"Ibu ... Ibu ...," isak Sonya sembari membenamkan wajahnya di dada Awan, air mata dengan cepat membasahi kemeja Awan."Kenapa?" tanya Awan seraya mendorong badan Sonya agar dirinya bisa melihat wajah Sonya yang sudah basah karena air mata."Aku ... aku ... aku ... Ibu ... Ibu ...." Sonya terbata-bata dan menatap Awan kebingungan seolah bingung akan mengatakan apa."Sonya, Sayang ... kamu kenapa? Mantan mertua kamu itu kenapa?" tanya Awan bingung karena Sonya terlihat histeris."Ibu meninggal, Wan. Ibu meninggal," ucap Sonya sembari mengeratkan pelukkannya, berjuang menahan bobot tubuhnya agar tetap berdiri tegak walau lutut Sonya sudah tidak mampu menopang tubuhnya sama sekali.Awan dengan cepat memeluk Sonya dengan lebih erat lagi, beberapa kali Awan kecup bagian atas kepala Sonya agar wanita itu bisa tenang dan diam. "Tenang, Sonya ... tenang.""Wan ... aku, aku harus gimana? Ibu meninggal, aku nggak punya orang tua lagi, Ibu meningal dan semuanya ninggalin aku." Sonya menyadari saa
"Awan?" tanya Sonya kaget saat berbalik dan mendapati Awan sedang berada di belakangnya, kulit punggungnya terasa hangat karena dada Awan dan bercampur dinginnya air yang mengalir membasahi tubuh Sonya. "Apa?" tanya Awan santai sambil mengusap bahu Sonya pelan, membuat wanita itu meremang."Kamu mau apa?" tanya Sonya saat jemari Awan menyusup ke belakang kepalanya dan Sonya terhentak saat rambutnya ditarik kebelakang dan diputar perlahan hingga wajahnya menghadap Awan kedua kalinya. "Ah ...."Awan terkesiap saat mendengar desahan Sonya dan wajah juga bibir Sonya yang sensual, bibir kekasihnya itu terbuka, basah dan terlihat menggoda, meraungkan gairah di setiap inci tubuhnya yang dengan cepat membuat kejantanannya mengeras sempurna tanpa butuh rangsangan apa pun juga. "Aku mau mandi, Wan," bisik Sonya sembari meremas spon mandi miliknya saat merasakan Awan yang tegang di belakang tubuhnya. "Awan ....""Mandi aja, anggap aja aku nggak lagi di sini, anggap aja aku bukan siapa-siapa,"
Sonya meliukkan lidahnya di bagian ujung batang kenikmatan Awan, lidahnya bergerak naik dan turun. "S-Sonya," erang Awan saat Sonya memasukkan seluruh batang kenikmatan miliknya ke dalam mulutnya yang mungil, Awan terkesiap saat merasakan sentuhan hangat Sonya di setiap inci kejantanannya. Kenikmatan itu dengan cepat menggempurnya, tanpa sadar tangannya meraba bagian belakang kepala Sonya dan menekannya, membenamkan lebih banyak lagi batang kenikmatan miliknya. Sonya mengisap dan meliukkan lidahnya dengan ahli, membuat Awan meracau memanggil namanya terus menerus. Sonya melepaskan kulumannya dan mulai meliukkan lidahnya dari bagian dalam ke bagian pucuk batang kenikmatan, Sonya mengecupi dan terus meliukkan lidahnya di sana membuat Awan mengeram sambil mencengkeram pucuk rambut Sonya. Pinggul Awan bergerak maju mundur, menikmati setiap inci bagian dalam bibir Sonya yang memerangkapnya dengan erat, lidah Sonya yang hangat seolah menggempurnya dengan gempuran kenikmatan yang meledak d
Sonya merasakan pipinya terasa hangat dan bergerak naik dan turun, sesekali terdengar suara bersin yang membuat Sonya terbangun dari tidurnya. Dengan malas Sonya mengangkat kepalanya dan menengok melewati bahunya lalu mendapati Awan yang sedang menutup hidungnya dengan tisu.“Kamu kenapa?” tanya Sonya kaget saat melihat hidung Awan yang sudah memerah karena digosok tisu.“Ah ... astaga, aku kayanya flu,” jawab Awan dengan suara bindeng dan serak, sesekali Awan menghirup ingusnya dan batuk beberapa kali.Sonya dengan cepat menjangkau laci yang ada di samping ranjang dan mendapatkan termometer dari sana, akibat itu semua payudaranya menekan wajah Awan yang terasa panas.“Nggak bisa napas, Sonya, aku suka payudara kamu. Tapi, sekarang aku nggak bisa napas, Sayang,” bisik Awan yang berusaha bernapas di antara payudara Sonya yang kenyal, andai ia tidak sakit mungkin saat ini Ia sudah menggigit puting Sonya atau mengulumnya dan berakhir dengan teriakkan Sonya meminta ampun. Tapi, sayangnya
"Asin?" tanya Sonya kaget dengan perkataan Awan, dengan cepat ia mencoba bubur yang ia buat karena selama proses memasak Sonya sama sekali tidak mencicipinya sama sekali, ia hanya mengikuti resep yang ada di salah satu Channel Youtube. Dengan cepat Awan menyentuh tangan Sonya dan mengambil mangkok dan sendoknya, "Aku makan sendiri aja." "Eh ... katanya asin," ucap Sonya sembari mengembikkan mulutnya karena merasa sedikit tersinggung kerja kerasnya memasak selama satu jam disebut asin. "Asin?" Awan sadar kalau Sonya merasa sakit hati dengan kata-katanya, Awan yakin kalau Sonya membuat buburnya ini sesuai dengan resep yang ia lihat entah di mana. "Iya, kata kamu tadi asin," ucap Sonya sembari mencoba mengambil sendok yang ada di tangan Awan, berusaha untuk mencicipi buburnya. "Nggak aku nggak bilang asin, aku bilang ...." Awan berjuang memikirkan kata yang pas dan rada mirip dengan kata asin, nihil otaknya tiba-tiba tidak dapat berpikir sama sekali. Buntu. "Wan ... sini aku cob—"
“Is oke … Sonya kamu ada aku,” bisik Awan pelan membuat Sonya hanya bisa menghela napas dan menangis pelan. “Aku nggak paham lagi, aku kaya selalu salah di mata semua orang. Orang-orang yang aku sangka teman ternyata mereka bukan teman dan orang-orang yang benar-benar baik sama aku satu persatu ninggalin aku,” isak Sonya yang mencurahkan kepedihannya pada Awan berusaha untuk mengutarakannya sebaik mungkin padahal perasaannya saat ini sedang porak poranda.“Orang tua aku, kedua mertua aku, anak aku, dan psikolog aku, semuanya tinggalin aku sendirian. I am feel alone, Wan.” Sonya mengusap air matanya dan merapatkan diri ke tubuh Awan.“Is oke, kamu masih punya aku.”“Aku nggak punya apa-apa lagi, rumah hasil kerja keras dan warisan dari kedua orangtua aku sudah dijual. Mobil aku udah diambil dan semuanya milik aku udah nggak ada, untungnya ada kamu yang mau nampung aku,” isak Sonya yang masih merasa sedih mendengar keputusan pengadilan yang mengatakan kalau semua harta miliknya tetap s
Awan mengusapi punggung Sonya hingga wanita itu tertidur, dia tahu kalau wanita itu kekurangan waktu tidurnya karena apa yang mereka lakukan di kamar mandi. Bercinta dengan Sonya seolah menjadi sebuah kebutuhan bagi Awan, tidak ... lebih tepatnya sebuah candu.Tangan Awan menelusuri punggung Sonya, menurun hingga paha putih Sonya. Mata Awan tertahan di kaki wanita itu yang saat ini sedang terbelit di kakinya. "Kenapa kaki kamu sexy banget, Sonya?" tanya Awan yang tanpa sadar mengelus kaki Sonya pelan membuat Sonya menggerakkan tubuhnya berbalik menjauhi Awan dan kembali tidur.Awan tersenyum dan mengecup kaki Sonya pelan, merasakan halusnya tungkai kaki Sonya. Rasanya ia ingin berlari dan mengambil sepatu hak tinggi Sonya lalu meminta Sonya mengenakannya, ia suka saat kaki Sonya mengenakan salah satu sepatu YSL hitam miliknya.Dengan cepat Awan berdiri dan mengambil gelas dari nakas, ia ingin mengambil minum untuk membasahi tenggorokkannya. Awan berjalan sepelan mungkin agar Sonya ti
"Awan ... astaga, ayo cepet, mau sampai kapan kamu di kamar? Apa lagi yang mau kamu lakuin di kamar? Cepet, kita mau operasi appendix," teriak Sonya yang sudah tidak sabar untuk segera ke rumah sakit setelah dirinya ditelepon oleh pihak rumah sakit."Sebentar, aku bawa tas aku dulu," ucap Awan sembari berlari ke arah Sonya dengan tergopong-gopong, tangannya bahkan masih berusaha mengenakan sepatu olah raga miliknya."Awan ... ih, kamu tuh kayanya sempurna disegala sisi tapi, ceroboh dan leletnya nggak ada dua, ayo, dong, Wan," ajak Sonya kesal sembari mengetuk-ngetukkan sepatunya di lantai saking kesalnya menunggu Awan, bayangkan dia sudah menunggu selama 30 menit di depan pintu garasi. Sonya merasa dirinya sudah seperti patung Pancoran yang berdiri saja tanpa melakukan apa pun juga."Sebentar, Sayang aku mau ambil bu—""Awan, sumpah, yah, ayo ... cepet, ampun Tuhan ... lama amat sih," potong Sonya gemas, Sonya merasa ini sudah terlalu lama dan dia kesal bukan main dengan kelakuan Awa