Salju kembali turun pada jam dua dini hari, jendela di lantai lima masih terbuka lebar, hawa dingin menerobos ke dalam tanpa permisi. Menerpa dua insan yang bergelung di bawah selimut tebal, saling berpelukan dengan cinta. Kamar itu tampak sedikit berantakan karena pakaian yang berserakan di lantai. Sisanya, tampak tidak berubah seperti sedia kala. Yinlan membuka matanya, menatap wajah Jing Xuan yang sedekat itu, dia tersenyum, menikmati keindahan yang tak ternilai ini. Dia mengangkat tangannya, mengusap ujung hidung Jing Xuan yang mancung itu, perlahan mengusap alisnya yang tebal. Jika dibandingkan dengan Ling Xiao, suaminya di kehidupan masa lalunya, Jing Xuan jauh lebih baik dari segi mana pun. Jing Xuan tiba-tiba membuka matanya, lembut menatap Xie Yinlan yang terkejut. Senyum tipis mulai mengembang, Jing Xuan bertanya pelan, “Kenapa masih belum tidur? Harusnya kau sudah cukup lelah, kan?” Yinlan menggigit bibir, sedikit panik, “Aku hanya belum mengantuk.” “Apakah kau masi
Yinlan mengembuskan napas pelan, dia menyelimuti Jing Xuan dengan rapat, kemudian merapikan peralatan medisnya. “Apakah sudah selesai?” Mao Lian mendekat, Liu Xingsheng berdiri di dekat pintu dengan kedua lengan terlipat di depan dada. Yinlan ber-hssh pelan, “Yang Mulia baru saja tertidur.” Mao Lian mengisyaratkan padanya agar dia mengikutinya ke lantai bawah bersama Liu Xingsheng. Yinlan mengangguk dan berjalan menuruni anak tangga. “Selir, kau bisa kembali ke Paviliun Hua Rong sekarang. Terima kasih karena sudah menjaganya semalaman.” Mao Lian berkata sambil menyeringai lebar, dia menggaruk tengkuknya, sedikit canggung saat mengatakan ‘semalaman’. “Eh? Aku pulang? Bagaimana jika dia bangun?” Yinlan menatap tak percaya. “Aku akan menjaganya, kau pulang saja. Lagi pula …, Yang Mulia sudah berpesan agar aku mengantarmu kembali setelah semuanya selesai. Ada kemungkinan Permaisuri juga datang ke sini dalam waktu dekat, lebih baik dia jangan sampai tahu kalau kau sempat berada di si
“Apa?! Jadi …, dia menjemputmu di luar Istana?” A-Yao berseru tak percaya. Yinlan menutup mulutnya rapat-rapat, dia melotot tajam, “Apakah aku perlu menghancurkan pita suaramu?” A-Yao segera diam, kemudian menggeleng. Dia merasa ini terlalu mengejutkan baginya. Dia berpikir berkali-kali tentang kalimat yang Jing Xuan ucapkan padanya saat mengira kalau dia adalah Yinlan. “Omong-omong, saat duduk di ranjang ini dan mengira aku adalah kau …, Yang Mulia juga mengatakan beberapa patah kata untukmu, Selir.” A-Yao menatap langit-langit kamar sambil berpikir. “Memangnya kalimat seperti apa?” A-Yao meletakkan telunjuk dan ibu jarinya di dagu, terus mendongak melihat langit-langit, berpikir keras, “Hm …, seingatku, dia memulainya dengan meminta maaf, kemudian bertanya apakah kau marah padanya? Lalu mengatakan kalau semua yang dia lakukan padamu itu sejatinya untuk melindungimu. Aku tidak mengerti, tapi sepertinya permintaan maafnya itu tulus, Selir.” Yinlan terdiam dengan senyum tipis di
Sudah sejak dua hari yang lalu Nanzhou dihujani salju lebat, membuat jalanan diselimuti warna putih, para pejalan kaki mengenakan mantel tebal dan mengembangkan payung. Xi Feng berjalan pelan menuntun kudanya memasuki gerbang kota setelah menerima surat jalannya yang baru diperiksa petugas di gerbang. Bola matanya bergerak ke sana kemari mencari tempat di mana dia bisa menemukan informasi yang akurat. Xi Feng pernah tinggal cukup lama di Nanzhou. Dia mengenal kota ini dengan sangat baik. Beberapa orang yang lewat bahkan menyapanya karena masih mengingat wajahnya yang memiliki ciri khas bekas luka di pipi itu. Dia murid seorang tabib yang terkenal di dunia persilatan bersama Liu Xingsheng dan Shangguan Zhi sebelum kedua orang itu pindah ke akademi pengobatan yang dikelola kekaisaran. Xi Feng mengikat kudanya di depan sebuah restoran cepat saji yang berada tak jauh dari gerbang utama kota. Dia mendongak dan sebentar menatap nama restoran itu. Matanya memicing, “Restoran Zhuque,” s
Mereka memasuki Hutan Nanzhou, duduk di atas punggung kuda yang berlari kencang membelah jalanan bersalju tebal. Shangguan Yan memimpin jalan, Xi Feng menyusul di sampingnya dengan patuh. Beberapa saat yang lalu, Shangguan Yan memperingatkannya sesuatu, berkata bahwa dia harus berhati-hati dan mengamati sekitar dengan baik. “Hutan ini adalah persinggahan pembunuh bayaran. Jika tidak ingin menjadi korban salah sasaran, kau harus memperhatikan sekitarmu dengan baik.” Xi Feng terkekeh, “Aku tidak sebodoh itu, Shangguan Yan. Kau juga jangan lupa, sebelum menjadi Tabib Kekaisaran, aku pernah menggemparkan Dunia Persilatan dengan gelar Tabib Racun yang kumiliki.” Shangguan Yan menanggapinya dengan tawa renyah, “Sebaiknya kau jangan terlalu sombong. Sehebat apa pun Tabib Racun, para pembunuh bayaran ini bukan tandinganmu tentu saja.” Xi Feng mendengus, mengentakkan tali kemudinya dan melesat mendahului Shangguan Yan. Wanita itu tampak santai saja meski hutan yang sedang dilaluinya sema
Setelah memanggil Tabib Senior Pei, Xie Qingyan berpapasan dengan pelayan dari Istana Mingyue. Pelayan itu mengatakan bahwa Ibu Suri datang untuk mengunjunginya. Xie Qingyan mengurungkan niatnya yang hendak kembali ke Paviliun Longwei. Dia meninggalkan pesan pada Tabib Senior Pei agar disampaikan pada Jing Xuan, “Katakan aku telah kembali ke kediaman, Yang Mulia harus beristirahat yang cukup, aku akan datang lagi pada sore hari.” Tabib Senior Pei mengangguk, “Baik, Yang Mulia.” Tabib senior yang sudah beruban dan berjalan memakai tongkat itu tersenyum tipis, berjalan kembali ke Balai Kesehatan Istana tanpa pergi ke Paviliun Longwei sama sekali. “Dia masih saja tidak menyadarinya. Pria tua bangka sepertiku mana mungkin sanggup menaiki anak tangga yang banyak itu hingga tiba di puncak paviliun.” Tabib Senior Pei terkekeh. Sementara di Paviliun Longwei, Jing Xuan menyuruh Mao Lian turun untuk memberitahu Tabib Senior Pei agar tak perlu mendatanginya. Mao Lian tertawa lebar, “Yang
Tiga puluh menit beristirahat dan mengobati luka, mereka memasuki gerbang pendek itu. Shangguan Yan membungkukkan tubuhnya saat melintasi gerbang pendek itu. Xi Feng masih berdiri di luar gerbang dan tampak tidak mengerti kenapa Shangguan Yan mendatangi tempat ini. Saat menyadari Xi Feng belum mengikutinya, Shangguan Yan melongokkan kepalanya ke luar, dia berseru, “Kenapa masih di sana?!” Xi Feng melipat lengan di depan dada, masih belum mau melangkah masuk. “Kenapa kau membawaku ke Pasar Gelap?” Ya …. Rupanya tempat itu adalah gerbang masuk menuju Pasar Gelap yang terkenal di Dunia Persilatan. Mereka menyebutnya demikian karena pasar ini menjual barang-barang yang tidak umum di mana pun. Atau bahkan menjual barang-barang yang dilarang beredar di kekaisaran. Tak jarang, mereka menjadikan tempat ini sebagai tempat yang bagus untuk melakukan transaksi ilegal.Shangguan Yan berdecak pelan, dia menyambar lengan Xi Feng dan menariknya masuk. “Karena sudah memutuskan untuk mengikutiku,
Di cuaca yang dingin ini, Xie Yinlan duduk bersantai di beranda rumahnya, masih berkutat dengan kain, benang dan jarum sejak dua hari yang lalu. Saat A-Yao menanyainya tentang pekerjaan barunya itu, Yinlan menjawab dia sedang menjahit pakaian musim semi untuk seseorang. A-Yao mencibir, “Kau semakin tahu caranya mengutarakan isi hati, ya, rupanya,” kemudian terkekeh pelan. Yinlan tersenyum tipis, tidak menanggapi ocehannya itu. Setelah beberapa percakapan pendek, Yinlan menghentikan pekerjaannya. Matahari sudah berada di puncak kepala, A-Yao pergi ke dapur untuk menyiapkan sesuatu. Yinlan menyimpan pakaian yang sedang dijahitnya di dalam laci. Kemudian pergi ke dapur untuk membantu A-Yao. Ya …, itu adalah kebohongan, dia punya tujuan tertentu dengan mendatangi dapur siang ini. Dia menyeringai lebar saat A-Yao menatapnya dengan sebelah alis yang terangkat. Bahkan pelayan-pelayan lain yang sedang ada di dapur juga merasa heran. Mereka dengan polosnya bertanya, “Selir, apakah kau m
Jing Xuan turun dari kereta kuda. Mao Lian membawa sebuah kotak berisi sesuatu yang sepertinya berharga. Kereta kuda itu berhenti tepat di depan Kediaman Adipati Xie yang masih dipenuhi kain berwarna putih di setiap sudutnya. Membuat warga-warga rendahan yang melintas refleks menjatuhkan lutut demi menunjukkan perasaan hormat mereka pada Kaisar. Jing Xuan mengedarkan pandangannya di jalanan, wajah datarnya berubah menjadi senyum ramah yang menyenangkan—dia memang telah banyak berubah setelah mengenal Yinlan lebih dekat. “Berdirilah.” Jing Xuan melangkahkan kakinya di gerbang Kediaman Adipati Xie. Yang ternyata, pemilik rumah itu sudah keluar dari kediaman demi mendengar keributan di luar bahwa Kaisar datang untuk berkunjung. “Yang Mulia, selamat datang.” Mereka segera berlutut dan menautkan kedua tangan untuk mengucapkan salam penghormatan. Jing Xuan buru-buru menyentuh siku mereka dan meminta agar berdiri, “Ibu Mertua, Ayah Mertua, tidak perlu begitu formal.” Keduanya saling m
Shangguan Yan berdiri di depan gedung utama Balai Opera Jiulu. Kedua tangannya mengepal, raut wajahnya datar dan serius. Seorang pelayan pria mendekatinya, “Tuan Muda, apakah kau membutuhkan sesuatu yang baru?” pelayan itu berbisik. Dia bernama Jin Pei. Salah satu informan yang dipekerjakan Shangguan Yan dan menjadi satu-satunya orang yang paling dipercayainya. Dia sangat ahli menyelinap tanpa jejak dan memiliki teknik beladiri yang hebat. Dia memutuskan untuk menyatakan sumpah setia pada Shangguan Yan sejak Shangguan Yan menyelamatkan nyawanya dari jebakan mematikan kelompok seniman beladiri aliran sesat. Orang ini dulunya juga pernah hampir dibunuh Liu Xingsheng, tapi nyawanya selamat setelah Shangguan Yan menyatakan sumpah setia padanya dan bersedia bersembunyi di Balai Opera Jiulu di bawah pengawasan Liu Xingsheng untuk bekerja sama dengannya. Dalam arti, Jin Pei menganggap nyawa yang dimilikinya ini adalah milik Shangguan Yan karena telah diselamatkan dua kali dari kematian.
Xi Feng mengangguk setuju. “Sejak dulu, Shangguan Zhi hanyalah nona keluarga kaya yang manja dan bergantung pada pelayannya. Sedangkan aku dan Liu Xingsheng sudah terbiasa hidup sendiri dan tidak pernah bergantung pada siapa pun, termasuk keluarga.”“Bukankah Tabib Liu itu orang kaya, ya?” Xi Feng juga mengangguk, “Ayahnya bupati di Nanzhou. Liu Yanran, adik Liu Xingsheng dianugerahi gelar Xianzhu (Putri Kabupaten) setelah ayahnya berjasa mempertahankan Heyang dari suku bar-bar di prefektur selatan Nanzhou.” “Tapi Liu Xingsheng sudah tinggal bersama Biksu Baiyuan sejak usianya lima tahun. Dia mempelajari banyak teknik pengobatan, hingga jimat dan ramalan dari Biksu Baiyuan.” “Sementara Biksu Baiyuan mengadopsi seorang anak perempuan yang usianya lebih tua dari Liu Xingsheng. Anak perempuan itu Ye Yunshang. Kudengar dia sudah tidak diasuh Biksu Baiyuan lagi sejak Liu Xingsheng belajar di sana.”“Lalu aku hanya seorang pengembara Dunia Persilatan yang tak memiliki rumah. Biksu Baiyua
Mao Lian mengangguk, “Sepanjang perjalanan, kami berhenti di banyak tempat. Yang pertama kami datangi tepat setelah Ning'er kabur dari Biro Pusat Keamanan adalah Rumah Lianhong.”“Kami mendapatkan kesaksian dari Nona Mu Dan. Yang mengatakan ada seorang pria aneh yang datang tepat saat terjadi kebakaran di Biro Pusat Keamanan.”“Pria itu meminta tolong padanya untuk dipinjamkan surat jalan atas namanya, dia berkata akan pergi ke Tingzhou.” “Lalu kami melakukan perjalanan menuju Tingzhou. Bertemu lima saksi lain yang melihat pria muda, atau wanita paruh baya, bahkan seorang nenek tua yang datang ke tempat-tempat tertentu sesuai perkiraan waktu kami.” “Xi Feng berkata kalau Penyihir Hitam selalu menyamar menjadi orang lain sepanjang jalan. Jadi kami mengikuti petunjuk itu, mencurigai nenek tua, wanita paruh baya, hingga seorang pria muda yang datang di waktu yang sesuai dengan perkiraan kami.”“Ternyata dugaan itu tepat. Nenek tua muncul setelah kami kehilangan wanita paruh baya. Juga
bab 156Tepat setelah rapat pagi dibubarkan, Jing Xuan kembali ke Istana Guanping untuk menemui dua tamu yang sudah ia undang. Di belakangnya, Mao Lian san Xi Feng tampak mengikuti. Masih memakai pakaian ringkas yang nyaman dikenakan saat bepergian. Sepertinya, mereka berdua langsung bertemu Jing Xuan yang dalam perjalanan menuju Aula Pertemuan untuk rapat pagi. Lalu merundingkan hasil perjalanan mereka bersama beberapa menteri yang terlibat. Sebelum itu, Jing Xuan mengutus bawahannya untuk mengirim pesan pada Shangguan Yan dan Shangguan Zhi untuk membicarakan hasil perundingan itu. Setelah mengetahui identitas asli Ning'er, yang merupakan seorang master bela diri tingkat tinggi dari sebuah sekte terpencil yang misterius bernama Ye Yunshang, yang juga sekaligus seorang Penyihir Hitam yang keberadaannya selalu dipertanyakan, Jing Xuan merasa harus melibatkan orang-orang yang terlibat dengan masa lalunya untuk menggali lebih banyak petunjuk. Seperti mengapa Ye Yunshang memiliki den
Matahari telah tenggelam. Kereta kuda itu kembali merangkak di jalanan Ibu Kota. Suasana di dalamnya sangat senyap, Yinlan sibuk memakan kue persik yang dibelinya di kedai itu. “A-Yin.” Jing Xuan memanggilnya dengan suara pelan. Yinlan menjawabnya hanya dengan gumaman. Terlihat sekali tidak ingin diganggu dengan kesenangannya. Jing Xuan menatapnya lamat-lamat. ‘Dia menggemaskan saat sedang lahap makan.’ “Ada apa?” Yinlan balas menatapnya, mulutnya masih penuh dengan kue persik. Jing Xuan mengulas senyum tipis. “Kamu mau pergi ke mana setelah ini?” Yinlan menelan makanannya, “Ke mana lagi? Kita tidak langsung pulang?” “Awalnya memang sepakat pulang setelah matahari tenggelam. Tapi sepanjang sore aku tidak menemanimu keliling ke mana pun. A-Yin, aku minta maaf atas kekacauan yang dibuat adikku. Acara jalan-jalanmu jadi tidak berjalan lancar. Jadi, aku ingin menemanimu di luar lebih lama lagi.” Jing Xuan memasang raut penuh rasa bersalah. Yinlan menyeringai, “Aku s
Terlihat, Pangeran Chi berdiri dengan kondisi terkejut. Menyentuh pipinya yang merah, menatap pria tiba-tiba datang menamparnya. “Apa-apaan kau!” Pangeran Chi berseru marah. Matanya membulat sempurna begitu menyadari kalau pria ini adalah kakaknya, Kaisar Kekaisaran Jing. “Ka-Kakak …?” Pangeran Chi bungkam seketika. Wanita opera yang duduk di atas paha Pangeran Chi menundukkan kepala, bahunya bergetar, seolah takut diterkam oleh pria yang dipanggil Kakak oleh pria yang bersamanya. Tanpa mengatakan apa pun, dengan raut wajah menahan marah, Jing Xuan menyeret adiknya keluar dari gedung itu. Nyonya Zhao terlihat bingung kenapa pengusaha dari Yangzhou ini keluar lagi sebelum operanya dimulai. Yinlan bergegas menyusul. Jing Xuan memasukkan Pangeran Chi ke dalam kereta kuda, bersiap menginterogasinya di dalam sana. Saat A-Yao hendak membantu Yinlan naik ke dalam, Yinlan mengangkat tangannya, “Biarkan mereka mengobrol dulu, A-Yao. Lebih baik kita berkeliling di dekat sini sambil men
Beruntung, hari ini Balai Opera Jiulu sedang memiliki opera besar. Orang-orang di pinggir jalan membicarakannya. Bahwa itu adalah karangan Guru Bai Hua dari kelompok opera besar di Kota Qingzhou. Bai Hua datang ke Ibu Kota bersama tiga orang muridnya atas undangan Kekaisaran pada saat acara perayaan tahun baru beberapa hari yang lalu. Tapi insiden itu membuat penampilan mereka dibatalkan begitu saja. Ada banyak warga yang menyayangkan kegagalan itu.Jadi, pengelola Balai Opera Jiulu mengundang mereka untuk tampil atas izin pejabat pemerintah. Biaya pun ditanggung pemerintah untuk menebus pembatalan yang tiba-tiba itu. Mereka dijadwalkan akan tampil sore ini hingga malam hari di panggung opera utama Balai Jiulu. Meski banyak yang menyayangkan karena Shangguan Yan tidak berpartisipasi dalam pertunjukan besar ini, mereka tetap menantikannya dengan antusias. Kereta kuda berhenti di depan Balai Opera Jiulu, A-Yao membuka tirai di pintu, kepalanya melongok ke dalam, “Yang Mulia, apakah
Ketika hari semakin siang, hujan salju berhenti, menyisakan kesiur angin yang dingin menusuk kulit dan langit berwarna abu-abu yang suram. Jing Xuan duduk di dekat jendela, Yinlan berada di pangkuannya. Jing Xuan memeluknya dengan erat, mengusir hawa dingin ini. “A-Yin, apakah kau sungguh tidak merindukan orang tuamu?” Jing Xuan tiba-tiba menceletuk. Memilih untuk membahas hal yang selama ini selalu ia hindari. Yinlan tidak memberikan jawaban, menyandarkan kepalanya pada dada bidang Jing Xuan, terlihat menghela napas pelan. “Maksudku adalah, kita akan menikah, tapi kau tidak pernah memintaku untuk datang kepada mereka untuk meminta restu. A-Yin, apakah hubunganmu dengan mereka baik-baik saja?” Jing Xuan bertanya lebih lembut. Ia takut pembahasan ini ternyata melukai hati Yinlan. Jika mengingat hubungan Yinlan dengan Qingyan yang memang tidak pernah akur, Jing Xuan tiba-tiba saja menebak kalau Yinlan memang tidak dekat dengan keluarganya. “Jing Xuan …, kamu mengetahuinya lebih ba