Seiryu, naga yang megah dan berkilauan, meluncur anggun di atas awan, membelah langit dengan kecepatan yang memukau. Di punggungnya, Xiu Juan memandang jauh ke depan, matanya dipenuhi kegelisahan saat Lembah Naga Emas semakin mendekat. Angin kencang yang menderu di sekitar mereka membawa aroma hangus dan sisa-sisa kebakaran, mengisyaratkan kerusakan di bawah.Ketika pemandangan lembah yang terbakar terhampar di hadapannya, jantung Xiu Juan seakan terhenti. Asap hitam yang membubung dari bangunan-bangunan yang hancur itu seperti luka menganga di lanskap yang pernah begitu damai. Tanpa ragu, Xiu Juan melompat dari punggung Seiryu, terjun bebas ke bawah."Berhati-hatilah, Ryder!" teriak Seiryu, cemas. Namun, Xiu Juan hanya tersenyum tipis, ketenangan bercampur ketegasan terlukis di wajahnya. "Jangan khawatir, Seiryu... aku sudah terbiasa." Suaranya tenang saat tubuhnya meluncur turun, melawan gravitasi dengan keterampilan meringankan tubuh yang memukau.Xiu Juan mendarat dengan lembut, s
"Aku harus membalas dendam atas perlakuan Assassin Immortal terhadap Lembah Naga Emas ini. Untuk Pedang Naga Emas biar nanti Zhou Shen yang memburu Pendekar Naga Emas Ryu Zhen setelah urusannya selesai di Kota Ming Yin. Aku beri kesempatan pada kalian bertiga untuk menebus kesalahan kalian!" ucap Dewi Naga Emas dengan tegas.Sontak, tiga pendekar ini bisa bernafas lega. Mereka sudah khawatir hukuman berat akan dijatuhkan Dewi naga Emas terhadap mereka. "Bagaimana kami bisa menebus kesalahan kami, Ketua?" tanya Pendekar Golok Naga-Suma Hai."Kalian bertiga ikut denganku mencari Ahli Peta Zhuge Liang yang tinggal di Pulau Teka-Teki. Aku memerlukan bantuan untuk memecahkan teka-teki di sana sebagai syarat untuk bisa masuk dan bertemu Ahli Peta.""Ada urusan apa antara Ketua dengan Ahli Peta?" tanya Pendekar Tapak Malaikat-Wei Tian."Aku harus mendapatkan peta perjalanan menuju Negeri Assassin karena negeri ini tersembunyi dari dunia kita. Hanya Ahli Peta Zhuge Liang yang mengetahui cara
Putri Qin Feng berdiri di atas geladak kapal Serikat Tengkorak Putih, pandangannya tertuju ke arah horizon. Angin laut membawa aroma asin yang menyegarkan, dan desiran ombak yang tenang menambah suasana damai. Di kejauhan, bayangan seorang pria tampak mendekat, dan senyumnya merekah saat ia mengenali sosok itu. Ryu Zhen kembali, wajahnya penuh debu dan pakaiannya koyak, namun matanya masih memancarkan semangat yang tak pernah padam."Ryu Zhen!" seru Qin Feng, berlari menghampirinya. Dalam sekejap, ia sudah berada di hadapannya, mata mereka bertemu, dan senyumannya semakin lebar."Aku senang kau kembali dengan selamat," katanya, suaranya lembut seperti angin laut yang menyentuh kulit.Namun, Ryu Zhen tidak tersenyum. Wajahnya yang biasanya tenang dan penuh rasa percaya diri kini menampilkan gurat-gurat kekalahan dan kemarahan. "Aku gagal menemukan Naga Emas," gumamnya dengan suara serak, kepalanya tertunduk.Qin Feng merasakan perih di dadanya mendengar kata-kata itu. Dia tahu betapa p
Putri Qin Feng, dengan hati yang berdebar penuh penyesalan, membawa tubuh Ryu Zhen yang tak sadarkan diri menuju Negeri Assassin. Dengan cincin dimensi di jarinya, ia juga membawa dua pedang legendaris, Pedang Naga Emas dan Pedang Naga Hitam.Setibanya di istana, Raja Assassin menyambutnya dengan sukacita. Di singgasana yang megah, dengan mata yang berkilat penuh kebanggaan, ia berseru, "Selamat datang kembali, putriku!"Qin Feng, dengan raut wajah yang tegang, memberi perintah kepada beberapa prajurit untuk membawa Ryu Zhen ke Paviliun Tamu agar bisa beristirahat. Sementara itu, ia melaporkan kepulangannya kepada sang raja."Aku melihat Pedang Naga Emas ini tampak lebih kecil dari yang seharusnya. Apa kamu yakin ini adalah pedang yang kita cari?" tanya Master Assassin, mengernyitkan dahi.Putri Qin Feng menjawab dengan tenang, meski dalam hatinya berkecamuk, "Apa Master yakin Pedang Naga Emas adalah pusaka milik Negeri Assassin? Setahuku, pedang ini adalah milik Dewa Immortal, Ryu Zhe
Keesokan harinya, suasana di istana Negeri Assassin terasa lebih tegang. Ruang utama, tempat Cermin Kebenaran akan digunakan, telah dipersiapkan dengan teliti. Cermin itu, yang terbuat dari kristal hitam legam, diletakkan di atas altar batu yang dikelilingi lilin-lilin berwarna merah gelap. Cahaya lilin memantul pada permukaan cermin, menciptakan kilauan misterius yang membuat suasana semakin dramatis.Putri Qin Feng, dengan wajah tegang dan harapan di matanya, berdiri di samping pedang yang terletak di meja batu di depan Cermin Kebenaran. Master Assassin, dengan ekspresi serius dan penuh konsentrasi, mempersiapkan ritual. Raja Assassin mengamati dari kursi kebesarannya, wajahnya menunjukkan campuran kekhawatiran dan harapan.Master Assassin memulai ritual dengan mengucapkan mantra kuno, suaranya bergema di ruangan yang sunyi. "Oh ... Cermin Kebenaran, tunjukkanlah keaslian yang tersembunyi. Biarkan cahaya pencerahan menyingkap segala tipu daya."Cermin Kebenaran mulai bersinar dengan
Di Negeri Assassin, suasana mencekam terasa ketika Ryu Zhen berdiri di tengah alun-alun utama. Langit mendung seolah merespon amarah yang berkobar dalam dirinya. Para penghuni negeri itu menatap dengan ketakutan, mengetahui bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi. Ryu Zhen memusatkan energinya, mempersiapkan jurus legendaris yang hanya diketahui oleh sedikit orang: Jurus Immortal Penghancur. Dengan mata yang menyala penuh kebencian, dia mengangkat tangannya ke langit, menggambar tanda-tanda misterius di udara. Tanah bergetar, dan udara menjadi berat, seolah-olah alam semesta menahan napasnya sendiri. Sementara itu, di tepi alun-alun, Qian Feng berdiri dengan tenang, matanya mengamati setiap gerakan Ryu Zhen. "Aku tidak pernah berpikir kau akan menggunakan jurus itu di sini," kata Qian Feng dengan nada dingin, namun penuh perhatian. "Mengapa kau melakukan ini, Ryu Zhen? Apa yang kau harapkan dengan menghancurkan Negeri Assassin?" Ryu Zhen memandang Qian Feng dengan tatapan
Wajah Rou Yen tiba-tiba berubah pucat, sepucat mayat yang baru diangkat dari kubur. Matanya membulat saat ia meraba saku dan tidak menemukan Cincin Dimensi yang sangat diperlukan."Gawat... Cincin Dimensi-ku hilang!" teriaknya, suaranya gemetar."Hilang? Siapa yang mencurinya, Yen'er?" Zhou Shen bertanya, suaranya penuh kekhawatiran.Rou Yen merenung sejenak, mengingat Dewi Naga Emas yang sempat dekat dengannya. "Apakah Ketua mengambil Cincin Dimensi milikku saat aku lengah?" pikirnya, keraguan menyelimuti wajahnya.Berbagai dugaan berputar-putar dalam benaknya, menciptakan kekhawatiran yang semakin dalam."Jadi, bagaimana caranya kita ke Dunia Atas?" Zhou Shen memecah keheningan dengan pertanyaannya yang penuh harap."Ada seorang kultivator hebat yang mengasingkan diri dan membuat Cincin Dimensi di Negeri Ming. Namun, sifatnya sangat aneh," jawab Rou Yen, matanya menerawang seolah melihat jauh ke depan."Aneh seperti apa?" tanya Zhou Shen, alisnya terangkat penasaran."Dia hanya akan
Kabut yang dingin menyambut Zhou Shen dan Rou Yen yang melangkah ke Pulau Kitaro. Suara gemerisik ombak yang menghantam pantai terdengar lembut, diselingi oleh kicauan burung-burung yang berterbangan di atas kepala mereka. Udara laut yang asin menyelinap ke dalam hidung, menyegarkan namun juga membawa aroma petualangan yang menantang. Zhou Shen, dengan rambut panjangnya yang diikat rapi, berjalan dengan langkah tegas, matanya yang tajam mengawasi setiap detail di sekelilingnya. Rou Yen, di sisi lain, dengan tatapan penuh kewaspadaan, menggerakkan jarinya dengan lincah, seakan-akan siap untuk menghadapi apa pun yang datang. "Tempat ini benar-benar sesuai dengan cerita yang kita dengar," ujar Zhou Shen, suaranya tenang namun penuh kewaspadaan. "Jangan lengah," balas Rou Yen, matanya menyapu area di sekitar mereka. "Fei Shing dikenal tidak pernah membuat jebakan yang sederhana." Setiap langkah yang mereka ambil terasa berat, seakan-akan tanah di bawah kaki mereka menyimpan rahasia ya
Kemenangan besar yang diraih Negeri Ming tidak serta merta membuat negeri ini aman. Raja Dunia Persilatan yang mulai melihat kelemahan Negeri Ming mulai bergerak untuk menguasai Negeri Ming sehingga Negeri Ming akhirnya terbagi menjadi lima daerah kekuasaan yaitu :Dewa Racun Utara/Zhao Yun : Raja Dunia Persilatan Distrik Utara MingPendekar Pedang Barat/Chen Tian : Raja Dunia Persilatan Distrik Barat MingDewi Naga Timur/Liu Yin : Ratu Dunia Persilatan Distrik Timur MingPendekar Mabuk Selatan/Zhao Long : Raja Dunia Persilatan Distrik Selatan MingKaisar Bela Diri Pusat/Huang Ming : Raja Dunia Persilatan Distrik Pusat MingZhou Shen yang akhirnya memilih Sasha untuk menjadi pasangan hidupnya, kembali ke Eternity Nirvana bersama cinta sejatinya, membawa dendam membara di hati Dewi Naga Emas.Kepergian Zhou Shen ke Eternity Nirvana inilah yang membuat Negeri Ming terbagi menjadi lima kekuasaan besar yang dipimpin oleh masing-masing Raja Dunia Persilatan.Putri Qian Feng akhirnya memaafk
Kekalahan Naga Shankar adalah pukulan telak bagi Khan Agung. Sang raja Mongol, yang dikenal sebagai penguasa tak terkalahkan, berdiri di atas medan perang yang kini mulai berbalik melawan dirinya. Namun, amarahnya tidak surut. Dengan tatapan penuh kebencian, dia mengangkat tangannya ke langit, melafalkan mantra kuno yang menggema seperti gemuruh badai."Aku tidak akan kalah di tangan kalian, manusia lemah!" serunya, suaranya mengguncang bumi. Dari balik langit yang mulai memerah, aura hitam pekat berkumpul di sekeliling tubuh Khan Agung. Di kejauhan, sosok naga berwarna hitam legam dengan mata merah membara muncul dari balik awan.“Naga Hitam Tiamat!” seru Sasha dengan kengerian di wajahnya.Semua pasukan Ming dan Eternity Nirvana terpaku, termasuk Zhou Shen. Naga itu tidak hanya besar tapi ia adalah legenda, makhluk purba yang dianggap sebagai perwujudan kehancuran.“Zhou Shen, kita harus menghentikannya sebelum dia menghancurkan semuanya!” seru Kalindra, pedangnya menyala dengan kek
Saat pertarungan memuncak, medan perang menjadi ajang pertunjukan kekuatan yang melampaui batas manusia. Naga Shankar, raksasa hitam yang kini mengamuk, menyerang pasukan Ming tanpa henti. Kepakan sayapnya menciptakan badai yang menggulingkan barisan pertahanan, sementara api birunya membakar segala yang disentuhnya.Zhou Shen berdiri di hadapan Zhang Ming. Nafas mereka berat, masing-masing menggenggam senjata dengan penuh kebencian. "Kau mengkhianati segalanya, Zhang Ming. Aku akan memastikan kau tidak melangkah lebih jauh!""Pengkhianatan?" Zhang Ming terkekeh, suaranya penuh ejekan. "Aku melakukan apa yang harus kulakukan untuk bertahan hidup. Kau hanya anak kecil yang terjebak dalam masa lalu. Lihatlah siapa yang menjadi pemenang sekarang!"Zhang Ming meluncur ke depan dengan kecepatan yang sulit diikuti mata biasa. Pedangnya, yang berselimut aura kegelapan, menebas ke arah Zhou Shen. Namun, Zhou Shen, dengan reflek yang terlatih selama bertahun-tahun, menangkis serangan itu denga
Di tengah kemegahan Istana Mongol, Khan Agung duduk di atas takhta emasnya, wajahnya gelap seperti badai yang mengancam. Suara dentang lonceng perang bergema di seluruh aula, menandakan bahwa amarah sang raja telah mencapai puncaknya.“Shanxi tidak boleh berdiri setelah ini!” bentak Khan Agung, suaranya menggema keras. “Aku tidak akan membiarkan Negeri Ming memandang rendah kekaisaranku. Siapkan Naga Shankar. Kita akan menyapu Shanxi hingga menjadi abu!”Di hadapan Khan Agung, Ryu Zhen berdiri dengan kepala tertunduk, meskipun matanya memancarkan api dendam. Kekalahan di Shanxi telah menghancurkan egonya, tetapi itu juga membakar tekadnya untuk membuktikan bahwa ia adalah pendekar sejati.“Aku akan menuntaskan semuanya,” katanya lirih namun penuh keyakinan. “Aku akan menghancurkan Zhou Shen dan saudara kembarku. Dendam lama ini akan berakhir di medan perang berikutnya.”*****Kota Shanxi kembali dilanda kekacauan saat ribuan pasukan Mongol menyerbu di bawah naungan malam. Namun, yang
“Aku tidak akan lupa penghinaan ini, Ryu Zhin,” gumamnya dengan nada berapi-api, matanya membara penuh tekad. “Kita akan bertemu lagi, dan kali itu kau tidak akan selamat!”Di sisi lain, kemenangan ini tidak dirayakan dengan gegap gempita. Zhou Shen memimpin para pasukan naga yang masih utuh untuk mengevakuasi Shanxi dari kerusakan lebih lanjut. Sasha dan Kalindra, meskipun memimpin dengan karisma luar biasa, menyadari bahwa medan perang ini hanya sebagian kecil dari ancaman besar yang sedang berkembang.Zhou Shen berjalan mendekati Zixuan yang kini duduk di punggung Meraharani yang terluka. Naga merah itu mengerang pelan, napasnya berat, namun tatapannya tetap tajam. Zixuan memandang Zhou Shen dengan mata yang sedikit berkaca-kaca.“Kau datang tepat waktu, seperti biasanya,” ujar Zixuan, mencoba tersenyum meski wajahnya memucat.“Kau bertahan lebih lama dari yang kuduga,” balas Zhou Shen, suaranya tenang namun penuh penghargaan. “Tidak mudah melawan naga emas dan Ryu Zhen.”Zixuan me
Setelah berhasil mendapatkan Nagarium dan menyegel perjanjian damai antara Heaven Eden dan Eternity Nirvana, Queen Savitri merasa utangnya kepada Zhou Shen tak akan terbalas dengan mudah. Di dalam hati, dia tahu ada rasa yang lebih dalam—sebuah cinta yang perlahan tumbuh terhadap Pendekar Naga Putih itu.Namun, Zhou Shen tetap memandang lurus pada tujuannya. Dia harus menemukan Paman Zhang, pria yang kini terungkap sebagai pembunuh orang tuanya. Kebencian yang membara di dalam dirinya membuatnya menolak untuk menyerah pada perasaan apa pun, termasuk cinta.Di aula besar kerajaan, Queen Savitri memanggil Zhou Shen dan menyerahkan Artefak Naga Waktu, sebuah artefak kuno yang mampu membuka portal waktu dan mengembalikan Zhou Shen ke masanya. "Dengan ini," ujar Savitri, suaranya bergetar, "kau bisa kembali dan menghadapi takdirmu di masa depan. Aku ingin kau tahu, Zhou Shen, aku akan selalu mendukungmu."Namun, Zhou Shen mengejutkan semua orang dengan keputusannya. "Aku tak bisa kembali s
Langit Shanxi memerah oleh api dan energi yang melesat dari pertarungan sengit antara naga merah Meraharani dan naga emas yang dikendarai Ryu Zhen. Namun, kekuatan gabungan naga Mongolia dan kehebatan Ryu Zhen perlahan memukul mundur para penjaga Shanxi. Meraharani terluka parah, sayapnya compang-camping, dan Arlang terempas ke tanah dengan raungan lemah.Zixuan berdiri di punggung Meraharani yang limbung, darah mengalir dari luka di lengannya. Napasnya berat, namun matanya tetap menatap Ryu Zhen yang bersiap mengakhiri perlawanan mereka."Ini akhirnya, Putri Zixuan," ujar Ryu Zhen, mengangkat pedangnya yang bercahaya emas. "Shanxi akan jatuh, dan kau akan menyaksikan kehancurannya!"Namun, sebelum pedangnya terayun, langit mendadak terbelah oleh kilatan cahaya putih. Dari celah dimensi yang terbuka di tengah angkasa, seekor naga putih raksasa muncul. Ia bergerak dengan kecepatan luar biasa, seperti bayangan yang tak dapat dilacak. Dengan raungan yang mengguncang bumi, naga itu mengha
Pemanah menarik busur mereka, api membara di ujung panah. Ketika pasukan musuh mendekat, aba-aba diberikan, dan panah-panah itu dilepaskan, melesat seperti hujan meteor ke arah barisan depan Mongolia. Suara panah menghantam perisai dan tubuh terdengar nyaring, namun pasukan musuh terus maju, tidak terhentikan.Di sisi lain, Zixuan mengeluarkan sesuatu dari kantong kecil di ikat pinggangnya—sebuah kristal berwarna biru kehijauan. Itu adalah Artefak Jiwa Langit, peninggalan kuno yang mampu memanggil kekuatan besar, tetapi dengan harga yang mahal."Aku tidak punya pilihan lain," gumamnya. Ia mengangkat kristal itu tinggi-tinggi, memusatkan energinya. Angin di sekitar Zixuan berputar kencang, rambutnya melayang, dan suara gemuruh datang dari dalam kristal itu. Cahaya biru terang meledak, menarik perhatian semua orang, termasuk Darjikhun.Di kejauhan, salah satu naga penjaga, seekor naga putih dengan tubuh yang ramping dan gerakan anggun, mendekati Zixuan. Namanya Arlang, naga angin yang d
Pertarungan di langit Shanxi dimulai dengan ledakan besar. Meraharani menerjang dengan kekuatan yang luar biasa, mulutnya terbuka, menyemburkan api merah menyala yang menembus langit kelabu. Naga hitam Mongolia menghindar dengan manuver tajam, sayapnya yang besar menciptakan pusaran angin yang membuat debu dan batu kecil beterbangan di bawah. Raungan mereka menggema, memenuhi udara dengan ketegangan dan kengerian.Di atas tembok kota, para pemanah Shanxi bersiap, busur mereka terangkat, ujung panah mengarah ke naga Mongolia. Perwira yang memimpin mereka, seorang pria dengan wajah keras dan mata tajam, berteriak, "Tunggu aba-aba dari Tuan Putri! Jangan tembak sebelum waktunya!"Di alun-alun, Zixuan memejamkan matanya sesaat, menghubungkan pikirannya dengan Meraharani. Ia tidak hanya memanggil naga itu, tetapi juga menyatukan tekad mereka. Suara Meraharani menggema dalam benaknya, tenang namun penuh kekuatan."Aku bersamamu, Zixuan. Kita tidak akan kalah."Di langit, naga hitam meluncur