Angga memang tidur satu kamar dengan Luna. Namun, dia sama sekali tidak menyentuh Luna. Bahkan dia memilih tidur di sofa untuk menghindari Luna. Luna merasa dipermainkan oleh Angga. Dia kesal atas sikap Angga yang tidak mau menyentuh dia. Luna tidak akan tinggal diam melihat perlakuan Angga padanya. "Sampai kapan kamu begini?" tanya Luna. "Aku juga istrimu, harusnya kamu penuhi kewajiban kamu," lanjut Luna. "Aku menikahi kamu karena terpaksa. Jadi jangan pernah kamu berharap lebih dariku," ucap Angga sinis. "Akan aku buat kamu berlutut di kakiku Angga," ucap Luna lalu naik ke atas ranjang. Dia menutupi tubuhnya dengan selimut. Angga tidur di sofa hingga pagi. Dia bahkan tidak beranjak dari sofa semalaman. Setelah bangun, dia langsung mendatangi Fatimah. Dia bahkan membangunkan Fatimah yang masih tertidur pulas. "Mas, sudah bangun! Sepagi ini kenapa kamu sudah di sini?" tanya Fatimah sembari bangun. "Mas kangen sama kamu," jawab Angga. Fat
Luna menyeringai, dia tidak menyangka Angga menyadari jebakannya. Tetapi semua terlambat Luna telah berhasil. "Mas, aku akan meminta kamu menikahi aku secara sah. Jika aku hamil anak kamu," kata Luna. Angga merasa geram, dia hendak memukul Luna. Tetapi tangganya berhenti di udara. "Ayo pukul! Biar kamu puas," bentak Luna. Angga kembali ke kamar dan mengunci pintu. Dia merasa kepalanya sangat pusing.** Jonathan ternyata mau di tinggal bersama baby sitternya. Jaka dan Yunita siap untuk honeymoon ke Bali. "Mas aku sudah menyiapkan semua. Tinggal menunggu keberangkatan kita," ucap Yunita. "Kamu antusias sekali ke Bali. Aku justru mengkhawatirkan Jonathan," kata Jaka. "Tenang saja dia akan baik-baik saja, Mas," bujuk Yunita. Jaka dan Yunita siap terbang ke Bali. Dia ingin memanfaatkan waktu untuk berdua. Sampai di penginapan, Jaka dan Yunita istirahat. Mereka lelah naik pesawat. Jonathan sangat pengertian dia tidak menelfon Yunita sama se
Sampai di rumah sakit, Dokter langsung menangani Rani. Tidak berapa lama Rani sadar namun wajahnya masih terlihat pucat. "Dok, bagaimana keadaan istri saya?" tanya Adam khawatir. "Oh dia baik-baik saja. Selamat Bapak akan menjadi seorang Papa," ucap Dokter. "Apa? Rani hamil, Dok?" tanya Adam. "Betul, kehamilan di trisemester pertama memang begitu. Bahkan kadang ada yang lebih parah," jawab Dokter. Adam senang mendengar kehamilan Rani dia segera memberitahu Mama dan Papanya. "Mama sama Papa sebentar lagi akan punya cucu, Dokter bilang Rani hamil," ucap Adam. "Benarkah?" tanya Mama Adam. "Iya, Ma," jawab Adam. "Terima kasih Rani, kamu sudah membahawa kebahagiaan di keluarga kami," ucap Mama Adam memeluk Rani. Rani hanya tersenyum melihat keluarga Adam yang senang dengan kehamilannya. Tidak berapa lama, Aminah datang dengan supir Rani. "Jeng, kita akan punya cucu," kata Mama Adam. "Wah benarkah? Selamat ya untuk Adam dan R
Santo terus merengek meminta rujuk dengan Aminah. Dia bahkan bersimpuh di kaki Aminah. "Tolong maafkan aku!'' pinta Santo. "Tidak ada kata maaf. Aku tidak mau lagi rujuk dengan penghianat seperti kamu," ucap Aminah lantang. "Pergi kamu dari sini," bentak Aminah. Dia mendorong Santo dengan kasar. Namun, Santo tidak kunjung pergi. Aminah memilih masuk ke dalam kamar. Dia tidak mau berbicara dengan Santo lagi. "Aminah, jangan perlakukan aku seperti ini. Biar bagaimanapun aku adalah suami kamu. Kita belum berpisah," kata Santo. Hampir setengah jam di depan kamar Aminah. Namun, Aminah tak kunjung keluar. Santo tetap tinggal di rumah Rani demi membujuk Aminah. Hingga waktu makan siang, Aminah terkejut melihat Santo tidur di sofa. Dia tidak ada niatan untuk mengajak Santo makan siang. Bahkan dia enggan untuk membangunkan Santo. "Bik, kalau Santo minta makan suruh ambil sendiri. Jangan dilayani!" perintah Aminah. "Baik, Bu," jawab pambantu Rani. Se
Luna marah mendengar Shaka disalahkan. Dia bahkan mulai mengancam Aminah. "Shaka tidak bersalah," kata Luna. "Bu, sudah mendingan Ibu pulang,'' kata Angga. "Jangan buat Shaka ketakutan," cegah Angga. Aminah merasa geram atas perlakuan Angga. Dia meninggalkan Angga dan Luna. Semenjak itu Aminah memikirkan nasib Fatimah yang dimadu Angga. Dia tidak menyangka Aminah telah membuat Fatimah sedih. Fatimah sendiri semakin hari semakin dijauhi Shaka dan Angga. Padahal Fatimah berusaha untuk dekat dengan mereka. "Mas, jika Mas Angga sudah tidak percaya padaku, lebih baik Mas ceraikan saja aku." Fatimah sedih. "Aku sudah berkali-kali merasa sakit hati melihat kedekatan kalian. Bahkan Shaka sudah membenci aku. Kamu sendiri bilang tidak akan mencintai Luna lagi, nyatanya apa? Sekarang Mas lebih banyak menghabiskan waktu dengan dia dibandingkan aku dan Naura," lanjut Fatimah. "Ingat, Mas! Naura juga anak kamu, jangan sampai kamu anak tirikan. Kamu dan Shaka boleh membe
Memilih Luna atau Fatimah adalah hal yang Angga hindari. Pasalnya dia masih mencintai Fatimah. Namun, Luna juga sedang hamil. Jadi Angga tidak bisa memutuskan semuanya. "Aku tidak bisa memilih," jawab Angga. "Apa kamu sudah mencintai dia?'' tanya Fatimah. "Tidak, hanya saja dia sedang hamil," jawab Angga. "Aku tidak mungkin menceraikan dia yang tengah mengandung anakku," ucap Angga. "Terserah," ucap Fatimah meletakkan makanan begitu saja diatas meja lalu pulang. Luna tersenyum puas melihat Fatimah cemburu. Dia merasa menang karena Angga tidak mau menceraikan Luna. "Jangan senang dulu, setelah anak ini lahir kamu masih bisa aku ceraikan," kata Angga. "Mas, kamu jahat!" kata Luna. "Iya, aku jahat. Sama seperti kamu yang bisa meninggalkan Shaka di saat dia masih merah," bantah Angga. Luna terdiam, dia merasa bahwa Angga belum bisa memaafkan kesalahan dia.** Fatimah harus berbagi suami? Bukan hanya suami tetapi semua dari Angga harus dia bag
Sejak hamil Luna tidak lagi perhatian pada Shaka. Bahkan dia abaikan Shaka, Shaka lebih memilih Fatimah. "Mama Luna jahat, apa hamil emang begitu?" tanya Shaka. "Shaka nggak usah mikirin Mama Luna. Shaka fokus sekolah saja," kata Fatimah. "Iya, Ma," kata Shaka. Angga juga semakin kesal dengan Luna. Di selalu meminta ini itu pada Angga.** Amara sudah pulang, dia tinggal di apartemen. Dia tidak mau mengganggu Jaka dan Yunita. Sesekali dia ke rumah Yunita menemani keponakannya. "Mbak ada yang ngirim paket," kata resepsionis apartemen pada Amara. "Dari siapa?" tanya Amara. "Nggak tahu," jawab Resepsionis itu lalu Amara membawa paket itu ke kamar. Dia buka paket itu, ternyata isinya sebuah gaun yang sangat cantik.Buat AmaraAku ingin kamu datang malam ini pukul 19.17 di Restauran Y. "Siapa sih, tumben banget aku punya penggemar misterius?" tanya Amara sambil melihat gaun warna maroon itu. Amara memang penasaran tetapi dia enggan untuk
Semenjak kejadian itu banyak sekali Amara mendapatkan kiriman bunga atau makanan. Bahkan sehari bisa sampai dua kali. Amara bercerita pada Andi masalah kiriman itu. "Masa iya Mas Jaka yang ngirim?" tanya Andi. "Masalahnya Mas Jaka itu meragukan kamu. Sama seperti pengirim pesan itu, Ndi," bantah Amara. "Kalau kaya gini aku harus kasih tahu Kak Yunita," kata Amara. "Jangan dulu, kamu selidiki dulu nomor itu," kata Andi. "Apa benar itu nomor Mas Jaka atau justru orang lain yang melakukannya," kata Andi. "Aku tidak mau hubungan kamu dan Mbak Yunita menjadi kacau lagi," lanjut Andi. "Ada benarnya juga," kata Amara. Amara akan menyelidiki nomor tersebut. Amara tidak mau jika orang itu terus mengganggu Amara.** Hari ini Rani di rumah sendiri, Mama Adam sedang ada acara arisan sedangkan Siska mengantuk anaknya sekolah. "Bu, ada tamu," kata pembantu Rani. "Siapa, Mbak?" tanya Rani. "Namanya Pak Bimo," jawab Pembantu Rani. Rani segera ke ruan