Malam perayaan tahun baru. Seluruh Istana sangat sibuk. Puluhan menu makanan dihidangkan, ratusan piring memenuhi meja, tamu berdatangan sejak satu jam yang lalu. Permaisuri duduk diam di tempatnya dengan gaun merah muda yang pucat itu. Yinlan duduk di samping kiri, A-Yao menemaninya, berdiri di belakang dengan wajah ramah. Zhu Yan membantu pelayan lain menyiapkan banyak hal yang belum selesai. Shangguan Zhi sedang mengobrol bersama beberapa wanita keluarga kaya yang menghadiri perayaan di istana. Dia cukup dekat dengan beberapa orang. Di sisi lain, Xi Feng sudah kembali dari keperluannya di luar Istana. Liu Xingsheng mengomelinya karena terlalu lama pergi. Kemudian, keduanya menyelinap diam-diam menuju ke Balai Kesehatan Istana untuk bersembunyi sementara waktu. Xi Feng belum pernah menampakkan dirinya lagi sejak insiden penyerangan di dapur obat malam itu. Dia menyusup masuk lewat Paviliun Hua Rong yang sudah disiapkan olehnya sendiri, Liu Xingsheng menunggu kedatangannya sejak
Ning'er terdiam membeku, tangannya terkepal erat, kepalanya menunduk, entah apa yang sedang dipikirkan olehnya begitu mengetahui Kaisar sudah menyadari segala tindak kejahatannya. Di pintu aula, Liu Xingsheng berdiri berdampingan dengan Xi Feng yang tidak melakukan penyamaran apa pun. Zhu Yan berdiri di depan keduanya, menyadari kalau Kaisar sudah membongkar kejahatan Ning'er dan tidak Yinlan sudah tidak ada di sana. “Tuan Muda, mungkinkah Selir sudah —”“Tidak, Zhu Yan. Selir hanya ditahan di penjara bawah tanah. Yang Mulia tidak mungkin langsung mengeksekusinya di tempat.” Liu Xingsheng memotong kekhawatirannya. “Aku justru mengkhawatirkan hal lain.” Liu Xingsheng menatap situasi di depannya dengan serius. “Bagaimana jika Penyihir Hitam itu mengamuk di aula ini? Semua orang mungkin akan mati. Aku tidak mengerti motifnya apa. Sepertinya dia mengharapkan untuk mencabut nyawa Kaisar secepatnya.” Xi Feng menyahut. “Lalu, ba-bagaimana cara kita menghentikannya?” Zhu Yan bertanya den
Jing Xuan berjalan dengan langkah mantap, di belakangnya, dua orang petugas Biro Keamanan menemaninya. Lentera kecil salam genggaman, menerangi lorong setapak yang gelap dan lembap di depannya.Penjara bawah tanah ini berada di bawah kantor pusat Biro Keamanan Ibu Kota. Yinlan ditahan di tempat ini dan menunggu interogasi. Tidak. Dia mungkin akan langsung dieksekusi begitu Jing Xuan melayangkan perintahnya. Setelah memasuki lorong yang lebih besar, sel-sel penjara mulai terlihat satu-persatu, dalam satu sel, ada yang dihuni dua sampai empat orang, ada yang hanya berisi satu orang dengan rantai besar yang membelenggu tangan dan kaki. Kedatangan Jing Xuan dalam penjara yang gelap dan senyap itu jelas membuat para terpidana itu saling berbisik ingin tahu. “Beberapa saat lalu, bukankah ada wanita yang diseret ke salah satu sel kosong di bagian dalam? Melihat dari pakaiannya yang mewah, seharusnya dia selir atau semacamnya,” salah seorang tahanan berbisik pada temannya. Temannya menya
Xie Yinlan dibaringkan di ruang perawatan Kantor Biro Keamanan. Tabib Senior Pei datang beberapa saat setelahnya. Jing Xuan membiarkan Tabib Senior Pei memeriksa tubuh Yinlan untuk mendengar sendiri kebenarannya. Bukan karena dia tidak memercayai ucapan Yinlan. Dia hanya ingin memastikannya secara jelas saja. Sambil menunggu, Jing Xuan menghadiri rapat kecil bersama beberapa petugas biro. Xi Feng turut dalam rapat kecil itu. Dia merasa bisa membantu dengan pengetahuan racunnya yang tidak biasa. Ruangan rapat terdiri dari dua meja besar dan lebih dari dua belas kursi. Bukti yang ditemukan dikumpulkan di atas meja. Termasuk pecahan cangkir arak Permaisuri yang sudah diteliti oleh Xi Feng sebelumnya. “Yang Mulia, racun yang digunakan adalah arsenik. Berbeda dengan racun yang dipakai Ning'er di dalam dupa itu. Racun ini pernah digunakan Permaisuri untuk mencoba membunuh Selir empat bulan lalu. Tidak heran jika Selir ingin membalas dendam dengan memberinya racun yang sama.” Salah satu
Sekarang, semuanya sudah jelas. Tidak ada hal apa pun lagi yang dirahasiakan. Urusan kehamilan itu, sekarang bukankah rahasia lagi. Yinlan melarang siapa pun menemui dirinya di ruang perawatan Kantor Biro Keamanan. Dia tahu posisinya saat ini masih tersangka pembunuhan. Dia juga tahu orang-orang di sekitarnya sedang berusaha untuk membersihkan namanya dari tuduhan itu. Yinlan hanya bisa bersabar menunggu, duduk termenung di dalam kamar perawatan di bawah pengawasan petugas Biro, tanoa bisa melakukan apa pun. Yinlan menghela napas pelan. Melihat langit-langit kamar yang gelap. “Apa yang sedang dilakukan A-Yao saat ini?” Ya. Gadis itu juga ikut dibawa ke penjara bawah tanah bersamanya kemarin. Mereka ditempatkan dalam sel yang terpisah. Baru saja Jing Xuan menyuruh seseorang untuk membiarkan A-Yao melihat keadaan Yinlan secara langsung. Jing Xuan tahu, meski Yinlan menolak menemui siapa pun, justru pelayan itu yang paling ingin dia temui sekarang. Pintu kamar terbuka. “Selir, Nona
Api tiba-tiba membumbung tinggi dari Istana Mingyue begitu saja. Melahap segala yang ada di sekitarnya. Para pelayan berlalu-lalang membawa seember air untuk memadamkan api. Petugas Biro Pusat Keamanan yang seharusnya menggeledah tempat itu jadi harus membatalkannya, bahu-membahu bersama Pengawal Kekaisaran untuk memadamkannya. Api menjalar lebih cepat dari yang diperkirakan, seolah sudah ada yang mengendalikannya. Membakar semuanya dengan cepat, mengubah barang-barang menjadi abu dan tak teridentifikasi lagi. Ada sekitar tujuh orang pelayan yang terluka, dibawa dengan buru-buru ke Balai Kesehatan Istana. Api juga melahap sebagian besar Paviliun Hua Rong yang bertetanggaan dengan Istana Mingyue. Shangguan Zhi, Liu Xingsheng dan Shangguan Yan berdiri mematung, menatap tak percaya kekacauan yang terjadi di depan mata mereka. “Seolah ada seseorang yang sudah mengaturnya untuk melenyapkan bukti-bukti.” Liu Xingsheng bergumam pelan. “Bukankah dengan begini, kejahatannya jadi tidak di
“Dia tidak main-main. Bahkan nekat membakar dua tempat sekaligus demi menghilangkan bukti.” Shangguan Yan berlari bersisian dengan Liu Xingsheng. “Tidak. Justru aku khawatir dia menggunakan kekacauan dalam kebakaran ini untuk melarikan diri. Shangguan Yan, bergegas! Kita bisa memblokir dua jalur utama dari Kantor Biro Pusat Keamanan! Pastikan untuk tidak mencolok!” Liu Xingsheng melompat ke atas kuda, melesat melewati jalur yang berseberangan untuk memblokir jalur dari sisi barat Kantor Biro Pusat Keamanan. Jalur itu terhubung dengan bangunan belakang Biro Pusat Keamanan. Bangunan belakang adalah tempat para tahanan dan pintu masuk menuju penjara bawah tanah. Hanya ada satu jalan menuju pusat kota dari bangunan belakang Biro Pusat Keamanan. Jika Liu Xingsheng menghentikan kudanya di tengah jalan lalu menyusurinya perlahan hingga tiba di lokasi kebakaran, mungkin ada peluang untuk menangkap basah Ning'er jika dia benar-benar melarikan diri dari jalur belakang. Meski ada ratusan sip
Pukul dua belas malam, api di Kantor Biro Pusat Keamanan telah benar-benar padam. Petugas masih hilir mudik memeriksa kerusakan dan barang-barang yang mungkin tertinggal. Shangguan Yan bergabung lagi dengan Liu Xingsheng di Balai Kesehatan Istana beberapa saat setelah ia bertemu Jing Xuan di dalam kebakaran itu. Jing Xuan bilang dia ingin memeriksa ke gedung luar untuk mencari Ning'er. Shangguan Yan yang baru saja dari gedung luar mengatakan kalau Ning'er tidak melarikan diri melalui gedung luar. Saat Shangguan Yan berkata ingin pergi ke Penjara Bawah Tanah, Jing Xuan mengatakan padanya Ning'er sudah tidak ada di sana sejak kebakaran mukai melahap gedung dalam. “Ada mayat petugas yang hangus di lorong paling luar Penjara Bawah Tanah. Aku yakin dia juga dievakuasi bersama tahanan lain. Dia melarikan diri saat sudah tiba di luar penjara bawah tanah.” jawab Jing Xuan. “Jadi, mungkinkah dia melarikan diri lewat jalur belakang?” Shangguan Yan berseru. “Kita harus menanyakannya pada L
Mereka berdiri di depan halaman Istana Guangping, mengantar kepergian orang tua Yinlan yang baru saja datang berkunjung dengan tujuan utama meminta maaf dan menyesali perbuatan. Di samping Yinlan, Ibu Suri tampak menatap punggung Nyonya Besar Xie yang berjalan menjauh. “Dulu, aku juga bersalah pada ibu kandungmu, A-Yin.” Yinlan menoleh, memasang raut wajah seolah sangat mempertanyakannya. Ibu Suri menghela napas pelan, “Di masa lalu, aku pernah bertemu dengannya.” “Bertemu ibu kandungku?” Yinlan memiringkan kepala, tampak semakin ingin tahu. “Ibumu, Qu Ningxi, pernah menjadi tabib di medan perang saat masih muda. Reputasinya baik di kalangan prajurit negara. Kemampuannya juga tinggi.”“Dia beberapa kali mengobati lukaku juga. Seperti ada keajaiban, luka-luka tombak dan panah itu hanya butuh kurang dari satu minggu untuk sembuh sepenuhnya di tangan ibumu.”“Karena itulah, aku tidak terkejut saat tahu kalau kau menguasai sebagian besar ilmu pengobatan itu. Karena ibumu adalah tabi
Liu Xingsheng berdiri di depan Rumah Lianhong. Tangannya memegang sebilah pedang dan dia berpakaian seperti pendekar. Melihat para pria berlalu-lalang dengan wajah senang dan memerah seperti mabuk, Liu Xingsheng menggenggam pedangnya dengan erat. Sedikit ragu untuk melangkah masuk. 'Aku tidak pernah datang ke tempat seperti ini. Untuk penyelidikan, apakah aku memang harus masuk?’Sekitar dua menit berdiam, Liu Xingsheng terperanjat ketika melihat Shangguan Zhi keluar dari tempat itu. Shangguan Zhi bahkan menatapnya dan berhenti tepat di depannya selama beberapa saat. Gadis itu hanya memandanginya dengan tatapan merendahkan. Liu Xingsheng berusaha untuk menjelaskannya. “Aku di sini untuk ….” Tapi dia tidak melanjutkannya karena Shangguan Zhi meninggalkannya. Liu Xingsheng berlari menyusulnya. Dia meraih pergelangan tangannya. Shangguan Zhi berbalik dengan cepat, raut wajahnya menunjukkan bahwa dia tidak menyukai apa yang Liu Xingsheng lakukan terhadapnya. “Shangguan Zhi. Apa yan
A-Yao merapat ke dekat penjual mantau. Mengamati pertemuan itu dengan wajah serius. Mao Lian hanya mengikuti gerak-geriknya saja. Ia berbisik, “Ada apa, A-Yao?” “Lihat, ada Pangeran Chi.” A-Yao menunjuk ke depan. Mao Pian mengikuti arah pandangnya. “Kau benar. Dengan siapa dia berbicara itu?” “Itu Nyonya Ni Chang.” “Bagaimana kau tahu?” Mao Lian menatapnya dengan bingung. “Itu karena aku dan Yang Mulia Permaisuri pernah melihatnya. Bukan hanya kami, Yang Mulia Kaisar juga.” A-Yao semakin menyembunyikan tubuhnya. “Dia bersama Pangeran Chi juga saat itu. Bahkan terlihat cukup intim.”“Kenapa aku tidak tahu?” “Kau masih di Tingzhou, Tuan Mao.” A-Yao menjawab sedikit kesal. “Bagaimana jika kita mendekat?” Mao Lian memberi saran. A-Yao menggeleng tegas. “Dia bisa mengetahui keberadaan kita!” “Kalau begitu, tunggu sampai mereka masuk.” Mao Lian membenarkan sarannya. A-Yao mengangguk setuju. Dia melihat ke arah gadis penjual gantungan giok di samping Balai Opera Jiulu. Seharusnya
A-Yao duduk di tangga paviliun kecil di tengah taman sendirian. Memeluk lututnya sendiri, kepalanya tertunduk, entah memikirkan apa. Salju mulai turun lagi. Butir-butir kecil yang kian menderas. A-Yao tidak peduli, membiarkan butir-butir putih yang dingin itu hinggap di atas kepalanya. Tapi belum tentu Mao Lian akan membiarkannya. Pemuda itu memegang sebuah payung, meletakkannya di atas kepala A-Yao, dirinya berdiri di depannya sambil menatapnya dengan sendu. A-Yao mendongak setelah menyadari kehadirannya. Matanya sedikit menyipit, menatap wajah Mao Lian yang hanya menatapnya saja. “Tuan Mao.” A-Yao kembali menunduk. “A-Yao, kenapa kau tidak duduk di kursi saja? Salju ini bisa membuatmu sakit.” Mao Lian berjongkok, masih memegang payung itu. A-Yao mengangguk tanpa sadar. Diam saja saat Mao Lian menyentuh sikunya, membantunya berdiri. “Kenapa kau terlihat murung, A-Yao?” Mao Lian bertanya. “Bukankah seharusnya kau senang karena orang tua Permaisuri datang berkunjung?” A-Yao tet
A-Yao berlari ke dalam tanpa memedulikan apa pun lagi. Air mata mengaliri pipinya, wajahnya menunjukkan ketakutan yang seolah akan membunuhnya. A-Yao merentangkan kedua tangannya di depan Yinlan, menghadap kedua orang tua itu. Dengan suara tegas, dia berkata, “Jangan menyakiti Yang Mulia!” Adipati Xie terkejut dengan aksinya dan merasa terganggu. Dia berdiri dengan tangan terkepal. Di ambang pintu, Zhu Yan terlihat khawatir sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan. Sementara tanpa dia ketahui, Jing Xuan dan Mao Lian berdiri sedikit jauh di belakangnya. Mao Lian hendak merangsek maju, tapi Jing Xuan menahan lengannya, menggeleng pelan. “Mereka perlu ruang untuk menyelesaikan masalah di antara mereka.” Adipati Xie berdiri tepat di depan A-Yao. Tangan kanannya terangkat. A-Yao bergeming, mantap tidak bergeser sedikit pun dari posisinya. “Pelayan kurang ajar!” Adipati Xie berseru geram, tangan kanannya melayang, nyaris melesat menampar pipi gadis yang sudah bertekad akan melind
A-Yao sedang berada di dapur istana bersama Zhu Yan. Dia ingat semalam mabuk berat karena meminum arak cukup banyak. A-Yao satu kamar dengan Zhu Yan. Dia memuntahkan isi perutnya di samping ranjang, membuat Zhu Yan terbangun dari tidurnya. Zhu Yan terpaksa harus membantu A-Yao membersihkan bekas itu dan membuatkan sup pereda pengar. Esok harinya, Zhu Yan membawa A-Yao ke dapur istana untuk memberinya sup anti pengar lagi. Zhu Yan berkata, mungkin ada tamu yang akan mengunjungi Permaisuri. “Kenapa kau bisa begitu mabuk, A-Yao? Apakah Kaisar tidak memberitahumu, kalau hari ini akan kedatangan tamu penting Permaisuri.”“Siapa?” A-Yao bertanya dengan nada tak peduli. Zhu Yan mengangkat bahu. “Entahlah, Yang Mulia Kaisar hanya berpesan untuk meminta tamu itu langsung menemui Permaisuri saja tanpa perlu menunggunya. Karena itulah aku membawamu ke sini, A-Yao, untuk membantuku memilih teh jenis apa yang sebaiknya dihidangkan nanti?”A-Yao menghabiskan supnya, kemudian menghampiri Zhu Ya
Suara dentingan kecil terdengar saat dua kendi arak itu saling beradu. A-Yao mendongak sambil menenggak arak miliknya. Kemudian mengembuskan napas kasar, “Ah …, nikmat sekali menghangatkan tubuh dengan arak di cuaca yang sedingin ini!” A-Yao tersenyum lebar, menatap bintang-gemintang yang berpendar di atas sana. Langit gelap tampak indah dengan bulan sabit yang cemerlang. Mao Lian mengamatinya dari dekat, sudut bibirnya terangkat, “A-Yao, kau yakin bisa menghabiskan satu kendi itu sendirian?” dia takut gadis itu akan mabuk dan dimarahi Yinlan esok paginya. Tapi A-Yao tampaknya tidak peduli, menggeleng kencang, “Aku bisa menghabiskannya tanpa mengganggu pekerjaan! Lagi pula, Tuan Mao sendiri yang minta ditemani minum arak, kan?” Mao Lian terkekeh, “Aku sudah menyiapkan mangkuk kecil untukmu, aku tidak berpikir kau akan langsung menyambar kendinya.” “Diminum langsung lebih terasa nikmat! Buang saja mangkuk itu, aku tidak membutuhkannya.” A-Yao tertawa dengan mata terpejam. “A-Yao
Jing Xuan menutup pintu kamar dengan perlahan tanpa menimbulkan sedikit pun suara. Dia melihat Yinlan sudah meringkuk nyaman di atas tempat tidur. Mungkin takut suara pintu akan mengganggu tidurnya. Jing Xuan bahkan melangkah dengan sangat hati-hati agar tidak membangunkannya. “Jing Xuan, kau dari mana saja? Ini sudah hampir pukul sebelas tapi kau baru pulang?” suara Yinlan terdengar penuh selidik. Jing Xuan mematung—terkejut bahwa Yinlan masih terjaga, mulutnya menyeringai lebar, “Aku baru selesai mengurus pekerjaan.” “Apa? Pekerjaan? Benarkah? Sepanjang siang selama kau pergi dengan Mao Lian, aku menerima sebanyak sepuluh laporan dokumen mendesak dari tujuh orang menteri. Mereka bilang Yang Mulia tidak terlihat sejak meninggalkan Aula Pertemuan. Mereka mencarimu hingga ke sini demi urusan-urusan pekerjaan yang kau katakan itu.” Yinlan tampak beringsut duduk, wajahnya keluar dari selembar selimut, memberikan tatapan menyipit yang menakutkan. “Jing Xuan, apa yang kau lakukan sepa
Jing Xuan turun dari kereta kuda. Mao Lian membawa sebuah kotak berisi sesuatu yang sepertinya berharga. Kereta kuda itu berhenti tepat di depan Kediaman Adipati Xie yang masih dipenuhi kain berwarna putih di setiap sudutnya. Membuat warga-warga rendahan yang melintas refleks menjatuhkan lutut demi menunjukkan perasaan hormat mereka pada Kaisar. Jing Xuan mengedarkan pandangannya di jalanan, wajah datarnya berubah menjadi senyum ramah yang menyenangkan—dia memang telah banyak berubah setelah mengenal Yinlan lebih dekat. “Berdirilah.” Jing Xuan melangkahkan kakinya di gerbang Kediaman Adipati Xie. Yang ternyata, pemilik rumah itu sudah keluar dari kediaman demi mendengar keributan di luar bahwa Kaisar datang untuk berkunjung. “Yang Mulia, selamat datang.” Mereka segera berlutut dan menautkan kedua tangan untuk mengucapkan salam penghormatan. Jing Xuan buru-buru menyentuh siku mereka dan meminta agar berdiri, “Ibu Mertua, Ayah Mertua, tidak perlu begitu formal.” Keduanya saling m