Yinlan mengantar Jing Xuan kembali ke Ruang Baca sambil mengobrol santai sepanjang jalan. “Aku tidak menyangka itu yang akan terjadi saat ibu dan ayahku datang, Jing Xuan.” Yinlan menceletuk. “Oh iya? Kau benar-benar tidak percaya padaku?” Jing Xuan tersenyum jahil. “Aku percaya karena aku mendengarnya sendiri.” Yinlan menyeringai. “Semalam saat kau berbincang dengan Mao Lian di depan kamar, aku tak sengaja mendengarnya.” Jing Xuan mengerutkan dahi dengan mata memicing, “A-Yin …, jangan-jangan kau pura-pura tidur ya, saat itu?” Seringaiannya semakin lebar, “Sedikit.” “Seberapa jauh yang kau dengar?” Jing Xuan melirik kesal. Yinlan terkekeh, “Entahlah, aku lupa …, yang jelas itu semua berkaitan dengan ke mana kau pergi sepanjang hari kemarin, dan kenapa kau tidak bersedia mengatakannya padaku.” “Mao Lian bilang kau seharusnya mengatakannya padaku dan kau sendiri yang menolak, berkata seolah lebih baik aku mengetahuinya sendiri.”“Saat itu, aku tidak tahu apa yang dimaksud, tapi
Xi Feng benar-benar berubah menjadi orang lain saat memakai pakaian pria. Bekas luka di salah satu pipinya memberikan kesan mengerikan yang mendalam. A-Yao tidak berkedip selama beberapa saat setelah menatap Xi Feng yang berdiri dengan melipat kedua lengan di depan dada. Xi Feng mengernyit, “Kenapa, A-Yao?” A-Yao menggeleng beberapa kali. “Aku hanya sedikit ragu kau tidak memakai topeng apa pun di wajahmu, Tabib Xi.” “Ini wajahku sendiri, aku tidak memakai topeng seperti saat aku menjadi Zhu Yan.” Xi Feng menjawab datar. “Cepatlah, matahari sudah hampir tenggelam.” Xi Feng berjalan dengan percaya diri. Bahkan punggungnya ketika berjalan terlihat persis seperti laki-laki. Seolah benar-benar orang lain. A-Yao mengikutinya sedikit ragu-ragu. Sesekali berbisik, “Bagaimana jika aku ketahuan?” Xi Feng menjawab sambil melontarkan tatapan tajam. “Sebelum itu terjadi, aku akan lebih dulu memenggal kepalamu A-Yao.” A-Yao bergidik, “Mengerikan sekali.” “Bersikaplah seperti seorang laki
Tanpa banyak bicara, A-Yao langsung memasang wajah serius dengan percaya diri. Dia menatap wajah wanita penghibur di depannya yang siap menjawab pertanyaan apa pun yang diajukan olehnya. “Nona, bisakah kau memberitahuku, arak apa yang paling banyak dipasok rumah hiburan ini?” A-Yao mengeluarkan pertanyaan pertama. “Arak paling terkenal di seluruh dunia adalah Arak Yangzhou. Kami memasok semua arak yang berasal dari Yangzhou, kecuali Arak Mawar Hitam Yangzhou. Itu kami dapatkan dari Kilang Arak Danqing hanya sesekali saat ada tamu penting.” A-Yao menatap antusias, “Siapa yang biasanya memesan arak itu?” Wanita itu mendongak sambil berpikir. “Mungkin di antaranya Tuan Muda Jiang, lalu Tuan Muda Ouyang, dan Adipati Muda Wei.” “Itu orang-orang yang kau sebutkan beberapa saat yang lalu?” Wanita itu mengangguk, tidak segera menjawab, melainkan kembali menuangkan arak ke dalam cangkir A-Yao yang kembali kosong. “Tuan Muda Ouyang jarang sekali datang ke sini. Kami memberinya fasilitas
Mereka meninggalkan Rumah Lianhong, membawa beberapa lembar kertas berisi data penjualan arak yang didapatkan dari penghibur itu. Xi Feng menghela napas pelan. “Sampai kapan kau akan memandangi buku itu, A-Yao? Tidak akan berguna karena kau tak mengerti.” “Tidak, Tabib Xi. Aku mengamati hal lain.” “Hah? Apa itu?” Xi Feng menoleh penasaran. “Surat wasiat yang ditulis Yun Chang, adiknya Nyonya Ni Chang.” “Apakah ada di situ?” A-Yao mengangguk, “Seolah seseorang sengaja meletakkannya di antara lembaran berisi data penjualan ini.” “Benarkah?” Xi Feng menatap serius. Memeriksanya sendiri. Memang benar kalau kertas itu bertuliskan surat wasiat yang meminta Ni Chang untuk pindah ke Balai Opera Jiulu untuk menggantikan pemberi surat ini yang sudah meninggal. “Itu artinya, ada orang lain yang tahu kalau kita mencari surat ini?” Xi Feng bergumam pelan. A-Yao mengangguk. “Itu cukup jelas. Mungkin pelakunya tahu persis kita datang ke tempat itu untuk menyelidiki Ni Chang. Dia sudah mene
Xi Feng dengan santai menyeruput teh panas yang disediakan pelayan di Balai Opera Jiulu. Beberapa saat lalu, masih dengan penyamarannya, Xi Feng memasuki Balai Opera Jiulu dan menemui Jin Pei. Bukan hanya diterima dengan baik, Xi Feng diizinkan duduk di ruangan khusus milik Shangguan Yan dan bersantai di sana menunggu Nyonya Zhao dan Jin Pei datang sambil meminum teh yang dihidangkan pelayan. “Entah bagaimana nasib A-Yao. Sepertinya Shangguan Zhi berada di rumah hiburan itu juga saat kami berada di sana.” Xi Feng bergumam pelan. Pintu berderit terbuka, Jin Pei masuk seorang diri. Membawa sebuah buku harian yang sepertinya bisa dijadikan petunjuk penting untuk penyelidikan ini. Xi Feng meletakkan cangkirnya, menerima buku yang disodorkan Jin Pei padanya. Jin Pei membungkuk, duduk di kursi yang masih kosong. “Tuan Muda sudah memintaku untuk menyelidiki Ni Chang dan adiknya. Dia juga menyuruhku untuk membantumu segenap yang aku bisa.” Jin Pei menjelaskan. “Lalu kau menemukan surat
Begitu tiba di Istana, waktu sudah hampir pukul sepuluh. Pengawal Kekaisaran sudah hampir menutup pintu gerbang. Demi melihat A-Yao berlari sambil mengangkat pedang tinggi-tinggi dan berseru agar mereka tak dulu menutupnya, gerbang itu batal ditutup. Shangguan Zhi berjalan dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Wajahnya datar, mengikuti A-Yao memasuki Istana. Kepala A-Yao menunduk sepanjang jalan. Entah bagaimana dia akan mulai menjelaskannya pada Yinlan tentang Shangguan Zhi yang sudah membongkar penyamarannya. A-Yao merutuki dirinya sendiri. ‘Sudah kuduga aku tidak mampu melakukannya.’ ‘Tapi Tabib Xi malah memaksaku. Padahal Zhu Yan mungkin lebih terbiasa. Apalagi dia juga pernah mengikuti Tabib Liu yang dulunya suka berkeliling banyak tempat.’ Dia sungguh berharap ada keajaiban yang bisa membuat Shangguan Zhi melupakan kejadian malam ini. Tapi sepertinya, memang sudah tidak ada jalan lain. A-Yao mengembuskan napas panjang. Shangguan Zhi meliriknya. “Kau keberatan, A-Yao
Xi Feng datang bersama A-Yao dan Mao Lian tiga puluh menit kemudian. Begitu tiba di Istana Guangping, Yinlan sudah dalam posisi tidur dengan tubuh yang begitu dingin.Liu Xingsheng duduk di kursi sambil memegang dadanya yang nyaris kehilangan napas. Keringat membuat pakaiannya basah, Shangguan Zhi yang mengkhawatirkannya segera menuangkan air minum dan menyelimuti tubuhnya dengan jubah yang dia pakai. Xi Feng memeriksa nadi Yinlan lagi setelah mendengar detail kejadiannya dari Mao Lian sepanjang perjalanan. “Memang ini adalah reaksi Teratai Hitam. Aku sebelumnya tidak begitu memperhatikan karena Permaisuri selalu tampak baik-baik saja setelah menelannya.” Xi Feng berdiri di hadapan Jing Xuan. “Yang Mulia, apakah ini pertama kalinya setelah reaksi saat di penjara?” tanya Xi Feng. Jing Xuan mengangguk. “A-Yin tidak pernah mengeluh sakit sejak saat itu.” “Siklus bulanan.” Xi Feng menunduk dengan wajah serius. “Racun ini lebih serius dari Ular Mahkota Biru yang hanya bisa bangkit ket
“Kau mau meninggalkanku, Jing Xuan?” Yinlan bergumam pelan, suaranya lirih, matanya mulai terbuka. Jing Xuan bergegas kembali ke tempat tidurnya dengan wajah sumringah, “A-Yin, kau bangun.” Yinlan tersenyum tipis. “Kau mau meninggalkanku.” Jing Xuan membelai rambut panjangnya, dengan senyum pahit, “Aku tidak ingin, tapi aku harus melakukannya. A-Yin, aku tidak ingin kau terus menderita, karena itu, aku harus meninggalkanmu sementara waktu.”“Kau tidak perlu khawatir, A-Yin. Akan ada Mao Lian yang menjagamu, akan ada A-Yao, Zhu Yan. Aku juga akan mengutus Yin Hong untuk menemanimu dan melindungimu dengan kemampuan bela dirinya. Kau tidak boleh melarangku pergi.”Yinlan menghela napas pelan, memalingkan wajahnya. “Maaf, karena aku merahasiakannya darimu sebentar. Tapi, bisakah tak perlu membahasnya? Aku tidak ingin merasa khawatir lagi. Lihat, semakin hari, dia semakin besar. Dia tidak perlu hidup dalam kekhawatiran sejak berada di kandungan bukan?” Jing Xuan tersenyum penuh arti, d
Istana Guangping menjadi sangat ramai lima tahun ke depan. Dua orang anak yang terlihat sangat mirip setiap hari berlarian di halamannya, saling mengejar, saling mencoba menjatuhkan. Satu anak adalah perempuan, dia memegang pedang kayu dan terus mengarahkannya pada si anak laki-laki sambil berkata, “Berhenti, penjahat!” Semenatra yang laki-laki tertawa riang, terus berkata bahwa si anak perempuan tidak akan bisa menangkapnya. Di dalam istana, Yinlan sedang sibuk menatap sejumlah tusuk rambut di atas meja. Bingung memilih mau pakai yang mana. “Bagaimana dengan ini?” Jing Xuan menunjukkan tusuk konde yang berwarna perak dengan batu giok putih yang indah. Yinlan menggeleng, “Aku rasa aku sudah memakai itu kemarin lusa.” “Tidak apa, pakai lagi saja.” Jing Xuan menguap, sudah satu jam dia berdiri di depan meja rias Yinlan, dan gadis itu masih belum menentukan akan memakai apa. “Aku pakai ini saja lah.” Yinlan mengambil tusuk rambut bunga rong yang pernah Jing Xuan berikan padanya du
A-Yao tampak kerepotan, menerima sejumlah hadiah dari tamu-tamu luar Ibukota yang menghadiri pernikahan terbesar di seluruh Kekaisaran Jing ini. “A-Yao, sampaikan ucapan selamatku pada Permaisuri, ya?” terlihat Nona Kelima Jiang tersenyum ramah sambil menyerahkan sebuah kotak kayu besar. A-Yao mengangguk sambil tersenyum, “Terima kasih sudah datang.” Mao Lian berdiri di dekat pintu sambil menatapnya dengan tatapan remeh, “Kau tampak sibuk, A-Yao.” A-Yao mendengus sambil menatap tajam ke arahnya, “Dari pada diam menjadi pagar seperti itu, lebih baik kau membantuku.” Mao Lian terkekeh lalu menghampirinya. Sebelum mulai membantu, dia mendekatkan mulutnya ke telinga A-Yao dan berbisik, “Baru saja Yang Mulia memberkati pernikahan untukku, A-Yao. Apakah kau terkejut?” A-Yao terdiam kaku, matanya membulat sempurna, berkedip beberapa kali. “Be-benarkah? Bagaimana mungkin,” A-Yao menyeringai tipis, mencoba mengendalikan perasaannya yang tidak karuan. Dia membatin, ‘Diberkati pernikahan?
Yinlan merebahkan tubuhnya di ranjang, Jing Xuan menjadikan pahanya sebagai bantal. Tangannya bergerak mengusap pelan helai rambut panjangnya. Aroma wangi ini, Jing Xuan sangat merindukannya. Sejak baru tiba sore lalu, Yinlan sama sekali tak mau melepaskannya. Dia selalu tersenyum dan berkata harus selalu bersama untuk menebus hari-hari saat berpisah. “A-Yin, berapa bulan lagi sampai hari kelahirannya?” tanya Jing Xuan, memecah keheningan. “Hm …,” Yinlan berpikir sejenak, “Ini sudah lama memasuki bulan ke-tujuh. Sebentar lagi bulan ke-delapan.” “Sebentar lagi, ya ….” Jing Xuan menghela napas, “Tapi dua bulan lagi sangat lama.”“Jika melewatinya bersama-sama, harusnya tidak terlalu lama.” Yinlan tersenyum lebar sampai matanya menyipit. “A-Yin, aku tidak bisa menepati janjiku untuk menikahimu di ujung musim dingin.” Jing Xuan menunduk merasa bersalah. Yinlan menepuk punggung tangannya, “Kita menikah di awal musim semi saja. Bukankah itu bagus?” “Apakah menurutmu begitu?” Yinlan
Dua minggu kemudian. Kabar mengenai kepulangan Jing Xuan telah tiba di Istana. Semua orang menyambutnya di depan gerbang istana, termasuk Yinlan dan Ibu Suri. Kabar peperangan dengan Negara Shang yang mendadak itu juga telah sampai di Ibukota sejak dua minggu lalu. Para warga merasa bersyukur saat tahu sang Kaisar berada di sana untuk meredakan kekacauan. Kini, mereka sudah berkumpul di tepian jalan untuk menyambut Kaisar mereka. Melempar bunga dengan wajah tersenyum lebar, sambil memanjatkan do’a dan pujian untuk pahlawan nomor satu itu. Jing Xuan hanya menaiki seekor kuda hitam, tidak ada tandu atau kereta kuda yang mewah yang menemaninya. Di belakangnya hanya ada dua orang tabib, dan sepuluh orang prajurit yang mengantar kepergiannya. Itu sungguh hanya kepulangan sederhana yang tidak disiapkan secara khusus. Namun semua orang justru merasa senang untuknya dan mengucapkan beribu-ribu kata syukur. Jing Xuan juga secara khusus turun dari kudanya dan menggendong anak-anak usia tig
Kamp Militer Perbatasan Utara. Jing Xuan duduk tegak di kursi, wajahnya sangat serius. Dia sedang membaca sebuah buku. Buku medis kuno yang Shangguan Yan bawa dari ruang bawah tanah beracun milik Ye Qing di Tingzhou. Dalam buku itu, tertulis bahwa Teratai Hitam bukanlah racun. Melainkan sejenis obat mujarab yang bisa membentuk ketangguhan fisik luar biasa, obat yang bisa menetralisir semua jenis racun yang tumbuh di dunia ini. Obat itu memberikan efek samping yang cukup kejam bagi pemakainya. Semua gejala menyakitkan yang Yinlan alami setiap bulan itu adalah efek sampingnya. Dan selamanya tidak bisa dihilangkan. Dalam setiap bulan, akan selalu ada hari di mana tubuh itu sendiri tiba di titik terlemahnya. Jing Xuan menggeram, “Kenapa aku tidak mengalami siklus bulanan ini juga? Padahal aku jelas-jelas meminumnya, kan?” Xi Feng menghela napas, “Yang Mulia, Teratai Hitam yang kau minum itu hanya semangkuk penawar racun saja, bukan lagi jenis obat yang sama. Permaisuri meminum selur
Satu minggu kemudian, Selir Agung Qin ditemukan di Prefektur Barat Ibukota. Jubah kekaisarannya entah hilang ke mana, semua perhiasan emas yang melekat di tubuhnya juga telah raib. Pangeran Ming menggunakan kereta kuda untuk membawanya kembali ke Istana. Sepanjang perjalanan, Selir Agung tidak mengeluarkan sepatah kata pun meski Pangeran Ming berada tepat di depannya. Pangeran Ming tidak berharap wanita itu akan bertanya tentang kenapa dia ditangkap, atau mau membawanya ke mana. Dia berpikir wanita ini akan menanyakan keadaan putranya. Namun keduanya sama sekali tidak terdengar keluar dari mulutnya. Pangeran Ming menghela napas, dia mengeluarkan sapu tangan dengan bordir lambang Keluarga Jing miliknya. Lalu dia meletakkannya di atas paha Selir Agung dan berkata, “Sekalah kotoran di wajahmu. Haoyu tidak akan suka melihatnya.” Selir Agung tersenyum tipis, “Aku bahkan tidak pantas mengambil barang milik Keluarga Jing kalian.”“Memang benar …, lagi pula, untuk apa kau memedulikan pen
Yu adalah marga sebenarnya Selir Agung Qin. Pangeran Ming menatap punggungnya, “Ibumu bahkan tidak memedulikan nasibmu, Haoyu.” Ruangan penjara itu semakin senyap, Pangeran Chi mengangkat kepala, lantas terkekeh pelan, “Kau tidak berhak menilai hubungan ibu dan anak di antara kami, Jing Tian.”“Satu hari setelah tindakan bodohmu, aku terus mencari keberadaan Selir Agung Qin di mana pun. Dia melarikan diri, bersembunyi di suatu tempat menunggu kesempatan pergi dari Ibukota yang sudah seperti neraka baginya ini. Tanpa memedulikan putranya.” Pangeran Ming diam sejenak. Dia menunggu Pangeran Chi berbalik dan menatapnya sebelum dia melanjutkan perkataan yang kian lama semakin menyakitkan itu. Namun Pangeran Chi tidak sebaik hati itu untuk mendengarkan penjelasannya. Dia tampak tidak begitu peduli dengan apa yang ibunya lakukan padanya. “Jing Haoyu.” Pangeran Ming menggeram dengan tangan mengepal. “Apa? Kau mau berkata bahwa aku ditelantarkan? Hah, kau juga tidak berhak.” Pangeran Mi
Pangeran Ming menutup rapat pintu Istana Guangping, sebelum meninggalkan tempat itu, dia menghela napas pelan. “Yang Mulia, Biro Pusat Keamanan dan Kementerian Hukum sudah menunggu.” pengawalnya melaporkan. “Ada berapa orang yang terlibat dalam pemberontakan itu?” tanya Pangeran Ming, langkahnya dengan cepat meninggalkan Istana Guangping. “Kementerian Ritus dan Adipati Wei terlibat. Mereka bersekongkol mengadakan pernikahan palsu agar Tuan Muda Wei tidak dicurigai. Dia yang membantu Pangeran Chi menculik Tuan Muda Ouyang dari Suzhou untuk dicuri identitasnya.” “Nona Kelima Jiang mengalami depresi karena pernikahannya ternyata tidak sungguh-sungguh. Selir Agung Qin melarikan diri. Sementara waktu, dia mungkin masih berada di Ibukota karena semua gerbang telah ditutup sejak hari pemberontakan.” Pangeran Ming mengangguk-angguk, menerima semua laporan itu dengan cepat. “Jangan pernah membuka gerbang itu sebelum Selir Agung ditemukan. Berikan kompensasi atas kerugian yang dialami Nona
BRUK! Jing Xuan meringis, tersungkur beberapa meter dari lokasi pertarungan. Pedangnya terlepas dari genggaman, berkelontang. Dia kembali berdiri dengan tubuh bergetar. Tangannya bergerak menyeka ujung bibir yang masih menyisakan jejak darah. Sudah lama dia tidak mengeluarkan banyak kekuatan. Tubuhnya terkejut menerima hantaman demi hantaman, terlebih, Ye Qing lebih berpengalaman, jelas lebih kuat berkali-kali lipat darinya. Jing Xuan memungut pedangnya. Memasang kuda-kuda kokoh, dia harus bisa segera mengakhirinya. Seseorang masih menunggunya dengan cemas. Shangguan Yan berteriak kencang, tubuhnya melesat cepat, melompat ke udara dengan Pedang Baijiu yang sudah berlumuran darah meski belum membunuh satu orang pun. Ye Qing mendengus, “Bocah merepotkan. Pergi kau ke neraka!” Shangguan Yan menyeringai, Liu Xingsheng melemparkan tombak Jing Xuan yang sebelumnya dibuang oleh Ye Qing. Dengan langkah halus, Shangguan Yan menjejakkan kakinya pada tombak yang masih melesat itu. Tangan