Tingzhou yang dingin. Shangguan Yan merapikan bekas peristirahatannya sebelum meninggalkan kuil bobrok itu. Meletakkan kembali buku-buku dan barang lain yang dia ambil dari ruang bawah tanah beracun itu, tentu saja tanpa menghidupkan sedikit pun api. Meski kesulitan meraba-raba banyak tempat, Shangguan Yan bisa mengembalikan barang-barang itu kembali ke tempat yang semula. Dia menerbangkan merpati setelah mengambil surat yang diikat di kakinya. Itu adalah balasan dari Jin Pei. Shangguan Yan melepas kudanya dari tali yang mengikatnya ke pohon di halaman belakang kuil itu. Sesuai dengan apa yang dikatakan Xi Feng dalam suratnya, Shangguan Yan akan melakukan perjalanan menuju Kota Beizhou. Entah apa yang akan dia temui di sana. Dia hanya bisa berpikir Xi Feng mungkin telah merencanakan sesuatu yang membutuhkan bantuannya. Shangguan Yan berdiri beberapa saat di depan gundukan tanah itu lagi. Dia menggenggam kendi kecil itu dengan erat. Dengan segenap penyesalan, dia berkata, “Ying
Jin Pei berdiri di luar gerbang istana dengan wajah menimbang-nimbang keputusan. Sesuai perkataan Shangguan Yan di dalam surat balasannya, Jin Pei diminta agar menemui Permaisuri di Istana Guangping. Namun, memasuki gerbang luar saja rasanya seperti sulit. Dia melihat begitu banyak Pengawal Kekaisaran yang menjaga gerbang itu. Mungkinkah jika datang dan berkata ingin bertemu Permaisuri dengan penampilannya yang seperti orang jahat itu, Jin Pei akan dibiarkan masuk oleh mereka?Jin Pei menghela napas, mengganti pakaian dengan yang lebih baik juga bukan solusi. Yang ingin ditemuinya adalah Permaisuri, tetap saja akan sulit. ‘Seharusnya memang Nyonya Zhao saja yang datang.’ Jin Pei mengeluh dalam hati. Dia menoleh ke belakang saat mendengar langkah kaki. Wajahnya berubah cerah saat melihat ada pelayan wanita yang sepertinya juga mau masuk ke dalam. Wanita pelan itu adalah Zhu Yan, yang saat ini menatapnya dengan bingung. “Jin Pei?” Zhu Yan memanggil namanya untuk memastikan. Jin P
Jin Pei berdiri saat Yinlan memasuki paviliun kecil itu. Lalu membungkuk memberinya penghormatan. “Selamat sore, Yang Mulia. Terima kasih karena sudah bersedia menemuiku.” Yinlan menatap wajahnya penuh selidik. “Benar, aku sepertinya pernah melihat wajahmu.”“Eh?” Kelopak mata Jin Pei berkedip-kedip, merasa bingung harus menanggapinya seperti apa. “M-mungkin karena wajahku memang terlalu umum, Yang Mulia.” Mata Yinlan semakin menyipit, “Tidak, aku benar-benar pernah bertemu denganmu.” “Be-benarkah?” Jin Pei menyeringai sambil menggaruk tengkuknya. “Kurasa kau salah, Yang Mulia. Ini pertama kalinya kita saling bertatap muka.”Yinlan mendengus sambil memalingkan wajah, “Kau adalah penjaga gerbang Balai Opera Jiulu yang melarangku masuk hanya karena aku tidak membawa pelat keluarga.” Sekarang, Jin Pei benar-benar terkejut, setelah menatap Yinlan dari atas sampai bawah, kedua bola matanya nyaris melompat keluar. Tidak menyangka bahwa wanita hamil berpangkat tinggi ini ternyata pernah
Hari mulai malam, gulita menyambar dengan cepat. Rombongan ekspedisi peneliti tanaman obat itu terus menjelajah pegunungan tanpa henti. Di tengah udara yang sejuk, Chu Xia merapatkan jaket tebalnya, wajahnya mendongak, mencari di mana bulan berada. “Sudah mau pukul tujuh,” dia menceletuk pelan.“Haruskah kita beristirahat di sini?” seorang pria dengan lembut bertanya padanya, sekaligus meminta pendapat rekan yang lain. Mereka sepakat beristirahat di tempat itu. Lokasinya cukup nyaman, ceruk dalam di sekitar bebatuan besar di tengah pegunungan, berhadapan langsung dengan tebing terjal yang menemani penjelajahan mereka sepanjang sore. “Chu Xia, kau haus?” seorang wanita tersenyum lebar, mengulurkan tangannya menggenggam botol minum yang terisi penuh. Dengan senyum tipis sebagai balasan, Chu Xia mengangguk menerima botol air itu, kemudian mengucapkan terima kasih. “Kamu sudah begitu populer dan berbakat, rupanya masih sudi ikut bersama kami melakukan penelitian tanaman obat.” wanit
Chu Xia beranjak dari ranjang yang keras, dia menepuk-nepuk pakaiannya yang sedikit berdebu dan …, kotor.Dia memasang ekspresi jijik saat mengedarkan pandangannya ke sudut-sudut ruangan remang itu. Dia berjongkok, jemarinya memungut pecahan mangkuk di lantai ruangan yang berserakan.Dia mencium aroma tak biasa dari mangkuk itu. “Racun yang sangat mematikan.” Gumamnya, kembali meletakkan pecahan mangkuk itu.“Nona! Nona!” seorang pelayan—sepertinya begitu, berjalan dengan buru-buru memasuki kamar yang lusuh itu. Dia memegang kedua pundak Chu Xia, memeriksanya dengan cemas.“Nona, syukurlah kau baik-baik saja!” pelayan itu menghela napas lega, tersenyum senang.Chu Xia menatapnya dengan bingung, “Kau …, siapa?” tanyanya dengan tidak pasti.Pertanyaan itu membuat pelayan di depannya melipat wajah dengan murung, “Nona …, apakah kau hilang ingatan setelah meneguk semangkuk racun?”“Meneguk semangkuk racun?” Chu Xia menatap pecahan mangkuk yang dia periksa beberapa saat lalu.Dia berusaha
“Pukul berapa ini?” tanya Yinlan. Dia duduk santai di atas ranjangnya yang keras itu, sekarang sudah berganti pakaian yang lebih baik. Dia berencana melakukan sesuatu untuk membalas perbuatan jahat Permaisuri padanya. Dari ingatan yang dia dapatkan, permaisuri itu bernama Xie Qingyan. Putri sah Adipati Xie. Dia memanfaatkan kenangan masa kecil Kaisar dan Xie Yinlan, adiknya sendiri, untuk masuk ke istana, dan merebut posisi Xie Yinlan sebagai permaisuri. Sungguh, karena dia bukan lagi Chu Xia, dan Xie Yinlan yang sekarang tidak sama lagi dengan yang dahulu, ia harus bisa membalikkan nasib buruk ini. “Sekarang pukul satu dini hari, Nona,” Jawab A-Yao. Xie Yinlan menatap pelayan wanita itu, “A-Yao, mulai saat ini, jangan memanggilku Nona lagi. Paling aku Selir Xian. Bisakah?” A-Yao membungkuk, “Baik, Selir Xian.” “Bagus. Sekarang, ikut aku melakukan sesuatu.” Xie Yinlan berdiri. Meski tinggal di istana ini selama berbulan-bulan, Xie Yinlan tetap tidak menghafal rutenya. Istana y
“Tabib Liu, kau masih di sini?” sapa orang yang baru masuk. Yinlan membuka mata dengan terkejut. Apakah ada orang lain di dalam gudang obat ini selain dirinya dan A-Yao? Dia merasakan tubuh A-Yao berkeringat dingin dan sedikit gemetar. Pelayan ini, pasti sudah sangat ketakutan.Beberapa langkah dari mereka, dua orang pria saling berhadapan, salah satunya memakai seragam resmi tabib kekaisaran, satunya lagi memakai seragam resmi pengawal kekaisaran. Tabib kekaisaran itu masih muda, bernama Liu Xingsheng. Meski muda, dia terkenal berwawasan luas dan berbakat, pernah menyembuhkan kaki ibu suri yang tulangnya patah. Pengawal Kekaisaran yang berinteraksi dengannya tampak menghormatinya. Liu Xingsheng tersenyum ramah, “Aku baru kembali dari pekerjaanku, meletakkan sisa bahan obat dan beberapa rekam medis.” Pengawal Kekaisaran itu mengangguk-angguk. “Tabib Liu, segeralah beristirahat.” Dia meninggalkannya di dalam ruangan obat. Liu Xingsheng mengangguk, matanya sedikit melirik ke arah je
Sudah pukul sebelas, tapi Xie Yinlan masih duduk di depan cermin. Dia menatap wajahnya yang dipolesi bedak dan sedikit perona pipi. Tampak cantik, mirip seperti Chu Xia dalam versi yang lebih muda. “Selir …,” A-Yao memberikan selembar kertas berwarna merah kepada Yinlan. Yinlan menatap bingung, dari ekspresinya saja, A-Yao sudah menebak bahwa Yinlan tidak tahu benda apa itu. “Ini adalah pewarna bibir, Selir. Kau bisa menempelkannya di bibirmu, maka warna merah ini akan menempel dan tahan lama.” A-Yao tersenyum, menyerahkan lembaran berwarna merah itu kepada Yinlan. Yinlan melakukan apa yang dikatakan oleh A-Yao. Ini memang mirip dengan lipstik, tapi dalam versi lebih kuno dan sederhana. “Apakah aku cantik?” Yinlan mendongak, menatap wajah A-Yao yang sudah berbinar bahagia. “Cantik sekali, Selir. Dengan kecantikanmu yang selalu tersembunyi ini, bukankah seharusnya posisi permaisuri itu adalah milikmu?” A-Yao sedikit tidak senang memikirkan bahwa Nona Besar Xie, Xie Qingyan telah
Jin Pei berdiri saat Yinlan memasuki paviliun kecil itu. Lalu membungkuk memberinya penghormatan. “Selamat sore, Yang Mulia. Terima kasih karena sudah bersedia menemuiku.” Yinlan menatap wajahnya penuh selidik. “Benar, aku sepertinya pernah melihat wajahmu.”“Eh?” Kelopak mata Jin Pei berkedip-kedip, merasa bingung harus menanggapinya seperti apa. “M-mungkin karena wajahku memang terlalu umum, Yang Mulia.” Mata Yinlan semakin menyipit, “Tidak, aku benar-benar pernah bertemu denganmu.” “Be-benarkah?” Jin Pei menyeringai sambil menggaruk tengkuknya. “Kurasa kau salah, Yang Mulia. Ini pertama kalinya kita saling bertatap muka.”Yinlan mendengus sambil memalingkan wajah, “Kau adalah penjaga gerbang Balai Opera Jiulu yang melarangku masuk hanya karena aku tidak membawa pelat keluarga.” Sekarang, Jin Pei benar-benar terkejut, setelah menatap Yinlan dari atas sampai bawah, kedua bola matanya nyaris melompat keluar. Tidak menyangka bahwa wanita hamil berpangkat tinggi ini ternyata pernah
Jin Pei berdiri di luar gerbang istana dengan wajah menimbang-nimbang keputusan. Sesuai perkataan Shangguan Yan di dalam surat balasannya, Jin Pei diminta agar menemui Permaisuri di Istana Guangping. Namun, memasuki gerbang luar saja rasanya seperti sulit. Dia melihat begitu banyak Pengawal Kekaisaran yang menjaga gerbang itu. Mungkinkah jika datang dan berkata ingin bertemu Permaisuri dengan penampilannya yang seperti orang jahat itu, Jin Pei akan dibiarkan masuk oleh mereka?Jin Pei menghela napas, mengganti pakaian dengan yang lebih baik juga bukan solusi. Yang ingin ditemuinya adalah Permaisuri, tetap saja akan sulit. ‘Seharusnya memang Nyonya Zhao saja yang datang.’ Jin Pei mengeluh dalam hati. Dia menoleh ke belakang saat mendengar langkah kaki. Wajahnya berubah cerah saat melihat ada pelayan wanita yang sepertinya juga mau masuk ke dalam. Wanita pelan itu adalah Zhu Yan, yang saat ini menatapnya dengan bingung. “Jin Pei?” Zhu Yan memanggil namanya untuk memastikan. Jin P
Tingzhou yang dingin. Shangguan Yan merapikan bekas peristirahatannya sebelum meninggalkan kuil bobrok itu. Meletakkan kembali buku-buku dan barang lain yang dia ambil dari ruang bawah tanah beracun itu, tentu saja tanpa menghidupkan sedikit pun api. Meski kesulitan meraba-raba banyak tempat, Shangguan Yan bisa mengembalikan barang-barang itu kembali ke tempat yang semula. Dia menerbangkan merpati setelah mengambil surat yang diikat di kakinya. Itu adalah balasan dari Jin Pei. Shangguan Yan melepas kudanya dari tali yang mengikatnya ke pohon di halaman belakang kuil itu. Sesuai dengan apa yang dikatakan Xi Feng dalam suratnya, Shangguan Yan akan melakukan perjalanan menuju Kota Beizhou. Entah apa yang akan dia temui di sana. Dia hanya bisa berpikir Xi Feng mungkin telah merencanakan sesuatu yang membutuhkan bantuannya. Shangguan Yan berdiri beberapa saat di depan gundukan tanah itu lagi. Dia menggenggam kendi kecil itu dengan erat. Dengan segenap penyesalan, dia berkata, “Ying
Pada waktu keberangkatan. Jing Xuan berdiri melamun di tengah halaman Istana Guangping dengan pakaian berlatih hitam-hitam, rambutnya dikuncir kuda seperti petualang dunia persilatan pada umumnya. Xi Feng, Shangguan Zhi dan Liu Xingsheng sudah menantinya di depan Aula Pertemuan. Pangeran Ming dan Ibu Suri turut mengantarnya. Mao Lian datang dengan seekor kuda hitam gagah milik Jing Xuan. Kuda itu telah menemaninya sejak remaja. Selamat berkali-kali di medan perang, setia menemani tuannya hingga saat ini. Jing Xuan menghela napas. Menatap kediamannya yang gelap. Sungguh, berat baginya untuk meninggalkan Yinlan tanpa berpamitan. Namun wanita itu sangat kelelahan dan membutuhkan tidur lebih banyak. Dia merasa tidak perlu membangunkannya hanya untuk memberitahu bahwa dia akan pergi. Waktu beberapa jam semalam sudah cukup baginya sebagai momen terakhir sebelum pergi. Tapi Yinlan belum tentu beranggapan sama. Pintu kamar itu tiba-tiba terbuka, menampilkan Yinlan yang hanya berpakaia
Sepuluh jam sebelum keberangkatan. Jing Xuan menemani Yinlan berbaring di kamar tidurnya. Yinlan bersandar di bahunya, sedang menangis. Jing Xuan mengembuskan napas panjang, “Ayolah, A-Yin …, berapa lama lagi kau akan menangis? Aku hanya pergi sebulan saja.”Yinlan menyeka pipinya yang basah, “Itu lama sekali ….” “Kau tidak ingin aku pergi, A-Yin? Aku bisa membatalkannya.” Jing Xuan tersenyum. Yinlan mendongak, menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca, “Sungguh?” Jing Xuan menyeringai, “Sungguh aku tidak bisa membatalkannya.” Yinlan mengecurutkan bibirnya, air mata kembali mengalir membasahi wajahnya. Dia tidak mengatakan apa pun meski Jing Xuan hanya menggodanya. Jing Xuan mengusap perutnya lagi, “A-Yin, apakah perutmu ini, berisi dua orang?” “Hah?” Yinlan menatap tak mengerti. “Lihat, ini terlalu besar untuk usia lima bulan, bukan? Jangan-jangan memang ada dua orang.” Jing Xuan terkekeh.” Yinlan mendengus, tidak begitu menghiraukan ocehannya. Dia sudah terlalu sedih mengin
Beberapa hari kemudian, Pangeran Ming telah kembali dari Yangzhou bersama Mao Lian yang menjemputnya. Jing Xuan telah menunggunya di Aula Pertemuan bersama para pejabat. Pangeran Ming menjatuhkan lutut dan memberi salam penghormatan. “Bagaimana kabarmu, Adik Kedua?” Jing Xuan menyapa ramah, bahkan berdiri dari kursinya dan menghampirinya, membantunya berdiri. Pangeran Ming tersenyum, “Kabarku baik, Kakak.”Jing Xuan merangkul pundaknya, Pangeran Ming bergabung bersama para pejabat yang sebelumnya juga membungkuk saat dirinya baru tiba. Pertemuan rutin berjalan lancar, Jing Xuan sibuk menerima laporan-laporan dari para menterinya. Membiarkan Pangeran Ming beradaptasi dan bersiap membantu setelah ia pergi nanti. Jing Xuan tak pernah menceritakan konflik besar yang berkaitan dengan Ning'er kepada para menterinya. Itu mungkin akan mengganggu kestabilan pemerintahan yang baru dibentuk kurang dari satu tahun ini. Jing Xuan membubarkan rapat istana lebih cepat, pukul delapan pagi. Dia
Shangguan Zhi menyipitkan mata, beradaptasi dengan cahaya matahari pagi yang menerpa wajahnya. Dia berdiri di halaman Balai Kesehatan Istana. Beberapa orang tabib mulai berdatangan untuk bekerja. Beberapa menyapa dengan ramah, beberapa lagi menatap heran. Kenapa Shangguan Zhi bisa ada di sana?Xi Feng keluar dari Balai Kesehatan Istana dengan seragam resmi Tabib Kekaisaran seperti tabib-tabib yang lain. Shangguan Zhi mencibir, “Seragam itu sangat tidak cocok untukmu.” Xi Feng mendengus, “Berhenti mengolok-olokku seperti itu, Zhi. Aku tahu kau iri.” Shangguan Zhi mengalihkan pandangannya dengan wajah cemberut. “Aku ingin bertemu Permaisuri.”“Pergilah sendiri, aku harus bekerja.” “Siapa juga yang ingin ditemani olehmu.” “Omong-omong, Liu Xingsheng sedang berada di sana juga.” Kata Xi Feng sebelum meninggalkannya sendirian. Shangguan Zhi mematung selama beberapa jenak, matanya berkedip-kedip, terdiam melihat Xi Feng yang berjalan menjauh. “Liu Xingsheng? Kenapa dia bisa ada di
Saat Jing Xuan kembali setelah mengurus sisa pekerjaannya dan membicarakan kepergiannya dengan para menteri penting yang ia tinggalkan, Jing Xuan terdiam menatap ibunya yang duduk di kamarnya, menemani Yinlan yang sudah jatuh tertidur. Jing Xuan tersenyum lembut, mendekati ibunya yang terlihat mengantuk. “Ibunda, kau seharusnya tidak perlu seharian menjaganya seperti itu.” Ibu Suri menyadari kehadiran Jing Xuan, dia menjawab, “Ibu harus menjaganya setiap hari, Xuan'er. Itu juga karena kamu yang tiba-tiba memutuskan untuk meninggalkannya ke Perbatasan Utara.” Jing Xuan menghela napas, duduk di lantai, memijat kaki Ibu Suri dengan penuh perhatian. “Ibunda bisa datang kembali besok pagi. Sekarang sudah malam, cuaca semakin dingin, jika tidak segera tidur, kesehatan Ibunda bisa terganggu.” “Ibu melarangmu pergi, Xuan'er. Apakah kau akan menuruti kemauan Ibu?” Ibu Suri bertanya serius. Jing Xuan terdiam dengan kepala tertunduk. “Aku, tidak akan, Ibunda.” Ibu Suri mengembuskan napas p
Shangguan Yan terbatuk beberapa kali, matanya terbuka dan dia menyadari tubuhnya tergeletak di lantai ruangan gelap itu. Dia merasa napasnya sesak dan sangat sulit menghirup oksigen dengan normal. “Kenapa aku tiba-tiba pingsan?” Shangguan Yan bertanya pada diri sendiri, bingung. Awalnya, dia merasa udara di sini seperti tercemar sesuatu yang berbahaya bagi tubuh. Dan dia tidak begitu memedulikan. Terus berkeliling untuk memeriksa beberapa yang tersisa, mengabaikan kerangka-kerangka yang masih tergeletak di tempatnya. Namun saat menyadari bahwa beberapa serangga telah mati, laba-laba yang tergeletak, Shangguan Yan semakin yakin kalau ruangan ini tidak baik-baik saja. Dia menatap lilin-lilin yang dinyalakannya beberapa saat yang lalu—tepatnya, dia tidak yakin sudah berapa lama ia tak sadarkan diri dan lilin-lilin itu masih menyala meski sudah mulai redup, beberapa telah padam. Asap itulah yang mungkin menjadi penyebabnya. Dia segera memadamkan lilin yang tersisa, membersihkan selur