Rajawali Emas terbang dengan gagahnya di atas awan dengan Shin Kui Long berada di atas punggung makhluk legenda ini. Tujuan mereka ke Lembah Racun Surgawi. Beruntung bagi Shin Kui Long yang berhasil merekrut Rajawali Emas sehingga perjalanan darat yang memakan waktu dua hari bisa dipangkas hanya menjadi beberapa jam saja melalui udara."Sungguh beruntung aku mendapatkan sahabat seperti kalian, Rajawali Emas!" seru Shin Kui Long, suaranya menggema di antara awan-awan."Hahaha... aku juga beruntung bisa mengikuti Master yang merupakan Dewa Immortal terhebat!" sahut Rajawali Emas, suaranya berat namun penuh semangat.Kecepatan terbang Rajawali Emas membuat Shin Kui Long tiba di atas Lembah Racun Surgawi dengan lebih cepat. Namun, mendadak Rajawali Emas kesulitan mengepakkan sayapnya untuk tetap berada di angkasa."Ada apa ini? Kenapa tubuhku jadi kaku dan sulit digerakkan?" kata Rajawali Emas dengan panik. Tubuh emasnya meluncur cepat ke arah tanah.Shin Kui Long memegang erat-erat bulu
Hari Kedelapan Setelah beberapa hari berlalu, Shin Kui Long mulai pulih total berkat perawatan Liu Bihai. Kekuatan dan vitalitasnya kembali, dan rasa terima kasihnya kepada Dewi Racun semakin dalam. Suatu hari, saat mereka berdua duduk di tepi lembah, Shin Kui Long memutuskan untuk mengutarakan permintaannya. "Liu Bihai, aku berterima kasih atas semua yang telah kau lakukan untukku," kata Shin Kui Long dengan tulus. "Namun, ada satu hal lagi yang aku butuhkan.
# Hari Kesembilan # Kota Guan Dong berdenyut dengan kehidupan, pelabuhan yang ramai oleh kapal-kapal nelayan dan dagang berlabuh dalam hiruk-pikuk. Di antara dermaga yang sibuk dan teriakan para pedagang, terdapat sebuah tempat penyewaan kapal yang menawarkan perjalanan ke berbagai tujuan dengan harga tertentu.Rajawali Emas meletakkan Shi Kui Long di sebuah pinggir kota yang sunyi, jauh dari keramaian. Tempat itu masih sepi, belum banyak penduduk yang berani menerima kehadiran makhluk raksasa seperti Rajawali Emas.“Kamu tunggu saja aku di sini, Rajawali Emas” suara Shin Kui Long menggema, “jika aku tidak kembali dalam waktu tiga hari, pergilah ke Kota Pendekar. Atau kembali ke Lembah Seribu Pedang; aku akan mencarimu di sana nanti.”Pesan itu terasa seperti sebuah perpisahan abadi bagi Rajawali Emas, seolah Dewa Iblis Gerbang Neraka akan menghilang selamanya dari pandangannya.“Apakah Master tinggal di Kota Pendekar?” tanya Rajawali Emas dengan nada penasaran.“Aku tinggal di Pula
Malam telah merangkak naik, ketika Shin Kui Long melangkah ke atas kapal yang akan ia sewa. Kapal itu cukup besar, lambungnya kokoh, dan layar-layarnya terjaga dengan baik—masih layak untuk berlayar di lautan yang ganas. Pemilik kapal, seorang pria tua dengan mata tajam dan senyum samar, menuntunnya menuju kabin yang bisa digunakannya untuk bermalam."Terima kasih, paman," ucap Shin Kui Long, suaranya penuh kehangatan, tetapi dalam hatinya, kewaspadaan mulai merayap. Gerak-gerik pemilik kapal terasa aneh, seolah ada sesuatu yang disembunyikan di balik senyum ramahnya.Tanpa menjawab, pria tua itu hanya mengangguk, lalu berbalik dan meninggalkan Shin Kui Long sendirian di kabin yang sempit namun nyaman.Shin Kui Long merebahkan tubuhnya di atas ranjang kayu yang keras, matanya menatap langit-langit kabin. Kelelahan merambati tubuhnya, tetapi kegelisahan menahannya dari tidur. "Ada yang tidak beres malam ini," gumamnya pelan, indera keenamnya memperingatkan bahaya yang mendekat.Larut m
Para Ninja, yang awalnya merasa yakin dengan jumlah mereka, kini terkejut oleh kelincahan dan keahlian Shin Kui Long. Dalam hitungan detik, dua dari mereka sudah terkapar di lantai dengan luka menganga di dada.Pemimpin Ninja itu menyadari keseriusan situasi. “Serang bersama!” teriaknya, memerintahkan anak buahnya yang tersisa untuk menyerang Shin Kui Long dari segala arah.Namun, bagi Shin Kui Long, serangan itu terasa seperti gerakan lamban. Dengan gerakan yang terlatih, ia memutar tubuhnya, menghindari setiap tebasan pedang dan tinju yang datang. Keringat mulai membasahi dahinya, tetapi matanya tetap fokus, penuh determinasi. Setiap langkahnya terasa ringan, seakan angin membawanya, sementara setiap tebasan pedangnya tepat sasaran, memotong udara dengan bunyi yang tajam.Pertempuran di dalam kabin semakin sengit. Suara benturan logam dan teriakan para Ninja bercampur dengan derak kayu yang mulai rusak. Kabin itu, yang awalnya sempit, kini terasa semakin mengecil dengan gerakan mere
Malam itu, di bawah sinar bulan yang redup, bayangan bergerak cepat menuju tempat penyewaan kapal dekat dermaga. Suasana di sana masih ramai, suara tawa dan obrolan keras para pemilik kapal yang asyik berjudi di tepi jalanan mengisi udara malam. Tidak ada yang menyadari bayangan itu hingga ia berhenti di depan mereka, tubuhnya tegak berdiri, memancarkan aura dingin yang memotong keriuhan.“Sudah penuh di sini, cari tempat lain!” seru salah satu penjudi tanpa mengangkat kepalanya, mengira bayangan itu sekadar penantang baru dalam permainan mereka. Tapi bayangan itu tak bergerak, tetap diam, menjadi pusat perhatian yang tak diinginkan oleh para penjudi.“Sudah kubilang, pergi atau aku hajar kau!” ancam si penjudi muda, darahnya mulai mendidih oleh gangguan yang dirasakannya. Namun, bayangan itu hanya menghela napas pelan, kata-katanya keluar seperti desis ular berbisa, “Kembalikan uangku! Kau telah berbuat curang, menghianati kesepakatan kita. Kembalikan, atau mati!”Penjudi muda itu me
#Hari Kesepuluh #Langit mendung menggantung rendah di atas Samudra Naga Sakti, menyembunyikan matahari yang seharusnya menjadi panduan bagi Shin Kui Long. Tanpa seorang nakhoda yang berpengalaman, pria yang dikenal sebagai Dewa Iblis Gerbang Neraka itu berjuang mengarahkan kapal tua di bawah kuasanya, menuju Pulau Naga Sakti yang misterius.Air laut yang tenang awalnya membuatnya merasa yakin bisa menavigasi kapal dengan baik. Namun, pikiran tentang Pak Tua yang sebelumnya menipunya terus menghantui benaknya. Shin Kui Long menggertakkan gigi, mengingat bagaimana orang tua itu berkata bahwa arah angin dan matahari akan membawanya ke tujuan. "Kalau saja kau jujur, Pak Tua, mungkin aku akan membayarmu lebih banyak. Tapi sekarang, kau mengkhianatiku," gerutunya, nada suaranya dipenuhi penyesalan bercampur kemarahan.Malam pertama di lautan, Shin Kui Long hanya bisa beristirahat dengan hati-hati, memastikan kapal tetap pada jalurnya saat matahari terbit. Lautan tetap tenang, seakan member
“Kuat sekali... Ini tidak akan mudah,” gumamnya, napasnya mulai terasa berat. Dia menyadari bahwa Kraken bukanlah lawan yang bisa dikalahkan dengan serangan biasa. Pergerakan makhluk itu, meskipun besar dan tampak lamban, dipenuhi dengan keakuratan dan kekuatan yang mematikan.Tiba-tiba, dari kedalaman samudra, muncul lebih banyak tentakel, mengitari kapal dari segala arah. Mereka meliuk-liuk seperti ular raksasa yang lapar, siap meremukkan kapal dan siapa pun di atasnya. Tak ada waktu untuk mundur. Shin Kui Long harus memilih: bertarung mati-matian atau menyerah pada nasib yang telah mengirimnya ke dalam cengkeraman maut ini.Shin Kui Long mengeluarkan jurus andalannya, "Dewa Penghancur Lautan", teknik yang mampu membelah air dan mengusir ombak dengan satu serangan dahsyat. Dia berdiri tegak di atas kapal, mengumpulkan semua kekuatannya hingga aura emas menyelubungi tubuhnya, menerangi kegelapan yang mulai menyelimuti lautan.Dengan teriakan penuh tekad, Shin Kui Long melepaskan puku
Kui Long dan Song Lien Hwa melanjutkan perjalanan mereka ke Lembah Api Abadi, lokasi artefak kedua. Lembah ini terkenal sebagai wilayah terlarang di Dunia Dewa, dikelilingi oleh api abadi yang tidak pernah padam. Bahkan udara di sana beracun, mematikan siapa pun yang tidak memiliki perlindungan kuat.Song Lien Hwa memandang lembah itu dengan raut tegang. "Api ini bukan api biasa. Ini adalah Api Abadi yang berasal dari energi kosmik. Bahkan kultivator tingkat tinggi pun akan sulit bertahan di sini."Kui Long mengangguk. "Itulah sebabnya artefak ini disembunyikan di sini. Tapi aku tidak akan berhenti hanya karena tantangan seperti ini."Keduanya melangkah ke lembah dengan perlindungan energi petir dan kegelapan. Setiap langkah membawa mereka lebih dalam ke panas yang menyengat, seolah-olah api itu mencoba menembus perlindungan mereka. Di tengah lembah, mereka menemukan sebuah altar batu yang dikelilingi oleh kolam lava mendidih. Di atas altar itu, artefak kedua bersinar dengan cahaya em
Kui Long berdiri di puncak Gunung Langit Biru, tubuhnya diselimuti aura gelap dan petir yang saling bertaut, menciptakan perpaduan energi yang memancarkan kekuatan luar biasa. Udara di sekelilingnya menjadi berat, dan bahkan Song Lien Hwa, yang biasanya tak tergoyahkan, merasakan getaran energi dari tubuh Kui Long."Ini... bukan kekuatan seorang manusia biasa," gumam Song Lien Hwa dengan nada bergetar.Kui Long membuka matanya perlahan. Cahaya merah keemasan menyala dari irisnya, melambangkan perpaduan sempurna antara kegelapan dan kekuatan petir. Pedang Kultivasi Kegelapan di tangannya bergetar seperti hidup, seolah-olah merayakan kembalinya pemilik sejatinya."Aku telah kembali," bisiknya dengan suara berat, yang terasa bergema di seantero gunung. "Aku adalah Dewa Iblis Gerbang Neraka."Namun, sebelum Kui Long bisa melanjutkan langkahnya, langit di atas mereka berubah menjadi gelap gulita. Awan hitam berputar-putar seperti pusaran raksasa, dan dari tengah pusaran itu muncul sosok be
Kui Long memutuskan untuk tetap tinggal di Kota Kahyangan sementara, membalas budi pada Song Lien Hwa yang telah membantunya dalam pertarungan dengan Shen Wu Hei. Namun, pikirannya selalu tertuju pada Pusaka Dewa Petir, artefak legendaris yang menjadi sumber kekuatan utama Song Lien Hwa dan sektenya, yang kini telah hilang selama bertahun-tahun."Jadi," kata Kui Long pada suatu malam saat mereka duduk di balkon paviliun, menikmati angin malam. "Pusaka Dewa Petirmu. Apa kau tahu siapa yang mencurinya?"Song Lien Hwa memandangnya tajam, matanya menyala dengan kilat amarah yang terpendam. "Itu adalah malam ketika gerbang sekte kami ditembus oleh bayangan yang tidak terdeteksi. Mereka bergerak seperti angin dan meninggalkan kehancuran. Pusaka itu hilang, dan sejak saat itu sekte kami kehilangan kekuatan terbesarnya."Kui Long mengangguk pelan. "Aku mendengar sesuatu yang serupa saat aku masih menjadi Dewa Iblis Gerbang Neraka. Ada desas-desus bahwa sebuah artefak petir diselundupkan kelua
Bayangan gelap yang muncul di cakrawala berubah menjadi sosok seorang pria berjubah hitam dengan mata merah menyala. Udara di sekitar mereka tiba-tiba menjadi berat, seperti dunia sendiri menolak kehadirannya. Kui Long langsung mengenali auranya."Shen Wu Hei," gumamnya dengan nada dingin. "Kau kembali."Shen Wu Hei, penjaga dimensi kegelapan. "Kui Long, aku tidak pernah benar-benar pergi. Apa kau pikir pertarungan di Ruang Kekekalan sudah cukup untuk mengakhiriku? Kini aku membawa kekuatan yang bahkan kau tidak bisa bayangkan."Song Lien Hwa mengangkat Pedang Petirnya, bersiap menyerang. "Siapa dia?" tanyanya dengan tajam.Kui Long menjawab tanpa berpaling dari Shen Liang. "Penjaga dimensi kegelapan yang tidak bisa musnah!”Shen Liang terkekeh, suara tawanya bergema seperti gema kehancuran. "Kau tidak akan bisa menghentikanku, Kui Long!”Shen Wu Hei mengangkat tangannya, dan dari tubuhnya keluar gelombang energi gelap yang menyelimuti langit. Petir hitam menyambar, menghantam tanah d
Langit memerah, seolah-olah bumi dan surga sendiri menyadari ancaman yang mendekat. Dari cakrawala, bayangan besar menyeruak ke langit, membentuk sosok raksasa yang mengerikan. Itu adalah Avatar Bayangan, sebuah manifestasi dari energi kegelapan yang selama ini tersegel di negeri itu. Suara gemuruhnya seperti ribuan jiwa yang merintih, menciptakan teror di setiap jiwa yang mendengar.Kui Long, yang baru saja kembali ke tubuh aslinya, masih merasakan lelah dari pertarungan melawan Song Kui. Namun, ia tidak punya pilihan. Dengan Pedang Kultivasi Kegelapan di tangannya, ia menatap sosok raksasa itu dengan tatapan penuh tekad."Ini... kekuatan yang dilepaskan Shen Liang," gumamnya. "Aku tidak bisa membiarkan ini menghancurkan dunia ini."Song Lien Hwa berdiri di sampingnya, menggenggam erat Pedang Petir miliknya. Energi petir yang menyelimuti pedangnya memancarkan cahaya biru yang memukau. "Aku akan membantumu, Kui Long. Kegelapan ini tidak hanya mengancammu, tapi juga semua yang ada di d
Song Kui berdiri dengan tubuh Kui Long yang asli, dikelilingi oleh aura kegelapan yang mengerikan. Mata merahnya menatap dingin ke arah Kui Long yang memegang Pedang Kultivasi Kegelapan, sementara Shen Liang berdiri tak jauh dengan tombak hitam yang berdenyut dengan energi destruktif."Lucu sekali," ejek Song Kui. "Kau sibuk mencoba menjadi pahlawan, sementara aku hidup lebih baik dalam tubuhmu. Kau harusnya menyerah saja."Kui Long tidak terprovokasi. Ia menggenggam pedangnya lebih erat, energi gelap dan cahaya yang bersatu di bilahnya bersinar semakin terang. "Kau mencuri tubuhku, Song Kui. Kau mencuri segalanya. Tapi aku akan mengambilnya kembali hari ini."Shen Liang tertawa sinis dari kejauhan. "Pertarungan ini semakin menarik. Kalau begitu, aku akan membiarkan kalian saling membunuh, lalu mengambil kekuatan yang tersisa untuk diriku sendiri."Namun, sebelum ada yang bisa bereaksi, Shen Liang mengayunkan tombaknya, menciptakan gelombang energi gelap yang menyapu ke arah Kui Long
Naga bayangan mengaum, menggetarkan seluruh gunung. Shen Liang berdiri di atas makhluk itu dengan senyum penuh kemenangan. Energi gelap menyelimuti tubuhnya, semakin menguatkan auranya yang memancar kehancuran.Kui Long dan Song Lien Hwa berdiri berdampingan, memandang makhluk raksasa itu dengan waspada. Pedang Kultivasi Kegelapan di tangan Kui Long bergetar, seolah merespons ancaman yang ada di depan mereka. Pedang Petir Song Lien Hwa memancarkan kilauan cahaya biru yang memancar seperti kilat, siap menyambar kapan saja."Kui Long," kata Song Lien Hwa, matanya tetap terpaku pada naga bayangan, "aku tahu kau keras kepala, tapi jika kita tidak bekerja sama dengan benar, kita tidak akan bertahan.""Aku tahu," balas Kui Long tanpa berpaling. "Kita harus menyerang bersamaan. Kau hadapi Shen Liang, aku akan menangani naga ini."Song Lien Hwa tersenyum tipis. "Berani sekali kau mengaturku." Namun, tidak ada tanda-tanda ketidaksenangan di suaranya. Hanya keyakinan."Kita tidak punya pilihan
Kui Long berdiri di puncak Gunung Kun Lun, tempat yang tertera pada gulungan kuno. Angin dingin menghempas, membawa aroma logam dari air terjun yang mengalir deras di bawahnya. Di depan matanya, sebuah pintu batu raksasa berdiri kokoh, dihiasi ukiran petir yang berkilauan saat diterpa cahaya bulan. Pintu itu tampaknya menjadi gerbang menuju tempat tersembunyinya Pusaka Dewa Petir.Namun, ia tidak sendiri. Langkah-langkah kaki yang nyaris tak terdengar muncul dari kegelapan. Kui Long segera mencabut Pedang Kultivasi Kegelapan.“Kau terlalu percaya diri datang ke sini sendirian, Kui Long,” suara dingin itu terdengar. Dari balik bayangan, Shen Liang muncul bersama tiga orang bertopeng. Aura gelap mengelilingi mereka, menunjukkan bahwa mereka adalah kultivator kegelapan tingkat tinggi.Kui Long menyipitkan matanya. “Kalian benar-benar tak pernah menyerah.”Shen Liang tersenyum sinis. “Bagaimana mungkin aku menyerah, ketika Pusaka Dewa Petir ada di depan mata? Dengan itu, aku bisa menjadi
Hari-hari di Kota Kahyangan berubah menjadi waktu penuh persiapan. Song Lien Hwa mengatur strategi pertahanan bersama para tetua sekte, sementara Kui Long menyelidiki jejak Shen Liang dan pasukannya. Namun, di tengah ketegangan itu, kabar baru datang dari utusan sekte-sekte kecil di sekitar Negeri Song: serangan misterius terus berlanjut. Desa demi desa dihancurkan, dan setiap kali, simbol tengkorak yang sama ditemukan di tempat kejadian.Suatu malam, Kui Long sedang duduk di taman belakang istana Song Lien Hwa. Angin malam membawa aroma bunga petir yang hanya mekar di Kota Kahyangan. Tapi pikirannya jauh dari ketenangan. Ia merenungkan kata-kata Shen Liang tentang Song Kui.“Jika Song Kui hanyalah pion, siapa yang sebenarnya mengendalikan semuanya?” pikirnya. Pedang Kultivasi Kegelapan yang tergantung di sisinya bergetar lembut, seolah memberi peringatan.“Apa yang kau pikirkan?” suara dingin namun lembut memecah keheningan. Kui Long menoleh dan melihat Song Lien Hwa berdiri di belak