat di ujung laci dan dengan cepat ia beranjak dari duduknya untuk mengambil
"Ibu ... Ibu ...," isak Sonya sembari membenamkan wajahnya di dada Awan, air mata dengan cepat membasahi kemeja Awan."Kenapa?" tanya Awan seraya mendorong badan Sonya agar dirinya bisa melihat wajah Sonya yang sudah basah karena air mata."Aku ... aku ... aku ... Ibu ... Ibu ...." Sonya terbata-bata dan menatap Awan kebingungan seolah bingung akan mengatakan apa."Sonya, Sayang ... kamu kenapa? Mantan mertua kamu itu kenapa?" tanya Awan bingung karena Sonya terlihat histeris."Ibu meninggal, Wan. Ibu meninggal," ucap Sonya sembari mengeratkan pelukkannya, berjuang menahan bobot tubuhnya agar tetap berdiri tegak walau lutut Sonya sudah tidak mampu menopang tubuhnya sama sekali.Awan dengan cepat memeluk Sonya dengan lebih erat lagi, beberapa kali Awan kecup bagian atas kepala Sonya agar wanita itu bisa tenang dan diam. "Tenang, Sonya ... tenang.""Wan ... aku, aku harus gimana? Ibu meninggal, aku nggak punya orang tua lagi, Ibu meningal dan semuanya ninggalin aku." Sonya menyadari saa
"Awan?" tanya Sonya kaget saat berbalik dan mendapati Awan sedang berada di belakangnya, kulit punggungnya terasa hangat karena dada Awan dan bercampur dinginnya air yang mengalir membasahi tubuh Sonya. "Apa?" tanya Awan santai sambil mengusap bahu Sonya pelan, membuat wanita itu meremang."Kamu mau apa?" tanya Sonya saat jemari Awan menyusup ke belakang kepalanya dan Sonya terhentak saat rambutnya ditarik kebelakang dan diputar perlahan hingga wajahnya menghadap Awan kedua kalinya. "Ah ...."Awan terkesiap saat mendengar desahan Sonya dan wajah juga bibir Sonya yang sensual, bibir kekasihnya itu terbuka, basah dan terlihat menggoda, meraungkan gairah di setiap inci tubuhnya yang dengan cepat membuat kejantanannya mengeras sempurna tanpa butuh rangsangan apa pun juga. "Aku mau mandi, Wan," bisik Sonya sembari meremas spon mandi miliknya saat merasakan Awan yang tegang di belakang tubuhnya. "Awan ....""Mandi aja, anggap aja aku nggak lagi di sini, anggap aja aku bukan siapa-siapa,"
Sonya meliukkan lidahnya di bagian ujung batang kenikmatan Awan, lidahnya bergerak naik dan turun. "S-Sonya," erang Awan saat Sonya memasukkan seluruh batang kenikmatan miliknya ke dalam mulutnya yang mungil, Awan terkesiap saat merasakan sentuhan hangat Sonya di setiap inci kejantanannya. Kenikmatan itu dengan cepat menggempurnya, tanpa sadar tangannya meraba bagian belakang kepala Sonya dan menekannya, membenamkan lebih banyak lagi batang kenikmatan miliknya. Sonya mengisap dan meliukkan lidahnya dengan ahli, membuat Awan meracau memanggil namanya terus menerus. Sonya melepaskan kulumannya dan mulai meliukkan lidahnya dari bagian dalam ke bagian pucuk batang kenikmatan, Sonya mengecupi dan terus meliukkan lidahnya di sana membuat Awan mengeram sambil mencengkeram pucuk rambut Sonya. Pinggul Awan bergerak maju mundur, menikmati setiap inci bagian dalam bibir Sonya yang memerangkapnya dengan erat, lidah Sonya yang hangat seolah menggempurnya dengan gempuran kenikmatan yang meledak d
Sonya merasakan pipinya terasa hangat dan bergerak naik dan turun, sesekali terdengar suara bersin yang membuat Sonya terbangun dari tidurnya. Dengan malas Sonya mengangkat kepalanya dan menengok melewati bahunya lalu mendapati Awan yang sedang menutup hidungnya dengan tisu.“Kamu kenapa?” tanya Sonya kaget saat melihat hidung Awan yang sudah memerah karena digosok tisu.“Ah ... astaga, aku kayanya flu,” jawab Awan dengan suara bindeng dan serak, sesekali Awan menghirup ingusnya dan batuk beberapa kali.Sonya dengan cepat menjangkau laci yang ada di samping ranjang dan mendapatkan termometer dari sana, akibat itu semua payudaranya menekan wajah Awan yang terasa panas.“Nggak bisa napas, Sonya, aku suka payudara kamu. Tapi, sekarang aku nggak bisa napas, Sayang,” bisik Awan yang berusaha bernapas di antara payudara Sonya yang kenyal, andai ia tidak sakit mungkin saat ini Ia sudah menggigit puting Sonya atau mengulumnya dan berakhir dengan teriakkan Sonya meminta ampun. Tapi, sayangnya
"Asin?" tanya Sonya kaget dengan perkataan Awan, dengan cepat ia mencoba bubur yang ia buat karena selama proses memasak Sonya sama sekali tidak mencicipinya sama sekali, ia hanya mengikuti resep yang ada di salah satu Channel Youtube. Dengan cepat Awan menyentuh tangan Sonya dan mengambil mangkok dan sendoknya, "Aku makan sendiri aja." "Eh ... katanya asin," ucap Sonya sembari mengembikkan mulutnya karena merasa sedikit tersinggung kerja kerasnya memasak selama satu jam disebut asin. "Asin?" Awan sadar kalau Sonya merasa sakit hati dengan kata-katanya, Awan yakin kalau Sonya membuat buburnya ini sesuai dengan resep yang ia lihat entah di mana. "Iya, kata kamu tadi asin," ucap Sonya sembari mencoba mengambil sendok yang ada di tangan Awan, berusaha untuk mencicipi buburnya. "Nggak aku nggak bilang asin, aku bilang ...." Awan berjuang memikirkan kata yang pas dan rada mirip dengan kata asin, nihil otaknya tiba-tiba tidak dapat berpikir sama sekali. Buntu. "Wan ... sini aku cob—"
Hai semua pembacaku sayang ....Gallon ucapkan terima kasih sudah membaca hingga akhir kisa perjalanan cinta Awan dan Sonya. Sebuah kisah yang pelik, berat dan penuh gairah dari Awan dan Sonya.Kisah yang dimulai dari sebuah pengkhianatan, rasa benci, dan mamaki diri akibat sebuah kekurangan yang menjadikan diri Sonya membenci dirinya dan melupakan rasa dicintai juga mencintai.Sebuah kisah dengan akhir yang manis namun dibalut sebuah kenyataan hidup, sebuah kenyataan yang membuat kita sadar kalau kita hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Secinta apa pun kita pada seseorang ingatlah ada maut yang memisahkan namun, yakinlah maut juga yang akan menyatukan kalian kembali. Cerita ini harus berakhir di sini, cerita manis ini harus berakhir secara sedih namun tetap dibalut senyum bukan sebuah tangis. Cerita cinta Sonya dan Awan tidak akan ada kelanjutannya, semuanya sudah jelas dan mereka sudah sangat berbahagia dengan kehidupannya. Gallon harap semua yang membacanya puas dengan akhir ki
Tit ... tit ... tit ....Suara alat yang memonitor jantung Awan terdengar memilukan di kuping Hana dan Haikal, sudah lima hari mereka berdua berjaga di sana bergantian dan tidak mau meninggalkan Awan, semenjak Awan terjatuh dari kamar mandi."Hana, Haikal bisa keluar?" tanya Daniel melalui celah pintu kamar.Hana dan Haikal saling tatap lalu keluar dari kamar, sebelumnya mereka berdua mengecup kening Awan pelan. Setelah di luar Hana dan Haikal bertemu dengan Daniel dan juga Adara bersama seorang dokter. Mereka tahu siapa dokter itu, dokter itu adalah Dokter Intan, adik almarhum mama mereka."Tante ada apa?" tanya Hana sambil berdiri di samping Daniel, spontan suaminya itu merangkul bahunya pelan mencoba menguatkan Hana."Ada yang salah sama Daddy?" tanya Haikal sambil merangkul pinggang istrinya, mencoba mencari ketenangan dari tubuh istrinya itu.Intan mencoba tersenyum sebaik mungkin walau ia sadar kalau ia tidak bisa menipu Hana dan Haikal yang sudah mengenal dirinya dengan sangat b
Tangan Awan terus bergerak mengelus nisan Sonya, disetiap tarikan napasnya ia merasakan rasa rindu yang menusuk nan sakit. Ia rindu memeluk Sonya, mengecupi tubuh istrinya, dan tidur di samping wanita yang sudah menemaninya selama 37 tahun. Jemari Awan terus bergerak, sesekali terdengar suara tarikan napas berat Awan. Matanya mulai buram akibat menahan air mata yang selalu jatuh ke tanah setiap ia datang ke sana untuk bertemu Janu dan Sonya.Masih segar di ingatannya saat Sonya pergi meninggalkan dirinya di pelukkannya. Sonya kalah dan menyerah pada penyakitnya, wanita itu pergi meninggalkan dirinya tiga tahun lalu. Sonya menyerah pada penykitnya, Sonya meninggalkan dirinya sendirian di dunia. Maut sudah memisahkan mereka, mengakhiri sebuah dongeng cantik nan bahagia yang selama ini Awan dan Sonya rajut. Menikah dengan Sonya adalah sesuatu yang sangat Awan sukai. Setiap harinya selalu Awan lewati dengan perasaan senang dan bahagia, walau ada beberapa kali mereka menemui hambatan ke
37 Tahun Kemudian .....Awan mematut dirinya di depan kaca sambil menarik-narik kemejanya. Ia sesekali tersenyum sambil mengusap-usap bagian rambutnya yang sudah memutih termakan usia. Ia sekali lagi memutar tubuhnya memastikan kalau tampilannya sudah sesuai dengan apa yang ia harapkan.Tangan Awan mengambil parfume yang sudah ia pakai semenjak dahulu kala, seketika itu juga wangi laut menyeruak ke indera penciumannya. Mencium itu semua membuat ia ingat perkataan Sonya kalau menciumnya wangi tubuhnya seolah ia sedang berlibur ke pantai."Sonya," bisik Awan sambil tersenyum kembali ke arah cermin. Ah ... ia rindu pada istrinya, ia rindu pada celotehan istrinya itu. Tanpa sadar pikirannya menghitung sudah berapa lama ia menikahi Sonya. "37 tahun," bisik Awan yang mulai menghitung berapa lama ia sudah menikah dengan Sonya, wanita yang sangat ia cintai hingga masa tuanya itu. Tok ... tok ... tok ....Awan menoleh melalui bahunya dan mendapati pintu kamarnya di buka. Senyumannya melebar
"Mereka tidur di sini," ucap Lidya sambil membuka pintu kamar Tara.Sonya melihat Hana dan Haikal yang tidur di ranjang bersama Tara dan Amia. Terlihat kedua anaknya itu mengenakan piayama yang sama sambil memeluk sesuatu yang mereka bagi, Sonya tanpa sadar tersenyum melihat apa yang anak kembarnya itu peluk. "Aku nggak paham kenapa Hana dan Haikal meluk handuk, mereka tiap tidur selalu meluk handuk itu. Aku sampai sangka itu selimut tapi, aku liat-liat itu ternyata handuk," terang Lidya sambil mengambil tas si kembar yang sudah rapih di pojok kamar. "Itu anduk aku, mereka minta katanya buat mereka bawa." Sonya menahan tawanya sendiri saat mengingat keinginan si kembar, tanpa sadar tangan Sonya mengusap kening si kembar. "Ya ampun, manis banget ... padahal mereka bukan anak kamu secara biologis tapi, manis banget," ucap Lidya sambil mengusap kedua lengannya. "Iya ... aku bersyukur mendapatkan mereka berdua ... aku bersyukur dipertemukan dengan Awan dan diberkahi dua malaikat ini,"
"Bener-bener si kupret!" maki Eka sambil berjalan berlalu lalang di hadapan Lidya yang sedang membaca majalah dan sesekali melirik ke arah Eka.Eka kembali melihat jam yang ada di dinding rumah dengan geram, bagaimana tidak, waktu sudah menunjukkan jam 12 malam di hari senin dan bila jarum panjang jam bergerak sedikit saja maka hari sudah berganti menjadi hari selasa. "Bisa duduk nggak, sih?" tanya Lidya yang akhirnya kesal melihat Eka terus bergerak hilir mudik seperti setrikaan. "Duduk, sini." Lidya menepuk sofa yang ada di sampingnya berharap suaminya duduk di sana dan tenang. Sayangnya keinginannya tidak tercapai, Eka menggeleng sambil kembali hilir mudik dan memainkan ponselnya."Ini kupret satu, kebiasaannya ya Tuhan, dia bilang hari senin ... ini hari senin, bahkan ...." Eka melihat jam dinding dan menyadari jarum panjangnya sudah bergeser. "Udah hari selasa ... dasar manusia tanah sengketa, hobi bener bikin susah orang."Lidya hanya bisa menahan tawanya melihat kelakuan Eka y
Awan mengambil madu dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi menyusul Sonya yang sudah menghilang di dalam kamar mandi. Saat sampai di ambang pintu kupingnye mendengar suara gemericik air dari dalam tempat shower.Langkah kaki Awan terhenti saat ia melihat Sonya sedang membasahi sekujur tubuhnya dengan air hangat yang keluar dari pancuran. Siluet tubuhnya terlihat menggoda, tubuh sintal Sonya seolah meminta Awan untuk menyentuhnya. Napasnya makin tertahan saat ia melihat tangan Sonya menyentuh setiap inci tubuhnya dengan pelan dan sensual, ia suka melihat Sonya menyentuh tubuhnya sendiri, birahinya seolah dipuaskan melalu visual Sonya yang entah bagaimana caranya selalu menjadi magnet untuk dirinya. Sonya berbalik dan mendekati Awan selangkah demi selangkah, seolah setiap langkah yang Sonya lakukan sebagai sebuah tombol yang lagi-lagi membuat pria itu menggemeretakkan giginya menahan hasrat liar yang sudah meronta untuk dilepaskan detik itu juga."Nggak buka baju?" tanya Sonya sambil
"Aku nggak sanggup lagi, Wan," tolak Sonya sambil mendorong piring sejauh mungkin dari hadapannya, perutnya seolah akan meledak karena sudah menghabiskan banyak sekali hidangan laut yang tersaji."Terus ngapain kamu pesen makanan sebanyak ini?" tanya Awan kesal sambil menunjuk hidangan laut yang ada di hadapannya. "Yah tadi, keliatannya enak semuanya jadi aku pesen," kilah Sonya sambil mengambil garpu dan menusuk-nusuk udang yang ada di atas piring. Sonya mengakui kalau makanan itu enak tapi, rasanya perutnya sudah tidak mampu lagi menerima makanan lebih banyak lagi."Terus ini gimana? Aku udah bilang tadi, pesen seperlunya aja, jangan lapar mata, Sonya," ucap Awan sambil melihat meja makannya yang masih terhidang cumi saus padang, udang galah asam manis, kepiting bakar dan juga ikan bakar.Awan ingat tadi saat Sonya memesan semuanya ia sudah mengingatkan Sonya kalau mereka tidak akan mampu menghabiskan semuanya tapi, istrinya ini tetap pada pendiriannya ingin memesan semua makanan y
"Mommy baru sampai, Nak," ucap Sonya sambil duduk di sudut ranjang dan melihat Awan yang terlihat sibuk berbicara dengan petugas hotel."Iya ... Hana, 3 hari aja, Daddy kamu juga bilang tiga hari, kan, kalau lebih nanti biar Mommy yang pulang sendiri dan Daddy, Mommy tinggal di sini," lanjut Sonya sambil menyentuh handuk yang dibentuk angsa di atas ranjangnya. Matanya dengan cepat menyisir keadaan kamarnya, jujur pada awalnya Sonya tidak tau mau di bawa kemana dirinya oleh Awan. "Iya, janji. Udah kamu di sana baik-baik dan jangan nakal. PR-nya kerjain dan tolong, suruh Haikal kerjain PR-nya juga, adik kamu suka lupa diri kalau nggak diingatkan," pinta Sonya sambil mengucapkan beberapa kata perpisahan sebelum memutuskan sambungan telepon dari Hana.Setelah ia menitipkan Hana dan Haikal di rumah Lidya, Awan sama sekali tidak mau mengatakan ke mana mereka akan pergi dan ternyata Awan membawanya ke salah satu resort yang ada di pulau seribu. H island resort.Sonya tersenyum saat berjalan