Beberapa hari kemudian....Matahari pagi menyentuh wajah merayu seraya bersenandung. Kepulan awan putih mulai merayap. Malam bersembunyi di balik siang, gelapnya menyimpan banyak kenangan dan terang membawa kesakitan. Lukaku masih basah, entah kapan waktu bisa membawaku menutup rapat luka ini. Sudah hampir seminggu lebih memilih mengurung diri, menyendiri dari dunia luar, merasa malu atas apa yang tidak aku perbuat. Masih butuh waktu panjang untukku melupakan semua yang menimpa kehidupan ini. Sekarang hanya ada luka, air mata, juga sesal. Entah sampai kapan bisa kembali bangkit menata masa depan, melupakan semua masa lalu, dan merajut kembali jalan ceritaku. Andai tidak pernah ada kesempatan pasti mereka tidak akan berbuat kesalahan. Namun, semua telah terjadi tidak ada lagi yang bisa di perbaiki. Hancur. Semua telah hancur. Seiring denting jarum jam menemani waktu diriku terus terpaku. Memulai bagai mendaki tebing tinggi nan curam, ingin terus berjalan kaki lelah melangkah. Bintang y
Beberapa tahun kemudian..."Mama....." Seorang anak laki-laki berlarian menghampiri seorang wanita yang tengah berdiri membuka lebar kedua tangannya. Nampak senyum melebar indah menyambut pelukan hangat si bocah laki-laki."Pelan-palan saja nanti kamu terjatuh...." Dengan cemas melihatnya berlari kencang menghampiriku.Tanpa perduli ia terus berlari "Aku sangat merindukan mama....""Hey....cuci tanganmu dulu jangan langsung peluk putraku, nanti kuman di tanganmu bisa membuatnya sakit." Datanglah seolah pria berkumis tipis dari balik pintu. Baju casual celana sebetis membuat pria berusia 45 tahun itu nampak lebih muda sepuluh tahun. Tampan gagah berisi itulah perawakan sang pria.Berbalik badan "Hem...baiklah sayang, mama cuci tangan dulu atau si tukang kebersihan itu bisa membunuh mama dengan satu tatapannya." Begitulah dia sangat menjaga kebersihan, bahkan debu saja lari melihatnya."Bicara apa kamu barusan?" Berkacak tangan sehingga otomatis dagunya terangkat, kedua bola matanya me
Malam semakin larut, jarum jam terus berdenting menunjuk angka 12, tapi ia tidak kunjung kembali. Sejak sore pergi tanpa kabar dan sepatah kata pun. Tidak seperti biasa pak Candra pergi sampai selarut ini. Rasa cemas mulai mengusik, berulang kali kaki melangkah kesana-kemari menunggu kepulangannya, sembari terus ku pandangi pagar besi yang tidak kunjung terbuka. Puncak kemarahan pak Candra ketika mulutku menyebutnya bagai orang asing. Sudah berulang kali ia marah hanya karena ku sebut seperti itu, tetapi marahnya kali ini sedikit berbeda."Non..... sudah larut malam, lebih baik non Rika istirahat saja dulu, nanti kalau Tuan Candra pulang bibi kasih tau non Rika. Sejak tadi bibi perhatikan non Rika begitu cemas sampai makan malam pun belum tersentuh. Lebih baik non makan dulu, nanti kalau tuan tau non tidak makan, bibi bisa kena marah." Sejak tadi Bibi menemaniku duduk di teras rumah, meski beliau mengantuk tetap saja memaksakan diri menemaniku.Boro-boro makan melihat makanan saja hil
Blam....Suara pintu tertutup keras. Sejak tadi air mataku tak kunjung berhenti, mengingat setiap kalimat dari mulut pak Candra. Bagiku ucapan itu seperti pemantik api yang langsung menyambar bensin. Selama kami menikah, aku mengira ia akan menganggap Askara sebagai putra kandungnya, tapi ternyata pada dasarnya ia hanya menggap putraku sebagai anak tiri. Memang benar di antara mereka tidak ada ikatan darah. Entah kenapa hati serasa hancur berkeping. Aku sadar memang benar Askara bukan darah daging pak Candra, hanya saja hatiku terlalu sakit mendengar ucapannya tadi.Ya! Mas Darwin adalah ayah biologis dari putraku, Askara. Tanpa sadar setelah bercerai aku telah mengandung darah daging mas Darwin. Kehamilanku sudah memasuki usia lima minggu, dan aku baru sadar setelah hakim mengetuk palu.Beberapa tahun lalu, usai jalani sidang perceraian aku dinyatakan hamil. Sungguh pukulan terberat dalam hidup, harus menjadi ibu sekaligus ayah untuk si jabang bayi. Selama hamil tidak seorang pun men
Sejak pertemuan beberapa waktu lalu, pikiran Darwin tidak lepas dari wajah mantan istrinya. Rasa bersalah terus mengurung kebahagiaan yang dulu ia miliki. Arang telah menjadi debu terbawa angin entah kemana. Cinta yang ada hanya meninggalkan serpihan kenangan sekarang hanya menjadi pemanis semata. Sepanjang waktu bayangan indah mereka terus menjadi mimpi indah dalam setiap malam. Setiap hari selalu berandai-andai membayangan rumah tangga bahagia mereka dulu. Namun, sayang sekali angan hanya sebatas asa tak mampu lagi di perjuangkan. Saat ini sampai entah kapan akan terus berlangsung buah dari perselingkuhan terus menghukum diri. Nafsu sesaat di bayar seumur hidup. Percaya atau tidak penghianatan akan terbayar tunai dalam sekejap mata. Nikmatnya tidak seberapa hukumannya seumur hidup.Memandang langit gelap sembari terduduk bawah pohon rindang samping rumah kontrakan. Sesekali ia menghisap rokok bertemankan bayangan semu. Wajah lesu tak bersemangat membuat malam semakin kelam, pasalnya
"Pa....hari ini hari pertama masuk sekolah, papa tidak lupa kan sama janji papa?" Tanya Azka sembari menatap Pak Candra. Ia begitu antusias masuk sekolah baru. Hari pertama masuk sekolah, membuatnya bersemangat. Sejak jam lima pagi ia sudah terbangun dan berkemas. Sejak kemarin ia sudah mengemas beberapa buku dan pelaratan lain. Wajar saja jika putraku begitu senang, sebab dunia baru akan segera di mulai.Pak Candra menghentikan langkah ketika baru saja menuruni anak tangga. Ia menatapku sesaat. Sudah hampir seminggu kami tidak pernah saling sapa, bahkan ketika berpapasan selalu menghindar. Sudah beberapa kali pak Candra minta maaf, tapi rasa sakit masih jelas terasa.Bangkit menghampiri pak Candra "Azka ingin sekali di antar mama sama papa sampai gerbang sekolah. Please (Mengatupkan kedua tangan), hari pertama pasti seru bisa berangkat sama papa dan mama. Selama ini kalian selalu sibuk sendiri, setiap hari hanya berapa jam kita kumpul kalian sudah pergi kerja seharian (Seketika wajah
Sepanjang jalan menuju sekolah, wajah Aska terlihat murung, ia nampak begitu kecewa. Terdengar lirih isak tangis putra kesayanganku. Seketika itu pula hati terasa sakit. Ku rangkul sembari mencium ujung kepala "Aska jangan sedih, sayang. Ada mama di sini temani Aska. Emmmm....bagaimana kalau pulang sekolah nanti mama beliin Aska mainan""Are you sure, mom?""Ya, tentu. Semua yang Aska mau pasti mama balikan. Tapi Aska senyum dulu dong, biar tambah ganteng." mencubit dagu.Tak lama kemudian senyumnya mengembang. Jujur saja hati ini merasa sangat bersalah. Gara-gara keegoisan orang tua dia menjadi korban. Dalam sesaat aku merasa semua terjadi atas salahku, kenapa dulu ku injinkan Pak Candra masuk dalam dunia kami. Andai dulu dia tidak pernah hadir mungkin sekarang kehidupan kami aman tentram. Dulu tak terpikir olehku suatu saat pak Candra akan berkata demikian yang menyakiti hatiku. Setiap kali mengingat kalimat itu hati terasa nyesek.Tak lama kemudian kami sampai di depan gerbang seko
"Sekarang juga kamu harus membayar utangmu yang sudah empat bulan belum di bayar, atau kami bakar rumah ini...." Dua orang pria tinggi besar berkacak tangan sambil melototi Marni. Mereka adalah rentenir keliling. Sudah empat bulan Marni nunggak bayar hutang, sampai membuat rentenir murka.Tak lama setelah itu seorang wanita berbadan gemuk turun dari mobil. Leher berkalung emas puluhan gram nampak mengkilap terkena sinar metahari. Sambil menyalakan rokok "Marni, Marni, Marni...." Ujarnya seraya menghampiri Marni.Segera bersujud di kaki wanita tersebut "Ampun, Mami. Beri sedikit waktu lagi, pasti kami bayar. Sungguh." pekara hutang rentenir tidak bisa tawar menawar. Jasa pinjam uang berbunga itu sangat menjerat leher, kalau tidak sanggup bayar terima akibatnya.Menendang Marni hingga terguling "Sudah berapa lama saya kasih waktu buat kamu dan suami pemulung kamu itu. Empat bulan bukan waktu yang sebentar, Marni." Berjongkok lalu meniup asap rokok tepat mengenai wajah keriput Marni.Uhu