Yinlan mengembuskan napas pelan, dia menyelimuti Jing Xuan dengan rapat, kemudian merapikan peralatan medisnya. “Apakah sudah selesai?” Mao Lian mendekat, Liu Xingsheng berdiri di dekat pintu dengan kedua lengan terlipat di depan dada. Yinlan ber-hssh pelan, “Yang Mulia baru saja tertidur.” Mao Lian mengisyaratkan padanya agar dia mengikutinya ke lantai bawah bersama Liu Xingsheng. Yinlan mengangguk dan berjalan menuruni anak tangga. “Selir, kau bisa kembali ke Paviliun Hua Rong sekarang. Terima kasih karena sudah menjaganya semalaman.” Mao Lian berkata sambil menyeringai lebar, dia menggaruk tengkuknya, sedikit canggung saat mengatakan ‘semalaman’. “Eh? Aku pulang? Bagaimana jika dia bangun?” Yinlan menatap tak percaya. “Aku akan menjaganya, kau pulang saja. Lagi pula …, Yang Mulia sudah berpesan agar aku mengantarmu kembali setelah semuanya selesai. Ada kemungkinan Permaisuri juga datang ke sini dalam waktu dekat, lebih baik dia jangan sampai tahu kalau kau sempat berada di si
“Apa?! Jadi …, dia menjemputmu di luar Istana?” A-Yao berseru tak percaya. Yinlan menutup mulutnya rapat-rapat, dia melotot tajam, “Apakah aku perlu menghancurkan pita suaramu?” A-Yao segera diam, kemudian menggeleng. Dia merasa ini terlalu mengejutkan baginya. Dia berpikir berkali-kali tentang kalimat yang Jing Xuan ucapkan padanya saat mengira kalau dia adalah Yinlan. “Omong-omong, saat duduk di ranjang ini dan mengira aku adalah kau …, Yang Mulia juga mengatakan beberapa patah kata untukmu, Selir.” A-Yao menatap langit-langit kamar sambil berpikir. “Memangnya kalimat seperti apa?” A-Yao meletakkan telunjuk dan ibu jarinya di dagu, terus mendongak melihat langit-langit, berpikir keras, “Hm …, seingatku, dia memulainya dengan meminta maaf, kemudian bertanya apakah kau marah padanya? Lalu mengatakan kalau semua yang dia lakukan padamu itu sejatinya untuk melindungimu. Aku tidak mengerti, tapi sepertinya permintaan maafnya itu tulus, Selir.” Yinlan terdiam dengan senyum tipis di
Sudah sejak dua hari yang lalu Nanzhou dihujani salju lebat, membuat jalanan diselimuti warna putih, para pejalan kaki mengenakan mantel tebal dan mengembangkan payung. Xi Feng berjalan pelan menuntun kudanya memasuki gerbang kota setelah menerima surat jalannya yang baru diperiksa petugas di gerbang. Bola matanya bergerak ke sana kemari mencari tempat di mana dia bisa menemukan informasi yang akurat. Xi Feng pernah tinggal cukup lama di Nanzhou. Dia mengenal kota ini dengan sangat baik. Beberapa orang yang lewat bahkan menyapanya karena masih mengingat wajahnya yang memiliki ciri khas bekas luka di pipi itu. Dia murid seorang tabib yang terkenal di dunia persilatan bersama Liu Xingsheng dan Shangguan Zhi sebelum kedua orang itu pindah ke akademi pengobatan yang dikelola kekaisaran. Xi Feng mengikat kudanya di depan sebuah restoran cepat saji yang berada tak jauh dari gerbang utama kota. Dia mendongak dan sebentar menatap nama restoran itu. Matanya memicing, “Restoran Zhuque,” s
Mereka memasuki Hutan Nanzhou, duduk di atas punggung kuda yang berlari kencang membelah jalanan bersalju tebal. Shangguan Yan memimpin jalan, Xi Feng menyusul di sampingnya dengan patuh. Beberapa saat yang lalu, Shangguan Yan memperingatkannya sesuatu, berkata bahwa dia harus berhati-hati dan mengamati sekitar dengan baik. “Hutan ini adalah persinggahan pembunuh bayaran. Jika tidak ingin menjadi korban salah sasaran, kau harus memperhatikan sekitarmu dengan baik.” Xi Feng terkekeh, “Aku tidak sebodoh itu, Shangguan Yan. Kau juga jangan lupa, sebelum menjadi Tabib Kekaisaran, aku pernah menggemparkan Dunia Persilatan dengan gelar Tabib Racun yang kumiliki.” Shangguan Yan menanggapinya dengan tawa renyah, “Sebaiknya kau jangan terlalu sombong. Sehebat apa pun Tabib Racun, para pembunuh bayaran ini bukan tandinganmu tentu saja.” Xi Feng mendengus, mengentakkan tali kemudinya dan melesat mendahului Shangguan Yan. Wanita itu tampak santai saja meski hutan yang sedang dilaluinya sema
Setelah memanggil Tabib Senior Pei, Xie Qingyan berpapasan dengan pelayan dari Istana Mingyue. Pelayan itu mengatakan bahwa Ibu Suri datang untuk mengunjunginya. Xie Qingyan mengurungkan niatnya yang hendak kembali ke Paviliun Longwei. Dia meninggalkan pesan pada Tabib Senior Pei agar disampaikan pada Jing Xuan, “Katakan aku telah kembali ke kediaman, Yang Mulia harus beristirahat yang cukup, aku akan datang lagi pada sore hari.” Tabib Senior Pei mengangguk, “Baik, Yang Mulia.” Tabib senior yang sudah beruban dan berjalan memakai tongkat itu tersenyum tipis, berjalan kembali ke Balai Kesehatan Istana tanpa pergi ke Paviliun Longwei sama sekali. “Dia masih saja tidak menyadarinya. Pria tua bangka sepertiku mana mungkin sanggup menaiki anak tangga yang banyak itu hingga tiba di puncak paviliun.” Tabib Senior Pei terkekeh. Sementara di Paviliun Longwei, Jing Xuan menyuruh Mao Lian turun untuk memberitahu Tabib Senior Pei agar tak perlu mendatanginya. Mao Lian tertawa lebar, “Yang
Tiga puluh menit beristirahat dan mengobati luka, mereka memasuki gerbang pendek itu. Shangguan Yan membungkukkan tubuhnya saat melintasi gerbang pendek itu. Xi Feng masih berdiri di luar gerbang dan tampak tidak mengerti kenapa Shangguan Yan mendatangi tempat ini. Saat menyadari Xi Feng belum mengikutinya, Shangguan Yan melongokkan kepalanya ke luar, dia berseru, “Kenapa masih di sana?!” Xi Feng melipat lengan di depan dada, masih belum mau melangkah masuk. “Kenapa kau membawaku ke Pasar Gelap?” Ya …. Rupanya tempat itu adalah gerbang masuk menuju Pasar Gelap yang terkenal di Dunia Persilatan. Mereka menyebutnya demikian karena pasar ini menjual barang-barang yang tidak umum di mana pun. Atau bahkan menjual barang-barang yang dilarang beredar di kekaisaran. Tak jarang, mereka menjadikan tempat ini sebagai tempat yang bagus untuk melakukan transaksi ilegal.Shangguan Yan berdecak pelan, dia menyambar lengan Xi Feng dan menariknya masuk. “Karena sudah memutuskan untuk mengikutiku,
Di cuaca yang dingin ini, Xie Yinlan duduk bersantai di beranda rumahnya, masih berkutat dengan kain, benang dan jarum sejak dua hari yang lalu. Saat A-Yao menanyainya tentang pekerjaan barunya itu, Yinlan menjawab dia sedang menjahit pakaian musim semi untuk seseorang. A-Yao mencibir, “Kau semakin tahu caranya mengutarakan isi hati, ya, rupanya,” kemudian terkekeh pelan. Yinlan tersenyum tipis, tidak menanggapi ocehannya itu. Setelah beberapa percakapan pendek, Yinlan menghentikan pekerjaannya. Matahari sudah berada di puncak kepala, A-Yao pergi ke dapur untuk menyiapkan sesuatu. Yinlan menyimpan pakaian yang sedang dijahitnya di dalam laci. Kemudian pergi ke dapur untuk membantu A-Yao. Ya …, itu adalah kebohongan, dia punya tujuan tertentu dengan mendatangi dapur siang ini. Dia menyeringai lebar saat A-Yao menatapnya dengan sebelah alis yang terangkat. Bahkan pelayan-pelayan lain yang sedang ada di dapur juga merasa heran. Mereka dengan polosnya bertanya, “Selir, apakah kau m
‘Pagi ini aku mendapat balasan surat dari Nanzhou. Shangguan Yan bilang dia sudah bertemu dengan Xi Feng, mendapati fakta bahwa wanita itu telah kehilangan sebagian ingatannya di waktu-waktu tertentu. Dia membawanya ke Pasar Gelap untuk menemui seseorang yang bisa mengembalikan ingatannya.’‘Tapi di tengah perjalanan, mereka diserang sekelompok pembunuh bayaran. Shangguan Yan menduga orang-orang itu dikirim Permaisuri untuk membunuh Xi Feng demi mencegah ingatan itu kembali.’ ‘Selir, ini adalah tugasmu. Kau memiliki seseorang yang sangat pandai menyelinap tanpa diketahui siapa pun. Dengan pemberitahuan singkat di atas, kau pasti tahu apa yang harus kau selidiki.’ ‘Dan satu lagi, berhati-hatilah.’ ‘Liu Xingsheng, untuk Selir Rong, Xie Yinlan.’ Yinlan menghela napas panjang, menjatuhkan selembar kertas itu di atas api. Membiarkannya terbakar hingga habis. Kemudian melanjutkan makannya dengan tenang. Setidaknya terlihat cukup tenang. Lima belas menit kemudian, Yinlan menahan A-Yao
Istana Guangping menjadi sangat ramai lima tahun ke depan. Dua orang anak yang terlihat sangat mirip setiap hari berlarian di halamannya, saling mengejar, saling mencoba menjatuhkan. Satu anak adalah perempuan, dia memegang pedang kayu dan terus mengarahkannya pada si anak laki-laki sambil berkata, “Berhenti, penjahat!” Semenatra yang laki-laki tertawa riang, terus berkata bahwa si anak perempuan tidak akan bisa menangkapnya. Di dalam istana, Yinlan sedang sibuk menatap sejumlah tusuk rambut di atas meja. Bingung memilih mau pakai yang mana. “Bagaimana dengan ini?” Jing Xuan menunjukkan tusuk konde yang berwarna perak dengan batu giok putih yang indah. Yinlan menggeleng, “Aku rasa aku sudah memakai itu kemarin lusa.” “Tidak apa, pakai lagi saja.” Jing Xuan menguap, sudah satu jam dia berdiri di depan meja rias Yinlan, dan gadis itu masih belum menentukan akan memakai apa. “Aku pakai ini saja lah.” Yinlan mengambil tusuk rambut bunga rong yang pernah Jing Xuan berikan padanya du
A-Yao tampak kerepotan, menerima sejumlah hadiah dari tamu-tamu luar Ibukota yang menghadiri pernikahan terbesar di seluruh Kekaisaran Jing ini. “A-Yao, sampaikan ucapan selamatku pada Permaisuri, ya?” terlihat Nona Kelima Jiang tersenyum ramah sambil menyerahkan sebuah kotak kayu besar. A-Yao mengangguk sambil tersenyum, “Terima kasih sudah datang.” Mao Lian berdiri di dekat pintu sambil menatapnya dengan tatapan remeh, “Kau tampak sibuk, A-Yao.” A-Yao mendengus sambil menatap tajam ke arahnya, “Dari pada diam menjadi pagar seperti itu, lebih baik kau membantuku.” Mao Lian terkekeh lalu menghampirinya. Sebelum mulai membantu, dia mendekatkan mulutnya ke telinga A-Yao dan berbisik, “Baru saja Yang Mulia memberkati pernikahan untukku, A-Yao. Apakah kau terkejut?” A-Yao terdiam kaku, matanya membulat sempurna, berkedip beberapa kali. “Be-benarkah? Bagaimana mungkin,” A-Yao menyeringai tipis, mencoba mengendalikan perasaannya yang tidak karuan. Dia membatin, ‘Diberkati pernikahan?
Yinlan merebahkan tubuhnya di ranjang, Jing Xuan menjadikan pahanya sebagai bantal. Tangannya bergerak mengusap pelan helai rambut panjangnya. Aroma wangi ini, Jing Xuan sangat merindukannya. Sejak baru tiba sore lalu, Yinlan sama sekali tak mau melepaskannya. Dia selalu tersenyum dan berkata harus selalu bersama untuk menebus hari-hari saat berpisah. “A-Yin, berapa bulan lagi sampai hari kelahirannya?” tanya Jing Xuan, memecah keheningan. “Hm …,” Yinlan berpikir sejenak, “Ini sudah lama memasuki bulan ke-tujuh. Sebentar lagi bulan ke-delapan.” “Sebentar lagi, ya ….” Jing Xuan menghela napas, “Tapi dua bulan lagi sangat lama.”“Jika melewatinya bersama-sama, harusnya tidak terlalu lama.” Yinlan tersenyum lebar sampai matanya menyipit. “A-Yin, aku tidak bisa menepati janjiku untuk menikahimu di ujung musim dingin.” Jing Xuan menunduk merasa bersalah. Yinlan menepuk punggung tangannya, “Kita menikah di awal musim semi saja. Bukankah itu bagus?” “Apakah menurutmu begitu?” Yinlan
Dua minggu kemudian. Kabar mengenai kepulangan Jing Xuan telah tiba di Istana. Semua orang menyambutnya di depan gerbang istana, termasuk Yinlan dan Ibu Suri. Kabar peperangan dengan Negara Shang yang mendadak itu juga telah sampai di Ibukota sejak dua minggu lalu. Para warga merasa bersyukur saat tahu sang Kaisar berada di sana untuk meredakan kekacauan. Kini, mereka sudah berkumpul di tepian jalan untuk menyambut Kaisar mereka. Melempar bunga dengan wajah tersenyum lebar, sambil memanjatkan do’a dan pujian untuk pahlawan nomor satu itu. Jing Xuan hanya menaiki seekor kuda hitam, tidak ada tandu atau kereta kuda yang mewah yang menemaninya. Di belakangnya hanya ada dua orang tabib, dan sepuluh orang prajurit yang mengantar kepergiannya. Itu sungguh hanya kepulangan sederhana yang tidak disiapkan secara khusus. Namun semua orang justru merasa senang untuknya dan mengucapkan beribu-ribu kata syukur. Jing Xuan juga secara khusus turun dari kudanya dan menggendong anak-anak usia tig
Kamp Militer Perbatasan Utara. Jing Xuan duduk tegak di kursi, wajahnya sangat serius. Dia sedang membaca sebuah buku. Buku medis kuno yang Shangguan Yan bawa dari ruang bawah tanah beracun milik Ye Qing di Tingzhou. Dalam buku itu, tertulis bahwa Teratai Hitam bukanlah racun. Melainkan sejenis obat mujarab yang bisa membentuk ketangguhan fisik luar biasa, obat yang bisa menetralisir semua jenis racun yang tumbuh di dunia ini. Obat itu memberikan efek samping yang cukup kejam bagi pemakainya. Semua gejala menyakitkan yang Yinlan alami setiap bulan itu adalah efek sampingnya. Dan selamanya tidak bisa dihilangkan. Dalam setiap bulan, akan selalu ada hari di mana tubuh itu sendiri tiba di titik terlemahnya. Jing Xuan menggeram, “Kenapa aku tidak mengalami siklus bulanan ini juga? Padahal aku jelas-jelas meminumnya, kan?” Xi Feng menghela napas, “Yang Mulia, Teratai Hitam yang kau minum itu hanya semangkuk penawar racun saja, bukan lagi jenis obat yang sama. Permaisuri meminum selur
Satu minggu kemudian, Selir Agung Qin ditemukan di Prefektur Barat Ibukota. Jubah kekaisarannya entah hilang ke mana, semua perhiasan emas yang melekat di tubuhnya juga telah raib. Pangeran Ming menggunakan kereta kuda untuk membawanya kembali ke Istana. Sepanjang perjalanan, Selir Agung tidak mengeluarkan sepatah kata pun meski Pangeran Ming berada tepat di depannya. Pangeran Ming tidak berharap wanita itu akan bertanya tentang kenapa dia ditangkap, atau mau membawanya ke mana. Dia berpikir wanita ini akan menanyakan keadaan putranya. Namun keduanya sama sekali tidak terdengar keluar dari mulutnya. Pangeran Ming menghela napas, dia mengeluarkan sapu tangan dengan bordir lambang Keluarga Jing miliknya. Lalu dia meletakkannya di atas paha Selir Agung dan berkata, “Sekalah kotoran di wajahmu. Haoyu tidak akan suka melihatnya.” Selir Agung tersenyum tipis, “Aku bahkan tidak pantas mengambil barang milik Keluarga Jing kalian.”“Memang benar …, lagi pula, untuk apa kau memedulikan pen
Yu adalah marga sebenarnya Selir Agung Qin. Pangeran Ming menatap punggungnya, “Ibumu bahkan tidak memedulikan nasibmu, Haoyu.” Ruangan penjara itu semakin senyap, Pangeran Chi mengangkat kepala, lantas terkekeh pelan, “Kau tidak berhak menilai hubungan ibu dan anak di antara kami, Jing Tian.”“Satu hari setelah tindakan bodohmu, aku terus mencari keberadaan Selir Agung Qin di mana pun. Dia melarikan diri, bersembunyi di suatu tempat menunggu kesempatan pergi dari Ibukota yang sudah seperti neraka baginya ini. Tanpa memedulikan putranya.” Pangeran Ming diam sejenak. Dia menunggu Pangeran Chi berbalik dan menatapnya sebelum dia melanjutkan perkataan yang kian lama semakin menyakitkan itu. Namun Pangeran Chi tidak sebaik hati itu untuk mendengarkan penjelasannya. Dia tampak tidak begitu peduli dengan apa yang ibunya lakukan padanya. “Jing Haoyu.” Pangeran Ming menggeram dengan tangan mengepal. “Apa? Kau mau berkata bahwa aku ditelantarkan? Hah, kau juga tidak berhak.” Pangeran Mi
Pangeran Ming menutup rapat pintu Istana Guangping, sebelum meninggalkan tempat itu, dia menghela napas pelan. “Yang Mulia, Biro Pusat Keamanan dan Kementerian Hukum sudah menunggu.” pengawalnya melaporkan. “Ada berapa orang yang terlibat dalam pemberontakan itu?” tanya Pangeran Ming, langkahnya dengan cepat meninggalkan Istana Guangping. “Kementerian Ritus dan Adipati Wei terlibat. Mereka bersekongkol mengadakan pernikahan palsu agar Tuan Muda Wei tidak dicurigai. Dia yang membantu Pangeran Chi menculik Tuan Muda Ouyang dari Suzhou untuk dicuri identitasnya.” “Nona Kelima Jiang mengalami depresi karena pernikahannya ternyata tidak sungguh-sungguh. Selir Agung Qin melarikan diri. Sementara waktu, dia mungkin masih berada di Ibukota karena semua gerbang telah ditutup sejak hari pemberontakan.” Pangeran Ming mengangguk-angguk, menerima semua laporan itu dengan cepat. “Jangan pernah membuka gerbang itu sebelum Selir Agung ditemukan. Berikan kompensasi atas kerugian yang dialami Nona
BRUK! Jing Xuan meringis, tersungkur beberapa meter dari lokasi pertarungan. Pedangnya terlepas dari genggaman, berkelontang. Dia kembali berdiri dengan tubuh bergetar. Tangannya bergerak menyeka ujung bibir yang masih menyisakan jejak darah. Sudah lama dia tidak mengeluarkan banyak kekuatan. Tubuhnya terkejut menerima hantaman demi hantaman, terlebih, Ye Qing lebih berpengalaman, jelas lebih kuat berkali-kali lipat darinya. Jing Xuan memungut pedangnya. Memasang kuda-kuda kokoh, dia harus bisa segera mengakhirinya. Seseorang masih menunggunya dengan cemas. Shangguan Yan berteriak kencang, tubuhnya melesat cepat, melompat ke udara dengan Pedang Baijiu yang sudah berlumuran darah meski belum membunuh satu orang pun. Ye Qing mendengus, “Bocah merepotkan. Pergi kau ke neraka!” Shangguan Yan menyeringai, Liu Xingsheng melemparkan tombak Jing Xuan yang sebelumnya dibuang oleh Ye Qing. Dengan langkah halus, Shangguan Yan menjejakkan kakinya pada tombak yang masih melesat itu. Tangan