Di taman bunga milik kediaman keluarga Shen, angin berembus lembut menerpa kelopak bunga peony yang bermekaran. Di bawah paviliun bermotif awan, beberapa gadis bangsawan duduk melingkar di sekitar meja batu, menyeruput teh bunga sambil berbincang dengan suara lembut dan tertawa kecil yang sopan. Namun di balik senyum manis dan tutur kata yang anggun, terselip rasa penasaran, kecemburuan, bahkan rasa terancam.“Aku mendengar kabar,” ujar Nona Shen dengan nada seolah tak sengaja, “bahwa Yang Mulia Kaisar Tian Ming membawa seorang gadis ke dalam istana secara langsung. Kabarnya ... gadis itu sangat cantik.”Beberapa kepala menoleh, mata mereka saling berpandangan. Ada yang tertawa kecil, ada pula yang mengerutkan alis.“Oh? Cantik?” sahut Nona Lin dengan nada setengah sinis. “Mungkin hanya rumor yang dibesar-besarkan. Istana ini sudah penuh dengan wanita cantik. Apa istimewanya lagi? Atau mungkin mereka salah lihat.”“Benar juga,” timpal Nona Yu sambil memutar cangkir tehnya. “Belum tent
Keesokan paginya, kabut masih menggantung tipis di atas padang pelatihan saat Zhao Xueyan berdiri tegak di depan barisan pasukan. Rambutnya diikat rapi, mengenakan pakaian pelatihan sederhana berwarna gelap, namun pesonanya tetap mencolok. Di hadapannya, puluhan prajurit muda mendengarkan dengan serius, sementara beberapa jenderal muda berdiri di samping, mencatat dengan teliti.“Jika kalian ingin selamat di medan perang, maka mulai hari ini ... lupakan belas kasihan saat menghadapi iblis! Dan kalian harus bertahan, ada keluarga yang menunggu kalian semua.” Suara Zhao Xueyan tegas, namun tidak membentak. Matanya tajam, mengamati setiap wajah di hadapannya.“Konsentrasi. Fokus pada titik lemah. Jangan panik. Dan yang terpenting—lindungi rekan di kiri dan kananmu!” tambahnya sambil menunjuk arah dengan tongkat kayu.Dari kejauhan, di balik naungan pohon plum, sosok Kaisar Tian Ming berdiri. Mata elangnya mengamati setiap gerakan Zhao Xueyan. Pakaian kekaisarannya yang berwarna biru gel
Begitu Zhao Xueyan mendekat, keempat gadis bangsawan itu langsung menyambutnya dengan senyuman manis yang terasa kaku.“Perkenalkan, aku Xiao Zhen, putri dari menteri pengawas Xiao,” ujar gadis bermata tajam itu, nada suaranya terdengar bangga.“Aku Shen Liyue, putri pejabat senior di Kementerian Dalam Negeri Kekaisaran,” sahut Nona Shen dengan senyum menyudut.“Aku Yu Wan’er dari Keluarga Yu yang memimpin Departemen Keuangan,” kata gadis bergaun hijau muda.“Aku Lin Qiaoyun dari Klan Lin yang terkenal di Selatan,” sambung Nona Lin dengan anggun.Mereka menyebutkan nama dan gelar keluarga dengan penuh keangkuhan, menanti reaksi Zhao Xueyan. Mereka pikir Zhao Xueyan akan membungkuk, setidaknya menunjukkan kerendahan hati.Namun Zhao Xueyan hanya menatap mereka satu per satu, lalu membungkuk sedikit—cukup sopan, tapi tanpa ekspresi tunduk.“Zhao Xueyan,” ucapnya singkat, suaranya tenang dan datar. “Seorang wanita tanpa gelar, tapi tidak tanpa harga diri.”Keempat gadis itu saling berpan
Malam harinya, di kediaman masing-masing, para gadis bangsawan tak bisa menahan rasa penasaran dan kekesalan yang masih tersisa di hati mereka. Satu per satu dari mereka mendekati sang ayah, pria-pria terpandang yang memegang jabatan penting di istana Kekaisaran Tianyang.Di kediaman Keluarga Shen, Nona Shen duduk di hadapan ayahnya, Menteri pengawasan dalam negeri. Wajahnya cemberut namun tetap menjaga kelembutan suaranya.“Ayah, apakah kau sudah mendengar tentang gadis bernama Zhao Xueyan? Apa latar belakangnya sudah diketahui?”Sang menteri menghela napas berat. “Aku sudah mengirim orang untuk menyelidikinya, tapi informasi tentang dia sangat terbatas. Seolah-olah dia muncul begitu saja tanpa jejak keluarga bangsawan atau afiliasi klan manapun.”Nona Shen menggigit bibir bawahnya. “Ayah … kau tahu betapa pentingnya posisi permaisuri. Aku tak akan kalah dari gadis tanpa nama itu.”Di sisi lain, Nona Xiao Zhen juga berdiri anggun di depan ayahnya, Jenderal Xiao yang ternama.“Ayah, a
Beberapa hari kemudian, suasana di Istana Kekaisaran Tianyang tampak jauh lebih sibuk dari biasanya. Setiap sudut istana dirias dengan kain sutra berwarna merah keemasan dan hiasan lentera kristal, menandakan bahwa acara penting akan segera digelar.Zhao Xueyan yang baru saja melangkah keluar dari ruangannya bersama Niuniu dan beberapa pelayan, langsung mengerutkan kening heran. Matanya menyapu pemandangan sibuk para pelayan dan pengawal istana yang berlalu lalang, membawa berbagai perlengkapan serta bendera-bendera dari negeri luar."Ada apa ini? Kenapa sangat meriah?" tanya Zhao Xueyan dingin namun tenang, matanya menyipit memerhatikan keramaian.Salah satu pelayan yang mengikuti Zhao Xueyan segera elangkah dan membungkuk memberi hormat. “Nona Zhao, maafkan hamba tidak memberitahu sebelumnya. Dua hari lagi, perwakilan dari Kekaisaran Changhai, Kekaisaran Heifeng, dan Kekaisaran Zhengtang akan tiba di Istana Kekaisaran. Mereka datang sebagai bagian dari delegasi benua Fenghui, untuk
Sebelum pergi, Zhao Xueyan sempat melirik seorang tabib muda yang selama ini paling keras mengkritiknya. Dia mendekat, lalu berkata tenang, “Ilmu bukan untuk dibanggakan, tapi untuk menyelamatkan. Jika kau hanya ingin menjadi yang paling pintar, maka kau akan kalah dari yang paling bijak.”Tabib muda itu menunduk dalam-dalam. “Saya mengerti, Nona Zhao. Terima kasih atas nasihatnya.”Zhao Xueyan kemudian berbalik dan melanjutkan langkahnya keluar dari taman obat. Niuniu mengekor di belakang, matanya berbinar bangga melihat betapa dihormatinya sang nona kini.“Nona memang selalu punya cara untuk membungkam mulut mereka,” gumam Niuniu yang masih didengar oleh Zhao Xueyan. “Ayo kita ke taman! Aku ingin mencari udara segar.” Zhao Xueyan segera berjalan diikuti oleh para pelayan serta Niuniu. *****Di halaman batu putih menuju Paviliun Timur, Zhao Xueyan berjalan santai dengan Niuniu di belakangnya. Langit mulai berwarna keemasan, menandakan sore menjelang malam. Udara cukup tenang, namu
Beberapa hari telah berlalu, dan kini hari yang dinanti pun tiba—hari penyambutan tamu agung dari benua Fenghui. Istana Kekaisaran Tianyang tampak megah dan sibuk sejak pagi. Bendera-bendera Kekaisaran berkibar gagah, jalan-jalan utama dihias kain sutra dan lentera emas, serta aroma bunga langka semerbak memenuhi udara.Di depan gerbang utama istana, para pejabat tinggi, jenderal, bangsawan, serta anak-anak gadis dan tuan muda dari keluarga ternama telah berkumpul dengan hanfu terbaik mereka. Para gadis tak henti mematut diri, sesekali saling berbisik memuji tampilan masing-masing—dan diam-diam, mempersiapkan diri untuk mencuri perhatian para tamu, terutama para pangeran atau jenderal muda dari Kekaisaran lain.Tak lama, suara gong terdengar pelan.“Yang Mulia Kaisar tiba!”Kaisar Tian Ming muncul di balik pilar-pilar tinggi, berjalan berdampingan dengan Ibu Suri Gao. Jubah kebesaran emas dengan bordiran naga hitam yang megah membalut tubuh tinggi tegapnya. Wajahnya seperti diukir dar
Saat semua tamu resmi telah tiba dan turun dari kereta serta kuda masing-masing, suara gong pelan menggema menandakan penyambutan dimulai secara resmi. Para pejabat, bangsawan, serta jenderal dari Kekaisaran Tianyang serempak membungkuk hormat ke arah tamu-tamu agung dari tiga Kekaisaran: Changhai, Heifeng, dan Zhengtang.“Selamat datang di kekaisaran Tianyang, Benua Yunzhu!” Dengan gerakan penuh wibawa, perwakilan dari tiga Kekaisaran itu pun membalas dengan hormat yang sama, penuh kesopanan dan kebesaran.Di tengah deretan para tokoh penting itu, tatapan Jenderal Zhao Yun tak pernah lepas dari putrinya. Ia tersenyum tipis, matanya menyiratkan kelegaan dan bangga yang mendalam.‘Xueyan-ku … syukurlah kau baik-baik saja. Lebih dari itu .…’ batinnya, nyaris menahan diri agar tidak langsung memeluk gadis kecil yang kini menjelma menjadi sosok yang luar biasa kuat dan anggun.Zhao Xueyan berdiri tenang di samping para petinggi, hanfu biru berhiaskan motif awan dan bunga salju berkibar
Zhao Xueyan melangkah cepat, gaunnya berkibar tertiup angin pagi. Wajahnya yang biasanya tegas kini diliputi emosi yang campur aduk—marah, kecewa, sedih. Ia melewati para pelayan yang membungkuk memberikan hormat, tapi ia tak menyahut. Di koridor luar, Wu Liang dan Yu Qie—yang sejak tadi masih penasaran—hanya bisa saling melirik ketika melihat sosok Zhao Xueyan berjalan dengan pandangan kosong. Wajahnya merah, bibirnya sedikit gemetar, dan sorot matanya penuh luka.Wu Liang mengangkat alis, berbisik pada Yu Qie, "Ada apa itu?"Yu Qie menelan ludah. “Kelihatannya … tidak baik.”Keduanya menoleh ke arah pintu ruang kerja sang kaisar. Ada rasa khawatir dan ragu di wajah mereka. Namun akhirnya, mereka memutuskan masuk kembali setelah mengetuk perlahan.“Yang Mulia .…” ucap Wu Liang pelan sambil sedikit membungkuk, diikuti Yu Qie yang ikut menunduk hormat.Begitu pintu tertutup di belakang mereka, suasana ruang kerja benar-benar berubah. Tidak lagi penuh wibawa, tapi berat dan muram. Di b
Tian Ming melangkah lebih dekat, setiap langkahnya terasa berat, membawa gelombang tekanan yang membuat dedaunan bergetar. Ia berdiri di antara mereka, meraih tangan Zhao Xueyan dan menariknya ke belakangnya.“Kau mungkin lupa, tapi Zhao Xueyan yang ini bukan milikmu lagi. Bahkan ... mungkin tidak pernah,” suara Tian Ming rendah, penuh amarah yang ditahan.“Apa maksudmu Kaisar Tian Ming? Tentu dia pernah menjadi milikku, karena dia mantan istriku,” sarkas Kaisar Zheng Yu. Kaisar Tian Ming mendengkus. “Kau bahkan tidak tahu apa-apa tentang Zhao Xueyan. Jadi berhentilah berharap, karena dari awal dia hanya milikku.” Zhao Xueyan berdiri diam di belakangnya, matanya mengeras namun tetap tenang.Zheng Yu menatap keduanya, ekspresinya gelap. Namun ia akhirnya mengendurkan genggamannya dan tersenyum miring.“Kita lihat saja, apakah perasaan yang pernah ada ... benar-benar telah mati.”Tanpa menunggu jawaban, Zheng Yu berbalik pergi. Matanya tajam, menyiratkan kebencian dan obsesi pada Zhao
Di dalam paviliun timur yang hangat dan harum oleh wangi teh, para pelayan berdiri rapi dengan kepala menunduk. Niuniu dengan sigap menuangkan teh ke dalam cangkir porselen di depan Jenderal Zhao Yun.“Silakan, Jenderal,” ucap Niuniu dengan sopan.Zhao Yun menerima cangkir itu, menatap pelayan muda tersebut sejenak, lalu mengangguk dalam.“Niuniu! Terima kasih karena telah menjaga Xueyan,” ucapnya, tulus.Niuniu buru-buru menggeleng, wajahnya sedikit merah. “Jenderal Zhao ... bukan saya yang menjaga nona, justru nona yang melindungi saya. Berkali-kali.”Zhao Yun melirik putrinya, senyumnya tipis dan hangat. “Ya ... itu memang sifatnya sejak kecil.”Zhao Xueyan duduk dengan anggun di sisi ayahnya, menatap wajah yang sangat dirindukannya itu. Suaranya lembut saat bertanya, “Ayah ... kenapa Ibu tidak ikut bersamamu? Bagaimana kabarnya?”Jenderal Zhao Yun menghela napas pelan, matanya menerawang sejenak. “Ibumu ... tidak bisa melakukan perjalanan jauh. Belakangan ini tubuhnya mudah lelah.
Setelah para tamu dan jenderal keluar satu per satu dari Balairung Kekaisaran, Zhao Xueyan berdiri dari kursinya dan berjalan cepat menghampiri seorang pria paruh baya yang berdiri tenang di dekat tiang batu. Matanya yang biasanya dingin kini terlihat hangat.“Ayah .…” panggilnya pelan namun penuh rindu.Jenderal Zhao Yun menoleh dan menatap putrinya dengan senyum tipis. “Xueyan.”Zhao Xueyan langsung menunduk memberi hormat, tapi sang ayah menahan gerakannya dan menepuk ringan pundaknya.“Sudah, tak perlu formal padaku.”“Terima kasih … karena Ayah masih hidup dan sehat. Aku benar-benar lega,” gumam Zhao Xueyan dengan suara bergetar.Zhao Yun tertawa kecil. “Kau pikir aku akan mati semudah itu? Ayahmu ini dilatih di medan perang, bukan taman bunga.”Zhao Xueyan tersenyum, matanya sedikit berkaca-kaca.“Ayah, bagaimana kalau ikut aku ke paviliun timur? Aku punya kamar lebih di sana, lebih nyaman daripada barak istana.”Zhao Yun mengangguk. “Baiklah, kalau itu membuatmu tenang.”Namun
Suasana Balairung Kekaisaran Tianyang kini dipenuhi ketegangan yang kental. Para jenderal duduk berjajar, mata mereka fokus ke arah peta besar yang terbentang di atas meja kayu panjang. Di sisi kanan dan kiri, para utusan dari Kekaisaran Changhai, Zhengtang, dan Heifeng turut hadir, masing-masing mengenakan jubah resmi mereka, wajah-wajah serius menggambarkan urgensi situasi.Kaisar Tian Ming duduk di kursi utama, mata tajamnya menatap peta yang menunjukkan lima titik portal iblis. Empat di antaranya telah disegel oleh pasukan elit Tianyang.Seorang jenderal berdiri, melapor dengan nada tegas.“Yang Mulia, empat portal telah berhasil kami segel. Namun ... satu portal terakhir berada di Lembah Hujan Darah, dan saat ini lembah tersebut telah sepenuhnya dikuasai oleh bangsa iblis. Mereka menjadikan tempat itu markas utama mereka.”“Lembah Hujan Darah .…” gumam kaisar Tian Ming. “Bukan tempat yang mudah untuk ditembus.”Semua mata tertuju padanya, menanti keputusan. Tapi tiba-tiba, sebuah
Setelah jamuan makan selesai dan musik pelan berhenti mengalun, para pejabat dan jenderal satu per satu bangkit dari tempat duduk mereka. Mereka mulai bergerak menuju Balairung Kekaisaran Tianyang, tempat diadakannya rapat militer untuk membahas strategi pertahanan terhadap serangan dari utara.Zhao Xueyan berdiri anggun, mengikuti langkah para pria tersebut tanpa ragu. Tapi baru beberapa langkah, langkahnya dihentikan oleh suara nyaring yang penuh sindiran."Eh, mau ke mana, Nona Zhao?" tanya Nona Xiao Zhen sambil menyipitkan mata."Balairung Kekaisaran bukan tempat jalan-jalan, apalagi untuk seorang wanita," tambah Nona Lin dengan senyum mengejek."Benar," sela Nona Yu. "Kau itu hanya seorang gadis dari desa yang kebetulan dibawa masuk ke istana oleh Yang Mulia. Jangan pikir hanya karena makanan tadi enak, kau bisa ikut campur dalam urusan negara."Beberapa gadis bangsawan lainnya tertawa pelan, menutup mulut dengan kipas sambil saling menatap penuh kemenangan.“Memang benar, ya! Se
Setelah para tamu duduk di tempat masing-masing, suasana aula utama Kekaisaran Tianyang terasa lebih hangat. Pelayan-pelayan berdiri berjajar, menyajikan anggur dalam cawan giok bening dan piring-piring indah berisi hidangan yang baru saja diangkat dari dapur istana.Di tengah aula, musik lembut mulai mengalun. Para penari istana dengan kostum anggun berwarna merah muda dan emas menari mengikuti irama, mempercantik suasana.Namun tak lama, wajah para tamu, pejabat, jenderal, bangsawan, termasuk kaisar Tian Ming dan Ibu Suri Gao, mulai menunjukkan ekspresi heran. Bukan karena tarian, melainkan makanan yang tersaji di hadapan mereka.“Makanan apa ini?” tanya salah satu pejabat tua sambil menatap bingung ke arah piringnya.“Mengapa bentuknya seperti ini … tidak seperti hidangan kekaisaran biasanya,” gumam seorang gadis bangsawan.Di hadapan mereka tersaji ayam teriyaki dengan saus kental yang harum, kentang goreng tipis garing seperti lidi emas, salad sayur segar dengan saus creamy dari
Langkah kaki rombongan bangsawan dan pejabat istana terdengar beriringan saat mereka berjalan menuju aula utama Kekaisaran Tianyang. Dentingan perhiasan dan suara bisik-bisik para nona bangsawan menggema di sepanjang koridor, diselimuti rasa penasaran dan juga … sindiran.Di barisan belakang, Nona Xiao Zhen menyibak lengan bajunya dengan angkuh, lalu berbisik cukup keras agar bisa didengar oleh para pengikutnya.“Huh, kita lihat saja nanti,” ujarnya sambil mendengus, “Apa yang bisa dilakukan seorang gadis yang hanya dipungut oleh kaisar?”Nona Yu terkekeh, “Apalagi dia menerima tantangan kita untuk ikut serta dalam dekorasi aula. Apa dia pikir bermain-main di taman obat membuatnya tahu cara menghias aula kekaisaran?”Nona Lin menambahkan dengan suara mencibir, “Mungkin dia akan menggantung gulungan ramuan di langit-langit! Ha!” Nona Shen menambahkan. “Kau benar! Kali ini gadis desa itu akan tahu tempatnya di mana. Hanya seorang gadis desa ingin menjadi Phoenix. Sungguh malang sekali!
Saat semua tamu resmi telah tiba dan turun dari kereta serta kuda masing-masing, suara gong pelan menggema menandakan penyambutan dimulai secara resmi. Para pejabat, bangsawan, serta jenderal dari Kekaisaran Tianyang serempak membungkuk hormat ke arah tamu-tamu agung dari tiga Kekaisaran: Changhai, Heifeng, dan Zhengtang.“Selamat datang di kekaisaran Tianyang, Benua Yunzhu!” Dengan gerakan penuh wibawa, perwakilan dari tiga Kekaisaran itu pun membalas dengan hormat yang sama, penuh kesopanan dan kebesaran.Di tengah deretan para tokoh penting itu, tatapan Jenderal Zhao Yun tak pernah lepas dari putrinya. Ia tersenyum tipis, matanya menyiratkan kelegaan dan bangga yang mendalam.‘Xueyan-ku … syukurlah kau baik-baik saja. Lebih dari itu .…’ batinnya, nyaris menahan diri agar tidak langsung memeluk gadis kecil yang kini menjelma menjadi sosok yang luar biasa kuat dan anggun.Zhao Xueyan berdiri tenang di samping para petinggi, hanfu biru berhiaskan motif awan dan bunga salju berkibar