Matahari tepat berada di atas kepala. Angin semakin kencang dan terasa dingin, menggoyangkan rambut panjang Shangguan Zhi yang melesat di atas kudanya. Liu Xingsheng tak berhenti memandanginya yang lebih indah dari hamparan rumput ini. Shangguan Zhi tampak serius mengamati hamparan rumput di bawah kaki kudanya. Berlari di antara rumput-rumput setinggi mata kaki itu. Liu Xingsheng berseru, “Kau itu namanya berkeliling, Shangguan Zhi. Bukan memeriksa!” Shangguan Zhi menoleh ke belakang, “Apa yang salah?” bertanya ketus. “Tidak ada orang yang memeriksa sambil berlari, bodoh.” Liu Xingsheng melompat turun dari kudanya, kakinya menginjak hamparan rumput itu, lantas menuntun kudanya sambil berjalan mengitari beberapa tempat. Shangguan Zhi mendengus malas. “Tapi padang rumput ini sangat luas, Liu Xingsheng, akan memakan banyak waktu memeriksanya sambil berjalan kaki. Lagi pula, belum tentu benar-benar ada Ular Mahkota Biru di sini. Ini masih jauh dari wilayah Perbatasan Utara.” Liu Xin
Matahari sempurna tenggelam. Salju mulai turun tepat setelah malam tiba, Shangguan Zhi dan Liu Xingsheng berjalan sambil menuntun kuda, keluar dari Lembah Qian, memasuki kawasan hutan tempat vila Jing Xuan berada. Shangguan Zhi tertawa, “Ternyata aku menyebalkan sekali saat dulu, ya?” Liu Xingsheng tersenyum lebar, “Bukan hanya itu, kau juga keras kepala, sulit diajak bernegosiasi, sok paling kaya, sok paling pintar. Kau tidak tahu saja level pengetahuanku sudah tiga kali lebih tinggi darimu.” Bibir Shangguan Zhi mengerucut, hanya sesaat, lalu tertawa lebar, “Sekarang kau yang menyebalkan, bodoh! Bisa-bisanya menyebut aku sok pintar, lantas dengan sombong membandingkan level pengetahuan.”“Memangnya kepintaranmu yang berkali-kali lipat itu sudah pantas dibanggakan, heh? Di luar sana, masih banyak orang yang jauh-jauh lebih pintar lagi darimu.” Shangguan Zhi menggeleng miris, “Kau terlalu cepat merasa puas, Liu Xingsheng.” Liu Xingsheng terdiam. Membahas itu, dia tiba-tiba teringat
Hari mulai malam, gulita menyambar dengan cepat. Rombongan ekspedisi peneliti tanaman obat itu terus menjelajah pegunungan tanpa henti. Di tengah udara yang sejuk, Chu Xia merapatkan jaket tebalnya, wajahnya mendongak, mencari di mana bulan berada. “Sudah mau pukul tujuh,” dia menceletuk pelan.“Haruskah kita beristirahat di sini?” seorang pria dengan lembut bertanya padanya, sekaligus meminta pendapat rekan yang lain. Mereka sepakat beristirahat di tempat itu. Lokasinya cukup nyaman, ceruk dalam di sekitar bebatuan besar di tengah pegunungan, berhadapan langsung dengan tebing terjal yang menemani penjelajahan mereka sepanjang sore. “Chu Xia, kau haus?” seorang wanita tersenyum lebar, mengulurkan tangannya menggenggam botol minum yang terisi penuh. Dengan senyum tipis sebagai balasan, Chu Xia mengangguk menerima botol air itu, kemudian mengucapkan terima kasih. “Kamu sudah begitu populer dan berbakat, rupanya masih sudi ikut bersama kami melakukan penelitian tanaman obat.” wanit
Chu Xia beranjak dari ranjang yang keras, dia menepuk-nepuk pakaiannya yang sedikit berdebu dan …, kotor.Dia memasang ekspresi jijik saat mengedarkan pandangannya ke sudut-sudut ruangan remang itu. Dia berjongkok, jemarinya memungut pecahan mangkuk di lantai ruangan yang berserakan.Dia mencium aroma tak biasa dari mangkuk itu. “Racun yang sangat mematikan.” Gumamnya, kembali meletakkan pecahan mangkuk itu.“Nona! Nona!” seorang pelayan—sepertinya begitu, berjalan dengan buru-buru memasuki kamar yang lusuh itu. Dia memegang kedua pundak Chu Xia, memeriksanya dengan cemas.“Nona, syukurlah kau baik-baik saja!” pelayan itu menghela napas lega, tersenyum senang.Chu Xia menatapnya dengan bingung, “Kau …, siapa?” tanyanya dengan tidak pasti.Pertanyaan itu membuat pelayan di depannya melipat wajah dengan murung, “Nona …, apakah kau hilang ingatan setelah meneguk semangkuk racun?”“Meneguk semangkuk racun?” Chu Xia menatap pecahan mangkuk yang dia periksa beberapa saat lalu.Dia berusaha
“Pukul berapa ini?” tanya Yinlan. Dia duduk santai di atas ranjangnya yang keras itu, sekarang sudah berganti pakaian yang lebih baik. Dia berencana melakukan sesuatu untuk membalas perbuatan jahat Permaisuri padanya. Dari ingatan yang dia dapatkan, permaisuri itu bernama Xie Qingyan. Putri sah Adipati Xie. Dia memanfaatkan kenangan masa kecil Kaisar dan Xie Yinlan, adiknya sendiri, untuk masuk ke istana, dan merebut posisi Xie Yinlan sebagai permaisuri. Sungguh, karena dia bukan lagi Chu Xia, dan Xie Yinlan yang sekarang tidak sama lagi dengan yang dahulu, ia harus bisa membalikkan nasib buruk ini. “Sekarang pukul satu dini hari, Nona,” Jawab A-Yao. Xie Yinlan menatap pelayan wanita itu, “A-Yao, mulai saat ini, jangan memanggilku Nona lagi. Paling aku Selir Xian. Bisakah?” A-Yao membungkuk, “Baik, Selir Xian.” “Bagus. Sekarang, ikut aku melakukan sesuatu.” Xie Yinlan berdiri. Meski tinggal di istana ini selama berbulan-bulan, Xie Yinlan tetap tidak menghafal rutenya. Istana y
“Tabib Liu, kau masih di sini?” sapa orang yang baru masuk. Yinlan membuka mata dengan terkejut. Apakah ada orang lain di dalam gudang obat ini selain dirinya dan A-Yao? Dia merasakan tubuh A-Yao berkeringat dingin dan sedikit gemetar. Pelayan ini, pasti sudah sangat ketakutan.Beberapa langkah dari mereka, dua orang pria saling berhadapan, salah satunya memakai seragam resmi tabib kekaisaran, satunya lagi memakai seragam resmi pengawal kekaisaran. Tabib kekaisaran itu masih muda, bernama Liu Xingsheng. Meski muda, dia terkenal berwawasan luas dan berbakat, pernah menyembuhkan kaki ibu suri yang tulangnya patah. Pengawal Kekaisaran yang berinteraksi dengannya tampak menghormatinya. Liu Xingsheng tersenyum ramah, “Aku baru kembali dari pekerjaanku, meletakkan sisa bahan obat dan beberapa rekam medis.” Pengawal Kekaisaran itu mengangguk-angguk. “Tabib Liu, segeralah beristirahat.” Dia meninggalkannya di dalam ruangan obat. Liu Xingsheng mengangguk, matanya sedikit melirik ke arah je
Sudah pukul sebelas, tapi Xie Yinlan masih duduk di depan cermin. Dia menatap wajahnya yang dipolesi bedak dan sedikit perona pipi. Tampak cantik, mirip seperti Chu Xia dalam versi yang lebih muda. “Selir …,” A-Yao memberikan selembar kertas berwarna merah kepada Yinlan. Yinlan menatap bingung, dari ekspresinya saja, A-Yao sudah menebak bahwa Yinlan tidak tahu benda apa itu. “Ini adalah pewarna bibir, Selir. Kau bisa menempelkannya di bibirmu, maka warna merah ini akan menempel dan tahan lama.” A-Yao tersenyum, menyerahkan lembaran berwarna merah itu kepada Yinlan. Yinlan melakukan apa yang dikatakan oleh A-Yao. Ini memang mirip dengan lipstik, tapi dalam versi lebih kuno dan sederhana. “Apakah aku cantik?” Yinlan mendongak, menatap wajah A-Yao yang sudah berbinar bahagia. “Cantik sekali, Selir. Dengan kecantikanmu yang selalu tersembunyi ini, bukankah seharusnya posisi permaisuri itu adalah milikmu?” A-Yao sedikit tidak senang memikirkan bahwa Nona Besar Xie, Xie Qingyan telah
Saat ini, setelah perjamuan makan siang yang penuh drama itu, Xie Yinlan justru sedang dipusingkan oleh hal lain. Wanita-wanita penghibur yang diundang Kaisar pada perjamuan itu, kini berkumpul di depannya dengan raut wajah penuh permohonan. “Selir Xian, bisakah kamu mengajariku menarikan tarian Jenderal Besar yang Terluka dan Seorang Gadis yang Menyelamatkannya itu?” “Iya, benar! Aku juga mau. Tarian itu bagus sekali, sangat mengharukan, sungguh pertemuan dua insan yang sangat cocok. Selir Xian, dari mana kamu mempelajarinya?” Xie Yinlan menyeringai, “Itu aku mempelajarinya dari perbatasan. Sangat indah, kan?” Mereka mengangguk setuju, “Sungguh! Jika tarian ini sampai terlihat oleh orang-orang Rumah Lianhong, sudah dapat dipastikan akan populer dalam waktu dekat. Selir Xian, bisakah kau mengajari kami bagaimana cara melakukannya?” Rumah Lianhong adalah rumah hiburan paling terkenal dan paling mahal di Ibukota. Mereka juga berasal dari sana, dipesan khusus untuk bermain musik dan
Matahari sempurna tenggelam. Salju mulai turun tepat setelah malam tiba, Shangguan Zhi dan Liu Xingsheng berjalan sambil menuntun kuda, keluar dari Lembah Qian, memasuki kawasan hutan tempat vila Jing Xuan berada. Shangguan Zhi tertawa, “Ternyata aku menyebalkan sekali saat dulu, ya?” Liu Xingsheng tersenyum lebar, “Bukan hanya itu, kau juga keras kepala, sulit diajak bernegosiasi, sok paling kaya, sok paling pintar. Kau tidak tahu saja level pengetahuanku sudah tiga kali lebih tinggi darimu.” Bibir Shangguan Zhi mengerucut, hanya sesaat, lalu tertawa lebar, “Sekarang kau yang menyebalkan, bodoh! Bisa-bisanya menyebut aku sok pintar, lantas dengan sombong membandingkan level pengetahuan.”“Memangnya kepintaranmu yang berkali-kali lipat itu sudah pantas dibanggakan, heh? Di luar sana, masih banyak orang yang jauh-jauh lebih pintar lagi darimu.” Shangguan Zhi menggeleng miris, “Kau terlalu cepat merasa puas, Liu Xingsheng.” Liu Xingsheng terdiam. Membahas itu, dia tiba-tiba teringat
Matahari tepat berada di atas kepala. Angin semakin kencang dan terasa dingin, menggoyangkan rambut panjang Shangguan Zhi yang melesat di atas kudanya. Liu Xingsheng tak berhenti memandanginya yang lebih indah dari hamparan rumput ini. Shangguan Zhi tampak serius mengamati hamparan rumput di bawah kaki kudanya. Berlari di antara rumput-rumput setinggi mata kaki itu. Liu Xingsheng berseru, “Kau itu namanya berkeliling, Shangguan Zhi. Bukan memeriksa!” Shangguan Zhi menoleh ke belakang, “Apa yang salah?” bertanya ketus. “Tidak ada orang yang memeriksa sambil berlari, bodoh.” Liu Xingsheng melompat turun dari kudanya, kakinya menginjak hamparan rumput itu, lantas menuntun kudanya sambil berjalan mengitari beberapa tempat. Shangguan Zhi mendengus malas. “Tapi padang rumput ini sangat luas, Liu Xingsheng, akan memakan banyak waktu memeriksanya sambil berjalan kaki. Lagi pula, belum tentu benar-benar ada Ular Mahkota Biru di sini. Ini masih jauh dari wilayah Perbatasan Utara.” Liu Xin
Beizhou, Lembah Qian. Empat ekor kuda berjalan beriringan di lembah hijau yang luas. Tempat ini berada di sisi paling selatan Beizhou. Di dekatnya, persis setelah hamparan rumput ini berakhir, berdiri sebuah vila tersembunyi milik Keluarga Kekaisaran. Suatu hari ketika Perbatasan Utara dalam keadaan paling genting, dan Kaisar berjuang di medan perang, beberapa anggota keluarga wanita akan menunggunya pulang membawa kemenangan di vila itu. Lalu bersama-sama pulang ke Istana. Sejak peperangan terakhir dengan Negara Shang beberapa tahun lalu, vila ini sudah tidak digunakan lagi. Seringkali menjadi tempat berlibur anggota Kekaisaran yang beristirahat dari pekerjaan. Namun karena jarang ada yang mau berpergian jauh hingga Beizhou, Jing Xuan menggunakan vila ini sebagai tempat persembunyian. Dia mempekerjakan beberapa pengawal tangguh untuk menjaga tempat itu. Menyamarkannya menjadi rumah tua yang dihuni pasangan paruh baya dan dua orang anaknya yang masih balita. “Yang Mulia, bagai
“Nona Yin Hong?” Yin Hong berjalan tanpa suara ketika keluar dari persembunyiannya. Wajahnya datar-datar saja, seolah sengaja menunggu Zhu Yan sendirian untuk keluar. Dalam arti, dia memang sudah bersembunyi di sana selama beberapa saat. “Kenapa kau bersembunyi di sana?” Zhu Yan bertanya heran. Maksudnya adalah, Yin Hong ini kepala pelayan di Istana Dalam sekaligus tangan kanan Ibu Suri. Kenapa dia harus diam-diam memasuki kediaman Permaisuri dan bahkan bersembunyi?“Bisakah kita bicara?” Yin Hong bertanya serius. Zhu Yan mengangguk. “Kau mau bicara di mana?” “Di kamarmu saja.” Yin Hong menjawab cepat. Zhu Yan merasa bingung, “Kenapa kamarku? Nona Yin Hong, jika ini memang sesuatu yang harus dirahasiakan, bukankah lebih aman membawaku ke Istana Dalam dan kita berbicara di sana? Aku yakin kau melakukan ini karena perintah Ibu Suri.” “Itu sama sekali tidak aman.” Yin Hong menggeleng keberatan. “Tapi tempat ini ramai.” Zhu Yan juga keberatan, “Kalau sampai ada orang lain yang me
A-Yao kembali ke Istana Guangping setelah menghabiskan satu jam di Danau Huayuan bersama Mao Lian. Dia melambaikan tangan pada Mao Lian yang mengantarnya pulang. Selama perjalanan kembali ke Istana Guangping, A-Yao berkali-kali membujuk Mao Lian agar tak perlu mengikutinya pulang. Namun pria itu memaksa dan berkata kalau hari sudah malam. “Meski pun ini di dalam istana, suatu kejahatan tidak bisa kita duga, A-Yao. Aku baru bisa tenang setelah memastikanmu kembali ke Istana Guangping dengan mataku sendiri.”A-Yao menghela napas pasrah, terpaksa pulang sambil mengendap-endap supaya tidak terlihat oleh pelayan lain yang kebetulan melintas. A-Yao merasa gelisah sejak Yinlan mengatakan kalau dia melihatnya digendong Mao Lian turun dari atap. Jika ada orang lain yang melihat mereka berdua lagi, A-Yao tentu tidak tahu masalah apa yang akan timbul di masa depan. A-Yao mengembuskan napas, melihat Mao Lian yang menghilang di ujung jalan. Dia memasuki Istana Guangping dengan raut tenang. La
A-Yao berdiri di depan Ruang Baca. Wajahnya ragu-ragu, sesekali menelan ludah. Sambil menimbang-nimbang, ‘Haruskah aku masuk sekarang?’‘Mao Lian pasti sedang sibuk karena ini hari pertama Pangeran Ming mengerjakan tugas-tugas Yang Mulia. Jadi mungkin dia akan lembur juga.’‘Jadi, apakah aku hanya bisa menemuinya besok pagi? Sekarang sudah larut.’ A-Yao menghela napas, ‘Sepertinya memang hanya bisa menunggu besok.’A-Yao berbalik untuk meninggalkan ruang baca itu. Kakinya sudah melangkah, lantas sebuah suara menghentikannya. “A-Yao.” A-Yao berbalik ke belakang lagi, matanya membulat melihat Mao Lian sudah berdiri di depan pintu. Dia menjadi gugup seketika, entah apa yang salah, dia seolah tidak siap bertemu dengannya sekarang. “Apakah ada sesuatu, Mao Lian?” suara Pangeran Ming terdengar dari dalam. Mao Lian kembali masuk untuk menjawabnya, “Tidak ada, Yang Mulia. Seorang pelayan dari Kediaman Permaisuri sudah menungguku, mungkin aku harus pergi.” “Pergilah, kau bisa beristirahat
A-Yao yang sebelumnya sudah meninggalkan paviliun taman belakang tiba-tiba kembali lagi. Yinlan menoleh kepadanya yang berdiri di ambang pintu, “Apakah ada yang tertinggal, A-Yao?” “Bukan, Yang Mulia.” A-Yao menggeleng, “Di depan, Tuan Adipati dan Nyonya Besar datang mengunjungimu.” “Ayah dan Ibu? Tiba-tiba sekali.” Yinlan berdiri dan menghampiri A-Yao. Dia membenarkan posisi jubahnya sambil berjalan keluar dari paviliun. A-Yao mengikutinya di belakang. Sebenarnya, dia berencana mendatangi Mao Lian di Ruang Baca Pangeran Ming. Tapi melihat Tuan Adipati Xie dan istrinya berjalan menuju Istana Guangping ini. A-Yao terpaksa mengurungkan rencananya. Dia sendiri terkejut karena melihat Tuan Adipati datang malam-malam seperti ini. Saat Yinlan tiba di sana, Tuan Adipati dan istrinya sudah duduk manis di ruang keluarga. Zhu Yan menuangkan teh panas untuk mereka. “Ayah, Ibu.” Yinlan tersenyum saat melihat keduanya. Nyonya Xie berdiri, tersenyum senang lalu berjalan ke arahnya. “Yinlan
A-Yao termenung, bahkan dia saja baru menyadarinya. Dan langsung bergerak untuk membantu Yinlan berdiri.Yinlan sedikit mendengus kesal dengan kedua tangan di pinggang. “Astaga, dengan usia kandungan yang semakin besar, aku jadi tidak bebas bergerak seperti dulu lagi. Maaf karena aku merepotkanmu, Jin Pei.” Jin Pei menyeringai, “Tentu tidak, Yang Mulia. Lagi pula, kondisi itu hanya sementara. Setelah melahirkan putra atau putri yang cantik, kau akan kembali seperti dulu lagi.” Yinlan duduk di kursi panjang itu sambil bersandar pada bantal dan meluruskan kaki. Dia menghela napas lega. “Lalu, apa saja petunjuk yang Shangguan Yan temukan di Tingzhou? Apakah dia sedang dalam perjalanan pulang?” Yinlan kembali ke pembicaraan penting. “Tuan Muda menemukan buku-buku kuno yang semuanya hanya akan dibaca seorang wanita. Di dalam sebuah kuil bobrok di lereng gunung itu, ada ruang bawah tanah tempat dia menemukan buku-buku itu.”“Dinding ruangan itu tertanam racun, ada beberapa orang yang su
Jin Pei berdiri saat Yinlan memasuki paviliun kecil itu. Lalu membungkuk memberinya penghormatan. “Selamat sore, Yang Mulia. Terima kasih karena sudah bersedia menemuiku.” Yinlan menatap wajahnya penuh selidik. “Benar, aku sepertinya pernah melihat wajahmu.”“Eh?” Kelopak mata Jin Pei berkedip-kedip, merasa bingung harus menanggapinya seperti apa. “M-mungkin karena wajahku memang terlalu umum, Yang Mulia.” Mata Yinlan semakin menyipit, “Tidak, aku benar-benar pernah bertemu denganmu.” “Be-benarkah?” Jin Pei menyeringai sambil menggaruk tengkuknya. “Kurasa kau salah, Yang Mulia. Ini pertama kalinya kita saling bertatap muka.”Yinlan mendengus sambil memalingkan wajah, “Kau adalah penjaga gerbang Balai Opera Jiulu yang melarangku masuk hanya karena aku tidak membawa pelat keluarga.” Sekarang, Jin Pei benar-benar terkejut, setelah menatap Yinlan dari atas sampai bawah, kedua bola matanya nyaris melompat keluar. Tidak menyangka bahwa wanita hamil berpangkat tinggi ini ternyata pernah