Saat Jing Xuan kembali setelah mengurus sisa pekerjaannya dan membicarakan kepergiannya dengan para menteri penting yang ia tinggalkan, Jing Xuan terdiam menatap ibunya yang duduk di kamarnya, menemani Yinlan yang sudah jatuh tertidur. Jing Xuan tersenyum lembut, mendekati ibunya yang terlihat mengantuk. “Ibunda, kau seharusnya tidak perlu seharian menjaganya seperti itu.” Ibu Suri menyadari kehadiran Jing Xuan, dia menjawab, “Ibu harus menjaganya setiap hari, Xuan'er. Itu juga karena kamu yang tiba-tiba memutuskan untuk meninggalkannya ke Perbatasan Utara.” Jing Xuan menghela napas, duduk di lantai, memijat kaki Ibu Suri dengan penuh perhatian. “Ibunda bisa datang kembali besok pagi. Sekarang sudah malam, cuaca semakin dingin, jika tidak segera tidur, kesehatan Ibunda bisa terganggu.” “Ibu melarangmu pergi, Xuan'er. Apakah kau akan menuruti kemauan Ibu?” Ibu Suri bertanya serius. Jing Xuan terdiam dengan kepala tertunduk. “Aku, tidak akan, Ibunda.” Ibu Suri mengembuskan napas p
Shangguan Zhi menyipitkan mata, beradaptasi dengan cahaya matahari pagi yang menerpa wajahnya. Dia berdiri di halaman Balai Kesehatan Istana. Beberapa orang tabib mulai berdatangan untuk bekerja. Beberapa menyapa dengan ramah, beberapa lagi menatap heran. Kenapa Shangguan Zhi bisa ada di sana?Xi Feng keluar dari Balai Kesehatan Istana dengan seragam resmi Tabib Kekaisaran seperti tabib-tabib yang lain. Shangguan Zhi mencibir, “Seragam itu sangat tidak cocok untukmu.” Xi Feng mendengus, “Berhenti mengolok-olokku seperti itu, Zhi. Aku tahu kau iri.” Shangguan Zhi mengalihkan pandangannya dengan wajah cemberut. “Aku ingin bertemu Permaisuri.”“Pergilah sendiri, aku harus bekerja.” “Siapa juga yang ingin ditemani olehmu.” “Omong-omong, Liu Xingsheng sedang berada di sana juga.” Kata Xi Feng sebelum meninggalkannya sendirian. Shangguan Zhi mematung selama beberapa jenak, matanya berkedip-kedip, terdiam melihat Xi Feng yang berjalan menjauh. “Liu Xingsheng? Kenapa dia bisa ada di
Beberapa hari kemudian, Pangeran Ming telah kembali dari Yangzhou bersama Mao Lian yang menjemputnya. Jing Xuan telah menunggunya di Aula Pertemuan bersama para pejabat. Pangeran Ming menjatuhkan lutut dan memberi salam penghormatan. “Bagaimana kabarmu, Adik Kedua?” Jing Xuan menyapa ramah, bahkan berdiri dari kursinya dan menghampirinya, membantunya berdiri. Pangeran Ming tersenyum, “Kabarku baik, Kakak.”Jing Xuan merangkul pundaknya, Pangeran Ming bergabung bersama para pejabat yang sebelumnya juga membungkuk saat dirinya baru tiba. Pertemuan rutin berjalan lancar, Jing Xuan sibuk menerima laporan-laporan dari para menterinya. Membiarkan Pangeran Ming beradaptasi dan bersiap membantu setelah ia pergi nanti. Jing Xuan tak pernah menceritakan konflik besar yang berkaitan dengan Ning'er kepada para menterinya. Itu mungkin akan mengganggu kestabilan pemerintahan yang baru dibentuk kurang dari satu tahun ini. Jing Xuan membubarkan rapat istana lebih cepat, pukul delapan pagi. Dia
Sepuluh jam sebelum keberangkatan. Jing Xuan menemani Yinlan berbaring di kamar tidurnya. Yinlan bersandar di bahunya, sedang menangis. Jing Xuan mengembuskan napas panjang, “Ayolah, A-Yin …, berapa lama lagi kau akan menangis? Aku hanya pergi sebulan saja.”Yinlan menyeka pipinya yang basah, “Itu lama sekali ….” “Kau tidak ingin aku pergi, A-Yin? Aku bisa membatalkannya.” Jing Xuan tersenyum. Yinlan mendongak, menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca, “Sungguh?” Jing Xuan menyeringai, “Sungguh aku tidak bisa membatalkannya.” Yinlan mengecurutkan bibirnya, air mata kembali mengalir membasahi wajahnya. Dia tidak mengatakan apa pun meski Jing Xuan hanya menggodanya. Jing Xuan mengusap perutnya lagi, “A-Yin, apakah perutmu ini, berisi dua orang?” “Hah?” Yinlan menatap tak mengerti. “Lihat, ini terlalu besar untuk usia lima bulan, bukan? Jangan-jangan memang ada dua orang.” Jing Xuan terkekeh.” Yinlan mendengus, tidak begitu menghiraukan ocehannya. Dia sudah terlalu sedih mengin
Pada waktu keberangkatan. Jing Xuan berdiri melamun di tengah halaman Istana Guangping dengan pakaian berlatih hitam-hitam, rambutnya dikuncir kuda seperti petualang dunia persilatan pada umumnya. Xi Feng, Shangguan Zhi dan Liu Xingsheng sudah menantinya di depan Aula Pertemuan. Pangeran Ming dan Ibu Suri turut mengantarnya. Mao Lian datang dengan seekor kuda hitam gagah milik Jing Xuan. Kuda itu telah menemaninya sejak remaja. Selamat berkali-kali di medan perang, setia menemani tuannya hingga saat ini. Jing Xuan menghela napas. Menatap kediamannya yang gelap. Sungguh, berat baginya untuk meninggalkan Yinlan tanpa berpamitan. Namun wanita itu sangat kelelahan dan membutuhkan tidur lebih banyak. Dia merasa tidak perlu membangunkannya hanya untuk memberitahu bahwa dia akan pergi. Waktu beberapa jam semalam sudah cukup baginya sebagai momen terakhir sebelum pergi. Tapi Yinlan belum tentu beranggapan sama. Pintu kamar itu tiba-tiba terbuka, menampilkan Yinlan yang hanya berpakaia
Tingzhou yang dingin. Shangguan Yan merapikan bekas peristirahatannya sebelum meninggalkan kuil bobrok itu. Meletakkan kembali buku-buku dan barang lain yang dia ambil dari ruang bawah tanah beracun itu, tentu saja tanpa menghidupkan sedikit pun api. Meski kesulitan meraba-raba banyak tempat, Shangguan Yan bisa mengembalikan barang-barang itu kembali ke tempat yang semula. Dia menerbangkan merpati setelah mengambil surat yang diikat di kakinya. Itu adalah balasan dari Jin Pei. Shangguan Yan melepas kudanya dari tali yang mengikatnya ke pohon di halaman belakang kuil itu. Sesuai dengan apa yang dikatakan Xi Feng dalam suratnya, Shangguan Yan akan melakukan perjalanan menuju Kota Beizhou. Entah apa yang akan dia temui di sana. Dia hanya bisa berpikir Xi Feng mungkin telah merencanakan sesuatu yang membutuhkan bantuannya. Shangguan Yan berdiri beberapa saat di depan gundukan tanah itu lagi. Dia menggenggam kendi kecil itu dengan erat. Dengan segenap penyesalan, dia berkata, “Ying
Jin Pei berdiri di luar gerbang istana dengan wajah menimbang-nimbang keputusan. Sesuai perkataan Shangguan Yan di dalam surat balasannya, Jin Pei diminta agar menemui Permaisuri di Istana Guangping. Namun, memasuki gerbang luar saja rasanya seperti sulit. Dia melihat begitu banyak Pengawal Kekaisaran yang menjaga gerbang itu. Mungkinkah jika datang dan berkata ingin bertemu Permaisuri dengan penampilannya yang seperti orang jahat itu, Jin Pei akan dibiarkan masuk oleh mereka?Jin Pei menghela napas, mengganti pakaian dengan yang lebih baik juga bukan solusi. Yang ingin ditemuinya adalah Permaisuri, tetap saja akan sulit. ‘Seharusnya memang Nyonya Zhao saja yang datang.’ Jin Pei mengeluh dalam hati. Dia menoleh ke belakang saat mendengar langkah kaki. Wajahnya berubah cerah saat melihat ada pelayan wanita yang sepertinya juga mau masuk ke dalam. Wanita pelan itu adalah Zhu Yan, yang saat ini menatapnya dengan bingung. “Jin Pei?” Zhu Yan memanggil namanya untuk memastikan. Jin P
Jin Pei berdiri saat Yinlan memasuki paviliun kecil itu. Lalu membungkuk memberinya penghormatan. “Selamat sore, Yang Mulia. Terima kasih karena sudah bersedia menemuiku.” Yinlan menatap wajahnya penuh selidik. “Benar, aku sepertinya pernah melihat wajahmu.”“Eh?” Kelopak mata Jin Pei berkedip-kedip, merasa bingung harus menanggapinya seperti apa. “M-mungkin karena wajahku memang terlalu umum, Yang Mulia.” Mata Yinlan semakin menyipit, “Tidak, aku benar-benar pernah bertemu denganmu.” “Be-benarkah?” Jin Pei menyeringai sambil menggaruk tengkuknya. “Kurasa kau salah, Yang Mulia. Ini pertama kalinya kita saling bertatap muka.”Yinlan mendengus sambil memalingkan wajah, “Kau adalah penjaga gerbang Balai Opera Jiulu yang melarangku masuk hanya karena aku tidak membawa pelat keluarga.” Sekarang, Jin Pei benar-benar terkejut, setelah menatap Yinlan dari atas sampai bawah, kedua bola matanya nyaris melompat keluar. Tidak menyangka bahwa wanita hamil berpangkat tinggi ini ternyata pernah
Istana Guangping menjadi sangat ramai lima tahun ke depan. Dua orang anak yang terlihat sangat mirip setiap hari berlarian di halamannya, saling mengejar, saling mencoba menjatuhkan. Satu anak adalah perempuan, dia memegang pedang kayu dan terus mengarahkannya pada si anak laki-laki sambil berkata, “Berhenti, penjahat!” Semenatra yang laki-laki tertawa riang, terus berkata bahwa si anak perempuan tidak akan bisa menangkapnya. Di dalam istana, Yinlan sedang sibuk menatap sejumlah tusuk rambut di atas meja. Bingung memilih mau pakai yang mana. “Bagaimana dengan ini?” Jing Xuan menunjukkan tusuk konde yang berwarna perak dengan batu giok putih yang indah. Yinlan menggeleng, “Aku rasa aku sudah memakai itu kemarin lusa.” “Tidak apa, pakai lagi saja.” Jing Xuan menguap, sudah satu jam dia berdiri di depan meja rias Yinlan, dan gadis itu masih belum menentukan akan memakai apa. “Aku pakai ini saja lah.” Yinlan mengambil tusuk rambut bunga rong yang pernah Jing Xuan berikan padanya du
A-Yao tampak kerepotan, menerima sejumlah hadiah dari tamu-tamu luar Ibukota yang menghadiri pernikahan terbesar di seluruh Kekaisaran Jing ini. “A-Yao, sampaikan ucapan selamatku pada Permaisuri, ya?” terlihat Nona Kelima Jiang tersenyum ramah sambil menyerahkan sebuah kotak kayu besar. A-Yao mengangguk sambil tersenyum, “Terima kasih sudah datang.” Mao Lian berdiri di dekat pintu sambil menatapnya dengan tatapan remeh, “Kau tampak sibuk, A-Yao.” A-Yao mendengus sambil menatap tajam ke arahnya, “Dari pada diam menjadi pagar seperti itu, lebih baik kau membantuku.” Mao Lian terkekeh lalu menghampirinya. Sebelum mulai membantu, dia mendekatkan mulutnya ke telinga A-Yao dan berbisik, “Baru saja Yang Mulia memberkati pernikahan untukku, A-Yao. Apakah kau terkejut?” A-Yao terdiam kaku, matanya membulat sempurna, berkedip beberapa kali. “Be-benarkah? Bagaimana mungkin,” A-Yao menyeringai tipis, mencoba mengendalikan perasaannya yang tidak karuan. Dia membatin, ‘Diberkati pernikahan?
Yinlan merebahkan tubuhnya di ranjang, Jing Xuan menjadikan pahanya sebagai bantal. Tangannya bergerak mengusap pelan helai rambut panjangnya. Aroma wangi ini, Jing Xuan sangat merindukannya. Sejak baru tiba sore lalu, Yinlan sama sekali tak mau melepaskannya. Dia selalu tersenyum dan berkata harus selalu bersama untuk menebus hari-hari saat berpisah. “A-Yin, berapa bulan lagi sampai hari kelahirannya?” tanya Jing Xuan, memecah keheningan. “Hm …,” Yinlan berpikir sejenak, “Ini sudah lama memasuki bulan ke-tujuh. Sebentar lagi bulan ke-delapan.” “Sebentar lagi, ya ….” Jing Xuan menghela napas, “Tapi dua bulan lagi sangat lama.”“Jika melewatinya bersama-sama, harusnya tidak terlalu lama.” Yinlan tersenyum lebar sampai matanya menyipit. “A-Yin, aku tidak bisa menepati janjiku untuk menikahimu di ujung musim dingin.” Jing Xuan menunduk merasa bersalah. Yinlan menepuk punggung tangannya, “Kita menikah di awal musim semi saja. Bukankah itu bagus?” “Apakah menurutmu begitu?” Yinlan
Dua minggu kemudian. Kabar mengenai kepulangan Jing Xuan telah tiba di Istana. Semua orang menyambutnya di depan gerbang istana, termasuk Yinlan dan Ibu Suri. Kabar peperangan dengan Negara Shang yang mendadak itu juga telah sampai di Ibukota sejak dua minggu lalu. Para warga merasa bersyukur saat tahu sang Kaisar berada di sana untuk meredakan kekacauan. Kini, mereka sudah berkumpul di tepian jalan untuk menyambut Kaisar mereka. Melempar bunga dengan wajah tersenyum lebar, sambil memanjatkan do’a dan pujian untuk pahlawan nomor satu itu. Jing Xuan hanya menaiki seekor kuda hitam, tidak ada tandu atau kereta kuda yang mewah yang menemaninya. Di belakangnya hanya ada dua orang tabib, dan sepuluh orang prajurit yang mengantar kepergiannya. Itu sungguh hanya kepulangan sederhana yang tidak disiapkan secara khusus. Namun semua orang justru merasa senang untuknya dan mengucapkan beribu-ribu kata syukur. Jing Xuan juga secara khusus turun dari kudanya dan menggendong anak-anak usia tig
Kamp Militer Perbatasan Utara. Jing Xuan duduk tegak di kursi, wajahnya sangat serius. Dia sedang membaca sebuah buku. Buku medis kuno yang Shangguan Yan bawa dari ruang bawah tanah beracun milik Ye Qing di Tingzhou. Dalam buku itu, tertulis bahwa Teratai Hitam bukanlah racun. Melainkan sejenis obat mujarab yang bisa membentuk ketangguhan fisik luar biasa, obat yang bisa menetralisir semua jenis racun yang tumbuh di dunia ini. Obat itu memberikan efek samping yang cukup kejam bagi pemakainya. Semua gejala menyakitkan yang Yinlan alami setiap bulan itu adalah efek sampingnya. Dan selamanya tidak bisa dihilangkan. Dalam setiap bulan, akan selalu ada hari di mana tubuh itu sendiri tiba di titik terlemahnya. Jing Xuan menggeram, “Kenapa aku tidak mengalami siklus bulanan ini juga? Padahal aku jelas-jelas meminumnya, kan?” Xi Feng menghela napas, “Yang Mulia, Teratai Hitam yang kau minum itu hanya semangkuk penawar racun saja, bukan lagi jenis obat yang sama. Permaisuri meminum selur
Satu minggu kemudian, Selir Agung Qin ditemukan di Prefektur Barat Ibukota. Jubah kekaisarannya entah hilang ke mana, semua perhiasan emas yang melekat di tubuhnya juga telah raib. Pangeran Ming menggunakan kereta kuda untuk membawanya kembali ke Istana. Sepanjang perjalanan, Selir Agung tidak mengeluarkan sepatah kata pun meski Pangeran Ming berada tepat di depannya. Pangeran Ming tidak berharap wanita itu akan bertanya tentang kenapa dia ditangkap, atau mau membawanya ke mana. Dia berpikir wanita ini akan menanyakan keadaan putranya. Namun keduanya sama sekali tidak terdengar keluar dari mulutnya. Pangeran Ming menghela napas, dia mengeluarkan sapu tangan dengan bordir lambang Keluarga Jing miliknya. Lalu dia meletakkannya di atas paha Selir Agung dan berkata, “Sekalah kotoran di wajahmu. Haoyu tidak akan suka melihatnya.” Selir Agung tersenyum tipis, “Aku bahkan tidak pantas mengambil barang milik Keluarga Jing kalian.”“Memang benar …, lagi pula, untuk apa kau memedulikan pen
Yu adalah marga sebenarnya Selir Agung Qin. Pangeran Ming menatap punggungnya, “Ibumu bahkan tidak memedulikan nasibmu, Haoyu.” Ruangan penjara itu semakin senyap, Pangeran Chi mengangkat kepala, lantas terkekeh pelan, “Kau tidak berhak menilai hubungan ibu dan anak di antara kami, Jing Tian.”“Satu hari setelah tindakan bodohmu, aku terus mencari keberadaan Selir Agung Qin di mana pun. Dia melarikan diri, bersembunyi di suatu tempat menunggu kesempatan pergi dari Ibukota yang sudah seperti neraka baginya ini. Tanpa memedulikan putranya.” Pangeran Ming diam sejenak. Dia menunggu Pangeran Chi berbalik dan menatapnya sebelum dia melanjutkan perkataan yang kian lama semakin menyakitkan itu. Namun Pangeran Chi tidak sebaik hati itu untuk mendengarkan penjelasannya. Dia tampak tidak begitu peduli dengan apa yang ibunya lakukan padanya. “Jing Haoyu.” Pangeran Ming menggeram dengan tangan mengepal. “Apa? Kau mau berkata bahwa aku ditelantarkan? Hah, kau juga tidak berhak.” Pangeran Mi
Pangeran Ming menutup rapat pintu Istana Guangping, sebelum meninggalkan tempat itu, dia menghela napas pelan. “Yang Mulia, Biro Pusat Keamanan dan Kementerian Hukum sudah menunggu.” pengawalnya melaporkan. “Ada berapa orang yang terlibat dalam pemberontakan itu?” tanya Pangeran Ming, langkahnya dengan cepat meninggalkan Istana Guangping. “Kementerian Ritus dan Adipati Wei terlibat. Mereka bersekongkol mengadakan pernikahan palsu agar Tuan Muda Wei tidak dicurigai. Dia yang membantu Pangeran Chi menculik Tuan Muda Ouyang dari Suzhou untuk dicuri identitasnya.” “Nona Kelima Jiang mengalami depresi karena pernikahannya ternyata tidak sungguh-sungguh. Selir Agung Qin melarikan diri. Sementara waktu, dia mungkin masih berada di Ibukota karena semua gerbang telah ditutup sejak hari pemberontakan.” Pangeran Ming mengangguk-angguk, menerima semua laporan itu dengan cepat. “Jangan pernah membuka gerbang itu sebelum Selir Agung ditemukan. Berikan kompensasi atas kerugian yang dialami Nona
BRUK! Jing Xuan meringis, tersungkur beberapa meter dari lokasi pertarungan. Pedangnya terlepas dari genggaman, berkelontang. Dia kembali berdiri dengan tubuh bergetar. Tangannya bergerak menyeka ujung bibir yang masih menyisakan jejak darah. Sudah lama dia tidak mengeluarkan banyak kekuatan. Tubuhnya terkejut menerima hantaman demi hantaman, terlebih, Ye Qing lebih berpengalaman, jelas lebih kuat berkali-kali lipat darinya. Jing Xuan memungut pedangnya. Memasang kuda-kuda kokoh, dia harus bisa segera mengakhirinya. Seseorang masih menunggunya dengan cemas. Shangguan Yan berteriak kencang, tubuhnya melesat cepat, melompat ke udara dengan Pedang Baijiu yang sudah berlumuran darah meski belum membunuh satu orang pun. Ye Qing mendengus, “Bocah merepotkan. Pergi kau ke neraka!” Shangguan Yan menyeringai, Liu Xingsheng melemparkan tombak Jing Xuan yang sebelumnya dibuang oleh Ye Qing. Dengan langkah halus, Shangguan Yan menjejakkan kakinya pada tombak yang masih melesat itu. Tangan