‘Saat aku mati-matian berusaha bangkit dari penindasan itu, kenapa kau justru datang membawa penderitaan yang lebih buruk? Jing Xuan, apakah selama ini aku salah, sudah memercayakan hidupku padamu?’ “Silakan, Selir.” Mao Lian mengulurkan tangannya ke depan. Mereka sudah berada di depan Paviliun Hua Rong. Di bawah tatapan merendahkan semua orang yang melihat hal memalukan itu, Xie Yinlan melangkahkan kaki memasuki paviliunnya. Seluruh rencananya gagal begitu saja karena kedatangan Jing Xuan yang begitu tiba-tiba. Padahal itu sudah tiba di puncak pertunjukannya. “Silakan pergi, Tuan Mao. Kau tidak perlu turun tangan sendiri untuk mengawasiku. Aku tidak akan lari. Aku akan mematuhi apa pun yang dia katakan. Pergilah.” Yinlan berdiri membelakangi Mao Lian. “Selir …, sebaiknya kau jangan membencinya,” kata Mao Lian. “Membencinya? Apakah kau berhak mengatur hal semacam itu padaku?” Yinlan mengembuskan napas kasar. “Setelah semua yang ku lakukan padanya, dengan balasan seperti itu, aku
“Apakah aman?” Shangguan Zhi menemuinya di sebuah gang yang sepi. Dia memakaikannya topi cadar yang panjang. Yinlan mengangguk, “Zhu Yan kembali ke istana, akan menjemputku di halaman belakang setelah dua jam berlalu. Kita punya banyak waktu untuk bicara. Di mana Liu Xingsheng?” “Ikut aku.” Shangguan Zhi menarik tangannya menuju suatu tempat. Tempat yang dijanjikan adalah Penginapan Yuelai, Yinlan tahu gang yang sedang dilewatinya ini. Ini berada di belakang penginapan dua lantai itu. Setelah berbelok ke kiri dan berbelok lagi ke kiri, lalu melewati dua sampai empat kios, mereka tiba di Penginapan Yuelai. Pengurus penginapan menyapa Shangguan Zhi. “Nona Kedua, kini kau membawa temanmu, ya?” “Ya, dia dari Nanzhou, Tuan, berikan dua kendi arak untuk kami. Letakkan di kamar yang sudah kupesan itu.” Shangguan Zhi meninggalkan seuntai koin. “Baik, Nona Kedua, serahkan saja padaku.” “Liu Xingsheng sudah menunggu di dalam.” Shangguan Zhi menunjuk kamar nomor delapan.
A-Yao membulatkan mata terkejut saat mendengar suara pintu terbuka. Dia bergelung tegang di dalam selimut. Seseorang pasti telah memasuki kamar ini. Tak lama, terdengar suara pemantik api yang menyala, seseorang pasti meniupnya. A-Yao takut-takut membuka mata, tubuhnya terbungkus selimut dan menghadap dinding kamar. Sehingga dia tidak bisa melihat siapa yang diam-diam memasuki kamar Selir Rong. Mata A-Yao membuka sempurna saat melihat ruangan gelap ini tiba-tiba bercahaya remang. Seseorang pasti telah menyalakan lilin di atas kandil. Siapa yang sudah melakukannya. “Yinlan, aku datang untuk meminta maaf padamu.” suara itu terdengar disertai langkah kaki mendekat. A-Yao tercekat seketika, dia berkeringat dingin, dia sangat ketakutan. Ini masih cukup terang, orang-orang di istana belum tidur. Dan Jing Xuan diam-diam datang ke kamar Yinlan seperti ini?“Kau masih marah padaku?” suara Jing Xuan terdengar lagi. Kali ini lebih dekat dari sebelumnya. A-Yao merasa sepertinya Jing Xuan sud
Brak! Shangguan Zhi memukul meja dan menyambar kerah baju Liu Xingsheng. Dia berdiri dari kursinya dan mendorongnya hingga menabrak dinding kamar. Suara 'buk' terdengar ketika Shangguan Zhi memukul wajahnya. Liu Xingsheng meringis. Xie Yinlan berdiri panik menyadari situasi yang berubah dengan sangat cepat. “Dengar, Liu Xingsheng. Kakakku, tidak pernah membunuh siapa pun.” Liu Xingsheng terkekeh, “Dia mengatakan itu dengan mulutnya sendiri. Kau berharap aku menganggap itu hanya kebohongan? Shangguan Zhi, kau jangan lupa, siapa yang membuat kita saling bermusuhan.” Shangguan Zhi melonggarkan cengkeramannya, dia melangkah mundur, kemudian memukul wajah Liu Xingsheng dengan cukup keras. “Siapa yang membuat kita bermusuhan? Siapa pun orang itu, tak ada hubungannya dengan Shangguan Yan! Kau hanya memanfaatkannya karena dia terkenal di persilatan. Liu Xingsheng, kau jangan keterlaluan, fitnahanmu itu membuatnya memiliki banyak musuh dan harus hidup bersembunyi, bahkan menyamarkan iden
Xie Yinlan menunduk, memandangi butiran salju yang jatuh di dekat kakinya, rasanya dingin sekali, saat salju ini melintasi dirinya. Pakaian yang dia kenakan tak cukup hangat. Dia gemetar, bukan karena tak mampu menahan dingin, justru karena takut pada sosok berjubah gelap yang berdiri sepuluh langkah darinya. “Apakah kau tidak bisa berbicara?” Jing Xuan melangkah, langkahnya yang lebar itu, hanya perlu beberapa langkah untuk tiba di depan Xie Yinlan. Yinlan menggerakkan kakinya ke belakang, tapi tubuhnya seperti lemah sekali sampai tak mampu melangkah dengan benar. Jing Xuan menyambar bahunya yang nyaris terhuyung jatuh. Kedua netra saling bertubrukan, Xie Yinlan menahan napas, tatapan buas itu seolah akan memakannya hidup-hidup. Tiba-tiba, Jing Xuan melepas jubah tebalnya, lalu memakainya di tubuh Yinlan yang kedingingan. Dia mengembangkan payung yang selama ini dibawa olehnya, untuk melindungi kepala Yinlan dari butiran salju yang berjatuhan. “Apa pun yang hendak kau lakukan,
Salju kembali turun pada jam dua dini hari, jendela di lantai lima masih terbuka lebar, hawa dingin menerobos ke dalam tanpa permisi. Menerpa dua insan yang bergelung di bawah selimut tebal, saling berpelukan dengan cinta. Kamar itu tampak sedikit berantakan karena pakaian yang berserakan di lantai. Sisanya, tampak tidak berubah seperti sedia kala. Yinlan membuka matanya, menatap wajah Jing Xuan yang sedekat itu, dia tersenyum, menikmati keindahan yang tak ternilai ini. Dia mengangkat tangannya, mengusap ujung hidung Jing Xuan yang mancung itu, perlahan mengusap alisnya yang tebal. Jika dibandingkan dengan Ling Xiao, suaminya di kehidupan masa lalunya, Jing Xuan jauh lebih baik dari segi mana pun. Jing Xuan tiba-tiba membuka matanya, lembut menatap Xie Yinlan yang terkejut. Senyum tipis mulai mengembang, Jing Xuan bertanya pelan, “Kenapa masih belum tidur? Harusnya kau sudah cukup lelah, kan?” Yinlan menggigit bibir, sedikit panik, “Aku hanya belum mengantuk.” “Apakah kau masi
Yinlan mengembuskan napas pelan, dia menyelimuti Jing Xuan dengan rapat, kemudian merapikan peralatan medisnya. “Apakah sudah selesai?” Mao Lian mendekat, Liu Xingsheng berdiri di dekat pintu dengan kedua lengan terlipat di depan dada. Yinlan ber-hssh pelan, “Yang Mulia baru saja tertidur.” Mao Lian mengisyaratkan padanya agar dia mengikutinya ke lantai bawah bersama Liu Xingsheng. Yinlan mengangguk dan berjalan menuruni anak tangga. “Selir, kau bisa kembali ke Paviliun Hua Rong sekarang. Terima kasih karena sudah menjaganya semalaman.” Mao Lian berkata sambil menyeringai lebar, dia menggaruk tengkuknya, sedikit canggung saat mengatakan ‘semalaman’. “Eh? Aku pulang? Bagaimana jika dia bangun?” Yinlan menatap tak percaya. “Aku akan menjaganya, kau pulang saja. Lagi pula …, Yang Mulia sudah berpesan agar aku mengantarmu kembali setelah semuanya selesai. Ada kemungkinan Permaisuri juga datang ke sini dalam waktu dekat, lebih baik dia jangan sampai tahu kalau kau sempat berada di si
“Apa?! Jadi …, dia menjemputmu di luar Istana?” A-Yao berseru tak percaya. Yinlan menutup mulutnya rapat-rapat, dia melotot tajam, “Apakah aku perlu menghancurkan pita suaramu?” A-Yao segera diam, kemudian menggeleng. Dia merasa ini terlalu mengejutkan baginya. Dia berpikir berkali-kali tentang kalimat yang Jing Xuan ucapkan padanya saat mengira kalau dia adalah Yinlan. “Omong-omong, saat duduk di ranjang ini dan mengira aku adalah kau …, Yang Mulia juga mengatakan beberapa patah kata untukmu, Selir.” A-Yao menatap langit-langit kamar sambil berpikir. “Memangnya kalimat seperti apa?” A-Yao meletakkan telunjuk dan ibu jarinya di dagu, terus mendongak melihat langit-langit, berpikir keras, “Hm …, seingatku, dia memulainya dengan meminta maaf, kemudian bertanya apakah kau marah padanya? Lalu mengatakan kalau semua yang dia lakukan padamu itu sejatinya untuk melindungimu. Aku tidak mengerti, tapi sepertinya permintaan maafnya itu tulus, Selir.” Yinlan terdiam dengan senyum tipis di
Jing Xuan turun dari kereta kuda. Mao Lian membawa sebuah kotak berisi sesuatu yang sepertinya berharga. Kereta kuda itu berhenti tepat di depan Kediaman Adipati Xie yang masih dipenuhi kain berwarna putih di setiap sudutnya. Membuat warga-warga rendahan yang melintas refleks menjatuhkan lutut demi menunjukkan perasaan hormat mereka pada Kaisar. Jing Xuan mengedarkan pandangannya di jalanan, wajah datarnya berubah menjadi senyum ramah yang menyenangkan—dia memang telah banyak berubah setelah mengenal Yinlan lebih dekat. “Berdirilah.” Jing Xuan melangkahkan kakinya di gerbang Kediaman Adipati Xie. Yang ternyata, pemilik rumah itu sudah keluar dari kediaman demi mendengar keributan di luar bahwa Kaisar datang untuk berkunjung. “Yang Mulia, selamat datang.” Mereka segera berlutut dan menautkan kedua tangan untuk mengucapkan salam penghormatan. Jing Xuan buru-buru menyentuh siku mereka dan meminta agar berdiri, “Ibu Mertua, Ayah Mertua, tidak perlu begitu formal.” Keduanya saling m
Shangguan Yan berdiri di depan gedung utama Balai Opera Jiulu. Kedua tangannya mengepal, raut wajahnya datar dan serius. Seorang pelayan pria mendekatinya, “Tuan Muda, apakah kau membutuhkan sesuatu yang baru?” pelayan itu berbisik. Dia bernama Jin Pei. Salah satu informan yang dipekerjakan Shangguan Yan dan menjadi satu-satunya orang yang paling dipercayainya. Dia sangat ahli menyelinap tanpa jejak dan memiliki teknik beladiri yang hebat. Dia memutuskan untuk menyatakan sumpah setia pada Shangguan Yan sejak Shangguan Yan menyelamatkan nyawanya dari jebakan mematikan kelompok seniman beladiri aliran sesat. Orang ini dulunya juga pernah hampir dibunuh Liu Xingsheng, tapi nyawanya selamat setelah Shangguan Yan menyatakan sumpah setia padanya dan bersedia bersembunyi di Balai Opera Jiulu di bawah pengawasan Liu Xingsheng untuk bekerja sama dengannya. Dalam arti, Jin Pei menganggap nyawa yang dimilikinya ini adalah milik Shangguan Yan karena telah diselamatkan dua kali dari kematian.
Xi Feng mengangguk setuju. “Sejak dulu, Shangguan Zhi hanyalah nona keluarga kaya yang manja dan bergantung pada pelayannya. Sedangkan aku dan Liu Xingsheng sudah terbiasa hidup sendiri dan tidak pernah bergantung pada siapa pun, termasuk keluarga.”“Bukankah Tabib Liu itu orang kaya, ya?” Xi Feng juga mengangguk, “Ayahnya bupati di Nanzhou. Liu Yanran, adik Liu Xingsheng dianugerahi gelar Xianzhu (Putri Kabupaten) setelah ayahnya berjasa mempertahankan Heyang dari suku bar-bar di prefektur selatan Nanzhou.” “Tapi Liu Xingsheng sudah tinggal bersama Biksu Baiyuan sejak usianya lima tahun. Dia mempelajari banyak teknik pengobatan, hingga jimat dan ramalan dari Biksu Baiyuan.” “Sementara Biksu Baiyuan mengadopsi seorang anak perempuan yang usianya lebih tua dari Liu Xingsheng. Anak perempuan itu Ye Yunshang. Kudengar dia sudah tidak diasuh Biksu Baiyuan lagi sejak Liu Xingsheng belajar di sana.”“Lalu aku hanya seorang pengembara Dunia Persilatan yang tak memiliki rumah. Biksu Baiyua
Mao Lian mengangguk, “Sepanjang perjalanan, kami berhenti di banyak tempat. Yang pertama kami datangi tepat setelah Ning'er kabur dari Biro Pusat Keamanan adalah Rumah Lianhong.”“Kami mendapatkan kesaksian dari Nona Mu Dan. Yang mengatakan ada seorang pria aneh yang datang tepat saat terjadi kebakaran di Biro Pusat Keamanan.”“Pria itu meminta tolong padanya untuk dipinjamkan surat jalan atas namanya, dia berkata akan pergi ke Tingzhou.” “Lalu kami melakukan perjalanan menuju Tingzhou. Bertemu lima saksi lain yang melihat pria muda, atau wanita paruh baya, bahkan seorang nenek tua yang datang ke tempat-tempat tertentu sesuai perkiraan waktu kami.” “Xi Feng berkata kalau Penyihir Hitam selalu menyamar menjadi orang lain sepanjang jalan. Jadi kami mengikuti petunjuk itu, mencurigai nenek tua, wanita paruh baya, hingga seorang pria muda yang datang di waktu yang sesuai dengan perkiraan kami.”“Ternyata dugaan itu tepat. Nenek tua muncul setelah kami kehilangan wanita paruh baya. Juga
bab 156Tepat setelah rapat pagi dibubarkan, Jing Xuan kembali ke Istana Guanping untuk menemui dua tamu yang sudah ia undang. Di belakangnya, Mao Lian san Xi Feng tampak mengikuti. Masih memakai pakaian ringkas yang nyaman dikenakan saat bepergian. Sepertinya, mereka berdua langsung bertemu Jing Xuan yang dalam perjalanan menuju Aula Pertemuan untuk rapat pagi. Lalu merundingkan hasil perjalanan mereka bersama beberapa menteri yang terlibat. Sebelum itu, Jing Xuan mengutus bawahannya untuk mengirim pesan pada Shangguan Yan dan Shangguan Zhi untuk membicarakan hasil perundingan itu. Setelah mengetahui identitas asli Ning'er, yang merupakan seorang master bela diri tingkat tinggi dari sebuah sekte terpencil yang misterius bernama Ye Yunshang, yang juga sekaligus seorang Penyihir Hitam yang keberadaannya selalu dipertanyakan, Jing Xuan merasa harus melibatkan orang-orang yang terlibat dengan masa lalunya untuk menggali lebih banyak petunjuk. Seperti mengapa Ye Yunshang memiliki den
Matahari telah tenggelam. Kereta kuda itu kembali merangkak di jalanan Ibu Kota. Suasana di dalamnya sangat senyap, Yinlan sibuk memakan kue persik yang dibelinya di kedai itu. “A-Yin.” Jing Xuan memanggilnya dengan suara pelan. Yinlan menjawabnya hanya dengan gumaman. Terlihat sekali tidak ingin diganggu dengan kesenangannya. Jing Xuan menatapnya lamat-lamat. ‘Dia menggemaskan saat sedang lahap makan.’ “Ada apa?” Yinlan balas menatapnya, mulutnya masih penuh dengan kue persik. Jing Xuan mengulas senyum tipis. “Kamu mau pergi ke mana setelah ini?” Yinlan menelan makanannya, “Ke mana lagi? Kita tidak langsung pulang?” “Awalnya memang sepakat pulang setelah matahari tenggelam. Tapi sepanjang sore aku tidak menemanimu keliling ke mana pun. A-Yin, aku minta maaf atas kekacauan yang dibuat adikku. Acara jalan-jalanmu jadi tidak berjalan lancar. Jadi, aku ingin menemanimu di luar lebih lama lagi.” Jing Xuan memasang raut penuh rasa bersalah. Yinlan menyeringai, “Aku s
Terlihat, Pangeran Chi berdiri dengan kondisi terkejut. Menyentuh pipinya yang merah, menatap pria tiba-tiba datang menamparnya. “Apa-apaan kau!” Pangeran Chi berseru marah. Matanya membulat sempurna begitu menyadari kalau pria ini adalah kakaknya, Kaisar Kekaisaran Jing. “Ka-Kakak …?” Pangeran Chi bungkam seketika. Wanita opera yang duduk di atas paha Pangeran Chi menundukkan kepala, bahunya bergetar, seolah takut diterkam oleh pria yang dipanggil Kakak oleh pria yang bersamanya. Tanpa mengatakan apa pun, dengan raut wajah menahan marah, Jing Xuan menyeret adiknya keluar dari gedung itu. Nyonya Zhao terlihat bingung kenapa pengusaha dari Yangzhou ini keluar lagi sebelum operanya dimulai. Yinlan bergegas menyusul. Jing Xuan memasukkan Pangeran Chi ke dalam kereta kuda, bersiap menginterogasinya di dalam sana. Saat A-Yao hendak membantu Yinlan naik ke dalam, Yinlan mengangkat tangannya, “Biarkan mereka mengobrol dulu, A-Yao. Lebih baik kita berkeliling di dekat sini sambil men
Beruntung, hari ini Balai Opera Jiulu sedang memiliki opera besar. Orang-orang di pinggir jalan membicarakannya. Bahwa itu adalah karangan Guru Bai Hua dari kelompok opera besar di Kota Qingzhou. Bai Hua datang ke Ibu Kota bersama tiga orang muridnya atas undangan Kekaisaran pada saat acara perayaan tahun baru beberapa hari yang lalu. Tapi insiden itu membuat penampilan mereka dibatalkan begitu saja. Ada banyak warga yang menyayangkan kegagalan itu.Jadi, pengelola Balai Opera Jiulu mengundang mereka untuk tampil atas izin pejabat pemerintah. Biaya pun ditanggung pemerintah untuk menebus pembatalan yang tiba-tiba itu. Mereka dijadwalkan akan tampil sore ini hingga malam hari di panggung opera utama Balai Jiulu. Meski banyak yang menyayangkan karena Shangguan Yan tidak berpartisipasi dalam pertunjukan besar ini, mereka tetap menantikannya dengan antusias. Kereta kuda berhenti di depan Balai Opera Jiulu, A-Yao membuka tirai di pintu, kepalanya melongok ke dalam, “Yang Mulia, apakah
Ketika hari semakin siang, hujan salju berhenti, menyisakan kesiur angin yang dingin menusuk kulit dan langit berwarna abu-abu yang suram. Jing Xuan duduk di dekat jendela, Yinlan berada di pangkuannya. Jing Xuan memeluknya dengan erat, mengusir hawa dingin ini. “A-Yin, apakah kau sungguh tidak merindukan orang tuamu?” Jing Xuan tiba-tiba menceletuk. Memilih untuk membahas hal yang selama ini selalu ia hindari. Yinlan tidak memberikan jawaban, menyandarkan kepalanya pada dada bidang Jing Xuan, terlihat menghela napas pelan. “Maksudku adalah, kita akan menikah, tapi kau tidak pernah memintaku untuk datang kepada mereka untuk meminta restu. A-Yin, apakah hubunganmu dengan mereka baik-baik saja?” Jing Xuan bertanya lebih lembut. Ia takut pembahasan ini ternyata melukai hati Yinlan. Jika mengingat hubungan Yinlan dengan Qingyan yang memang tidak pernah akur, Jing Xuan tiba-tiba saja menebak kalau Yinlan memang tidak dekat dengan keluarganya. “Jing Xuan …, kamu mengetahuinya lebih ba