Iblis Kultivator menyerang lebih dulu. Makhluk itu melontarkan sepasang tangan kabutnya ke arah Kui Long, yang segera menghindar dengan langkah ringan. Tapi serangan itu tidak berhenti di situ; tangan kabut berubah menjadi puluhan duri tajam yang mengejar Kui Long seperti anak panah. Dengan kecepatan luar biasa, Kui Long menangkis beberapa duri dengan pedangnya sambil melompat ke udara untuk menghindari sisanya.Saat tubuhnya masih melayang, Kui Long menghunuskan pedangnya, memancarkan gelombang energi abu-abu yang menyapu ke arah Iblis Kultivator. Serangan itu berhasil menembus tubuh kabut makhluk tersebut, namun bukannya terluka, Iblis Kultivator justru menyerap energi itu. Tawa mengerikan keluar dari makhluk itu, membuat Kui Long menyadari bahaya yang lebih besar.“Energi terang dan gelapmu hanya akan memperkuatku,” kata Iblis Kultivator dengan suara dingin. “Berjuanglah sekuat apapun, kau tak akan menang.”Kui Long mengepalkan tangan. “Kita lihat siapa yang akan bertahan.”Iblis K
Kui Long menatap Putri Shu, yang kini berdiri anggun namun mengancam. Sosoknya yang dulu penuh kasih kini berubah menjadi makhluk dengan rambut putih seperti salju, kulit pucat, dan mata merah menyala. Kekuatan gelap menguar dari tubuhnya, seolah mengguncang setiap molekul udara di sekitar mereka. Tanah di bawah kaki mereka retak, dan energi iblis memenuhi Lembah Jiwa Hitam."Kui Long," suara Putri Shu menggema, dingin dan menusuk. "Kau yang menciptakan diriku seperti sekarang ini. Sekarang, kau yang harus menanggung akibatnya."Tanpa peringatan, Putri Shu mengangkat tangannya, dan serangkaian pedang energi hitam meluncur dari udara, berdesir dengan kecepatan mematikan. Kui Long menghindar dengan sigap, tubuhnya melesat seperti kilat, menggunakan teknik Ilmu Bayangan Halilintar. Pedang-pedang itu menghantam tanah, menciptakan ledakan dahsyat yang menghancurkan apa saja di sekitarnya."Kau telah menjadi monster, Shu!" Kui Long berteriak, tangan kanannya menyala dengan aura emas. Dia me
Kui Long memutar tubuhnya dengan kecepatan kilat, melancarkan pukulan mematikan ke arah Putri Shu yang melayang di udara. Gelombang energi dari serangan itu meretakkan tanah di bawah mereka, menciptakan jurang yang semakin lebar. Namun, Putri Shu hanya tertawa dingin, melesat turun dengan pedangnya yang bersinar merah pekat, penuh energi iblis."Kui Long, ini bukan hanya kekuatanku," ucapnya, suaranya menggema dengan nuansa makhluk lain yang menyeramkan. "Ini adalah kehendak kegelapan itu sendiri."Dia mengayunkan pedangnya dengan kekuatan yang cukup untuk membelah gunung. Serangan itu melepaskan semburan energi iblis yang mengoyak langit, menghancurkan segala yang ada di jalurnya. Kui Long menangkisnya dengan tangan kosong, tapi dampaknya membuat tubuhnya terpental beberapa meter ke belakang."Kau pikir kegelapan bisa mengalahkan cahaya begitu mudah?" Kui Long berdiri dengan nafas terengah, tangannya bersinar terang, penuh dengan Qi Nirvana Surya. "Aku telah melampaui batas diriku de
Kui Long berdiri di tengah kawah yang terbentuk dari ledakan terakhir, tubuhnya gemetar akibat kelelahan, tapi matanya tetap penuh tekad. Dari seberang, Putri Shu bangkit perlahan, wajahnya dipenuhi amarah yang murni. Rambut putihnya berkibar liar, memancarkan aura iblis yang begitu pekat hingga udara di sekitarnya bergetar."Kau pikir bisa menyelamatkanku dengan cahaya itu?" ejeknya dengan senyum yang menusuk. "Cahaya hanya membuat kegelapan ini semakin haus akan kehancuran."Putri Shu mengangkat kedua tangannya, menciptakan pusaran energi gelap yang menghisap segalanya. Dimensi Kegelapan Abadi, sebuah jurus yang menciptakan ruang alternatif penuh kegelapan murni. Langit menghilang, dan mereka berdua kini berada di dunia gelap tanpa batas, di mana hanya kilatan energi iblis dan Qi surya yang saling bertabrakan menjadi sumber cahaya.Kui Long merasakan tekanan luar biasa. Setiap tarikan napas seperti menyerap kegelapan ke dalam tubuhnya. Dia tahu, jika terlalu lama berada di sini, tub
Kui Long terjatuh ke tanah, napasnya tersengal-sengal. Dia menatap Putri Shu yang juga terduduk dengan darah mengalir di sudut bibirnya.Pertarungan mereka belum selesai, tapi keduanya tahu bahwa akhir dari pertarungan ini akan mengubah dunia—entah menuju kehancuran total atau keseimbangan yang baru.Putri Shu menghapus darah dari sudut bibirnya, matanya bersinar merah tajam, seperti bara api yang siap meledak kapan saja. Dengan satu gerakan tangan, rambut putihnya melesat liar, memanjang dan berkelok-kelok seperti ular yang hidup. Dari rambut itu, aura iblis memancar, menciptakan tekanan luar biasa yang membuat tanah di sekitar mereka retak."Kui Long," suara Putri Shu terdengar dingin dan menghantui, "kau pikir dirimu pantas melawanku? Kau hanya membawa kehancuran, dan aku adalah kehancuran itu sendiri!"Dengan satu gerakan tangan, dia melancarkan Tapak Iblis Rambut Putih, sebuah teknik yang memanfaatkan rambutnya sebagai medium serangan. Rambut-rambut itu membentuk tapak raksasa, m
Putri Shu mengangkat kedua tangannya, dan rambut putihnya yang panjang mengembang liar di sekitarnya, menciptakan pusaran angin iblis yang menderu-deru. Rambut itu tidak lagi hanya menjadi senjata, tetapi kini menjelma menjadi sosok-sosok bayangan yang menyerupai makhluk iblis. Bayangan-bayangan itu melesat ke arah Kui Long dengan kecepatan yang sulit diikuti mata."Dunia ini sudah hancur! Tidak ada yang bisa menyelamatkannya, Kui Long!" teriak Putri Shu, suaranya menggelegar, menggema di langit yang kini dipenuhi awan kelam.Kui Long, dengan napas tersengal, menyiapkan teknik terakhirnya. Dalam kondisi terluka parah, dia mengumpulkan Qi-nya hingga ke titik maksimum. Tubuhnya memancarkan cahaya keemasan yang memukau, dan gerakannya mulai semakin tak terduga. Ini adalah puncak dari Jurus Dewa Mabuk Kultivator: Langkah Cahaya Surgawi, di mana setiap langkahnya menjadi senjata yang mematikan, menghancurkan energi gelap di sekitarnya.Makhluk-makhluk iblis yang diciptakan oleh rambut Putr
Kui Long terbaring dalam keheningan, mendengarkan angin yang berhembus lembut, membawa bau tanah hangus dan kehancuran. Tubuhnya terasa seperti dihantam gunung, tetapi pikirannya tetap jernih. Dia menatap langit, menyaksikan cahaya matahari yang perlahan menembus awan kelam.Pikirannya melayang ke Negeri Song, tempat yang sangat istimewa di hatinya. Terutama terhadap Dewi Naga yang setia untuk menunggunya kembali. Ia juga belum menuntaskan janji kepada Yin Yin.Namun, kedamaian itu tidak berlangsung lama. Dari kejauhan, terdengar suara derap langkah cepat. Kui Long mencoba mengangkat kepalanya dan melihat sosok-sosok mendekat. Mereka adalah murid-murid dari Sekte Langit Emas, dipimpin oleh Zhang Yue, seorang pemimpin muda yang dikenal dengan kecerdasannya.“Dewa Iblis Gerbang Neraka!” seru Zhang Yue, wajahnya penuh kekhawatiran. Dia segera berlutut di samping Kui Long, memeriksa keadaannya. “Kau masih hidup, syukurlah.”Kui Long tersenyum tipis meski rasa sakit menjalari seluruh tubuh
Beberapa hari berlalu. Kui Long dirawat di sebuah tempat perlindungan rahasia yang dijaga ketat oleh murid-murid Sekte Langit Keemasan. Tubuhnya mulai pulih, meski rasa sakit masih sering datang. Zhang Yue sering mengunjunginya, membawa laporan tentang pergerakan Putri Shu dan tanda-tanda aktivitas kegelapan lainnya di Negeri Shu.“Ketua,” kata Zhang Yue suatu hari, “para tetua sekte sudah mengadakan pertemuan darurat. Mereka ingin kau hadir di Dewan Kultivator Agung. Kekuatanmu dan pengalamanmu melawan Putri Shu sangat berharga untuk strategi mereka.”"Jangan memanggilku Ketua, kamu tetap ketua Sekte Langit Emas!" ucap Kui Long dengan tulus."Tapi, Ketua ... kami telah lama menunggu kembalinya ketua!" bantah Zhang Yue.Kui Long mengangguk pelan. “Aku akan pergi. Jadi aku belum bisa memimpin kalian sekarang, tapi aku janji akan tetap menjadi bagian dari Sekte Langit Emas. Semua ini bukan hanya tentang strategi. Aku perlu mencari tahu sumber kekuatan Putri Shu. Jika kita hanya bertahan
Kui Long memutuskan untuk tetap tinggal di Kota Kahyangan sementara, membalas budi pada Song Lien Hwa yang telah membantunya dalam pertarungan dengan Shen Wu Hei. Namun, pikirannya selalu tertuju pada Pusaka Dewa Petir, artefak legendaris yang menjadi sumber kekuatan utama Song Lien Hwa dan sektenya, yang kini telah hilang selama bertahun-tahun."Jadi," kata Kui Long pada suatu malam saat mereka duduk di balkon paviliun, menikmati angin malam. "Pusaka Dewa Petirmu. Apa kau tahu siapa yang mencurinya?"Song Lien Hwa memandangnya tajam, matanya menyala dengan kilat amarah yang terpendam. "Itu adalah malam ketika gerbang sekte kami ditembus oleh bayangan yang tidak terdeteksi. Mereka bergerak seperti angin dan meninggalkan kehancuran. Pusaka itu hilang, dan sejak saat itu sekte kami kehilangan kekuatan terbesarnya."Kui Long mengangguk pelan. "Aku mendengar sesuatu yang serupa saat aku masih menjadi Dewa Iblis Gerbang Neraka. Ada desas-desus bahwa sebuah artefak petir diselundupkan kelua
Bayangan gelap yang muncul di cakrawala berubah menjadi sosok seorang pria berjubah hitam dengan mata merah menyala. Udara di sekitar mereka tiba-tiba menjadi berat, seperti dunia sendiri menolak kehadirannya. Kui Long langsung mengenali auranya."Shen Wu Hei," gumamnya dengan nada dingin. "Kau kembali."Shen Wu Hei, penjaga dimensi kegelapan. "Kui Long, aku tidak pernah benar-benar pergi. Apa kau pikir pertarungan di Ruang Kekekalan sudah cukup untuk mengakhiriku? Kini aku membawa kekuatan yang bahkan kau tidak bisa bayangkan."Song Lien Hwa mengangkat Pedang Petirnya, bersiap menyerang. "Siapa dia?" tanyanya dengan tajam.Kui Long menjawab tanpa berpaling dari Shen Liang. "Penjaga dimensi kegelapan yang tidak bisa musnah!”Shen Liang terkekeh, suara tawanya bergema seperti gema kehancuran. "Kau tidak akan bisa menghentikanku, Kui Long!”Shen Wu Hei mengangkat tangannya, dan dari tubuhnya keluar gelombang energi gelap yang menyelimuti langit. Petir hitam menyambar, menghantam tanah d
Langit memerah, seolah-olah bumi dan surga sendiri menyadari ancaman yang mendekat. Dari cakrawala, bayangan besar menyeruak ke langit, membentuk sosok raksasa yang mengerikan. Itu adalah Avatar Bayangan, sebuah manifestasi dari energi kegelapan yang selama ini tersegel di negeri itu. Suara gemuruhnya seperti ribuan jiwa yang merintih, menciptakan teror di setiap jiwa yang mendengar.Kui Long, yang baru saja kembali ke tubuh aslinya, masih merasakan lelah dari pertarungan melawan Song Kui. Namun, ia tidak punya pilihan. Dengan Pedang Kultivasi Kegelapan di tangannya, ia menatap sosok raksasa itu dengan tatapan penuh tekad."Ini... kekuatan yang dilepaskan Shen Liang," gumamnya. "Aku tidak bisa membiarkan ini menghancurkan dunia ini."Song Lien Hwa berdiri di sampingnya, menggenggam erat Pedang Petir miliknya. Energi petir yang menyelimuti pedangnya memancarkan cahaya biru yang memukau. "Aku akan membantumu, Kui Long. Kegelapan ini tidak hanya mengancammu, tapi juga semua yang ada di d
Song Kui berdiri dengan tubuh Kui Long yang asli, dikelilingi oleh aura kegelapan yang mengerikan. Mata merahnya menatap dingin ke arah Kui Long yang memegang Pedang Kultivasi Kegelapan, sementara Shen Liang berdiri tak jauh dengan tombak hitam yang berdenyut dengan energi destruktif."Lucu sekali," ejek Song Kui. "Kau sibuk mencoba menjadi pahlawan, sementara aku hidup lebih baik dalam tubuhmu. Kau harusnya menyerah saja."Kui Long tidak terprovokasi. Ia menggenggam pedangnya lebih erat, energi gelap dan cahaya yang bersatu di bilahnya bersinar semakin terang. "Kau mencuri tubuhku, Song Kui. Kau mencuri segalanya. Tapi aku akan mengambilnya kembali hari ini."Shen Liang tertawa sinis dari kejauhan. "Pertarungan ini semakin menarik. Kalau begitu, aku akan membiarkan kalian saling membunuh, lalu mengambil kekuatan yang tersisa untuk diriku sendiri."Namun, sebelum ada yang bisa bereaksi, Shen Liang mengayunkan tombaknya, menciptakan gelombang energi gelap yang menyapu ke arah Kui Long
Naga bayangan mengaum, menggetarkan seluruh gunung. Shen Liang berdiri di atas makhluk itu dengan senyum penuh kemenangan. Energi gelap menyelimuti tubuhnya, semakin menguatkan auranya yang memancar kehancuran.Kui Long dan Song Lien Hwa berdiri berdampingan, memandang makhluk raksasa itu dengan waspada. Pedang Kultivasi Kegelapan di tangan Kui Long bergetar, seolah merespons ancaman yang ada di depan mereka. Pedang Petir Song Lien Hwa memancarkan kilauan cahaya biru yang memancar seperti kilat, siap menyambar kapan saja."Kui Long," kata Song Lien Hwa, matanya tetap terpaku pada naga bayangan, "aku tahu kau keras kepala, tapi jika kita tidak bekerja sama dengan benar, kita tidak akan bertahan.""Aku tahu," balas Kui Long tanpa berpaling. "Kita harus menyerang bersamaan. Kau hadapi Shen Liang, aku akan menangani naga ini."Song Lien Hwa tersenyum tipis. "Berani sekali kau mengaturku." Namun, tidak ada tanda-tanda ketidaksenangan di suaranya. Hanya keyakinan."Kita tidak punya pilihan
Kui Long berdiri di puncak Gunung Kun Lun, tempat yang tertera pada gulungan kuno. Angin dingin menghempas, membawa aroma logam dari air terjun yang mengalir deras di bawahnya. Di depan matanya, sebuah pintu batu raksasa berdiri kokoh, dihiasi ukiran petir yang berkilauan saat diterpa cahaya bulan. Pintu itu tampaknya menjadi gerbang menuju tempat tersembunyinya Pusaka Dewa Petir.Namun, ia tidak sendiri. Langkah-langkah kaki yang nyaris tak terdengar muncul dari kegelapan. Kui Long segera mencabut Pedang Kultivasi Kegelapan.“Kau terlalu percaya diri datang ke sini sendirian, Kui Long,” suara dingin itu terdengar. Dari balik bayangan, Shen Liang muncul bersama tiga orang bertopeng. Aura gelap mengelilingi mereka, menunjukkan bahwa mereka adalah kultivator kegelapan tingkat tinggi.Kui Long menyipitkan matanya. “Kalian benar-benar tak pernah menyerah.”Shen Liang tersenyum sinis. “Bagaimana mungkin aku menyerah, ketika Pusaka Dewa Petir ada di depan mata? Dengan itu, aku bisa menjadi
Hari-hari di Kota Kahyangan berubah menjadi waktu penuh persiapan. Song Lien Hwa mengatur strategi pertahanan bersama para tetua sekte, sementara Kui Long menyelidiki jejak Shen Liang dan pasukannya. Namun, di tengah ketegangan itu, kabar baru datang dari utusan sekte-sekte kecil di sekitar Negeri Song: serangan misterius terus berlanjut. Desa demi desa dihancurkan, dan setiap kali, simbol tengkorak yang sama ditemukan di tempat kejadian.Suatu malam, Kui Long sedang duduk di taman belakang istana Song Lien Hwa. Angin malam membawa aroma bunga petir yang hanya mekar di Kota Kahyangan. Tapi pikirannya jauh dari ketenangan. Ia merenungkan kata-kata Shen Liang tentang Song Kui.“Jika Song Kui hanyalah pion, siapa yang sebenarnya mengendalikan semuanya?” pikirnya. Pedang Kultivasi Kegelapan yang tergantung di sisinya bergetar lembut, seolah memberi peringatan.“Apa yang kau pikirkan?” suara dingin namun lembut memecah keheningan. Kui Long menoleh dan melihat Song Lien Hwa berdiri di belak
Hari itu, angin di Kota Kahyangan bertiup lebih dingin dari biasanya. Kui Long berdiri di tepi tebing kecil, memandang luas dataran yang diterangi sinar matahari pagi. Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama. Gong besar di alun-alun kota berbunyi nyaring, sebuah tanda darurat yang jarang terdengar.Di dalam istana, Song Lien Hwa bergegas menuju aula utama. Para tetua dan murid sekte sudah berkumpul dengan wajah penuh kekhawatiran. Kui Long menyusul dengan langkah cepat, merasakan hawa gelisah yang meliputi ruangan itu.Seorang utusan muda, pakaiannya compang-camping dan tubuhnya penuh luka, bersujud di hadapan Song Lien Hwa. “Yang Mulia Pemimpin Sekte, aku membawa kabar buruk. Desa Qilin diserang oleh pasukan misterius. Mereka mengenakan jubah hitam dengan simbol tengkorak. Tidak ada yang selamat.”Kata-kata itu membuat seluruh aula hening. Song Lien Hwa mengepalkan tinjunya. Desa Qilin adalah desa kecil di pinggiran Kota Kahyangan, tempat para petani dan pedagang biasa hidup den
Song Lien Hwa berdiri di balkon istananya, mengenakan jubah putih bersulam petir berwarna emas. Tatapannya kosong menembus horizon Kota Kahyangan yang gemerlap. Malam itu, bintang-bintang tampak suram, seolah mengerti keresahan di hatinya. Keheningan terasa berat, tetapi di belakangnya, Kui Long tetap diam. Ia duduk bersila, matanya terpejam seolah tak terganggu oleh ketegangan yang menggantung di udara.Namun, bagi Song Lien Hwa, keheningan itu lebih seperti ejekan. Ia tahu, terlalu banyak kenangan yang terpendam di antara mereka.“Kui Long,” suaranya akhirnya memecah sunyi. “Mengapa kau datang ke sini?”Kui Long membuka matanya perlahan, menatap punggung wanita itu. Ia berdiri, langkahnya tenang saat mendekatinya. “Aku datang untuk meluruskan kebenaran.”Song Lien Hwa tertawa kecil, getir. “Kebenaran? Kau berbicara seolah-olah kau peduli akan itu. Setelah bertahun-tahun, kau kembali tanpa peringatan, membawa luka yang belum sembuh.”“Aku tidak menyangka kau akan menyambutku dengan h