"Pa....hari ini hari pertama masuk sekolah, papa tidak lupa kan sama janji papa?" Tanya Azka sembari menatap Pak Candra. Ia begitu antusias masuk sekolah baru. Hari pertama masuk sekolah, membuatnya bersemangat. Sejak jam lima pagi ia sudah terbangun dan berkemas. Sejak kemarin ia sudah mengemas beberapa buku dan pelaratan lain. Wajar saja jika putraku begitu senang, sebab dunia baru akan segera di mulai.Pak Candra menghentikan langkah ketika baru saja menuruni anak tangga. Ia menatapku sesaat. Sudah hampir seminggu kami tidak pernah saling sapa, bahkan ketika berpapasan selalu menghindar. Sudah beberapa kali pak Candra minta maaf, tapi rasa sakit masih jelas terasa.Bangkit menghampiri pak Candra "Azka ingin sekali di antar mama sama papa sampai gerbang sekolah. Please (Mengatupkan kedua tangan), hari pertama pasti seru bisa berangkat sama papa dan mama. Selama ini kalian selalu sibuk sendiri, setiap hari hanya berapa jam kita kumpul kalian sudah pergi kerja seharian (Seketika wajah
Sepanjang jalan menuju sekolah, wajah Aska terlihat murung, ia nampak begitu kecewa. Terdengar lirih isak tangis putra kesayanganku. Seketika itu pula hati terasa sakit. Ku rangkul sembari mencium ujung kepala "Aska jangan sedih, sayang. Ada mama di sini temani Aska. Emmmm....bagaimana kalau pulang sekolah nanti mama beliin Aska mainan""Are you sure, mom?""Ya, tentu. Semua yang Aska mau pasti mama balikan. Tapi Aska senyum dulu dong, biar tambah ganteng." mencubit dagu.Tak lama kemudian senyumnya mengembang. Jujur saja hati ini merasa sangat bersalah. Gara-gara keegoisan orang tua dia menjadi korban. Dalam sesaat aku merasa semua terjadi atas salahku, kenapa dulu ku injinkan Pak Candra masuk dalam dunia kami. Andai dulu dia tidak pernah hadir mungkin sekarang kehidupan kami aman tentram. Dulu tak terpikir olehku suatu saat pak Candra akan berkata demikian yang menyakiti hatiku. Setiap kali mengingat kalimat itu hati terasa nyesek.Tak lama kemudian kami sampai di depan gerbang seko
"Sekarang juga kamu harus membayar utangmu yang sudah empat bulan belum di bayar, atau kami bakar rumah ini...." Dua orang pria tinggi besar berkacak tangan sambil melototi Marni. Mereka adalah rentenir keliling. Sudah empat bulan Marni nunggak bayar hutang, sampai membuat rentenir murka.Tak lama setelah itu seorang wanita berbadan gemuk turun dari mobil. Leher berkalung emas puluhan gram nampak mengkilap terkena sinar metahari. Sambil menyalakan rokok "Marni, Marni, Marni...." Ujarnya seraya menghampiri Marni.Segera bersujud di kaki wanita tersebut "Ampun, Mami. Beri sedikit waktu lagi, pasti kami bayar. Sungguh." pekara hutang rentenir tidak bisa tawar menawar. Jasa pinjam uang berbunga itu sangat menjerat leher, kalau tidak sanggup bayar terima akibatnya.Menendang Marni hingga terguling "Sudah berapa lama saya kasih waktu buat kamu dan suami pemulung kamu itu. Empat bulan bukan waktu yang sebentar, Marni." Berjongkok lalu meniup asap rokok tepat mengenai wajah keriput Marni.Uhu
Malam hari Darwin mulai memutar otak, ia tidak mungkin selamanya hidup sebagai pemulung. Hasil tidak seberapa banyak di remehkan orang. Ia lalu sempat berpikir untuk mencoba jualan keliling. Dalam dekapan malam terus menatap bulan dan para bintang. Mereka menjadi sebuah inspirasi baginya. Hidup susah banyak terlilit hutang terasa begitu mencekik.Pada keesokan pagi, ia mulai melihat peluang di sekitar sekolah. Di sana hanya ada beberapa penjual cilok dan pedagang telur gulung. Menemukan inspirasi menjual mainan dari barang bekas. Lalu mulai mendesain botol bekas menjadi baling-baling dan beberapa plastik menjadi rangkaian bunga cantik. Pertama kali jualan ada rasa ragu, karena jualan barang bekas tentu akan banyak di hujat. Benar saja, pertama jualan pedangan lain mengolok barang jualannya. Tidak ada satu dagangan pun laku terjual, betapa sedih hatinya. Pertama berjualan tapi tidak menghasilkan apa pun.Untung ada salah satu penjual cilok membantunya. Dia mengajarkan Darwin cara berda
Malam hari Darwin mulai memutar otak, ia tidak mungkin selamanya hidup sebagai pemulung. Hasil tidak seberapa banyak di remehkan orang. Ia lalu sempat berpikir untuk mencoba jualan keliling. Dalam dekapan malam terus menatap bulan dan para bintang. Mereka menjadi sebuah inspirasi baginya. Hidup susah banyak terlilit hutang terasa begitu mencekik.Pada keesokan pagi, ia mulai melihat peluang di sekitar sekolah. Di sana hanya ada beberapa penjual cilok dan pedagang telur gulung. Menemukan inspirasi menjual mainan dari barang bekas. Lalu mulai mendesain botol bekas menjadi baling-baling dan beberapa plastik menjadi rangkaian bunga cantik. Pertama kali jualan ada rasa ragu, karena jualan barang bekas tentu akan banyak di hujat. Benar saja, pertama jualan pedangan lain mengolok barang jualannya. Tidak ada satu dagangan pun laku terjual, betapa sedih hatinya. Pertama berjualan tapi tidak menghasilkan apa pun.Untung ada salah satu penjual cilok membantunya. Dia mengajarkan Darwin cara berda
Malam semakin gelap tapi mata masih terjaga. Semilir angin menyentuh kulit. Dinginnya malam menemaniku dalam sunyi. Seusai hujan malam pun nampak terlihat indah. Kelip bintang jauh lebih terang menghiasi malam. Suasana rumah terasa sepi, sunyi. Jarum jam menunjuk pukul sebelas malam. Di luar masih terdengar suara tv menyala, mungkin itu Pak Candra. Sejak aku mengambil sikap diam, ia sering tidur di ruang tamu. Kami jarang berkomunikasi, atau sekedar saling sapa. Ego kami sangat tinggi, tidak ada yang mau mengalah. Entah akan seperti apa rumah tangga kami kedepannya, untuk sekarang hati masih saling terkunci rapat. Sempat terpikir satu pemikiran bodoh untuk kedepan hubungan kami ini, namun apakah aku mampu menghadapi kerasnya dunia seorang diri. Menjanda sudah pernah ku alami. Akankah kisah pahit itu kembali lagi dalam hidupku ini. Segumpal tanah di genggam sedikitnya akan tumpah, dan ketika waktu mulai berjalan, isi tangan perlahan hilang. Aku takut berjalan di aspal panas tanpa alas
"Mama....mama...." Terdengar pintu di ketuk dari luar. Suara keras itu lantas membangunkan kami dari mimpi indah semalam. Ternyata benar seusai hujan malam terlihat lebih indah, begitu pula dengan hubungan kami."Bangun, ma sudah jam enam waktunya antar Aska ke sekolah...." lantang Aska seraya terus memukul keras pintu kayu. Jagoan kecilku sangat disiplin tidak mau menyiakan waktu.Kami pun langsung terbangun dan panik "Astaga, kita kesiangan, pak, eh maksudnya mas." baru semalam panggilan sayangku pada suamiku mulai berubah. Sudah saatnya hati membuka diri. Untuk apa mengunci terlalu lama kalau pada akhirnya cinta berpihak pada pemiliknya."Sudah jam enam...." Ia menatapku dan kami saling melempar senyum. Cinta semalam membuat lupa waktu."Mama...." Teriak Aska kembali memecah fokus.Jarum jam menunjuk pukul enam pagi. Aku pun segera bangkit dari tempat tidur, namun tanpa sengaja kaki tersandung selimut dan hampir terjatuh. Untung mas Candra sigap menangkapku. Pandangan kami saling m
Tengah hari terlihat Darwin berdiri sembari melihat sebrang jalan. Jam sekolah segera berakhir, ia terus menunggu meski terik membakar kulit. Berulang kali menyeka keringat dengan pandangan terfokus pada sekolah tersebut. Ia tidak berniat berdagang di area sekolah hanya sekedar menunggu seseorang. Melihat jalanan semakin ramai kendaraan berlalu-lalang ia memilih duduk sejenak. Matahari siang sangat panas sekali, keringat bercucuran membasahi wajah. Berulang kaki mengibas topi bututnya untuk mendapat angin.Dari jauh salah seorang pedangan melihatnya. "Itu bukannya tukang jagung serut itu bro...." Bertanya pada salah seorang pedangan juga."Iya. Mau apa dia kemari, kepala sekolah tidak mengijinkan dia berjualan di sini masih mau nekat juga tuh orang...." Sambung salah seorang.Kebetukan pak satpam sedang jajan cilok lalu melihat ke tepi jalan "Sebenarnya dia sudah bisa berjualan di sini bersama kalian, tapi dia menolak. Dua minggu lalu dia menolong salah satu murid di sini, mungkin kal