"Arfan! Jaga bicaramu. Ngomong yang sopan di depan Tiara. Tiara itu anak baik dan kamu belum mengenalnya dengan dekat. Makanya jadi buruk sangka gini," sembur Ratri."Sudahlah, Tante. Sepertinya kehadiran Tiara di sini disalah artikan. Tiara pamit saja dan semoga Mas Hasbi cepat sembuh. Permisi!"Tiara pamit dan beranjak keluar, membuat Ratri menatap kedua anaknya geram. Ratri ikut mengantar dahulu kepergian Tiara sampai ke depan dan kembali untuk memarahi kedua anaknya."Arfan, Hasbi! Kalian ini kenapa, sih? Apa susahnya bikin Mama bangga punya anak ganteng dan kaya seperti kalian. Mama ingin kalian mengenal Tiara dengan baik. Mama kenal orang tuanya. Mereka mempunya bibit bebet dan bobot yang jelas dan perbuatan kalian ini sungguh membuat Mama malu karena sudah mengajak Tiara ke sini dan dipermalukan begitu saja oleh kalian," omel Ratri."Mama ini yang kenapa. Sudah tahu kami dari dulu nggak suka dijodoh-jodohkan. Kak Hasbi saja sampai tak berbicara apapun saat Tiara memperkenalkan
47Yakin?"Mama yakin?" "Yakin.""Baiklah. Hasbi akan mencoba meminta Aryani untuk mau bekerja di rumah kita. Tapi jika nanti dia membuat Mama kecewa, jangan salahkan Hasbi karena ini murni permintaan Mama sendiri.""Nggak akan. Mama tahu mana yang baik buat kamu dan Arfan.""Baiklah. Apa boleh Hasbi bertanya?""Apa?""Kenapa Mama nggak suka Cahya? Apa Cahya melakukan kesalahan fatal dan membuat Mama kesal?"Terlihat wajah Ratri yang salah tingkah. "Oh, itu ... Mama_""Seharusnya setelah ini, Mama bisa belajar dari kesalahan masa lalu. Hasbi akan meminta Aryani kerja di tempat kita, tapi jika nanti ada hal yang membuat Mama marah, jangan mencoba melukai perasaan Aryani seperti Mama menyakiti perasaan Cahya.""Apa maksud kamu? Aryani itu jelas beda jauh dengan Cahya. Aryani itu muslimah terbaik, tutur katanya lembut dan sopan, yang terpenting pandai mengambil hati Naura. Mama suka padanya.""Yakin dia masih single? Ehm, maksud Hasbi, bukan janda?""Kenapa dengan janda?" Nada suara Rat
49Kembali Bekerja"Kenapa nggak minta jemput di rumahmu?" tanya Arfan saat ia diminta kakaknya untuk menjemput Cahya di tempat laundry."Nggak usah. Di sini aja. Soalnya mobil ini mau dipakai buat antar jemput laundry. Kita langsung berangkat saja karena ini sudah siang," ucap Cahya."Ok."Arfan sangat bersemangat hari ini untuk bekerja di kantor kakaknya. Banyak kesempatan yang ia dapatkan setelah mengetahui Cahya bekerja di kantor bersamanya."Makasih, ya."Ucapan Arfan membuat Cahya menengok. "Buat apa makasih? Aku nggak memberikan apapun pada Aa.""Eh ... kata siapa? Kamu udah belikan aku banyak kejutan dari kemarin. Mau tahu?""Apa?""Yang pertama, kamu udah kasih hadiah gelang yang dititipkan pada Naura. Yang kedua, kamu udah kasih kesempatan aku buat jadi bagian dari hidupmu. Yang ketiga, aku sudah izinkan menjadi partner sekaligus kamu sudah berkenan untuk bekerja kembali di kantor sehingga aku bisa sedikit bernafas lega karena berkurangnya beban dan tekanan pekerjaan di kant
50Akhir?"Mas, kamu ke mana aja? Kenapa tak pernah pulang ke rumah?" tanya Silvia saat Hardian tidak pernah pulang sejak malam pertengkarannya saat itu. Nyatanya, Hardian lebih memilih hidup dengan wanita yang umurnya lebih tua dibandingkan dengan usia Hardian sekarang. Berulang kali dia mencoba menghubungi namun tetap Hardian tidak mau mengangkatnya. Dengan langkah cepat, ia menemui Hardian dan memintanya untuk pulang."Kamu kenapa menyusul ke sini? Pulang! Jangan membuat pekerjaan Mas berantakan. Bahaya kalau Shirya tahu kamu ke kantornya."Hardian merasa takut karena Silvia bisa tahu alamat kantornya bekerja. Sengaja ia tidak pulang karena sedang membujuk Shirya untuk mau memaafkannya kembali. Namun, baru hendak akan mendapatkan kembali kepercayaan Shirya, kedatangan Silvia justru membuatnya was-was karena dia sudah mengatakan pada Shirya jika dirinya sudah bercerai dengan Silvia.Hardian membawa Silvia keluar kantor dan menyeretnya masuk ke dalam mobil."Kenapa kamu datang? Kam
48Pertemuan"Makasih, kamu sudah mau menemuiku dan menerima permintaan maafku," ucap Silvia saat mereka sudah bertemu di dalam dan saling menjabat tangan. Cahya datang seorang diri karena ia ingin melihat keseriusan Silvia dalam meminta maaf."Saya rasa kamu belum mendengar secara langsung, apa saya mau memaafkan kami atau tidak setelah apa yang kamu lakukan pada saya saat itu. Tapi, semuanya sudah terjadi dan saya senang karena kamu sudah sadar. Ternyata memang karma sudah terbayar tunai. Sudah hampir melahirkan?" tanya Cahya."Ya. Bulan ini perkiraannya," jawab Silvia menunduk."Mana Hardian? Tidak bersamamu datang?" Cahya menengok ke kanan dan kiri mencari keberadaan mantan suaminya itu."Dia tidak pernah pulang."Jawaban Silvia membuat Cahya terpaku, menatap iba pada wanita yang sudah merebut suaminya itu."Kok bisa? Kamu berbuat salah dan membuatnya marah?" tanya Cahya penasaran.Percakapan mereka terhenti saat seorang waiters mengantarkan pesanan minuman mereka. "Ini salahku.
"Coba dekatkan diri pada Sang Pencipta. Kamu tahu, tidak ada sesuatu hal yang berat dan masalah yang sulit jika kita mengadukan segalanya kepada Sang Pencipta. Saya juga sedang mencobanya. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Bukan begitu?" Silvia tersenyum dan mengangguk. Dia mengeluarkan kotak merah dan memberikan barang itu kepada Cahya."Ini barangmu. Aku temukan di koper Mas Hardian saat baru pulang hari itu. Aku pikir, itu barang berharga milikmu yang selalu dibawa ia ke mana saja. Dia lupa memasukkannya kembali dan sebaiknya kamu simpan karena aku tak tahu, apa kamu dan Mas Hardian masih ada rasa atau tidak. Anggap itu kenang-kenangan kalian. Aku nggak begitu sedih jika kamu mau menerimanya karena aku sudah tidak harus lagi melihatnya berada di dalam koper Mas Hardian."Cahya melihat kotak merah itu. Bayangan masalalu indah bersama Hardiah menghampiri. kotak beludru itu adalah hadiah pernikahan mereka yang pertama. Berisi kalung bertuliskan huruf HC yang di ukir di
....52Sesuatu"Dari mana, ya? Pesanku tidak dibalas sama sekali," tanya Arfan."Oh, aku tadi ketemuan dengan istri baru Mas Hardian. Kenapa nelpon?""Meeting malam ini. Sekalian makan malam," ucap Arfan."Di mana?""Hotel Graha, jam 8.""Ok.""Aku jemput ya?""Nggak usah. Ketemuan di sana saja nanti biar cepet, mana yang lebih dulu datang. Takutnya klien datang lebih awal daripada kedatangan kita.""Nggak. Jemput di mana?""Nggak usah, serius, A.""Jangan nolak atau kamu cium.""Dih, gelo!" seloroh Arfan.Cahya dan Arfan memang sedekat itu. Bahkan rayuan-rayuan Arfan sudah biasa Cahya dapatkan dan dia tidak begitu menanggapi serius dengan apa yang diucapkan oleh Arfan kepadanya. Menurutnya hubungan keduanya yang sebatas partner dan arahkan termasuk orang yang sangat asik untuk diajak kerjasama.Jam 7. 30 malam, suara mobil terdengar memasuki pekarangan rumah Cahya. Dia mengintip dari celah gorden, mobil Arfan ternyata yang datang."Nih anak ngeyel banget dah," lirih Cahya."Yuhu ...
53Mari Kita Duel"Penawaran macam apa itu? Ini bukan bisnis perdagangan manusia, Nyonya Shirya. Jika Anda punya masalah dengan perusahaan saya, jangan libatkan Cahya untuk Anda ambil alih. Sangat tidak sopan!" Arfan berteriak seakan dia tidak suka akan apa yang Shirya katakan."A', tenang. Biar aku yang bereskan!" lirih Cahya menatap tajam ke arah Shirya.***Cahya sedikit menetralkan pandangan, menatap serius pada Shirya. Baginya, tidak ada yang paling dia takuti kecuali dirinya sendiri. Arfan diam seperti yang Cahya bilang, kali ini ia percaya jika Cahya yang akan mendebat Shirya. Arfan tidak menyangka jika niat pertemuan Shirya malam ini hanya untuk membuat malu Cahya."Anda wanita terhormat, bukan? Jadi jangan sia-siakan kehormatan anda hanya untuk membela sesuatu yang tidak harus Anda bela. Anda juga tidak harus menjatuhkan saya untuk mendapatkan hati kekasih yang ada di samping Anda ini. Anda ingin membeli saya untuk bekerja di kantor anda dan membuat saya malu di perusahaan m
Hardian turun dari pelaminan. Dia langsung keluar dari gedung pesta yang digunakan untuk acara resepsi Arfan dan Cahya. Dia langsung kembali setelah urusannya selesai karena memang dia tidak berniat untuk merusak pernikahan Cahya maupun Arfan. Meski Hardian merasakan rasa yang menyakitkan, tetapi Ini semua adalah hasil dari apa yang sudah ia berbuat di masa lalu saat bersama Cahya."Jangan cemburu, A. Cahya gak mengundangnya," bisik Cahya saat mereka masih menyalami beberapa tamu namun wajah Arfan terlihat berubah dingin."Aku tahu, tapi kedatangannya merusak moodku," ucap Arfan kesal.Hiburan yang membuat acara pesta bertambah begitu meriah, menandakan resepsi Arfan dan cahaya sukses dan membuat semua yang hadir ikut merasakan kebahagiaan pengantin baru itu. Kini, acara telah usai dan keluarga sudah kembali ke rumah masing-masing. Tinggallah Arfan dan Cahya, yang akhirnya memilih menginap di hotel tempat mereka melakukan resepsi."Langsung tidur aja, ya? Capek kan?" tanya Cahya senga
Di depan cermin besar Cahya tengah mematut diri. Wajah perempuan itu sudah selesai di rias, gaun dari bahan brukat terbaik melekat pas di tubuhnya yang ramping. Di bantu seorang asisten MUA ia memakai heels. “Masyallah, Mbak Cahya cantik sekali. Begini juga yang namanya bidadari kalah cantik, Mbak,” seloroh Tari yang ditugaskan menjemput calon pengantin. “Kamu jangan ngeledek. MUA dan semua yang aku pakai ini dari pemberian dari keluarga Arfan!”“Aku serius, kamu memang cantik banget. Suer!” Tari mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V. “Akhirnya kamu ketemu juga dengan laki-laki yang tulus mencintai kamu, Ya. Aku ikut seneng, selamat ya atas pernikahan kamu. Sekarang kamu udah sah jadi istrinya Arfan.” Tari dan Cahya berpelukan. Cahya merasa haru bercampur bahagia. “Makasih, Tari.”“Yuk keluar, kamu udah di tunggu banyak orang.”Hati-hati Tari membimbing Cahya keluar dari kamar hotel, membawanya ke aula yang di sana sudah hadir seluruh keluarga kedua mempela
"Ya. Papa orang hebat, kamu juga anak hebat. Demi kalian, Mama rela. Mama ikhlas, menerima Cahya sebagai menantu. Kamu harus segera sembuh, karena setelah keluar dari rumah sakit nanti kita akan menambah Cahya untukmu bersama-sama."Arfan sangat bahagia. Ternyata perjuangannya tidak sia-sia. Dia sampai ikut menitikan air matanya. "Makasih, Ma, Pa."**Tiga hari kemudian Arfan sudah sembuh dan boleh pulang dari rumah sakit. Malm harinya keluarga Arfan termasuk papa, mama dan Hasbi sendiri datang ke rumah orang tua Cahya untuk meminang. Kalau takdir cinta sudah tertulis untuk bersatu, seperti apapun halangannya tetap akan bersatu juga. Begitu juga dengan restu dari mamanya Arfan, setelah dibujuk oleh Antonio akhirnya istrinya itu bersedia memberi restu. "Ya, Aa rindu. Aa datang," batin Arfan dalam perjalanan menuju rumah Cahya."Om ganteng banget," celetuk Naura."Iya doang. Naura bentar lagi punya Tante baru.""Tante baru?""Iya. Om mau nikah sama Tante Cahya. Naura seneng nggak?""Y
Akhir Perjuangan"Ma, kamu tidak kasihan lihat anak kita? Kamu sedih karena Arfan hendak menikahi janda? Apa yang kamu takutkan hingga kamu tak merestui pernikahan Arfan dan Cahya?" berondong Antonio saat dirinya sedang berusaha membujuk istrinya itu. Sengaja ia membawa istrinya ke rumah sakit untuk melihat wajah pucat dan badan yang mulai menyusut itu."Wanita bukan hanya Cahya, Pa! Kenapa sih, Papa nggak ngerti?" sahut Ratri tak suka dengan pertanyaan suaminya."Lalu, wanita mana yang pantas mendampingi anak kita, jika ditinggalkan Cahya saja dia sudah sakit begini? Papa tahu, Mama masih menyimpan dendam lama karena Papa menikah lagi. Tapi Papa janji, jika Mama merestui Arfan, maka Papa tidak akan kembali pada istri Papa yang tak setia itu. Papa sadar, Mama yang terbaik. Mama wanita hebat yang layak untuk disebut istri setia. Maaf kalau selama ini Papa menyakiti hati Mama. Jujur, Papa menyesal. Papa merasa ini karma dan hadirnya Cahya yang menjadi seseorang yang penting di hati anak
“Yang bikin Cahya bingung, Cahya sama sekali enggak punya perasaan apa-apa sama dia, Bu. Tadi sudah Cahya tolak, tapi….” Mengalirlah cerita yang tadi terjadi di rumah sakit. Gayatri mendengarkan dan sesekali mengangguk, lain kali ia menggeleng ketika merasa tindakan Arfan nekat. “Gimana ya, Bu? Cahya enggak mau menjadi zhalim karena hanya Arfan saja yang mencintai Cahya. Dan Cahya juga masih terauma dengan masa lalu, belum lagi mamanya Arfan yang tidak mau merestui hubungan anaknya dengan Cahya. Jujur Cahya pun enggan menjadi bagian dari keluarga itu, tetapi mulut ini sudah terlanjur menjawab iya.” Sulit. Ya, itu yang pertama kali muncul di kepala Gayatri ketika dimintai pendapat. Hubungan dengan cinta sebelah pihak saja sudah berat, harus di tambah dengan restu yang kemungkinan berat akan terhalang ini benar-benar pelik. Gayatri membenarkan posisi duduknya. Kemudian ia menatap wajah anak perempuannya lembut. Gayatri tersenyum kemudian mulai berbicara.“Nak, pernikahan itu bukan un
“Astagfirullah. Cahya kamu dari mana saja, Nak. Kenapa hujan-hujanan?” Gayatri yang sedari tadi cemas menunggu kepulangan sang anak sangat kaget saat akhirnya menyambut kedatangan Cahya. Anak perempuannya itu pulang dengan pakaian basah kuyup, ia tidak mendapati siapapun bersama Cahya. Sebab memang Cahya pulang seorang diri. “Masuk. Ibu sudah siapkan air hangat. Ya ampun, kenapa tidak menunggu hujan reda. Kalau begini kamu bisa masuk angin! Mandilah dulu, Ibu bikinkan susu jahe hangat.” Cahya tidak banyak bicara, ia menuruti perintah Gayatri. Cahya segera membersihkan diri, air hangat yang digunakan mandi lumayan membuat dirinya merasa lebih rileks. Setelah mandi dan berganti pakaian, Gayatri menyusul anaknya ke kamar. Secangkir susu cahe hangat ia hidangkan untuk sang anak. “Di minum susu jahenya, mumpung masih hangat.”Cahya menerima minuman hangat itu dan menyeruputnya sedikit. Aroma jahe yang lembut dan sensai hangat meluncur melewati tenggorokannya, berakhir di dalam perut.
“Aku tahu kamu datang ke mari karena di suruh oleh Kak Hasbi, kan? Maafkan Aku karena malah membuatmu repot-repot menjenguk. Tapi, kalau boleh jujur aku memang sangat mengharapkan kedatanganmu, Ya.”“Untuk apa?” tanya Cahya cepat.“Untuk mengungkapkan perasaan aku ini. Aku mencintai kamu, Ya. Cinta sejak pertama memandang kamu.”Pengakuan Arfan sontak membuat Cahya mendongakkan kepala, menatap dengan kening mengernyit. Apa-apaan ini? Batinnya. Meski ia sering mendengar Arfan mengatakan hal ini, namun ia merasa berbeda dengan saat Arfan mengatakannya sekarang. Ia menyusuri lewat tatapan mata, berharap menemukan kebohongan. Namun, ia tidak berhasil menemukan itu, semua yang ia lihat adalah nyata. Mata sayu Arfan memancarkan sesuatu yang sangat kuat. “Cahya mungkin bagimu aku terlalu pengecut sebagai lelaki, hingga untuk menyatakan cinta pun harus menunggu kamu yang datang. Tapi, yang perlu kamu ketahui. Cinta Aa benar-benar tulus, aku tidak ingin menyesal dan mati sebelum mengungkapkan
Kedatangan Hasbi semata bertujuan untuk memberitahukan keadaan Arfan kepada Cahya. Setelah sesaat memberi waktu untuk putrinya bercengkerama dengan Cahya, ia pamit pulang. Sebelum pergi sekali lagi Hasbi meminta untuk Cahya sudi meluangkan waktu menjenguk Arfan. Setelah kepergian Hasbi kini Cahya duduk seorang diri di depan kios. Otaknya berfikir keras, ia bingung harus datang ke rumah sakit atau tidak? Selema ini ia sengaja menghindar dari keluarga Hasbi sebab tidak ingin dianggap biang masalah, usahanya pergi dan melupakan kedua pria itu berhasil dan pernyataan cinta Arfan yang diwakili oleh Hasbi barusan malah membuatnya bingung.Benarkah Arfan menyimpan rasa itu? Benarkah ia sakit sebab cintanya padaku tidak mendapat restu? Benarkah seorang Arfan jatuh cinta pada Cahya? Tanya Cahya dalam hati pada dirinya sendiri. Kemudian bibirnya melengkung, tersenyum. Jangan ke-PD-an Cahya, bisa saja ini hanya sandiara dan pemanis bibir mereka. Ingat siapa kamu! Bercerminlah sebelum memimpikan
Siang ini pekerjaan di londry sangat banyak. Beberapa hari belakangan cuaca memang sedang tidak bersahabat, mendung dan hujan tiba-tiba saja turun diluar prediksi. Situasi demikian membawa rejeki tersendiri untuk usaha Cahya. Banyak orang yang memilih menggunakan jasa londry untuk membersihkan pakaian. Lebih praktis, sebab kebanyakan mereka hanya memiliki mesin cuci rumahan walaupun pakaian yang sudah di keringkan masih perlu waktu untuk diangin-anginkan agar kering. Sedangkan Cahya, ia memiliki mesin cuci yang lebih canggih. Pakaian yang dimasukkan dalam keadaan kotor akan di keluarkan dalam keadaan bersih dan kering. Selanjutnya hanya perlu di setrika dan di lipat rapi."Tari, perasaan hari ini gak enak banget ya?" tanya Cahya yang sedang membantu Mentari melabeli beberapa pesanan laundry para pelanggan."Tanya perasaan aku? Aku mah, setiap hari perasaannya juga nggak enak. Soalnya nggak punya Ayang," jawab Mentari asal."Aku lagi tanya perasaanku. Bukan kamu, Ce Eunah.""Lah, diki