A-Yao kembali ke Istana Guangping setelah menghabiskan satu jam di Danau Huayuan bersama Mao Lian. Dia melambaikan tangan pada Mao Lian yang mengantarnya pulang. Selama perjalanan kembali ke Istana Guangping, A-Yao berkali-kali membujuk Mao Lian agar tak perlu mengikutinya pulang. Namun pria itu memaksa dan berkata kalau hari sudah malam. “Meski pun ini di dalam istana, suatu kejahatan tidak bisa kita duga, A-Yao. Aku baru bisa tenang setelah memastikanmu kembali ke Istana Guangping dengan mataku sendiri.”A-Yao menghela napas pasrah, terpaksa pulang sambil mengendap-endap supaya tidak terlihat oleh pelayan lain yang kebetulan melintas. A-Yao merasa gelisah sejak Yinlan mengatakan kalau dia melihatnya digendong Mao Lian turun dari atap. Jika ada orang lain yang melihat mereka berdua lagi, A-Yao tentu tidak tahu masalah apa yang akan timbul di masa depan. A-Yao mengembuskan napas, melihat Mao Lian yang menghilang di ujung jalan. Dia memasuki Istana Guangping dengan raut tenang. La
Hari mulai malam, gulita menyambar dengan cepat. Rombongan ekspedisi peneliti tanaman obat itu terus menjelajah pegunungan tanpa henti. Di tengah udara yang sejuk, Chu Xia merapatkan jaket tebalnya, wajahnya mendongak, mencari di mana bulan berada. “Sudah mau pukul tujuh,” dia menceletuk pelan.“Haruskah kita beristirahat di sini?” seorang pria dengan lembut bertanya padanya, sekaligus meminta pendapat rekan yang lain. Mereka sepakat beristirahat di tempat itu. Lokasinya cukup nyaman, ceruk dalam di sekitar bebatuan besar di tengah pegunungan, berhadapan langsung dengan tebing terjal yang menemani penjelajahan mereka sepanjang sore. “Chu Xia, kau haus?” seorang wanita tersenyum lebar, mengulurkan tangannya menggenggam botol minum yang terisi penuh. Dengan senyum tipis sebagai balasan, Chu Xia mengangguk menerima botol air itu, kemudian mengucapkan terima kasih. “Kamu sudah begitu populer dan berbakat, rupanya masih sudi ikut bersama kami melakukan penelitian tanaman obat.” wanit
Chu Xia beranjak dari ranjang yang keras, dia menepuk-nepuk pakaiannya yang sedikit berdebu dan …, kotor.Dia memasang ekspresi jijik saat mengedarkan pandangannya ke sudut-sudut ruangan remang itu. Dia berjongkok, jemarinya memungut pecahan mangkuk di lantai ruangan yang berserakan.Dia mencium aroma tak biasa dari mangkuk itu. “Racun yang sangat mematikan.” Gumamnya, kembali meletakkan pecahan mangkuk itu.“Nona! Nona!” seorang pelayan—sepertinya begitu, berjalan dengan buru-buru memasuki kamar yang lusuh itu. Dia memegang kedua pundak Chu Xia, memeriksanya dengan cemas.“Nona, syukurlah kau baik-baik saja!” pelayan itu menghela napas lega, tersenyum senang.Chu Xia menatapnya dengan bingung, “Kau …, siapa?” tanyanya dengan tidak pasti.Pertanyaan itu membuat pelayan di depannya melipat wajah dengan murung, “Nona …, apakah kau hilang ingatan setelah meneguk semangkuk racun?”“Meneguk semangkuk racun?” Chu Xia menatap pecahan mangkuk yang dia periksa beberapa saat lalu.Dia berusaha
“Pukul berapa ini?” tanya Yinlan. Dia duduk santai di atas ranjangnya yang keras itu, sekarang sudah berganti pakaian yang lebih baik. Dia berencana melakukan sesuatu untuk membalas perbuatan jahat Permaisuri padanya. Dari ingatan yang dia dapatkan, permaisuri itu bernama Xie Qingyan. Putri sah Adipati Xie. Dia memanfaatkan kenangan masa kecil Kaisar dan Xie Yinlan, adiknya sendiri, untuk masuk ke istana, dan merebut posisi Xie Yinlan sebagai permaisuri. Sungguh, karena dia bukan lagi Chu Xia, dan Xie Yinlan yang sekarang tidak sama lagi dengan yang dahulu, ia harus bisa membalikkan nasib buruk ini. “Sekarang pukul satu dini hari, Nona,” Jawab A-Yao. Xie Yinlan menatap pelayan wanita itu, “A-Yao, mulai saat ini, jangan memanggilku Nona lagi. Paling aku Selir Xian. Bisakah?” A-Yao membungkuk, “Baik, Selir Xian.” “Bagus. Sekarang, ikut aku melakukan sesuatu.” Xie Yinlan berdiri. Meski tinggal di istana ini selama berbulan-bulan, Xie Yinlan tetap tidak menghafal rutenya. Istana y
“Tabib Liu, kau masih di sini?” sapa orang yang baru masuk. Yinlan membuka mata dengan terkejut. Apakah ada orang lain di dalam gudang obat ini selain dirinya dan A-Yao? Dia merasakan tubuh A-Yao berkeringat dingin dan sedikit gemetar. Pelayan ini, pasti sudah sangat ketakutan.Beberapa langkah dari mereka, dua orang pria saling berhadapan, salah satunya memakai seragam resmi tabib kekaisaran, satunya lagi memakai seragam resmi pengawal kekaisaran. Tabib kekaisaran itu masih muda, bernama Liu Xingsheng. Meski muda, dia terkenal berwawasan luas dan berbakat, pernah menyembuhkan kaki ibu suri yang tulangnya patah. Pengawal Kekaisaran yang berinteraksi dengannya tampak menghormatinya. Liu Xingsheng tersenyum ramah, “Aku baru kembali dari pekerjaanku, meletakkan sisa bahan obat dan beberapa rekam medis.” Pengawal Kekaisaran itu mengangguk-angguk. “Tabib Liu, segeralah beristirahat.” Dia meninggalkannya di dalam ruangan obat. Liu Xingsheng mengangguk, matanya sedikit melirik ke arah je
Sudah pukul sebelas, tapi Xie Yinlan masih duduk di depan cermin. Dia menatap wajahnya yang dipolesi bedak dan sedikit perona pipi. Tampak cantik, mirip seperti Chu Xia dalam versi yang lebih muda. “Selir …,” A-Yao memberikan selembar kertas berwarna merah kepada Yinlan. Yinlan menatap bingung, dari ekspresinya saja, A-Yao sudah menebak bahwa Yinlan tidak tahu benda apa itu. “Ini adalah pewarna bibir, Selir. Kau bisa menempelkannya di bibirmu, maka warna merah ini akan menempel dan tahan lama.” A-Yao tersenyum, menyerahkan lembaran berwarna merah itu kepada Yinlan. Yinlan melakukan apa yang dikatakan oleh A-Yao. Ini memang mirip dengan lipstik, tapi dalam versi lebih kuno dan sederhana. “Apakah aku cantik?” Yinlan mendongak, menatap wajah A-Yao yang sudah berbinar bahagia. “Cantik sekali, Selir. Dengan kecantikanmu yang selalu tersembunyi ini, bukankah seharusnya posisi permaisuri itu adalah milikmu?” A-Yao sedikit tidak senang memikirkan bahwa Nona Besar Xie, Xie Qingyan telah
Saat ini, setelah perjamuan makan siang yang penuh drama itu, Xie Yinlan justru sedang dipusingkan oleh hal lain. Wanita-wanita penghibur yang diundang Kaisar pada perjamuan itu, kini berkumpul di depannya dengan raut wajah penuh permohonan. “Selir Xian, bisakah kamu mengajariku menarikan tarian Jenderal Besar yang Terluka dan Seorang Gadis yang Menyelamatkannya itu?” “Iya, benar! Aku juga mau. Tarian itu bagus sekali, sangat mengharukan, sungguh pertemuan dua insan yang sangat cocok. Selir Xian, dari mana kamu mempelajarinya?” Xie Yinlan menyeringai, “Itu aku mempelajarinya dari perbatasan. Sangat indah, kan?” Mereka mengangguk setuju, “Sungguh! Jika tarian ini sampai terlihat oleh orang-orang Rumah Lianhong, sudah dapat dipastikan akan populer dalam waktu dekat. Selir Xian, bisakah kau mengajari kami bagaimana cara melakukannya?” Rumah Lianhong adalah rumah hiburan paling terkenal dan paling mahal di Ibukota. Mereka juga berasal dari sana, dipesan khusus untuk bermain musik dan
Xie Yinlan berlari cepat hingga tiba di harem. Begitu melewati Istana Mingyue, Permaisuri yang juga merupakan kakaknya itu muncul menghalangi jalannya. Awalnya dia tidak tahu siapa orang ini. Tapi ingatan saat orang ini datang membawakan arak beracun untuk Xie Yinlan yang dulu, dia langsung mengingatnya. Apalagi begitu melihat gaun merah menyala yang dipenuhi manik-manik itu, Xie Yinlan berdecih, “Dasar udik, pakaianmu norak sekali,” gumamnya pelan, nyaris tak terdengar. Permaisuri Xie Qingyan berjalan ke arahnya dengan langkah anggun, senyum yang tak pudar dari wajah cantik dengan kulit putih pucat itu. “Adik, kau dari mana? Berani sekali baru pulang ke rumah saat hampir petang.” Xie Qingyan menyentuh bahunya pelan, lantas sentuhan kecil itu berubah menjadi mencengkeram sangat kuat. Yinlan melotot, segera menyingkirkan tangan lentik itu dari pundaknya. Dengan wajah kesal, dia menjawab, “Aku dari perjamuan makan siang Kekaisaran, Kakak.” Jawaban itu membuat Xie Qingyan men
A-Yao kembali ke Istana Guangping setelah menghabiskan satu jam di Danau Huayuan bersama Mao Lian. Dia melambaikan tangan pada Mao Lian yang mengantarnya pulang. Selama perjalanan kembali ke Istana Guangping, A-Yao berkali-kali membujuk Mao Lian agar tak perlu mengikutinya pulang. Namun pria itu memaksa dan berkata kalau hari sudah malam. “Meski pun ini di dalam istana, suatu kejahatan tidak bisa kita duga, A-Yao. Aku baru bisa tenang setelah memastikanmu kembali ke Istana Guangping dengan mataku sendiri.”A-Yao menghela napas pasrah, terpaksa pulang sambil mengendap-endap supaya tidak terlihat oleh pelayan lain yang kebetulan melintas. A-Yao merasa gelisah sejak Yinlan mengatakan kalau dia melihatnya digendong Mao Lian turun dari atap. Jika ada orang lain yang melihat mereka berdua lagi, A-Yao tentu tidak tahu masalah apa yang akan timbul di masa depan. A-Yao mengembuskan napas, melihat Mao Lian yang menghilang di ujung jalan. Dia memasuki Istana Guangping dengan raut tenang. La
A-Yao berdiri di depan Ruang Baca. Wajahnya ragu-ragu, sesekali menelan ludah. Sambil menimbang-nimbang, ‘Haruskah aku masuk sekarang?’‘Mao Lian pasti sedang sibuk karena ini hari pertama Pangeran Ming mengerjakan tugas-tugas Yang Mulia. Jadi mungkin dia akan lembur juga.’‘Jadi, apakah aku hanya bisa menemuinya besok pagi? Sekarang sudah larut.’ A-Yao menghela napas, ‘Sepertinya memang hanya bisa menunggu besok.’A-Yao berbalik untuk meninggalkan ruang baca itu. Kakinya sudah melangkah, lantas sebuah suara menghentikannya. “A-Yao.” A-Yao berbalik ke belakang lagi, matanya membulat melihat Mao Lian sudah berdiri di depan pintu. Dia menjadi gugup seketika, entah apa yang salah, dia seolah tidak siap bertemu dengannya sekarang. “Apakah ada sesuatu, Mao Lian?” suara Pangeran Ming terdengar dari dalam. Mao Lian kembali masuk untuk menjawabnya, “Tidak ada, Yang Mulia. Seorang pelayan dari Kediaman Permaisuri sudah menungguku, mungkin aku harus pergi.” “Pergilah, kau bisa beristirahat
A-Yao yang sebelumnya sudah meninggalkan paviliun taman belakang tiba-tiba kembali lagi. Yinlan menoleh kepadanya yang berdiri di ambang pintu, “Apakah ada yang tertinggal, A-Yao?” “Bukan, Yang Mulia.” A-Yao menggeleng, “Di depan, Tuan Adipati dan Nyonya Besar datang mengunjungimu.” “Ayah dan Ibu? Tiba-tiba sekali.” Yinlan berdiri dan menghampiri A-Yao. Dia membenarkan posisi jubahnya sambil berjalan keluar dari paviliun. A-Yao mengikutinya di belakang. Sebenarnya, dia berencana mendatangi Mao Lian di Ruang Baca Pangeran Ming. Tapi melihat Tuan Adipati Xie dan istrinya berjalan menuju Istana Guangping ini. A-Yao terpaksa mengurungkan rencananya. Dia sendiri terkejut karena melihat Tuan Adipati datang malam-malam seperti ini. Saat Yinlan tiba di sana, Tuan Adipati dan istrinya sudah duduk manis di ruang keluarga. Zhu Yan menuangkan teh panas untuk mereka. “Ayah, Ibu.” Yinlan tersenyum saat melihat keduanya. Nyonya Xie berdiri, tersenyum senang lalu berjalan ke arahnya. “Yinlan
A-Yao termenung, bahkan dia saja baru menyadarinya. Dan langsung bergerak untuk membantu Yinlan berdiri.Yinlan sedikit mendengus kesal dengan kedua tangan di pinggang. “Astaga, dengan usia kandungan yang semakin besar, aku jadi tidak bebas bergerak seperti dulu lagi. Maaf karena aku merepotkanmu, Jin Pei.” Jin Pei menyeringai, “Tentu tidak, Yang Mulia. Lagi pula, kondisi itu hanya sementara. Setelah melahirkan putra atau putri yang cantik, kau akan kembali seperti dulu lagi.” Yinlan duduk di kursi panjang itu sambil bersandar pada bantal dan meluruskan kaki. Dia menghela napas lega. “Lalu, apa saja petunjuk yang Shangguan Yan temukan di Tingzhou? Apakah dia sedang dalam perjalanan pulang?” Yinlan kembali ke pembicaraan penting. “Tuan Muda menemukan buku-buku kuno yang semuanya hanya akan dibaca seorang wanita. Di dalam sebuah kuil bobrok di lereng gunung itu, ada ruang bawah tanah tempat dia menemukan buku-buku itu.”“Dinding ruangan itu tertanam racun, ada beberapa orang yang su
Jin Pei berdiri saat Yinlan memasuki paviliun kecil itu. Lalu membungkuk memberinya penghormatan. “Selamat sore, Yang Mulia. Terima kasih karena sudah bersedia menemuiku.” Yinlan menatap wajahnya penuh selidik. “Benar, aku sepertinya pernah melihat wajahmu.”“Eh?” Kelopak mata Jin Pei berkedip-kedip, merasa bingung harus menanggapinya seperti apa. “M-mungkin karena wajahku memang terlalu umum, Yang Mulia.” Mata Yinlan semakin menyipit, “Tidak, aku benar-benar pernah bertemu denganmu.” “Be-benarkah?” Jin Pei menyeringai sambil menggaruk tengkuknya. “Kurasa kau salah, Yang Mulia. Ini pertama kalinya kita saling bertatap muka.”Yinlan mendengus sambil memalingkan wajah, “Kau adalah penjaga gerbang Balai Opera Jiulu yang melarangku masuk hanya karena aku tidak membawa pelat keluarga.” Sekarang, Jin Pei benar-benar terkejut, setelah menatap Yinlan dari atas sampai bawah, kedua bola matanya nyaris melompat keluar. Tidak menyangka bahwa wanita hamil berpangkat tinggi ini ternyata pernah
Jin Pei berdiri di luar gerbang istana dengan wajah menimbang-nimbang keputusan. Sesuai perkataan Shangguan Yan di dalam surat balasannya, Jin Pei diminta agar menemui Permaisuri di Istana Guangping. Namun, memasuki gerbang luar saja rasanya seperti sulit. Dia melihat begitu banyak Pengawal Kekaisaran yang menjaga gerbang itu. Mungkinkah jika datang dan berkata ingin bertemu Permaisuri dengan penampilannya yang seperti orang jahat itu, Jin Pei akan dibiarkan masuk oleh mereka?Jin Pei menghela napas, mengganti pakaian dengan yang lebih baik juga bukan solusi. Yang ingin ditemuinya adalah Permaisuri, tetap saja akan sulit. ‘Seharusnya memang Nyonya Zhao saja yang datang.’ Jin Pei mengeluh dalam hati. Dia menoleh ke belakang saat mendengar langkah kaki. Wajahnya berubah cerah saat melihat ada pelayan wanita yang sepertinya juga mau masuk ke dalam. Wanita pelan itu adalah Zhu Yan, yang saat ini menatapnya dengan bingung. “Jin Pei?” Zhu Yan memanggil namanya untuk memastikan. Jin P
Tingzhou yang dingin. Shangguan Yan merapikan bekas peristirahatannya sebelum meninggalkan kuil bobrok itu. Meletakkan kembali buku-buku dan barang lain yang dia ambil dari ruang bawah tanah beracun itu, tentu saja tanpa menghidupkan sedikit pun api. Meski kesulitan meraba-raba banyak tempat, Shangguan Yan bisa mengembalikan barang-barang itu kembali ke tempat yang semula. Dia menerbangkan merpati setelah mengambil surat yang diikat di kakinya. Itu adalah balasan dari Jin Pei. Shangguan Yan melepas kudanya dari tali yang mengikatnya ke pohon di halaman belakang kuil itu. Sesuai dengan apa yang dikatakan Xi Feng dalam suratnya, Shangguan Yan akan melakukan perjalanan menuju Kota Beizhou. Entah apa yang akan dia temui di sana. Dia hanya bisa berpikir Xi Feng mungkin telah merencanakan sesuatu yang membutuhkan bantuannya. Shangguan Yan berdiri beberapa saat di depan gundukan tanah itu lagi. Dia menggenggam kendi kecil itu dengan erat. Dengan segenap penyesalan, dia berkata, “Ying
Pada waktu keberangkatan. Jing Xuan berdiri melamun di tengah halaman Istana Guangping dengan pakaian berlatih hitam-hitam, rambutnya dikuncir kuda seperti petualang dunia persilatan pada umumnya. Xi Feng, Shangguan Zhi dan Liu Xingsheng sudah menantinya di depan Aula Pertemuan. Pangeran Ming dan Ibu Suri turut mengantarnya. Mao Lian datang dengan seekor kuda hitam gagah milik Jing Xuan. Kuda itu telah menemaninya sejak remaja. Selamat berkali-kali di medan perang, setia menemani tuannya hingga saat ini. Jing Xuan menghela napas. Menatap kediamannya yang gelap. Sungguh, berat baginya untuk meninggalkan Yinlan tanpa berpamitan. Namun wanita itu sangat kelelahan dan membutuhkan tidur lebih banyak. Dia merasa tidak perlu membangunkannya hanya untuk memberitahu bahwa dia akan pergi. Waktu beberapa jam semalam sudah cukup baginya sebagai momen terakhir sebelum pergi. Tapi Yinlan belum tentu beranggapan sama. Pintu kamar itu tiba-tiba terbuka, menampilkan Yinlan yang hanya berpakaia
Sepuluh jam sebelum keberangkatan. Jing Xuan menemani Yinlan berbaring di kamar tidurnya. Yinlan bersandar di bahunya, sedang menangis. Jing Xuan mengembuskan napas panjang, “Ayolah, A-Yin …, berapa lama lagi kau akan menangis? Aku hanya pergi sebulan saja.”Yinlan menyeka pipinya yang basah, “Itu lama sekali ….” “Kau tidak ingin aku pergi, A-Yin? Aku bisa membatalkannya.” Jing Xuan tersenyum. Yinlan mendongak, menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca, “Sungguh?” Jing Xuan menyeringai, “Sungguh aku tidak bisa membatalkannya.” Yinlan mengecurutkan bibirnya, air mata kembali mengalir membasahi wajahnya. Dia tidak mengatakan apa pun meski Jing Xuan hanya menggodanya. Jing Xuan mengusap perutnya lagi, “A-Yin, apakah perutmu ini, berisi dua orang?” “Hah?” Yinlan menatap tak mengerti. “Lihat, ini terlalu besar untuk usia lima bulan, bukan? Jangan-jangan memang ada dua orang.” Jing Xuan terkekeh.” Yinlan mendengus, tidak begitu menghiraukan ocehannya. Dia sudah terlalu sedih mengin