“Kau mau meninggalkanku, Jing Xuan?” Yinlan bergumam pelan, suaranya lirih, matanya mulai terbuka. Jing Xuan bergegas kembali ke tempat tidurnya dengan wajah sumringah, “A-Yin, kau bangun.” Yinlan tersenyum tipis. “Kau mau meninggalkanku.” Jing Xuan membelai rambut panjangnya, dengan senyum pahit, “Aku tidak ingin, tapi aku harus melakukannya. A-Yin, aku tidak ingin kau terus menderita, karena itu, aku harus meninggalkanmu sementara waktu.”“Kau tidak perlu khawatir, A-Yin. Akan ada Mao Lian yang menjagamu, akan ada A-Yao, Zhu Yan. Aku juga akan mengutus Yin Hong untuk menemanimu dan melindungimu dengan kemampuan bela dirinya. Kau tidak boleh melarangku pergi.”Yinlan menghela napas pelan, memalingkan wajahnya. “Maaf, karena aku merahasiakannya darimu sebentar. Tapi, bisakah tak perlu membahasnya? Aku tidak ingin merasa khawatir lagi. Lihat, semakin hari, dia semakin besar. Dia tidak perlu hidup dalam kekhawatiran sejak berada di kandungan bukan?” Jing Xuan tersenyum penuh arti, d
Jing Xuan keluar setelah Shangguan Zhi masuk ke dalam kamarnya. Shangguan Zhi tersenyum senang melihatnya sudah baik-baik saja. “Yinlan, ternyata waktu berlalu sangat cepat, ya? Usia kandunganmu sudah lima bulan.”Yinlan terdiam, tidak begitu mendengarkan saapaannya. Karena dia kurang lebih sudah tahu kenapa Shangguan Zhi bisa berada di sini pada saat yang begitu tak lazim. “Shangguan Zhi. Orang yang dekat dengan kita, tidak semuanya harus dipercayai begitu saja. Manusia punya kebiasaan lain di mulut lain di hati.”“Jika dia berkata memercayaimu, bisa saja karena dia mengharapkan rasa percayamu untuk dimanfaatkan. Kau seharusnya sudah mempelajari itu sejak pengkhianatan Ning'er terhadap kakakku.”“Shangguan Zhi. Orang yang dekat denganmu, tidak seharusnya menjadi kelemahan bagimu. Apakah kau mengerti?” Shangguan Zhi terdiam seribu bahasa mendengar nasihat kecil darinya. “Bisakah kau mengingat kalimat itu baik-baik, Shangguan Zhi?” Yinlan tersenyum penuh arti. Shangguan Zhi mengan
Dataran tinggi Tingzhou. Di sebuah kuil bobrok yang sudah hampir roboh, Shangguan Yan menghidupkan api untuk menghangatkan diri. Matanya terus tertuju pada halaman luas di luar kuil itu. Gundukan tanah terlihat bersalju. Sebuah papan arwah dengan nama Ying Deng, rekan seperjuangan Shangguan Yan. Shangguan Yan menghela napas, menggenggam erat sebuah kendi kecil yang tertutup rapat. Kendi itu berisi abu. “Aku akan membawamu kembali ke kampung halamanmu, Ying Deng.” Shangguan Yan berkata mantap. Sebuah kenangan masa lalu melintas di kepalanya. Tidak lama setelah dirinya bergabung dengan Sekte Duan untuk menyelidiki kematian tujuh orang petinggi itu, Shangguan Yan bertemu dengan Ying Deng di Pasar Gelap Nanzhou untuk melakukan kesepakatan. Tapi pada waktu yang telah dijadwalkan, ternyata Ying Deng, Penyihir Merah yang selalu memakai topeng besi mengerikan itu sedang dalam pertemuan dengan seorang wanita berpakaian gelap dan wajah yang tertutup cadar. Shangguan Yan melihat mata wan
Sejak pertemuan pertama yang panjang itu, hubungan keduanya kian dekat. Saling membantu saat membutuhkan, saling melindungi saat sedang butuh pertolongan. Shangguan Yan meninggalkannya di Pasar Gelap setelah mendapatkan hal yang diinginkannya untuk meneruskan penyelidikannya tentang kasus pembunuhan tujuh petinggi Sekte Duan. Sebuah pedang putih dari jantung terdalam Dunia Persilatan, Ying Deng memberikan pedang itu padanya dengan beberapa informasi penting yang berkaitan dengan Ye Yunshang. Termasuk informasi tentang Biksu Baiyuan yang merupakan orang tua angkatnya. Shangguan Yan meninggalkan plakat identitas si maha tahu itu agar Ying Deng bisa menjaganya selama ia menyamar menjadi murid Sekte Duan yang mengejar kebenaran tentang kematian tujuh petinggi itu. Informasi dari Ying Deng menuntunnya datang ke Kuil Baiyuan dan menangkap basah Ye Yunshang sedang mencuri batu ramalan dari ruangan khusus milik Biksu Baiyuan. Sebelumnya, dia juga sudah tahu kalau sang adik berguru di tem
Shangguan Yan terbatuk beberapa kali, matanya terbuka dan dia menyadari tubuhnya tergeletak di lantai ruangan gelap itu. Dia merasa napasnya sesak dan sangat sulit menghirup oksigen dengan normal. “Kenapa aku tiba-tiba pingsan?” Shangguan Yan bertanya pada diri sendiri, bingung. Awalnya, dia merasa udara di sini seperti tercemar sesuatu yang berbahaya bagi tubuh. Dan dia tidak begitu memedulikan. Terus berkeliling untuk memeriksa beberapa yang tersisa, mengabaikan kerangka-kerangka yang masih tergeletak di tempatnya. Namun saat menyadari bahwa beberapa serangga telah mati, laba-laba yang tergeletak, Shangguan Yan semakin yakin kalau ruangan ini tidak baik-baik saja. Dia menatap lilin-lilin yang dinyalakannya beberapa saat yang lalu—tepatnya, dia tidak yakin sudah berapa lama ia tak sadarkan diri dan lilin-lilin itu masih menyala meski sudah mulai redup, beberapa telah padam. Asap itulah yang mungkin menjadi penyebabnya. Dia segera memadamkan lilin yang tersisa, membersihkan selur
Saat Jing Xuan kembali setelah mengurus sisa pekerjaannya dan membicarakan kepergiannya dengan para menteri penting yang ia tinggalkan, Jing Xuan terdiam menatap ibunya yang duduk di kamarnya, menemani Yinlan yang sudah jatuh tertidur. Jing Xuan tersenyum lembut, mendekati ibunya yang terlihat mengantuk. “Ibunda, kau seharusnya tidak perlu seharian menjaganya seperti itu.” Ibu Suri menyadari kehadiran Jing Xuan, dia menjawab, “Ibu harus menjaganya setiap hari, Xuan'er. Itu juga karena kamu yang tiba-tiba memutuskan untuk meninggalkannya ke Perbatasan Utara.” Jing Xuan menghela napas, duduk di lantai, memijat kaki Ibu Suri dengan penuh perhatian. “Ibunda bisa datang kembali besok pagi. Sekarang sudah malam, cuaca semakin dingin, jika tidak segera tidur, kesehatan Ibunda bisa terganggu.” “Ibu melarangmu pergi, Xuan'er. Apakah kau akan menuruti kemauan Ibu?” Ibu Suri bertanya serius. Jing Xuan terdiam dengan kepala tertunduk. “Aku, tidak akan, Ibunda.” Ibu Suri mengembuskan napas p
Shangguan Zhi menyipitkan mata, beradaptasi dengan cahaya matahari pagi yang menerpa wajahnya. Dia berdiri di halaman Balai Kesehatan Istana. Beberapa orang tabib mulai berdatangan untuk bekerja. Beberapa menyapa dengan ramah, beberapa lagi menatap heran. Kenapa Shangguan Zhi bisa ada di sana?Xi Feng keluar dari Balai Kesehatan Istana dengan seragam resmi Tabib Kekaisaran seperti tabib-tabib yang lain. Shangguan Zhi mencibir, “Seragam itu sangat tidak cocok untukmu.” Xi Feng mendengus, “Berhenti mengolok-olokku seperti itu, Zhi. Aku tahu kau iri.” Shangguan Zhi mengalihkan pandangannya dengan wajah cemberut. “Aku ingin bertemu Permaisuri.”“Pergilah sendiri, aku harus bekerja.” “Siapa juga yang ingin ditemani olehmu.” “Omong-omong, Liu Xingsheng sedang berada di sana juga.” Kata Xi Feng sebelum meninggalkannya sendirian. Shangguan Zhi mematung selama beberapa jenak, matanya berkedip-kedip, terdiam melihat Xi Feng yang berjalan menjauh. “Liu Xingsheng? Kenapa dia bisa ada di
Hari mulai malam, gulita menyambar dengan cepat. Rombongan ekspedisi peneliti tanaman obat itu terus menjelajah pegunungan tanpa henti. Di tengah udara yang sejuk, Chu Xia merapatkan jaket tebalnya, wajahnya mendongak, mencari di mana bulan berada. “Sudah mau pukul tujuh,” dia menceletuk pelan.“Haruskah kita beristirahat di sini?” seorang pria dengan lembut bertanya padanya, sekaligus meminta pendapat rekan yang lain. Mereka sepakat beristirahat di tempat itu. Lokasinya cukup nyaman, ceruk dalam di sekitar bebatuan besar di tengah pegunungan, berhadapan langsung dengan tebing terjal yang menemani penjelajahan mereka sepanjang sore. “Chu Xia, kau haus?” seorang wanita tersenyum lebar, mengulurkan tangannya menggenggam botol minum yang terisi penuh. Dengan senyum tipis sebagai balasan, Chu Xia mengangguk menerima botol air itu, kemudian mengucapkan terima kasih. “Kamu sudah begitu populer dan berbakat, rupanya masih sudi ikut bersama kami melakukan penelitian tanaman obat.” wanit
Shangguan Zhi menyipitkan mata, beradaptasi dengan cahaya matahari pagi yang menerpa wajahnya. Dia berdiri di halaman Balai Kesehatan Istana. Beberapa orang tabib mulai berdatangan untuk bekerja. Beberapa menyapa dengan ramah, beberapa lagi menatap heran. Kenapa Shangguan Zhi bisa ada di sana?Xi Feng keluar dari Balai Kesehatan Istana dengan seragam resmi Tabib Kekaisaran seperti tabib-tabib yang lain. Shangguan Zhi mencibir, “Seragam itu sangat tidak cocok untukmu.” Xi Feng mendengus, “Berhenti mengolok-olokku seperti itu, Zhi. Aku tahu kau iri.” Shangguan Zhi mengalihkan pandangannya dengan wajah cemberut. “Aku ingin bertemu Permaisuri.”“Pergilah sendiri, aku harus bekerja.” “Siapa juga yang ingin ditemani olehmu.” “Omong-omong, Liu Xingsheng sedang berada di sana juga.” Kata Xi Feng sebelum meninggalkannya sendirian. Shangguan Zhi mematung selama beberapa jenak, matanya berkedip-kedip, terdiam melihat Xi Feng yang berjalan menjauh. “Liu Xingsheng? Kenapa dia bisa ada di
Saat Jing Xuan kembali setelah mengurus sisa pekerjaannya dan membicarakan kepergiannya dengan para menteri penting yang ia tinggalkan, Jing Xuan terdiam menatap ibunya yang duduk di kamarnya, menemani Yinlan yang sudah jatuh tertidur. Jing Xuan tersenyum lembut, mendekati ibunya yang terlihat mengantuk. “Ibunda, kau seharusnya tidak perlu seharian menjaganya seperti itu.” Ibu Suri menyadari kehadiran Jing Xuan, dia menjawab, “Ibu harus menjaganya setiap hari, Xuan'er. Itu juga karena kamu yang tiba-tiba memutuskan untuk meninggalkannya ke Perbatasan Utara.” Jing Xuan menghela napas, duduk di lantai, memijat kaki Ibu Suri dengan penuh perhatian. “Ibunda bisa datang kembali besok pagi. Sekarang sudah malam, cuaca semakin dingin, jika tidak segera tidur, kesehatan Ibunda bisa terganggu.” “Ibu melarangmu pergi, Xuan'er. Apakah kau akan menuruti kemauan Ibu?” Ibu Suri bertanya serius. Jing Xuan terdiam dengan kepala tertunduk. “Aku, tidak akan, Ibunda.” Ibu Suri mengembuskan napas p
Shangguan Yan terbatuk beberapa kali, matanya terbuka dan dia menyadari tubuhnya tergeletak di lantai ruangan gelap itu. Dia merasa napasnya sesak dan sangat sulit menghirup oksigen dengan normal. “Kenapa aku tiba-tiba pingsan?” Shangguan Yan bertanya pada diri sendiri, bingung. Awalnya, dia merasa udara di sini seperti tercemar sesuatu yang berbahaya bagi tubuh. Dan dia tidak begitu memedulikan. Terus berkeliling untuk memeriksa beberapa yang tersisa, mengabaikan kerangka-kerangka yang masih tergeletak di tempatnya. Namun saat menyadari bahwa beberapa serangga telah mati, laba-laba yang tergeletak, Shangguan Yan semakin yakin kalau ruangan ini tidak baik-baik saja. Dia menatap lilin-lilin yang dinyalakannya beberapa saat yang lalu—tepatnya, dia tidak yakin sudah berapa lama ia tak sadarkan diri dan lilin-lilin itu masih menyala meski sudah mulai redup, beberapa telah padam. Asap itulah yang mungkin menjadi penyebabnya. Dia segera memadamkan lilin yang tersisa, membersihkan selur
Sejak pertemuan pertama yang panjang itu, hubungan keduanya kian dekat. Saling membantu saat membutuhkan, saling melindungi saat sedang butuh pertolongan. Shangguan Yan meninggalkannya di Pasar Gelap setelah mendapatkan hal yang diinginkannya untuk meneruskan penyelidikannya tentang kasus pembunuhan tujuh petinggi Sekte Duan. Sebuah pedang putih dari jantung terdalam Dunia Persilatan, Ying Deng memberikan pedang itu padanya dengan beberapa informasi penting yang berkaitan dengan Ye Yunshang. Termasuk informasi tentang Biksu Baiyuan yang merupakan orang tua angkatnya. Shangguan Yan meninggalkan plakat identitas si maha tahu itu agar Ying Deng bisa menjaganya selama ia menyamar menjadi murid Sekte Duan yang mengejar kebenaran tentang kematian tujuh petinggi itu. Informasi dari Ying Deng menuntunnya datang ke Kuil Baiyuan dan menangkap basah Ye Yunshang sedang mencuri batu ramalan dari ruangan khusus milik Biksu Baiyuan. Sebelumnya, dia juga sudah tahu kalau sang adik berguru di tem
Dataran tinggi Tingzhou. Di sebuah kuil bobrok yang sudah hampir roboh, Shangguan Yan menghidupkan api untuk menghangatkan diri. Matanya terus tertuju pada halaman luas di luar kuil itu. Gundukan tanah terlihat bersalju. Sebuah papan arwah dengan nama Ying Deng, rekan seperjuangan Shangguan Yan. Shangguan Yan menghela napas, menggenggam erat sebuah kendi kecil yang tertutup rapat. Kendi itu berisi abu. “Aku akan membawamu kembali ke kampung halamanmu, Ying Deng.” Shangguan Yan berkata mantap. Sebuah kenangan masa lalu melintas di kepalanya. Tidak lama setelah dirinya bergabung dengan Sekte Duan untuk menyelidiki kematian tujuh orang petinggi itu, Shangguan Yan bertemu dengan Ying Deng di Pasar Gelap Nanzhou untuk melakukan kesepakatan. Tapi pada waktu yang telah dijadwalkan, ternyata Ying Deng, Penyihir Merah yang selalu memakai topeng besi mengerikan itu sedang dalam pertemuan dengan seorang wanita berpakaian gelap dan wajah yang tertutup cadar. Shangguan Yan melihat mata wan
Jing Xuan keluar setelah Shangguan Zhi masuk ke dalam kamarnya. Shangguan Zhi tersenyum senang melihatnya sudah baik-baik saja. “Yinlan, ternyata waktu berlalu sangat cepat, ya? Usia kandunganmu sudah lima bulan.”Yinlan terdiam, tidak begitu mendengarkan saapaannya. Karena dia kurang lebih sudah tahu kenapa Shangguan Zhi bisa berada di sini pada saat yang begitu tak lazim. “Shangguan Zhi. Orang yang dekat dengan kita, tidak semuanya harus dipercayai begitu saja. Manusia punya kebiasaan lain di mulut lain di hati.”“Jika dia berkata memercayaimu, bisa saja karena dia mengharapkan rasa percayamu untuk dimanfaatkan. Kau seharusnya sudah mempelajari itu sejak pengkhianatan Ning'er terhadap kakakku.”“Shangguan Zhi. Orang yang dekat denganmu, tidak seharusnya menjadi kelemahan bagimu. Apakah kau mengerti?” Shangguan Zhi terdiam seribu bahasa mendengar nasihat kecil darinya. “Bisakah kau mengingat kalimat itu baik-baik, Shangguan Zhi?” Yinlan tersenyum penuh arti. Shangguan Zhi mengan
“Kau mau meninggalkanku, Jing Xuan?” Yinlan bergumam pelan, suaranya lirih, matanya mulai terbuka. Jing Xuan bergegas kembali ke tempat tidurnya dengan wajah sumringah, “A-Yin, kau bangun.” Yinlan tersenyum tipis. “Kau mau meninggalkanku.” Jing Xuan membelai rambut panjangnya, dengan senyum pahit, “Aku tidak ingin, tapi aku harus melakukannya. A-Yin, aku tidak ingin kau terus menderita, karena itu, aku harus meninggalkanmu sementara waktu.”“Kau tidak perlu khawatir, A-Yin. Akan ada Mao Lian yang menjagamu, akan ada A-Yao, Zhu Yan. Aku juga akan mengutus Yin Hong untuk menemanimu dan melindungimu dengan kemampuan bela dirinya. Kau tidak boleh melarangku pergi.”Yinlan menghela napas pelan, memalingkan wajahnya. “Maaf, karena aku merahasiakannya darimu sebentar. Tapi, bisakah tak perlu membahasnya? Aku tidak ingin merasa khawatir lagi. Lihat, semakin hari, dia semakin besar. Dia tidak perlu hidup dalam kekhawatiran sejak berada di kandungan bukan?” Jing Xuan tersenyum penuh arti, d
Xi Feng datang bersama A-Yao dan Mao Lian tiga puluh menit kemudian. Begitu tiba di Istana Guangping, Yinlan sudah dalam posisi tidur dengan tubuh yang begitu dingin.Liu Xingsheng duduk di kursi sambil memegang dadanya yang nyaris kehilangan napas. Keringat membuat pakaiannya basah, Shangguan Zhi yang mengkhawatirkannya segera menuangkan air minum dan menyelimuti tubuhnya dengan jubah yang dia pakai. Xi Feng memeriksa nadi Yinlan lagi setelah mendengar detail kejadiannya dari Mao Lian sepanjang perjalanan. “Memang ini adalah reaksi Teratai Hitam. Aku sebelumnya tidak begitu memperhatikan karena Permaisuri selalu tampak baik-baik saja setelah menelannya.” Xi Feng berdiri di hadapan Jing Xuan. “Yang Mulia, apakah ini pertama kalinya setelah reaksi saat di penjara?” tanya Xi Feng. Jing Xuan mengangguk. “A-Yin tidak pernah mengeluh sakit sejak saat itu.” “Siklus bulanan.” Xi Feng menunduk dengan wajah serius. “Racun ini lebih serius dari Ular Mahkota Biru yang hanya bisa bangkit ket
Begitu tiba di Istana, waktu sudah hampir pukul sepuluh. Pengawal Kekaisaran sudah hampir menutup pintu gerbang. Demi melihat A-Yao berlari sambil mengangkat pedang tinggi-tinggi dan berseru agar mereka tak dulu menutupnya, gerbang itu batal ditutup. Shangguan Zhi berjalan dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Wajahnya datar, mengikuti A-Yao memasuki Istana. Kepala A-Yao menunduk sepanjang jalan. Entah bagaimana dia akan mulai menjelaskannya pada Yinlan tentang Shangguan Zhi yang sudah membongkar penyamarannya. A-Yao merutuki dirinya sendiri. ‘Sudah kuduga aku tidak mampu melakukannya.’ ‘Tapi Tabib Xi malah memaksaku. Padahal Zhu Yan mungkin lebih terbiasa. Apalagi dia juga pernah mengikuti Tabib Liu yang dulunya suka berkeliling banyak tempat.’ Dia sungguh berharap ada keajaiban yang bisa membuat Shangguan Zhi melupakan kejadian malam ini. Tapi sepertinya, memang sudah tidak ada jalan lain. A-Yao mengembuskan napas panjang. Shangguan Zhi meliriknya. “Kau keberatan, A-Yao