Dewi Naga Shiu Ling telah mengagumi kehebatan Dewa Iblis Gerbang Neraka. Jadi, saat Dewa Iblis Gerbang Neraka tewas dikeroyok ribuan Immortal dan Pendekar, hatinya sangat terluka. Saat Shin Kui Long menyinggung Dewa Bandit yang menghina Dewa Ibis Neraka, hati Shiu Ling sangat senang. Sekarang ia baru teringat pemuda yang bersama Dewa Mabuk saat pertemuan Dewa Persilatan di Kota Pendekar."Ternyata yng menentang Dewa Bandit saat itu adalah kamu? Pantas aku tidak asing dengan wajahmu," ujar Dewi Naga sambil terkekeh pelan."Benar sekali, Ling'er ... sayang sekali Teratai Biru dan Mata Air Racun hilang saat kapalku hancur oleh kekuatan Kraken. Apa kamu bisa mengantarkanku ke Lembah Seribu Pedang dan Lembah Racun Surgawi?" tanya Shin Kui Long."Hihihi ... aku tidak akan mengantarkanmu ke sana melainkan langsung ke Pulau Arak!" "Kenapa? Tanpa dua bahan tersebut tidak akan bisa meracik ramuan untuk penawar racun Hidup yang sekarang meracuni Dewa Mabuk," ucap Shin Kui Long terheran-heran."
Malam itu terus berlalu. Bai Ling terus melesat melalui langit, membawa mereka semakin dekat ke Pulau Arak. Shin Kui Long tak bisa menghitung waktu dengan pasti, tapi rasanya baru beberapa jam saja mereka terbang, dan ia sudah bisa melihat siluet Pulau Arak yang mendekat di kejauhan. Cahaya samar dari pantai dan pepohonan mulai terlihat, memberi isyarat bahwa tujuan mereka sudah dekat.Saat mereka mendekati pulau, Bai Ling melambat, turun dengan anggun menuju pantai berpasir putih. Hembusan angin malam yang sejuk membawa aroma laut yang kuat, membaur dengan wangi tanah basah di daratan. Dengan satu gerakan halus, Bai Ling mendarat tanpa suara, menjejakkan kaki besarnya di pasir dengan lembut. Shin Kui Long merasakan tanah keras di bawah kakinya saat ia melompat turun, disusul oleh Shiu Ling yang turun dengan lincah."Ini dia, Pulau Arak," kata Shiu Ling, suaranya penuh keyakinan. "Dewa Mabuk pasti ada di tempatnya. Kita tak boleh menyia-nyiakan waktu."Shin Kui Long mengangguk. Dengan
Shin Kui Long menyaksikan perubahan luar biasa pada Dewa Mabuk, tubuh yang semula lemah kini kembali bugar seiring ramuan ajaib yang Shiu Ling racik bekerja dengan cepat. Perasaan lega membanjiri hatinya, tapi di tengah rasa lega itu, muncul pertanyaan yang tak terhindarkan—apa yang akan terjadi selanjutnya?Dewa Mabuk bangkit perlahan dari dipan bambu, meregangkan otot-ototnya yang terasa baru mendapatkan kekuatan kembali. Matanya memandang Dewi Naga dengan penuh rasa terima kasih. "Shiu Ling, kau telah melakukan sesuatu yang luar biasa. Bukan hanya nyawaku yang kau selamatkan, tapi mungkin seluruh pulau ini dari bencana yang tak terbayangkan. Racun Hidup itu sangat berbahaya, dan aku khawatir dampaknya akan menyebar lebih jauh jika tidak segera ditangani."Shiu Ling tersenyum simpul, mencoba merendah, "Aku hanya tidak ingin kehilanganmu, Kong Ming! Tanpa bantuan Bai Ling dan Long Shin, aku tak mungkin bisa sampai tepat waktu."Dewa Mabuk mengangguk, menyadari kebenaran itu. "Ya, Dew
Malam itu terasa lebih panjang dari biasanya, meski angin laut berhembus lembut, hati Shin Kui Long bergejolak tak menentu. Di dalam pondok sederhana tempat ia beristirahat, bayangan perjalanan menuju Kuil Naga Tua menghantui pikirannya. Kuil yang terletak di puncak Gunung Arak bukan sekadar kuil biasa—tempat itu penuh misteri, dikelilingi oleh kisah-kisah menakutkan tentang arwah-arwah penjaga yang tidak segan membunuh siapa pun yang dianggap tak layak.Shin Kui Long menatap langit-langit, suaranya dalam pikirannya terpecah antara keraguan dan rasa tanggung jawab. Jika ia gagal, tidak hanya hidupnya yang akan hilang, tapi mungkin pula masa depan yang telah ia perjuangkan. Namun, di balik rasa cemas itu, ada suara lain yang menguatkan, suara keberanian yang selalu mendorongnya maju dalam setiap ujian hidup."Tak ada jalan lain selain terus melangkah," gumamnya pelan.Tiba-tiba, suara ketukan lembut terdengar dari pintu pondok. Shin Kui Long duduk dan segera bangkit untuk membukanya. D
Perjalanan menuju puncak Gunung Arak terasa semakin mendebarkan. Bai Ling, sang naga putih, melesat cepat melalui kabut tebal, membawa Shiu Ling dan Shin Kui Long melintasi jurang-jurang dan hutan-hutan yang menakutkan. Mereka sedang dalam misi mencari Ilmu Jiwa Sutra, sebuah ilmu rahasia yang telah lama hilang. Ilmu ini dipercaya memiliki kemampuan luar biasa yaitu dapat menghidupkan kembali kultivasi dalam tubuh yang rusak, memperbaiki meridian, dan memulihkan dantian yang hancur—ilmu yang tak ternilai bagi Shin Kui Long, yang harus segera menghadapi Dewa Bandit yang sangat kuat.Shin Kui Long bisa memanfaatkan ilmu di dalam Kitab Ilmu Jiwa Sutra untuk meningkatkan kultivasi di dalam tubuh pemuda yang lemah dan rusak ini.Bai Ling turun perlahan di dekat sebuah kuil kuno yang tersembunyi di puncak Gunung Arak. Tempat ini dijaga oleh berbagai arwah penjaga dan dihuni oleh kekuatan yang tidak bisa dianggap enteng. Shiu Ling turun lebih dulu, lalu menoleh ke arah Shin Kui Long yang ten
Namun sebelum ia bisa menyentuh kitab itu, sebuah sosok besar muncul di hadapannya—penjaga terakhir, naga raksasa yang terbuat dari energi murni, matanya bersinar dengan kebencian yang mendalam. Naga ini bukanlah makhluk biasa. Ia adalah penjaga terakhir dari ilmu tersebut, dan hanya yang benar-benar layak yang bisa mengambilnya.Shin Kui Long tahu bahwa ini adalah ujian terakhirnya. Dengan tekad yang membara dan keberanian yang tak tergoyahkan, ia bersiap untuk menghadapi naga raksasa itu, dengan satu tujuan di pikirannya: untuk menguasai Ilmu Jiwa Sutra dan mengalahkan Dewa Bandit demi keselamatan dunia persilatan.Naga energi murni yang muncul di hadapan Shin Kui Long berdiri dengan kemegahan dan keangkeran luar biasa. Sisiknya berkilauan, dan setiap hembusan napasnya memancarkan kekuatan yang dapat menghancurkan pegunungan. Shin Kui Long dapat merasakan aura naga tersebut, yang jauh lebih kuat dari apa pun yang pernah ia hadapi sebelumnya.Di sisi lain, kitab Ilmu Jiwa Sutra berki
Shin Kui Long dan Shiu Ling tiba di Pulau Arak dengan tenang, tanpa menghadapi rintangan yang berarti. Udara di pulau tersebut terasa berat oleh aura spiritual yang kuat, namun itu tak mengganggu perjalanan mereka. Ketika mereka bertemu dengan Dewa Mabuk, sosok tua yang penuh kebijaksanaan, Dewa Mabuk segera menyadari bahwa tantangan selanjutnya yang harus dihadapi oleh Shin Kui Long adalah sesuatu yang lebih besar daripada sekadar ilmu kultivasi yang ia peroleh."Aku tahu kau telah mendapatkan Ilmu Jiwa Sutra, ilmu kuno yang luar biasa kuat," kata Dewa Mabuk, matanya yang keruh menatap tajam ke arah Shin Kui Long. "Namun, untuk menghadapi Dewa Bandit, kau membutuhkan lebih dari sekadar kultivasi. Kau perlu mempelajari teknik yang bisa menghancurkan pertahanan ilmunya. Aku sarankan kau bertemu dengan Dewa Pendekar di Pegunungan Pendekar."Shin Kui Long mengangguk dengan tegas. "Dewa Pendekar? Ilmu apa yang bisa ia ajarkan padaku?""Tapak Pendekar Sakti, sebuah teknik yang telah melege
Shin Kui Long berdiri di hadapan Dewa Pendekar Wei Lin di tengah-tengah Pegunungan Pendekar, tempat yang tenang namun penuh energi. Angin lembut berhembus, membuat pepohonan bergoyang pelan, dan kabut tipis menutupi pemandangan di kejauhan. Di sinilah ia akan mempelajari Tapak Pendekar Sakti, teknik yang telah melegenda selama berabad-abad.Wei Lin, seorang pria paruh baya yang masih gagah dengan mata tajam penuh pengalaman, melangkah mendekat. "Kui Long, siapkah kau? Jurus-jurus ini bukan hanya soal teknik dan kekuatan fisik, tapi soal bagaimana kau memadukan pikiran, tenaga dalam, dan keberanian."Kui Long mengangguk tegas. "Aku siap, Dewa Pendekar."Wei Lin mengangkat tangannya perlahan. "Jurus pertama adalah Tapak Langit Membelah Gunung. Ini adalah fondasi dari semua jurus lainnya. Kau harus memusatkan seluruh tenaga dalammu ke telapak tangan. Rasakan kekuatan yang kau serap dari bumi dan langit, lalu salurkan ke tanganmu."Kui Long mengikuti petunjuknya. Ia memusatkan energi dari
Kui Long dan Song Lien Hwa melanjutkan perjalanan mereka ke Lembah Api Abadi, lokasi artefak kedua. Lembah ini terkenal sebagai wilayah terlarang di Dunia Dewa, dikelilingi oleh api abadi yang tidak pernah padam. Bahkan udara di sana beracun, mematikan siapa pun yang tidak memiliki perlindungan kuat.Song Lien Hwa memandang lembah itu dengan raut tegang. "Api ini bukan api biasa. Ini adalah Api Abadi yang berasal dari energi kosmik. Bahkan kultivator tingkat tinggi pun akan sulit bertahan di sini."Kui Long mengangguk. "Itulah sebabnya artefak ini disembunyikan di sini. Tapi aku tidak akan berhenti hanya karena tantangan seperti ini."Keduanya melangkah ke lembah dengan perlindungan energi petir dan kegelapan. Setiap langkah membawa mereka lebih dalam ke panas yang menyengat, seolah-olah api itu mencoba menembus perlindungan mereka. Di tengah lembah, mereka menemukan sebuah altar batu yang dikelilingi oleh kolam lava mendidih. Di atas altar itu, artefak kedua bersinar dengan cahaya em
Kui Long berdiri di puncak Gunung Langit Biru, tubuhnya diselimuti aura gelap dan petir yang saling bertaut, menciptakan perpaduan energi yang memancarkan kekuatan luar biasa. Udara di sekelilingnya menjadi berat, dan bahkan Song Lien Hwa, yang biasanya tak tergoyahkan, merasakan getaran energi dari tubuh Kui Long."Ini... bukan kekuatan seorang manusia biasa," gumam Song Lien Hwa dengan nada bergetar.Kui Long membuka matanya perlahan. Cahaya merah keemasan menyala dari irisnya, melambangkan perpaduan sempurna antara kegelapan dan kekuatan petir. Pedang Kultivasi Kegelapan di tangannya bergetar seperti hidup, seolah-olah merayakan kembalinya pemilik sejatinya."Aku telah kembali," bisiknya dengan suara berat, yang terasa bergema di seantero gunung. "Aku adalah Dewa Iblis Gerbang Neraka."Namun, sebelum Kui Long bisa melanjutkan langkahnya, langit di atas mereka berubah menjadi gelap gulita. Awan hitam berputar-putar seperti pusaran raksasa, dan dari tengah pusaran itu muncul sosok be
Kui Long memutuskan untuk tetap tinggal di Kota Kahyangan sementara, membalas budi pada Song Lien Hwa yang telah membantunya dalam pertarungan dengan Shen Wu Hei. Namun, pikirannya selalu tertuju pada Pusaka Dewa Petir, artefak legendaris yang menjadi sumber kekuatan utama Song Lien Hwa dan sektenya, yang kini telah hilang selama bertahun-tahun."Jadi," kata Kui Long pada suatu malam saat mereka duduk di balkon paviliun, menikmati angin malam. "Pusaka Dewa Petirmu. Apa kau tahu siapa yang mencurinya?"Song Lien Hwa memandangnya tajam, matanya menyala dengan kilat amarah yang terpendam. "Itu adalah malam ketika gerbang sekte kami ditembus oleh bayangan yang tidak terdeteksi. Mereka bergerak seperti angin dan meninggalkan kehancuran. Pusaka itu hilang, dan sejak saat itu sekte kami kehilangan kekuatan terbesarnya."Kui Long mengangguk pelan. "Aku mendengar sesuatu yang serupa saat aku masih menjadi Dewa Iblis Gerbang Neraka. Ada desas-desus bahwa sebuah artefak petir diselundupkan kelua
Bayangan gelap yang muncul di cakrawala berubah menjadi sosok seorang pria berjubah hitam dengan mata merah menyala. Udara di sekitar mereka tiba-tiba menjadi berat, seperti dunia sendiri menolak kehadirannya. Kui Long langsung mengenali auranya."Shen Wu Hei," gumamnya dengan nada dingin. "Kau kembali."Shen Wu Hei, penjaga dimensi kegelapan. "Kui Long, aku tidak pernah benar-benar pergi. Apa kau pikir pertarungan di Ruang Kekekalan sudah cukup untuk mengakhiriku? Kini aku membawa kekuatan yang bahkan kau tidak bisa bayangkan."Song Lien Hwa mengangkat Pedang Petirnya, bersiap menyerang. "Siapa dia?" tanyanya dengan tajam.Kui Long menjawab tanpa berpaling dari Shen Liang. "Penjaga dimensi kegelapan yang tidak bisa musnah!”Shen Liang terkekeh, suara tawanya bergema seperti gema kehancuran. "Kau tidak akan bisa menghentikanku, Kui Long!”Shen Wu Hei mengangkat tangannya, dan dari tubuhnya keluar gelombang energi gelap yang menyelimuti langit. Petir hitam menyambar, menghantam tanah d
Langit memerah, seolah-olah bumi dan surga sendiri menyadari ancaman yang mendekat. Dari cakrawala, bayangan besar menyeruak ke langit, membentuk sosok raksasa yang mengerikan. Itu adalah Avatar Bayangan, sebuah manifestasi dari energi kegelapan yang selama ini tersegel di negeri itu. Suara gemuruhnya seperti ribuan jiwa yang merintih, menciptakan teror di setiap jiwa yang mendengar.Kui Long, yang baru saja kembali ke tubuh aslinya, masih merasakan lelah dari pertarungan melawan Song Kui. Namun, ia tidak punya pilihan. Dengan Pedang Kultivasi Kegelapan di tangannya, ia menatap sosok raksasa itu dengan tatapan penuh tekad."Ini... kekuatan yang dilepaskan Shen Liang," gumamnya. "Aku tidak bisa membiarkan ini menghancurkan dunia ini."Song Lien Hwa berdiri di sampingnya, menggenggam erat Pedang Petir miliknya. Energi petir yang menyelimuti pedangnya memancarkan cahaya biru yang memukau. "Aku akan membantumu, Kui Long. Kegelapan ini tidak hanya mengancammu, tapi juga semua yang ada di d
Song Kui berdiri dengan tubuh Kui Long yang asli, dikelilingi oleh aura kegelapan yang mengerikan. Mata merahnya menatap dingin ke arah Kui Long yang memegang Pedang Kultivasi Kegelapan, sementara Shen Liang berdiri tak jauh dengan tombak hitam yang berdenyut dengan energi destruktif."Lucu sekali," ejek Song Kui. "Kau sibuk mencoba menjadi pahlawan, sementara aku hidup lebih baik dalam tubuhmu. Kau harusnya menyerah saja."Kui Long tidak terprovokasi. Ia menggenggam pedangnya lebih erat, energi gelap dan cahaya yang bersatu di bilahnya bersinar semakin terang. "Kau mencuri tubuhku, Song Kui. Kau mencuri segalanya. Tapi aku akan mengambilnya kembali hari ini."Shen Liang tertawa sinis dari kejauhan. "Pertarungan ini semakin menarik. Kalau begitu, aku akan membiarkan kalian saling membunuh, lalu mengambil kekuatan yang tersisa untuk diriku sendiri."Namun, sebelum ada yang bisa bereaksi, Shen Liang mengayunkan tombaknya, menciptakan gelombang energi gelap yang menyapu ke arah Kui Long
Naga bayangan mengaum, menggetarkan seluruh gunung. Shen Liang berdiri di atas makhluk itu dengan senyum penuh kemenangan. Energi gelap menyelimuti tubuhnya, semakin menguatkan auranya yang memancar kehancuran.Kui Long dan Song Lien Hwa berdiri berdampingan, memandang makhluk raksasa itu dengan waspada. Pedang Kultivasi Kegelapan di tangan Kui Long bergetar, seolah merespons ancaman yang ada di depan mereka. Pedang Petir Song Lien Hwa memancarkan kilauan cahaya biru yang memancar seperti kilat, siap menyambar kapan saja."Kui Long," kata Song Lien Hwa, matanya tetap terpaku pada naga bayangan, "aku tahu kau keras kepala, tapi jika kita tidak bekerja sama dengan benar, kita tidak akan bertahan.""Aku tahu," balas Kui Long tanpa berpaling. "Kita harus menyerang bersamaan. Kau hadapi Shen Liang, aku akan menangani naga ini."Song Lien Hwa tersenyum tipis. "Berani sekali kau mengaturku." Namun, tidak ada tanda-tanda ketidaksenangan di suaranya. Hanya keyakinan."Kita tidak punya pilihan
Kui Long berdiri di puncak Gunung Kun Lun, tempat yang tertera pada gulungan kuno. Angin dingin menghempas, membawa aroma logam dari air terjun yang mengalir deras di bawahnya. Di depan matanya, sebuah pintu batu raksasa berdiri kokoh, dihiasi ukiran petir yang berkilauan saat diterpa cahaya bulan. Pintu itu tampaknya menjadi gerbang menuju tempat tersembunyinya Pusaka Dewa Petir.Namun, ia tidak sendiri. Langkah-langkah kaki yang nyaris tak terdengar muncul dari kegelapan. Kui Long segera mencabut Pedang Kultivasi Kegelapan.“Kau terlalu percaya diri datang ke sini sendirian, Kui Long,” suara dingin itu terdengar. Dari balik bayangan, Shen Liang muncul bersama tiga orang bertopeng. Aura gelap mengelilingi mereka, menunjukkan bahwa mereka adalah kultivator kegelapan tingkat tinggi.Kui Long menyipitkan matanya. “Kalian benar-benar tak pernah menyerah.”Shen Liang tersenyum sinis. “Bagaimana mungkin aku menyerah, ketika Pusaka Dewa Petir ada di depan mata? Dengan itu, aku bisa menjadi
Hari-hari di Kota Kahyangan berubah menjadi waktu penuh persiapan. Song Lien Hwa mengatur strategi pertahanan bersama para tetua sekte, sementara Kui Long menyelidiki jejak Shen Liang dan pasukannya. Namun, di tengah ketegangan itu, kabar baru datang dari utusan sekte-sekte kecil di sekitar Negeri Song: serangan misterius terus berlanjut. Desa demi desa dihancurkan, dan setiap kali, simbol tengkorak yang sama ditemukan di tempat kejadian.Suatu malam, Kui Long sedang duduk di taman belakang istana Song Lien Hwa. Angin malam membawa aroma bunga petir yang hanya mekar di Kota Kahyangan. Tapi pikirannya jauh dari ketenangan. Ia merenungkan kata-kata Shen Liang tentang Song Kui.“Jika Song Kui hanyalah pion, siapa yang sebenarnya mengendalikan semuanya?” pikirnya. Pedang Kultivasi Kegelapan yang tergantung di sisinya bergetar lembut, seolah memberi peringatan.“Apa yang kau pikirkan?” suara dingin namun lembut memecah keheningan. Kui Long menoleh dan melihat Song Lien Hwa berdiri di belak