Plak.....Suara tamparan menggema di seluruh ruangan. Semua luka tertumpah dalam satu wadah. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya ini akan terjadi, suami yang sangat aku cintai ternyata berselingkuh dengan ibu tiriku sendiri. Sungguh mereka bukan manusia lagi. Manusia berhati iblis. Bagaimana mereka bisa berbuat hal serendah itu di saat aku mulai mempercayai mereka? Bagitu tega mereka menerkam kepercayaanku setelah sekian lama kutimang rasa curiga ini. Apakah sedetik saja atau sesekali dalam setiap kali mereka berpeluh di atas ranjang setidaknya mengingat wajahku, membayangkan hancurnya hatiku, berapa banyak air mata berlinang, dan seberapa kencang aku menjerit kesakitan? Apa mereka tidak pernah memikirkan hal itu atau mungkin mereka sudah tidak punya otak lagi? Entahlah, semua telah terjadi. Pada kenyataannya suamiku tega menghancurkan pernikahan kami hanya demi memenuhi hasrat pribadi. Ya Tuhan, Kenapa harus aku, kenapa? Seingatku belum sekali pun aku memikirkan pria lain selain sua
"Di bawah tekanan dan paksaan semua warga, aku Darwin menjatuhkan talak kepadamu Erika Wulandari. Dengan sangat terpaksa aku telah melepaskan ikatan di antara kita. Mulai hari ini sampai seterusnya kita sudah bukan lagi suami dan istri. Ku bebaskan engkau wahai perempuan dengan semua ikatan suci. Seperti burung bebas terbang kesana kemari, ku lepas semua tanggung jawabmu sebagaimana semestinya, akan ku lepas pula tanggung jawabku terhadapmu wahai perempuan......" Suara gemetar lirih terdengar mengiris hati. Di bawah paksaan warga Darwin terpaksa mengucapkan talak, akibat perbuatan buruknya sendiri. Sejujurnya ia tidak mengharap perpisahan itu terjadi sebab biar bagaimana pun cintanya hanya untuk satu wanita saja yaitu sang istri. Lalu jika benar mencintai satu wanita untuk apa berselingkuh? Bukankan selingkuh betmula dari mata turun ke hati? Ya, memang benar kebanyakan perselingkuhan di picu atas koyaknya rasa cinta terhadap pasangan sehingga memicu munculnya cinta baru. Namun, perse
Kaki lelah berlari, air mata tak kunjung henti, lolongan derita terus menemani sejauh mana pergi. Sakit ini siapa mengerti? Luka tak berdarah seperti mematikan perlahan. Sesak sekali harus menyaksikan rumah tanggaku hancur akibat ulah ibu tiriku sendiri. Seorang pencuri sekali pun tidak akan pernah mencuri di dalam rumahnya sendiri, lalu kenapa seorang ibu tega merebut suami anaknya? Meski ikatan antara ibu dan anak hanya sebatas nama bukan terikat darah, tetap saja itu salah. Prasangka yang berusaha kubunuh ternyata nyata. Entah siasat mereka begitu pandai atau aku yang bodoh dalam mengenali racun di secangkir minuman. Saking bodohnya sampai mereka menutup mata dan telingaku entah selama beberapa lama. Membayangkan malam saja membuat hati bergetar. Malam mereka saling menyelinap mencari waktu berdua. Di bawah atap satu rumah mereka bermain gila. Ketakutan tidak hanya sebetas rasa takut kini semua nyata.Perasaan seorang istri peka akan kehadiran siluman ular dalam rumah tangga. Namun
Beberapa hari kemudian....Matahari pagi menyentuh wajah merayu seraya bersenandung. Kepulan awan putih mulai merayap. Malam bersembunyi di balik siang, gelapnya menyimpan banyak kenangan dan terang membawa kesakitan. Lukaku masih basah, entah kapan waktu bisa membawaku menutup rapat luka ini. Sudah hampir seminggu lebih memilih mengurung diri, menyendiri dari dunia luar, merasa malu atas apa yang tidak aku perbuat. Masih butuh waktu panjang untukku melupakan semua yang menimpa kehidupan ini. Sekarang hanya ada luka, air mata, juga sesal. Entah sampai kapan bisa kembali bangkit menata masa depan, melupakan semua masa lalu, dan merajut kembali jalan ceritaku. Andai tidak pernah ada kesempatan pasti mereka tidak akan berbuat kesalahan. Namun, semua telah terjadi tidak ada lagi yang bisa di perbaiki. Hancur. Semua telah hancur. Seiring denting jarum jam menemani waktu diriku terus terpaku. Memulai bagai mendaki tebing tinggi nan curam, ingin terus berjalan kaki lelah melangkah. Bintang y
Beberapa tahun kemudian..."Mama....." Seorang anak laki-laki berlarian menghampiri seorang wanita yang tengah berdiri membuka lebar kedua tangannya. Nampak senyum melebar indah menyambut pelukan hangat si bocah laki-laki."Pelan-palan saja nanti kamu terjatuh...." Dengan cemas melihatnya berlari kencang menghampiriku.Tanpa perduli ia terus berlari "Aku sangat merindukan mama....""Hey....cuci tanganmu dulu jangan langsung peluk putraku, nanti kuman di tanganmu bisa membuatnya sakit." Datanglah seolah pria berkumis tipis dari balik pintu. Baju casual celana sebetis membuat pria berusia 45 tahun itu nampak lebih muda sepuluh tahun. Tampan gagah berisi itulah perawakan sang pria.Berbalik badan "Hem...baiklah sayang, mama cuci tangan dulu atau si tukang kebersihan itu bisa membunuh mama dengan satu tatapannya." Begitulah dia sangat menjaga kebersihan, bahkan debu saja lari melihatnya."Bicara apa kamu barusan?" Berkacak tangan sehingga otomatis dagunya terangkat, kedua bola matanya me
Malam semakin larut, jarum jam terus berdenting menunjuk angka 12, tapi ia tidak kunjung kembali. Sejak sore pergi tanpa kabar dan sepatah kata pun. Tidak seperti biasa pak Candra pergi sampai selarut ini. Rasa cemas mulai mengusik, berulang kali kaki melangkah kesana-kemari menunggu kepulangannya, sembari terus ku pandangi pagar besi yang tidak kunjung terbuka. Puncak kemarahan pak Candra ketika mulutku menyebutnya bagai orang asing. Sudah berulang kali ia marah hanya karena ku sebut seperti itu, tetapi marahnya kali ini sedikit berbeda."Non..... sudah larut malam, lebih baik non Rika istirahat saja dulu, nanti kalau Tuan Candra pulang bibi kasih tau non Rika. Sejak tadi bibi perhatikan non Rika begitu cemas sampai makan malam pun belum tersentuh. Lebih baik non makan dulu, nanti kalau tuan tau non tidak makan, bibi bisa kena marah." Sejak tadi Bibi menemaniku duduk di teras rumah, meski beliau mengantuk tetap saja memaksakan diri menemaniku.Boro-boro makan melihat makanan saja hil
Blam....Suara pintu tertutup keras. Sejak tadi air mataku tak kunjung berhenti, mengingat setiap kalimat dari mulut pak Candra. Bagiku ucapan itu seperti pemantik api yang langsung menyambar bensin. Selama kami menikah, aku mengira ia akan menganggap Askara sebagai putra kandungnya, tapi ternyata pada dasarnya ia hanya menggap putraku sebagai anak tiri. Memang benar di antara mereka tidak ada ikatan darah. Entah kenapa hati serasa hancur berkeping. Aku sadar memang benar Askara bukan darah daging pak Candra, hanya saja hatiku terlalu sakit mendengar ucapannya tadi.Ya! Mas Darwin adalah ayah biologis dari putraku, Askara. Tanpa sadar setelah bercerai aku telah mengandung darah daging mas Darwin. Kehamilanku sudah memasuki usia lima minggu, dan aku baru sadar setelah hakim mengetuk palu.Beberapa tahun lalu, usai jalani sidang perceraian aku dinyatakan hamil. Sungguh pukulan terberat dalam hidup, harus menjadi ibu sekaligus ayah untuk si jabang bayi. Selama hamil tidak seorang pun men
Sejak pertemuan beberapa waktu lalu, pikiran Darwin tidak lepas dari wajah mantan istrinya. Rasa bersalah terus mengurung kebahagiaan yang dulu ia miliki. Arang telah menjadi debu terbawa angin entah kemana. Cinta yang ada hanya meninggalkan serpihan kenangan sekarang hanya menjadi pemanis semata. Sepanjang waktu bayangan indah mereka terus menjadi mimpi indah dalam setiap malam. Setiap hari selalu berandai-andai membayangan rumah tangga bahagia mereka dulu. Namun, sayang sekali angan hanya sebatas asa tak mampu lagi di perjuangkan. Saat ini sampai entah kapan akan terus berlangsung buah dari perselingkuhan terus menghukum diri. Nafsu sesaat di bayar seumur hidup. Percaya atau tidak penghianatan akan terbayar tunai dalam sekejap mata. Nikmatnya tidak seberapa hukumannya seumur hidup.Memandang langit gelap sembari terduduk bawah pohon rindang samping rumah kontrakan. Sesekali ia menghisap rokok bertemankan bayangan semu. Wajah lesu tak bersemangat membuat malam semakin kelam, pasalnya