Home / Fiksi Sejarah / Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua / Bab 86. Ratapan Di Atas Kursi Roda.

Share

Bab 86. Ratapan Di Atas Kursi Roda.

last update Last Updated: 2022-04-01 00:43:33

“Tolong Pak! Jangan bawa Anak saya. Jika Anak saya di penjara, siapa yang akan merawat dan memberi saya makan, Pak!” seorang lelaki yang duduk di atas kursi roda terus memohon kepada polisi yang akan membawa Salma ke kantor polisi. Sedangkan seorang gadis juga duduk di atas kursi roda karena sebelah kakinya sudah di amputasi. Ia menunduk dan menangis dan mencoba menggapai bahu Gunawan yang tak lain adalah ayah kandungnya.

Selama ini Salma memang di paksa mencari uang oleh ibu tirinya yang serakah. Sedangkan ayahnya cacat karena kecelakaan di tempat kerja. Mau tak mau Salma harus mencari uang sebanyak mungkin bagai mana pun caranya. Kalau tidak, ibu tirinya tidak akan mau mengurusi ayahnya dan juga mengancam akan membuang adik-adiknya. Walau pun berbeda ibu, Salma sangat menyayangi kedua adiknya buah perkawinan ayahnya dan ibu tirinya tersebut.

Salma kini hanya bisa termenung. Ia menyadari bahwa mungkin saja hidupnya akan berakhir di penjara karena kejahatan y
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 87. Pengakuan Yang Mengejutkan

    Kedua lelaki itu dipersilahkan Janeta untuk membersihkan badannya. Nampaknya mereka berdua memang membawa pakaian ganti hingga Janeta tidak perlu repot-repot memikirkan masalah itu.Janeta menyiapkan beberapa hidangan di meja makan. Dirinya yakin kedua orang tamunya itu tidak makan dengan teratur beberapa hari ini.“Maaf kedatangan kami telah membuat Neng sibuk.” ucap lelaki berpeci yang kini telah merubah panggilannya terhadap Janeta. Mungkin dia sudah mulai merasa akrab. Sedangkan Gunawan terlihat hanya terdiam di atas kursi rodanya. Pasti pikiran lelaki paruh baya itu masih tertuju kepada Salma putrinya yang kini sedang menjalani proses hukum di kantor polisi. Janeta dapat memahami kegundahan hati Gunawan. Mereka bertiga kini sudah berhadapan di meja makan milik Janeta. Janeta melemparkan senyuman kepada kedua lelaki itu.“Silahkan dinikmati hidangan seadanya, Pak!” ucap Janeta. Di atas meja sudah tertata rapi semangkuk besar nasi, telur dadar dan tumis bayam serta samba

    Last Updated : 2022-04-03
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 88. Serangan Abbas.

    Batu yang cukup besar tempat Abbas dan Wira duduk berjuntai dipayungi sebatang pohon besar yang cukup rindang. Daun-daun pohon itu melindungi keduanya dari sengatan matahari yang sudah mulai naik.Namun tanpa disadari mereka berdua, ada sesosok manusia yang bersembunyi di balik pohon besar itu. Ia tengah mendengarkan percakapan Abbas dan Wira.“Lalu apa yang kamu dapatkan dari kebodohanmu ini, Abbas? Apakah ini membuatmu kaya raya?” Agak sedikit kesal Wira bertanya kepada Abbas.Kembali Abbas menunduk. Dan kali ini malah semakin dalam. Lalu ia menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan berulang kali.“Yang Abbas dapatkan malah pengkhianatan. Abbas ternyata hanya diperalat oleh mereka.” Kali ini intonasi suara Abbas cukup keras. Tangannya terkepal.“Sudah kuduga!” jawab Wira lesu.“Paman!”“Ya..” Wira menyahuti keponakannya.“Ternyata Salma adalah selingkuhan Tuan Fidel.”“Tu.. Tuan Fidel siapa?” terbelalak mata Wira bertanya kepada Abbas.“Tuan

    Last Updated : 2022-04-04
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 89. Cinta Buta Dibawa Mati

    “Jaa...jadi Ratih sudah menyerahkan pakaianku itu kepada polisi?” gumam Abbas geram.“Ibunya akan masuk penjara, karena Bu Asihlah yang mendorong Pak Warno masuk ke dalam sumur. Aku hanya bertugas mengamankan anjingnya saja.” Sambung Abbas kembali bergumam. Tanpa sadar ia telah membuka semua rahasia pembunuhan Pak Warno.“Apaaa...? Bi Asih yang membunuh Pak Warno?” Kali ini justru Cecep yang terkejut. Ia mendekati Abbas lalu mengguncang bahu anak muda itu tanpa memperdulikan sepotong kayu yang masih dipegang oleh Abbas. Cecep seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Abbas.Wira hanya terpana mendengar cerita Abbas. Ia tidak cukup mengerti dengan percakapan Cecep dan Abbas. Sementara itu Bik Imah yang juga sudah berada di sana hanya menunduk resah. Sekali-kali ia melirik ke arah Cecep.“Siapa sebenarnya laki-laki ini?” tanya Bik Imah dalam hati.“Bi Asih? Apa kamu mengenal perempuan ya

    Last Updated : 2022-04-04
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 90. Pengadilan

    “Bu Asiiih....!”Janeta berlari ke jeruji besi yang mengurung Bu Asih. Bu Asih tengah duduk di lantai ruang tahanan.“Mengapa mesti Bu Asih yang menggantikan saya di sini, Bu?”Bu Asih berdiri di dari tempat ia duduk lalu berjalan mendekati Janeta yang berdiri di luar ruang tahanan. Tangan Janeta mencengkram erat besi-besi yang mengurung Bu Asih seakan ingin ia patahkan untuk membebaskan wanita itu.Ratih dan Cecep serta Bu Wati hanya terpaku membisu. Mereka berbaris berjejer di belakang Janeta. Mata mereka sembab dan kini pun masih basah. "Memang Ibu yang seharusnya berada di sini Neng. Ibu yang telah membunuh Pak Warno, bukan Neng." jawab Bu Asih tersenyum sambil menggenggam tangan Janeta yang ia julurkan di antara besi bulat berwarna hitam.“Taa..tapi mengapa Buu? Mengapa Ibu harus melakukan semua ini?”Bu Asih menghela nafas panjang. Ia melepaskan genggaman tangannya di tangan Janeta. Kedua pandangan matanya ia tumbukkan ke lantai ruang tahanan.

    Last Updated : 2022-04-04
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 1. Janeta Dan Pembunuhan Pemilik Butik.

    Janeta, seorang detektif yang usianya tidak terlalu muda. Wanita yang berumur 28 tahun tersebut masih betah hidup melajang karena hidupnya frustasi semenjak kedua orang tuanya menjadi korban pembunuhan oleh orang tak dikenal (OTK) sekitar 10 tahun yang lalu. Pelaku pembunuhan tidak berhasil ditemukan polisi karena minimnya bukti yang didapatkan pada tubuh korban serta tidak adanya saksi yang melihat kejadian itu.Sampai saat ini, Janeta masih ingin memburu pembunuh kedua orang tuanya itu dan menyeretnya ke penjara. Untuk itu Janeta mengabdikan hidupnya menjadi seorang detektif swasta yang di bentuknya bersama pamannya Rusmidi seorang polisi yang sudah memasuki masa pensiun. Sepak terjang mereka sukses membantu tugas polisi dalam menyibak banyak kasus pembunuhan yang rumit. Dengan menemukan pelaku kejahatan, Janeta merasa puas bisa memberikan keadilan pada korban dan keluarganya.*Malam mulai larut, jarum jam sudah menunjukkan pukul 22.15 wib. Janeta memacu sepeda motornya

    Last Updated : 2022-02-18
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab2. Perawat Tanaman Hias Nyonya Shania

    Shania mematut tanaman kecil yang unik dalam sebuah pot kecil yang baru saja di terimanya dari tangan Janeta.“Hm, ini tanaman hias yang tidak mudah untuk berkembang biak. Berasal dari gunung Cedarberg yang ada di Afrika Selatan. Tanaman ini sungguh langka dan sangat sulit di temukan keberadaannya dan konon kabarnya mempunyai daya magic yang mampu memberikan perlindungan.” gumam Shania dengan wajah berseri menggantikan rona kusut yang sebelumnya terlihat jelas.“Hmm..he..hmm.” gumam Janeta tidak jelas. Shania ternyata lebih mengetahui secara detail tentang tanaman hias yang sedang ia tawarkan itu.“Aku akan membayarnya dan sekali gus membayar jasamu untuk merawat tanaman ini! Kamu harus datang ke rumahku setiap hari dan usahakan tanaman ini bertunas dalam waktu secepat mungkin!” sederetan perintah keluar begitu saja dari bibir seksi wanita cantik berkulit putih bersih itu.“Taa.. tapi.. Nyonya!” Janeta tidak menerus

    Last Updated : 2022-02-18
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 3. Ada Apa Dengan Hari Selasa?

    Jarum jam sudah menunjukkan angka 11.27 Wib hampir tengah malam. Janeta duduk melamun di sudut kamarnya yang temaram. Ia menduduki sebuah kursi yang menghadap ke sebuah meja di mana sebuah laptop nampak menyala.“Ini cek kontan senilai 55 juta rupiah, kamu boleh pergi sekarang ke bank untuk mencairkan uang ini dan jangan lupa kembali besok pagi untuk memulai tugasmu! Dan kamu hanya libur satu hari dalam seminggu yaitu di hari Selasa!”Kata-kata Shania siang tadi di ucapkan Janeta berulang kali sehingga ia hafal kalimat itu dengan sempurna.“Hari Selasa..!??”“Ada apa dengan hari Selasa?”“Mengapa Shania memintaku libur pada hari Selasa? Mengapa Shania tidak memilih libur pada hari Minggu sebagai hari libur Nasional bahkan dunia?”“Ooh, pasti ada cerita di balik peristiwa. Tapi apa ya?” Janeta memijit pelipisnya tanda ia tengah berfikir keras. Puluhan pertanyaan menyerang otaknya. Tangannya lalu

    Last Updated : 2022-02-18
  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 4. Pertengkaran Tuan Fidel Dengan Shania.

    Sesosok bayangan terlintas di ruang tamu. Janeta melihat Shania bangkit dari duduknya dan masuk ke dalam rumahnya. Janeta meneruskan pekerjaannya merawat tanaman walau perhatiannya utuh tertuju pada seluruh gerakan yang terjadi di dalam keluarga Shania.“Sudah mau berangkat, Pa?” terdengar suara Shania mungkin kepada suaminya. Janeta makin menyaringkan pendengarannya namun dengan gaya yang tidak mencurigakan.“Yah, aku mungkin akan langsung ke Surabaya dan empat hari di sana.” terdengar jawaban Tuan Fidel dengan suara berat dan nge-bass.“Lho, kok ke Surabaya sih Pa? Bukankah besok ada pengajian dari semua karyawan dan karyawati Kak Lusy. Masa Papa nggak kelihatan di acara itu.” Shania membantah suaminya.“Pengajian itu akan tetap berjalan ada atau tiada aku. Bukankah kamu bisa mengaturnya sendiri. Bik Imah juga bisa membantu kamu.” sanggah Tuan Fidel.Janeta memiringkan kupingnya mencoba membayangkan ekpresi w

    Last Updated : 2022-02-18

Latest chapter

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 90. Pengadilan

    “Bu Asiiih....!”Janeta berlari ke jeruji besi yang mengurung Bu Asih. Bu Asih tengah duduk di lantai ruang tahanan.“Mengapa mesti Bu Asih yang menggantikan saya di sini, Bu?”Bu Asih berdiri di dari tempat ia duduk lalu berjalan mendekati Janeta yang berdiri di luar ruang tahanan. Tangan Janeta mencengkram erat besi-besi yang mengurung Bu Asih seakan ingin ia patahkan untuk membebaskan wanita itu.Ratih dan Cecep serta Bu Wati hanya terpaku membisu. Mereka berbaris berjejer di belakang Janeta. Mata mereka sembab dan kini pun masih basah. "Memang Ibu yang seharusnya berada di sini Neng. Ibu yang telah membunuh Pak Warno, bukan Neng." jawab Bu Asih tersenyum sambil menggenggam tangan Janeta yang ia julurkan di antara besi bulat berwarna hitam.“Taa..tapi mengapa Buu? Mengapa Ibu harus melakukan semua ini?”Bu Asih menghela nafas panjang. Ia melepaskan genggaman tangannya di tangan Janeta. Kedua pandangan matanya ia tumbukkan ke lantai ruang tahanan.

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 89. Cinta Buta Dibawa Mati

    “Jaa...jadi Ratih sudah menyerahkan pakaianku itu kepada polisi?” gumam Abbas geram.“Ibunya akan masuk penjara, karena Bu Asihlah yang mendorong Pak Warno masuk ke dalam sumur. Aku hanya bertugas mengamankan anjingnya saja.” Sambung Abbas kembali bergumam. Tanpa sadar ia telah membuka semua rahasia pembunuhan Pak Warno.“Apaaa...? Bi Asih yang membunuh Pak Warno?” Kali ini justru Cecep yang terkejut. Ia mendekati Abbas lalu mengguncang bahu anak muda itu tanpa memperdulikan sepotong kayu yang masih dipegang oleh Abbas. Cecep seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Abbas.Wira hanya terpana mendengar cerita Abbas. Ia tidak cukup mengerti dengan percakapan Cecep dan Abbas. Sementara itu Bik Imah yang juga sudah berada di sana hanya menunduk resah. Sekali-kali ia melirik ke arah Cecep.“Siapa sebenarnya laki-laki ini?” tanya Bik Imah dalam hati.“Bi Asih? Apa kamu mengenal perempuan ya

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 88. Serangan Abbas.

    Batu yang cukup besar tempat Abbas dan Wira duduk berjuntai dipayungi sebatang pohon besar yang cukup rindang. Daun-daun pohon itu melindungi keduanya dari sengatan matahari yang sudah mulai naik.Namun tanpa disadari mereka berdua, ada sesosok manusia yang bersembunyi di balik pohon besar itu. Ia tengah mendengarkan percakapan Abbas dan Wira.“Lalu apa yang kamu dapatkan dari kebodohanmu ini, Abbas? Apakah ini membuatmu kaya raya?” Agak sedikit kesal Wira bertanya kepada Abbas.Kembali Abbas menunduk. Dan kali ini malah semakin dalam. Lalu ia menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan berulang kali.“Yang Abbas dapatkan malah pengkhianatan. Abbas ternyata hanya diperalat oleh mereka.” Kali ini intonasi suara Abbas cukup keras. Tangannya terkepal.“Sudah kuduga!” jawab Wira lesu.“Paman!”“Ya..” Wira menyahuti keponakannya.“Ternyata Salma adalah selingkuhan Tuan Fidel.”“Tu.. Tuan Fidel siapa?” terbelalak mata Wira bertanya kepada Abbas.“Tuan

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 87. Pengakuan Yang Mengejutkan

    Kedua lelaki itu dipersilahkan Janeta untuk membersihkan badannya. Nampaknya mereka berdua memang membawa pakaian ganti hingga Janeta tidak perlu repot-repot memikirkan masalah itu.Janeta menyiapkan beberapa hidangan di meja makan. Dirinya yakin kedua orang tamunya itu tidak makan dengan teratur beberapa hari ini.“Maaf kedatangan kami telah membuat Neng sibuk.” ucap lelaki berpeci yang kini telah merubah panggilannya terhadap Janeta. Mungkin dia sudah mulai merasa akrab. Sedangkan Gunawan terlihat hanya terdiam di atas kursi rodanya. Pasti pikiran lelaki paruh baya itu masih tertuju kepada Salma putrinya yang kini sedang menjalani proses hukum di kantor polisi. Janeta dapat memahami kegundahan hati Gunawan. Mereka bertiga kini sudah berhadapan di meja makan milik Janeta. Janeta melemparkan senyuman kepada kedua lelaki itu.“Silahkan dinikmati hidangan seadanya, Pak!” ucap Janeta. Di atas meja sudah tertata rapi semangkuk besar nasi, telur dadar dan tumis bayam serta samba

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 86. Ratapan Di Atas Kursi Roda.

    “Tolong Pak! Jangan bawa Anak saya. Jika Anak saya di penjara, siapa yang akan merawat dan memberi saya makan, Pak!” seorang lelaki yang duduk di atas kursi roda terus memohon kepada polisi yang akan membawa Salma ke kantor polisi. Sedangkan seorang gadis juga duduk di atas kursi roda karena sebelah kakinya sudah di amputasi. Ia menunduk dan menangis dan mencoba menggapai bahu Gunawan yang tak lain adalah ayah kandungnya.Selama ini Salma memang di paksa mencari uang oleh ibu tirinya yang serakah. Sedangkan ayahnya cacat karena kecelakaan di tempat kerja. Mau tak mau Salma harus mencari uang sebanyak mungkin bagai mana pun caranya. Kalau tidak, ibu tirinya tidak akan mau mengurusi ayahnya dan juga mengancam akan membuang adik-adiknya. Walau pun berbeda ibu, Salma sangat menyayangi kedua adiknya buah perkawinan ayahnya dan ibu tirinya tersebut.Salma kini hanya bisa termenung. Ia menyadari bahwa mungkin saja hidupnya akan berakhir di penjara karena kejahatan y

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 85. Melarikan Diri.

    “Syukurlah Anda sudah sehat kembali, Nyonya!”“Terima kasih Tuan Morat. Anda sudah banyak membantu saya.” jawab Nyonya Shania tersenyum kepada Tuan Morat yang satu-satunya orang yang diberi izin untuk menemuinya. Hal itu karena Tuan Morat merupakan kuasa hukum Nyonya Shania. Jadi ia sangat mempunyai kepentingan untuk bertemu dengan kliennya guna menanyakan apa yang terjadi sebenarnya terhadap Nyonya Shania.“Sebenarnya apa yang terjadi, Nyonya? Sudah bisakah Nyonya mengingat semua kejadian sebelum Nyonya jatuh pingsan karena meminum racun yang mematikan itu?” Tuan Morat mulai mengorek keterangan dari Nyonya Shania sambil menyalakan rekaman di ponselnya.“Pagi itu saya bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Saya menunggu kehadiran Janeta yang datang sudah terlambat.”“Sekitar jam berapa itu, Nyonya?” tanya Tuan Morat.“Sekitar jam 8.30 pagi.” jawab Shania sambil mengingat-ingat kejadia

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 84. Bertemu Intan

    Sejurus kemudian Janeta dan Cecep sudah sampai di sebuah cafe yang lumayan ramai dikunjungi sebagian besar anak muda namun ada juga beberapa orang yang mungkin pasangan suami istri. Suasana nyaman semakin tenang dengan alunan musik lembut. Cahaya remang-remang membuat suasana terasa sangat romantis. Cefe ini memang sangar cocok didatangi oleh pasangan yang tengah memadu cinta.Sekali-kali Cecep terlihat mencuri pandang kepada Janeta yang tampil sebagai wanita sempurna. Gaun hitam berbahan mengkilat dengan panjang lengan baju menutupi hingga pangkal siku, Janeta terlihat anggun dan feminim. Ditambah lagi dengan high hill walau tidak begitu tinggi namun mampu membuat Janeta benar-benar bagaikan seorang putri yang baru berusia 20 tahun. Dan ini adalah penampilan feminim Janeta yang pertama kali di dalam hidupnya. Biasanya Janeta lebih suka memakai celana jeans dan jaket. Tapi demi menghargai Sofia, Janeta tidak membantah untuk bergaun ria di malam itu. Namun dapat dipahami kalau J

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 83. Lampu Hijau

    Sore kini sudah merangkak ke ambang malam. Tidak terasa empat jam sudah mereka berempat berada di ruang khusus milik Om Rusmidi membahas tentang kasus pembunuhan Nyonya Lusy dan Pak Warno yang kami yakini adalah sebuah kasus pembunuhan berantai.“Oke Jane, Cecep, tugas kalian sudah selesai. Nanti Om akan meneruskan semua bukti-bukti yang telah berhasil kita kumpulkan kepada penyidik kepolisian. Dan kalian berdua silahkan menikmati hari-hari kalian tanpa harus terbebani apa pun. Kalian tidak perlu khawatir polisi akan mencari kalian karena duduk persoalannya mulai terang.” ucap Om Rusmidi yang sepertinya memberi angin kepada Janeta untuk lebih dekat dengan Cecep. Apalagi mendengar prestasi yang diukir oleh Cecep dari mulut Tuan Morat, Om Rusmidi makin menatap bangga kepada Cecep.“Baiklah Om, Tuan Morat, kami berdua undur diri.” ucap Janeta yang langsung dibalas senyuman oleh Om Rusmidi dan Tuan Morat.Janeta mengajak Cecep keluar dari rua

  • Detektif Janeta : Memburu Pembunuh Madu Tua   Bab 82. Pertemuan Tak Sengaja

    Tak lama kemudian Janeta dan Sofia kembali ke ruang tamu. Janeta membawa satu nampan berisi secangkir teh hangat yang asapnya masih menguap ke udara. Ia meletakkan cangkir itu persis di hadapan Cecep.“Silahkan diminum, Kang Cecep! Mumpung masih hangat!” ucap Janeta mempersilahkan.“Terima kasih, Neng!” sahut Cecep lalu mengangkat cangkir itu dan menghirup teh manis hangat yang segar buatan Janeta.Sofia yang sudah duduk di samping Janeta tersenyum ke arah Cecep, dan Cecep tiba-tiba merasa grogi karena merasa diperhatikan oleh Sofia.“Om kemana, Tan?” Janeta bertanya kepada Sofia untuk mengurangi rasa risih Cecep karena Sofia selalu memperhatikannya. Wanita itu sepertinya sangat berharap Janeta akan menikah dengan Cecep.“Tadi pagi-pagi sudah pergi bersama Bang Morat. Tidak tahu mereka mau ke mana. Biasalah Jane, mereka memang sahabat sejak kuliah dan hampir sepuluh tahun tidak bertemu langsung. Paling cuma ngobrol d

DMCA.com Protection Status