Sebuah pesan masuk ke dalam gawai miliknya. Dengan malas Cahya membuka pesan tersebut dan ternyata dikirim oleh orang tanpa nama, namun ia yakin itu pesan Hasbi. Karena dari kata-kata yang ditulis, menyiratkan jika itu adalah dia.[Ya, minta pada suamimu izin untuk bekerja di rumah membantu Naura belajar. Jika diperbolehkan, saya akan memberikan banyak hadiah pada suamimu jika memang dia seorang guru juga. Sebenarnya saya masih belum yakin, apa kamu benar-benar sudah menikah atau belum. Sungguh, penasaran dan saya harap kamu mau menerima tawaran Mama untuk bekerja di sini.]Cahya semakin dilema. Ia tidak bisa membalasnya jika belum memikirkan matang-matang. Pesan Hasbi yang belum ia balas, membuat Hasbi mengirimkan pesan kembali padanya.[Mama sering pergi, begitu juga Arfan. Naura kadang mencari teman bermain. Mungkin dia kesepian dan meminta teman, makanya dia malas belajar di rumah. Tolong pikirkan, Ya. ]Pesan Hasbi yang kedua, juga Cahya abaikan. Ia masih bingung dan ragu, takut
44""Au. Kamu tanya aja sendiri, itu mejanya ada di sebelah pojok.'Mentari dan Rio menengok ke arah meja yang ditempati oleh Silvia. Sepertinya ia sedang menunggu seseorang dan hal itu tampak tidak penting bagi Cahya. Karena setelah perpisahan Cahya, ia sengaja tidak ingin memikirkan urusan mengenai Hardian dan istri barunya itu."Ngapain tuh cewek bunting jalan-jalan? Nanti pas pulang, ketemu lelembut bisa diambil tuh jabang bayi.""Hus! Dah ah, back to topic. Kenapa ngajakin kita makan malam?" tanya Mentari."Sebenarnya …"Ucapan Cahya terhenti saat ada waiters mengantar pesanan mereka. Mereka kembali serius saat sudah menyeruput minumannya."Sebenarnya kenapa? Apa ada masalah serius mengenai kehidupan antah berantahmu?" seloroh Rio, membuat Mentari mencubit lengan Rio. Rio tersenyum lalu kembali fokus menunggu Cahya bercerita."Sebenarnya aku dilema.""Kenapa? Ada lelaki yang mau kamu jadikan pengganti Hardian?" tanya Mentari.Kali ini Rio yang membalas menabok paha Mentari. "Jang
Rio masih hanya memberi respon mengangguk. Ia masih memasang mode nyimak untuk pembicaraan dengan Cahya kali ini seraya menengok ke arah Silvia yang tampak sudah datang, satu orang lelaki dan ia yakin bukan Hardian. Ia mengambil gawainya dan memfoto aktivitas Silvia secara diam-diam untuk koleksi siapa tahu suatu saat nanti dibutuhkan."Jadi, mau gimana? Ambil nggak tawaran Pak Hasbi?" tanya Mentari yang kini sudah santai setelah mendengarkan cerita Cahya."Nah itu, fungsi kalian itu memberi aku masukan. Karena masalahnya, Pak Hasbi maupun Aa Arfan tahunya aku sudah menikah dan Pak Hasbi memintaku untuk mengenalkan suamiku atau meminta izin agar diperbolehkan bekerja di sana. Gimana dong?"Mentari tampak berpikir dan ia menepuk punggung Rio karena ia tampak tak fokus dengan pembicaraan ini."Heh, liatin apa sih di sana? Dengar Cahya ngomong nggak?" omel Mentari."Dengar. Mau dengar saran aku?""Apa?" tanya Cahya. Rio mematikan kameranya dan memasukkan gawainya ke dalam saku. Ia menyu
45KejujuranSepulang dari Cafe dan bermusyawarah dengan para sahabatnya, Cahya kembali memikirkan saran-saran mereka. Cahya berpikir jika apa yang dikatakan oleh Rio dan Mentari ada betulnya. Jika ia memang harus jujur untuk mengetahui bagaimana respon Pak Hasbi jika tahu kenapa ia tidak bekerja lagi di sana. Tentu saja hal ini bukan ada niat untuk mengadu domba apalagi membuat Hasbi merasa benci kepada Ratri. Namun, Cahya sedang memikirkan cara bagaimana untuk mengatakan secara halus penjelasan mengenai alasannya itu.Saat baru pulang ke rumah, Cahya kaget karena mendapati sang Ibu yang ada di rumahnya."Kapan Ibu datang?" tanya Cahya."Tadi sore. Sengaja Ibu diminta Gilang untuk menemaninya mengantar uang saku untuk adikmu yang ngekos di Jakarta pusat. Katanya hari ini Gilang habis gajian, makanya dia kasih ibu dan sekalian mau mampir ke kosan adikmu.""Tumben? Lalu Ibu bisa masuk dari mana?" tanya Cahya heran karena kunci rumah ada padanya."Gilang yang tadi bukain pintu. Ibu juga
"Bu, semalam Cahya kok udah di kamar?" tanya Cahya bingung."Lah, nggak ingat kamu udah Ibu bangunkan?" tanya Gayatri."Enggak. Siapa yang bawa Cahya ke kamar?""Pangeran." Tiba-tiba Gilang muncul dari arah kamar tamu, hendak sarapan juga. "Mbak makan apa, sih? Berat beut, perasaan nggak gemuk.""Hahaha, kebanyakan dosa kali, Gil. Makanya berat," jawab Cahya asal. "Jam berapa datang?" "Pas kamu baru saja terpejam, Gilang datang. Sudah, kalian makan setelah itu kerja. Ini sudah jam 06.30. Nanti terlambat, Ibu sudah masak sayur di meja makan."Gayatri menyiapkan sarapan untuk Cahya dan Gilang sebelum mereka berangkat bekerja."Gil, kamu nginap di sini saja temani Mbakmu. Ibu mau balik ke dusun, biar adikmu nggak jauh kalau mau pulang. Kasihan kalau kelelahan kerja, nggak ada teman di rumah," titah Gayatri."Kontrakan Gilang masih setengah bulan lagi, Bu. Insyaallah nanti Gilang pindah ke sini.""Berapa biaya ngontraknya, Gil?" Cahya ikut bertanya sambil menyuapkan makanan ke dalam mulu
Naura tampak girang saat Cahya menggendongnya masuk ke dalam rumah. Membantu memandikan Naura dan menyuapinya makan."Makan yang banyak, biar sehat dan cepat besar. Jadi bisa bantuin Papa kerja, Sayang. Kasihan Papa sudah tua," ucap Cahya."Kan ada Mamah. Mamah pinter kerja juga. Kenapa nggak bantuin Papa?""Hm … Mamah kan ngajar."Cahya tak ingin melanjutkan perbincangan ini dengan Naura. Dia tidak ingin larut dalam perbincangan yang menjebaknya dalam posisi sulit nanti.Naura sudah rapi dengan dres merah bercorak bunga mawar dengan tas selempang kecil yang sengaja dibawa untuk membawa beberapa lembar uang. Terlahir sebagai anak pengusaha, membuat Naura biasa diajarkan memiliki gaya yang tidak jauh dari keluarga Hasbi.Cahya mengajak Naura ke rumah sakit terlebih dahulu. Ia ingin meminta izin pada Hasbi untuk mengajak Naura jalan-jalan."Papah!" Naura berlari mendekat ke ranjang Hasbi dan Cahya membantu Naura naik ke atas ranjang."Pa, Naura sudah mandi dan makan. Dibantuin Bu Guru
47PerdebatanHasbi kembali memikirkan kata-kata Cahya barusan. Mungkinkah Ibunya yang sudah membuat Cahya pergi? Hasbi menelpon Arfan. Memintanya datang dan menanyakan apakah dia tahu hal ini atau tidak. Sore hari, Arfan datang setelah pekerjaannya di kantor selesai. "Kenapa, Kak?" tanya Arfan malas."Sudah selesai urusan di kantor?""Selesai nggak selesai, harus diselesaikan. Mengingat cafe juga harus aku urus. Kenapa meminta Arfan mampir? Mama mana? Katanya tadi sedang ke sini.""Iyakah? Pas kalau begitu.""Pas? Ada apa memangnya?" Arfan nampak penasaran dengan perkataan kakaknya. Dia duduk di samping ranjang Hasbi sambil menunggu kedatangan Ratri."Cahya tadi habis dari sini. Sekarang sudah pergi dengan mengajak Naura untuk jalan-jalan ke Ancol."Perkataan Hasbi membuat Arfan kaget dan menatap sungguh-sungguh wajah kakaknya. "Kenapa dia datang? Sudah berpisah lagi dengan suaminya?" sindir Arfan."Kamu salah, Fan. Cahya belum menikah dan alasan kenapa dia pergi meninggalkan kita
"Arfan! Jaga bicaramu. Ngomong yang sopan di depan Tiara. Tiara itu anak baik dan kamu belum mengenalnya dengan dekat. Makanya jadi buruk sangka gini," sembur Ratri."Sudahlah, Tante. Sepertinya kehadiran Tiara di sini disalah artikan. Tiara pamit saja dan semoga Mas Hasbi cepat sembuh. Permisi!"Tiara pamit dan beranjak keluar, membuat Ratri menatap kedua anaknya geram. Ratri ikut mengantar dahulu kepergian Tiara sampai ke depan dan kembali untuk memarahi kedua anaknya."Arfan, Hasbi! Kalian ini kenapa, sih? Apa susahnya bikin Mama bangga punya anak ganteng dan kaya seperti kalian. Mama ingin kalian mengenal Tiara dengan baik. Mama kenal orang tuanya. Mereka mempunya bibit bebet dan bobot yang jelas dan perbuatan kalian ini sungguh membuat Mama malu karena sudah mengajak Tiara ke sini dan dipermalukan begitu saja oleh kalian," omel Ratri."Mama ini yang kenapa. Sudah tahu kami dari dulu nggak suka dijodoh-jodohkan. Kak Hasbi saja sampai tak berbicara apapun saat Tiara memperkenalkan
Hardian turun dari pelaminan. Dia langsung keluar dari gedung pesta yang digunakan untuk acara resepsi Arfan dan Cahya. Dia langsung kembali setelah urusannya selesai karena memang dia tidak berniat untuk merusak pernikahan Cahya maupun Arfan. Meski Hardian merasakan rasa yang menyakitkan, tetapi Ini semua adalah hasil dari apa yang sudah ia berbuat di masa lalu saat bersama Cahya."Jangan cemburu, A. Cahya gak mengundangnya," bisik Cahya saat mereka masih menyalami beberapa tamu namun wajah Arfan terlihat berubah dingin."Aku tahu, tapi kedatangannya merusak moodku," ucap Arfan kesal.Hiburan yang membuat acara pesta bertambah begitu meriah, menandakan resepsi Arfan dan cahaya sukses dan membuat semua yang hadir ikut merasakan kebahagiaan pengantin baru itu. Kini, acara telah usai dan keluarga sudah kembali ke rumah masing-masing. Tinggallah Arfan dan Cahya, yang akhirnya memilih menginap di hotel tempat mereka melakukan resepsi."Langsung tidur aja, ya? Capek kan?" tanya Cahya senga
Di depan cermin besar Cahya tengah mematut diri. Wajah perempuan itu sudah selesai di rias, gaun dari bahan brukat terbaik melekat pas di tubuhnya yang ramping. Di bantu seorang asisten MUA ia memakai heels. “Masyallah, Mbak Cahya cantik sekali. Begini juga yang namanya bidadari kalah cantik, Mbak,” seloroh Tari yang ditugaskan menjemput calon pengantin. “Kamu jangan ngeledek. MUA dan semua yang aku pakai ini dari pemberian dari keluarga Arfan!”“Aku serius, kamu memang cantik banget. Suer!” Tari mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V. “Akhirnya kamu ketemu juga dengan laki-laki yang tulus mencintai kamu, Ya. Aku ikut seneng, selamat ya atas pernikahan kamu. Sekarang kamu udah sah jadi istrinya Arfan.” Tari dan Cahya berpelukan. Cahya merasa haru bercampur bahagia. “Makasih, Tari.”“Yuk keluar, kamu udah di tunggu banyak orang.”Hati-hati Tari membimbing Cahya keluar dari kamar hotel, membawanya ke aula yang di sana sudah hadir seluruh keluarga kedua mempela
"Ya. Papa orang hebat, kamu juga anak hebat. Demi kalian, Mama rela. Mama ikhlas, menerima Cahya sebagai menantu. Kamu harus segera sembuh, karena setelah keluar dari rumah sakit nanti kita akan menambah Cahya untukmu bersama-sama."Arfan sangat bahagia. Ternyata perjuangannya tidak sia-sia. Dia sampai ikut menitikan air matanya. "Makasih, Ma, Pa."**Tiga hari kemudian Arfan sudah sembuh dan boleh pulang dari rumah sakit. Malm harinya keluarga Arfan termasuk papa, mama dan Hasbi sendiri datang ke rumah orang tua Cahya untuk meminang. Kalau takdir cinta sudah tertulis untuk bersatu, seperti apapun halangannya tetap akan bersatu juga. Begitu juga dengan restu dari mamanya Arfan, setelah dibujuk oleh Antonio akhirnya istrinya itu bersedia memberi restu. "Ya, Aa rindu. Aa datang," batin Arfan dalam perjalanan menuju rumah Cahya."Om ganteng banget," celetuk Naura."Iya doang. Naura bentar lagi punya Tante baru.""Tante baru?""Iya. Om mau nikah sama Tante Cahya. Naura seneng nggak?""Y
Akhir Perjuangan"Ma, kamu tidak kasihan lihat anak kita? Kamu sedih karena Arfan hendak menikahi janda? Apa yang kamu takutkan hingga kamu tak merestui pernikahan Arfan dan Cahya?" berondong Antonio saat dirinya sedang berusaha membujuk istrinya itu. Sengaja ia membawa istrinya ke rumah sakit untuk melihat wajah pucat dan badan yang mulai menyusut itu."Wanita bukan hanya Cahya, Pa! Kenapa sih, Papa nggak ngerti?" sahut Ratri tak suka dengan pertanyaan suaminya."Lalu, wanita mana yang pantas mendampingi anak kita, jika ditinggalkan Cahya saja dia sudah sakit begini? Papa tahu, Mama masih menyimpan dendam lama karena Papa menikah lagi. Tapi Papa janji, jika Mama merestui Arfan, maka Papa tidak akan kembali pada istri Papa yang tak setia itu. Papa sadar, Mama yang terbaik. Mama wanita hebat yang layak untuk disebut istri setia. Maaf kalau selama ini Papa menyakiti hati Mama. Jujur, Papa menyesal. Papa merasa ini karma dan hadirnya Cahya yang menjadi seseorang yang penting di hati anak
“Yang bikin Cahya bingung, Cahya sama sekali enggak punya perasaan apa-apa sama dia, Bu. Tadi sudah Cahya tolak, tapi….” Mengalirlah cerita yang tadi terjadi di rumah sakit. Gayatri mendengarkan dan sesekali mengangguk, lain kali ia menggeleng ketika merasa tindakan Arfan nekat. “Gimana ya, Bu? Cahya enggak mau menjadi zhalim karena hanya Arfan saja yang mencintai Cahya. Dan Cahya juga masih terauma dengan masa lalu, belum lagi mamanya Arfan yang tidak mau merestui hubungan anaknya dengan Cahya. Jujur Cahya pun enggan menjadi bagian dari keluarga itu, tetapi mulut ini sudah terlanjur menjawab iya.” Sulit. Ya, itu yang pertama kali muncul di kepala Gayatri ketika dimintai pendapat. Hubungan dengan cinta sebelah pihak saja sudah berat, harus di tambah dengan restu yang kemungkinan berat akan terhalang ini benar-benar pelik. Gayatri membenarkan posisi duduknya. Kemudian ia menatap wajah anak perempuannya lembut. Gayatri tersenyum kemudian mulai berbicara.“Nak, pernikahan itu bukan un
“Astagfirullah. Cahya kamu dari mana saja, Nak. Kenapa hujan-hujanan?” Gayatri yang sedari tadi cemas menunggu kepulangan sang anak sangat kaget saat akhirnya menyambut kedatangan Cahya. Anak perempuannya itu pulang dengan pakaian basah kuyup, ia tidak mendapati siapapun bersama Cahya. Sebab memang Cahya pulang seorang diri. “Masuk. Ibu sudah siapkan air hangat. Ya ampun, kenapa tidak menunggu hujan reda. Kalau begini kamu bisa masuk angin! Mandilah dulu, Ibu bikinkan susu jahe hangat.” Cahya tidak banyak bicara, ia menuruti perintah Gayatri. Cahya segera membersihkan diri, air hangat yang digunakan mandi lumayan membuat dirinya merasa lebih rileks. Setelah mandi dan berganti pakaian, Gayatri menyusul anaknya ke kamar. Secangkir susu cahe hangat ia hidangkan untuk sang anak. “Di minum susu jahenya, mumpung masih hangat.”Cahya menerima minuman hangat itu dan menyeruputnya sedikit. Aroma jahe yang lembut dan sensai hangat meluncur melewati tenggorokannya, berakhir di dalam perut.
“Aku tahu kamu datang ke mari karena di suruh oleh Kak Hasbi, kan? Maafkan Aku karena malah membuatmu repot-repot menjenguk. Tapi, kalau boleh jujur aku memang sangat mengharapkan kedatanganmu, Ya.”“Untuk apa?” tanya Cahya cepat.“Untuk mengungkapkan perasaan aku ini. Aku mencintai kamu, Ya. Cinta sejak pertama memandang kamu.”Pengakuan Arfan sontak membuat Cahya mendongakkan kepala, menatap dengan kening mengernyit. Apa-apaan ini? Batinnya. Meski ia sering mendengar Arfan mengatakan hal ini, namun ia merasa berbeda dengan saat Arfan mengatakannya sekarang. Ia menyusuri lewat tatapan mata, berharap menemukan kebohongan. Namun, ia tidak berhasil menemukan itu, semua yang ia lihat adalah nyata. Mata sayu Arfan memancarkan sesuatu yang sangat kuat. “Cahya mungkin bagimu aku terlalu pengecut sebagai lelaki, hingga untuk menyatakan cinta pun harus menunggu kamu yang datang. Tapi, yang perlu kamu ketahui. Cinta Aa benar-benar tulus, aku tidak ingin menyesal dan mati sebelum mengungkapkan
Kedatangan Hasbi semata bertujuan untuk memberitahukan keadaan Arfan kepada Cahya. Setelah sesaat memberi waktu untuk putrinya bercengkerama dengan Cahya, ia pamit pulang. Sebelum pergi sekali lagi Hasbi meminta untuk Cahya sudi meluangkan waktu menjenguk Arfan. Setelah kepergian Hasbi kini Cahya duduk seorang diri di depan kios. Otaknya berfikir keras, ia bingung harus datang ke rumah sakit atau tidak? Selema ini ia sengaja menghindar dari keluarga Hasbi sebab tidak ingin dianggap biang masalah, usahanya pergi dan melupakan kedua pria itu berhasil dan pernyataan cinta Arfan yang diwakili oleh Hasbi barusan malah membuatnya bingung.Benarkah Arfan menyimpan rasa itu? Benarkah ia sakit sebab cintanya padaku tidak mendapat restu? Benarkah seorang Arfan jatuh cinta pada Cahya? Tanya Cahya dalam hati pada dirinya sendiri. Kemudian bibirnya melengkung, tersenyum. Jangan ke-PD-an Cahya, bisa saja ini hanya sandiara dan pemanis bibir mereka. Ingat siapa kamu! Bercerminlah sebelum memimpikan
Siang ini pekerjaan di londry sangat banyak. Beberapa hari belakangan cuaca memang sedang tidak bersahabat, mendung dan hujan tiba-tiba saja turun diluar prediksi. Situasi demikian membawa rejeki tersendiri untuk usaha Cahya. Banyak orang yang memilih menggunakan jasa londry untuk membersihkan pakaian. Lebih praktis, sebab kebanyakan mereka hanya memiliki mesin cuci rumahan walaupun pakaian yang sudah di keringkan masih perlu waktu untuk diangin-anginkan agar kering. Sedangkan Cahya, ia memiliki mesin cuci yang lebih canggih. Pakaian yang dimasukkan dalam keadaan kotor akan di keluarkan dalam keadaan bersih dan kering. Selanjutnya hanya perlu di setrika dan di lipat rapi."Tari, perasaan hari ini gak enak banget ya?" tanya Cahya yang sedang membantu Mentari melabeli beberapa pesanan laundry para pelanggan."Tanya perasaan aku? Aku mah, setiap hari perasaannya juga nggak enak. Soalnya nggak punya Ayang," jawab Mentari asal."Aku lagi tanya perasaanku. Bukan kamu, Ce Eunah.""Lah, diki