“Maksudmu, dia memiliki kepribadian ganda, Tir?” tanya Elang penasaran.
Pria yang tengah mondar mandir tidak jelas itu melihat ke arah Elang yang tengah memberikan spekulasi tentang apa yang dia pikirkan.
“Tidak … tidak … ini bukan seperti itu, dia bukan kehilangan kesadaran karena memiliki Kepribadian ganda,”
“Jika bukan seperti itu, seperti apa?”
“Ini semacam kehilangan ingatan jangka pendek, lebih tepatnya dia menghapus ingatan yang dianggapnya sebagai bahaya untuknya,”
Elang tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Tirtan.
“Jadi otak merespon tiap hal yang terjadi sekitar kita, jika dia menganggap tubuh kita dalam bahaya dia akan menghapus ingatan itu, tapi tidak semua orang memilikinya,”
“Termasuk dia tidak ingat apa yang didengar olehnya tentang—“
Tirtan menganggukan kepalanya membenarkan apa yang ada di dalam pikiran Elang. “Ingatan seperti ini, bisa tiba-tiba ingat dan kembali lupa, tergantung dari pemiliknya,”
“Maksudmu, dia amnesia?”
“T-tidak seperti itu. Amnesia dan Kehilangan Memori Jangka Pendek itu berbeda,”
“Jika aku menjelaskannya cukup panjang, intinya ini semacam perlindungan diri yang di picu oleh trauma di masa lalu,”
“Trauma?”
“Ya, trauma bisa mengakibatkan pecahnya kepribadian atau kehilangan memori jangka pendek,”
Elang menatap wanita yang tengah terbaring di tempat tidur. “Jadi, itulah alasan kenapa dia mengatakan tidak tahu jika aku seorang mafia?” tanya Elang menatap pelan ke arah Anna.
“Binggo,” ucap Tirtan sambil melihat ke arah Elang yang tengah menatap ke arah Anna kemudian terpikirkan sesuatu. “Tapi, kau menemukan wanita ini di mana? Dia memukulku cukup kuat, sepertinya dia ahli bela diri,”
“Thanks, Tir. Aku akan menelponmu jika terjadi sesuatu,”
“Aku hampir lupa, ingatannya bisa saja kembali, itu akan membuatmu dalam bahaya, atau ingatannya tidak akan pernah kembali, tergantung dari keberuntangan,”
“Aku tidak percaya pada keberuntungan, Tir,”
Tirtan hanya tersenyum, kemudian keluar dari kamar.
“Pukulan wanita itu begitu kuat, aku rasa rahangku retak,” keluh Tirtan.
Selepas kepergian Tirtan, Elang masuk ke dalam ruang kerjanya. “Aku ingin kau memeriksa latar belakang wanita itu sekali lagi, semua informasi tentangnnya,”
Semua tentang Anna, dia ingin segera mengetahuinya, mengapa Tirtan mengatakan jika pemicu awalnya adalah trauma. Informasi yang didapatkan oleh Ervin sangat sedikit, karena Anna adalah pendatang di Negara itu.
“Baik, aku akan memerika latar belakangnya sekali lagi,”
“Jangan membuatku kecewa, Er,”
Pria itu hanya menganggukan kepalanya. Ervin hanya bisa memasang wajah tidak percaya melihat apa yang dilihat jika tuannya tengah menatap sendu pada wanita tidak sadarkan diri itu. Apa dia tengah bermimp? Tidak, apa yang dilihat benar-benar nyata. Wajah bengis dan dingin itu berubah hangat.
Setelah puas memandangi wajah asia milik Anna, Elang memilih beranjak dari sana kembali ke ruangannya, Ervin pun begitu setia mengikuti ke manapun langkah kaki Elang.
Tubuh atletis itu segera direbahkan di atas sofa berwarna merah dengan tangan menutupi sebagian wajahnya. Ada sesuatu yang tengah berkecamuk di dasar hatinya, dia sendiri bahkan tidak mengerti.
Tatapan yang diberikan pada Anna, ia tahu dengan jelas bukan seperti dirinya, tetapi di dasar hatinya mengatakan untuk tidak menyakiti wanita itu. Seakan alam bawah sadar mengatakan hal lain apa yang dipikirkan.
Sebuah ketukan pintu disertai daun pintu tebuka memperlihatkan seorang pria bertubuh tegak memakai setelan jas berwarna hitam, wajahnya tampak begitu serius.
“Tuan, persiapan kita untuk beraksi malam ini telah siap,” seru Ervin yang mengerti kedatangan pria itu.
Elang melirik ke arah asistennya. “Bagus. Jangan membuat kesalahan,” ucap Elang sambil memejamkan matanya kembali.
Salah satu maid kembali mengetuk pintu kemudian memberi hormat.
“Tuan, makan malam telah siap,” ucapnya menunduk, tidak ada yang berani memandang wajah Elang. “Wanita itu?”
“Nona Anna, telah sadar dan tengah bersiap-siap,”
“Bagaimana kondisinya?”
“I-itu ….” Perkataan maid menggantung membuat Elang beranjak dari pembaringannya.
“Apa terjadi sesuatu?” tanya Elang.
“T-tidak tuan, dia baik-baik saja. Hanya saja lebih banyak diam dan tidak banyak bicara seperti sebelumnya,”
Perubahan Anna yang dijelaskan oleh maid membuat dua pria saling berpandangan satu sama lain mereka kebingungan dengan perubahan cepat yang terjadi. Beberapa menit yang lalu, mereka tahu jika
“Baiklah, kau boleh pergi,” titah Elang melepaskan kancing pakaiannya. “Aku ingin kau mengecek sekali lagi perlengkapann kita, jangan membuat kesalahan,”
Di depan meja rias Anna tengah dirias oleh beberapa orang, ada yang tengah menyisir rambutnya ada pula yang tengah memakaikan make up, sesekali dia menapik tangan wanita yang tengah mendandaninya itu.
“Aku lihat di sini tidak ada wanita atau wanita yang usianya—“
“Tidak ada, semua wanita di sini berumur 35-50 tahun, tidak ada wanita seusiamu. Semua pakaian yang pakai, make up yang kau gunakan semuanya baru, Tuan menyuruh orang membelinya,”
“Semuanya dari merek ternama, harga make up sekitar 1-10 juta, dan juga dress yang kupakai seharga 65juta. Apa tuan kalian, begitu gila mengeluarkan uang begitu banyak hanya untuk—“
“Sebaiknya Nona jaga ucapan, anda sangat beruntung masih ada di rumah ini, dengan fasilitas yang diberikan oleh tuan pada anda,”
“Kenapa aku harus berterima kasih padanya? Aku bahkan tidak meminta semua ini, aku tidak meminta dress yang tengah kupakai. Aku hanya ingin keluar dari tempat ini, dan satu lagi, dia tuanmu bukan tuanku,”
Para pelayan yang tengah merias Anna menghela nafas dengan kasar. Ada rasa kesal di raut wajah mereka. Semua orang menginginkan kemegahan yang dimiliki oleh Anna, tetapi wanita yang baru selesai dirias oleh mereka tidak tahu terima kasih.
“Tuan tengah berada di taman belakang menunggumu,”
Anna langsung beranjak dari tempat duduknya dibantu oleh pelayan mengantarkannya ke taman.
Sebuah meja bulat hiasi oleh lilin, beberapa makanan terhidang termasuk wine kualitas mahal terdapat di meja itu. Dari kejauhan Anna bisa melihat Elang tengah duduk dengan setelan jas mahal berwarna abu-abu. Ia menatap pria itu dari kejauhan, dirinya ingin segera pergi dari tempat ini.
Dari kejauhan Elang bisa melihat pesona Anna dengan balutan dress pendek berwarna silver serta rambut tergerai hingga pinggang. Dress itu mencetak lekukan tubuh membuat sang pemakai sedikit risih. Beberapa pelayan melihat langkah Anna menahan tawa, mereka bisa melihat jika wanita sang tuan kesulitan memakai high heels, hitungan detik tawa mereka hilang ketika Elang menatap mereka.
Ervin membantu Anna untuk duduk, pria itu sepertinya melakukan apapun untuk Elang mungkin juga dia akan rela mati.
“Ingin wine?” tawar Elang membuka penutup botol wine dan mengisi gelas miliknya.
“Tidak,” jawab Anna dengan ketus. “Apa yang kau inginkan dariku?”
“Aku paham kau tidak ingat apa yang terjadi di taman, Tirtan mengatakan jika kau mengalami kehilangan memori jangka pendek,”
“Bukan kehilangan memori jangka pendek tapi aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi di sana,” batin Anna, dia sangat kesal dengan apa yang terjadi padanya. “Jika bukan karena aku tidak ingin identitasku yang sebenarnya ketahuan aku pasti telah membunuhmu,” lanjutnya lagi menatap Elang.
“Aku tidak ingin mengambil resiko jika ingatanmu kembali itu membuatku dalam bahaya. Karena itu, aku menawarkan pernikahan padamu,”
“Kau ingin mengurungku dalam mansion ini bukan menawarkanku pernikahan, lagi pula aku tidak akan menikah denganmu,”
“Tapi kau tidak punya pilihan. Aku tidak suka seseorang menolak tawaranku,”
Sepotong daging sapi kualitas mahal tengah diiris oleh Elang, lengan tangannya ketika memotong daging membuatnya begitu sempurna dengan postur tubuh atletis.
“Apa kau tidak mendengar apa yang aku katakan? Aku tidak akan menikah denganmu, dan menghabiskan waktuku di dalam mansion ini,” Anna lagi-lagi menegaskan dirinya menolak.
Entah berapa kalipun ia ingin mengatakan hal itu, selalu saja pria taipan di depannya begitu kekeh ingin menjadikan Anna wanitanya.
Mendengar apa yang dikatakan oleh Anna membuat Elang mengenggam erat pisau makan, diapun telah kewalahan untuk membuat wanita dihadadpannya bertekuk lutut. Untuk pertama kali dia berhadapan dengan wanita yang keras kepala.
“Sebaiknya aku harus pikirkan cara keluar dari mansion ini segera,” batin Anna sambil melirik ke arah sekitar yang dipenuhi oleh para pengawal.
Elang yang melihat lirikan mata Anna itu tersenyum. “Jangan berpikir untuk kabur, mansion ini memiliki begitu banyak pengawal yang berjaga dan terlatih, kau seorang diri tidak mudah mengalahkannya,”
Anna mengerutkan keningnya. “Tidak mudah? Sepertinya aku harus mengeceknya satu-satu agar tahu seberapa terlatihnya mereka,”
“Bagaimana jika, menikah denganku kau kubebaskan kuliah dan part time seperti biasanya, atau kau bisa bekerja di perusahaanku? Bagaimana?”
Elang begitu percaya jika Anna akan menyetujui tawarannya, apalagi bekerja di perusahaannya menjadi idaman begitu banyak orang.
“Bagaimana kau tahu aku bekerja part time?”
“Tidak ada yang tidak kudapatkan, aku mengecek riwayat hidupmu,”
Dia tidak percaya jika pria di hadapannya begitu tertarik dengan kehidupannya, sampai mengetahui tentang dirinya, hal itu membuat Anna sedikit takut jika ada celah membuat pria tahu mengetahui rahasianya.
“Apa kau seorang penguntit, mencaritahu tentangku?”
“Mendapatkan informasi tentangmu, sangat mudah untukku,” ucap Elang sambil menyesap wine miliknya. “Ngomong-ngomong, gaun itu sangat cocok denganmu,” puji Elang tetapi Anna bukan tipe yang termakan dengan pujian. “Sepertinya kau ahli bela diri,”
“Ya, cukup untuk mematahkan tulang, melindungi diri,”
“Pukulanmu pada Tirtan cukup keras,”
“Biarkan aku kembali,”
“Kau bisa melakukan apapun. Tapi, aku tidak akan membiarkanmu pergi dari pengawasanku,”
“Termasuk mengurungku di mansion ini?”
“Ya,”
Anna menaruh garpu miliknya dengan kasar. “Apa kau gila?”
Dia tidak habis pikir, bagaimana bisa pria di depannya begitu membuatnya kesal. Dia harus pergi dari rumah ini, karena ada transaksi yang harus dihadiri olehnya.
“Biarkan aku pergi, aku janji tidak akan mengatakan pada siapapun jika aku ingat tentang rahasiamu,”
Elang tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh Anna, dia tidak mudah percaya setelah begitu banyak pengkhianatan yang terjadi padanya.
“Tidak, kau harus tetap di sini,”
Ervin mendekat ke arah Elang kemudian berbisik.
“Baiklah. Mari kita beraksi,” ucap Elang sambil melap sudut bibirnya. “Kau tetaplah di sini, atau kau akan tahu akibatnya membuatku marah. Jadilah anak baik. Sampai aku kembali,”
“Hei, kau mau pergi ke mana?”
“Em. Membunuh seseorang,” ucap Elang sambil tersenyum.
Bersambung …
Mobil Elang tengah dalam perjalanan menuju lokasi transaksi, tentu saja asistennya Ervin menemaninya dengan setia. Bukan hal besar apa yang dia lakukan saat ini, mengagalkan transaksi serta merebut barang dari musuhnya apalagi jika menyangkut klien yang memiliki pamosok lain, hal itu akan membuatnya ingin mengacaukan transaksi.Lengannya tengah berada di sandaran tangan, pikiran masih terfokus pada Anna dan dress yang dikenakan oleh wanita itu. Potret wajah begitu jelas dalam memorinya.“Tuan, kita dapat masalah,” seru Ervin membuyarkan lamunan tuannya.“Katakan, ada apa?”“Mata-mata kita ketahuan, saat ini mayatnya berada di markas. Kepala terpotong, sebelumnya dia telah mengirimkan pesan, beberapa hal yang dia ketahui setelah itu, aku kehilangan kontak denganya,”Dia semakin penasaran bagaimana bisa begitu cepat mata-mata mereka ketahuan. Perasaannya saat ini begitu begitu kesal mendengar hal itu. Anak buah yan
“Siapa yang menembakmu?” tanya Anna disela dia menjahit luka kemudian membalutnya dengan perban.Ia cekatakan membersihkan dan merapikan peralatan P3k yang dipakai olehnya. Hal itu menghadirkan pertanyaan dikepala Elang tentang tindakan yang Anna lakukan barusan, seakan wanita itu sering melakukannya.“Apa yang kau lakukan hingga terluka seperti ini? Kau harusnya pergi ke rumah sakit, dan melapor ke polisi,”Pria mata hazel itu tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Anna padanya, dirinya hanya sibuk memperhatikan wanita yang baru saja mengeluarkan peluru.“Kenapa kau tidak takut dengan luka tembakan?”Anna melirik Elang, sorot hazel mata milik pria itu berartikan sebuah kebingungan tentang dirinya. Tentu saja dia kebingungan, seorang wanita yang baru dia temui mengobati luka tembakan.“Aku pernah tertembak di kaki dan aku mengobatinya sendiri,” seru Anna. “Mau lihat?” tanya
Tidak ada sahutan dari dalam, membuat wanita itu segera membuka pintu kamar. Namun, pintunya tidak terbuka, ia bisa merasakan sendiri ada sesuatu dari dalam kamar yang mengganjal pintu. Sejenak ia celigak-celiguk mencari pengawal yang berjaga tetapi tidak ada satupun yang dilihatnya.Tidak ingin mengambil resiko, ia memilih untuk mendobrak sendiri pintu itu, cukup lama hingga akhirnya pintu terbuka membuat matanya membulat ketika mendapati ketidakberadaan Anna di dalam ruangan itu.“Oh tidak, tuan Elang bisa marah,” gumamnya sambil memegang kepalanya. “A-aku harus menghubungi tuan memberitahukan hal ini padanya,” kata wanita itu sambil melangkah keluar, namun matanya tertuju pada secarik kertas di atas meja membuatnya penasaran.“Astaga, gadis ini sungguh gila. Bisa-bisanya dia meninggalkan pesan seperti ini untuk Tuan,”Bagi Anna menumbangkan beberapa pengawal tidak sulit untuknya apalagi untuk dirinya seorang bos mafi
Anna menyerahkan beberapa lembar uang pada sopir taksi kemudian turun. Sebelum masuk ia memilih untuk memijat lehernya karena terasa tegang. Baru saja masuk ke dalam rumah seketika ia mengambil senjata merasa sesuatu yang aneh di dalam rumah. Langkahnya terlihat pelan sambil menarik pelatuk tanpa membuat suara, seseorang terlihat tengah memegang gelas berisi wine.“Kau baru saja pulang dan ingin membunuhku?” tanya seseorang membuatnya menghela nafas dan menurunkan senjata tidak lupa menekan saklar lampu.“Febia. Hampir saja aku membunuhmu,”Seorang wanita tengah duduk menatap tajam ke arahnya ketika lampu dihidupkan. Pakaiannya begitu rapi, serta rambut dikuncir. Anna mengosongkan peluru senjata miliknya.“Nona, ke mana saja beberapa hari ini? Aku tidak bisa menghubungimu, apa terjadi sesuatu?”Anna baru saja sampai seketika dicecar oleh pertanyaan beruntun oleh Febia.“Bisakah pertanyaannya nanti sa
Udara begitu dingin, sedingin raut wajah Anna tengah menyimpan kesal mengetahui transaksi berjumlah besar gagal membuatnya mengalami kerugian tidak sedikit jumlahnya.“Siapa yang melakukannya?” tanya Anna dingin.“It-itu … Ve-velenosa,” ucap Denn terbata-bata.“Mereka lagi?” tanya Anna mengerutkan kening mendengar nama itu, ia mencoba menenangkan diri menyilangkan tangannnya di dada, tapi tidak membuat gelas yang tengah berada ditangannya berhenti digoyangkan.Ia memang sedikit geram tetapi mencoba bersikap biasa saja. Apalagi transaksi mereka cukup banyak, membuat kerugian hal itu membuatnya emosi. Hampir segala aktifitas yang dilakukan oleh mereka, selalu diganggu oleh Velenosa, hal itu membuatnya tidak senang.Dari sekian banyak musuh Re’donna, hanya Velenosa-lah yang tidak bisa dijangkau olehnya.“Aku penasaran, siapa ketua Velenosa. Apa mata-mata kita tidak mengetahui siapa ya
Raut wajah Elang terlihat lelah menghadapi begitu banyak dokumen yang harus ia periksa. Sebenarnya, pria itu bisa memberikan pada Robin pekerjaan itu. Namun, ia memilih mengerjakannya sendiri dan itu membuatnya sedikit menyesal.“Kenapa dokumennya belum juga selesai,” keluhnya membanting salah satu dokumen membuat Robin tersenyum kecil. “Menyebalkan sekali,” gerutu Elang menyandarkan tubuhnya di kursi.“Ingin kubuatkan kopi?” tawar Robin.Elang yang tengah memijat kepalanya mengangguk. Mungkin secangkir kopi bisa menghilangkan rasa sakit yang ia rasakan saat ini. Ia merasa butuh sesuatu untuk menyegarkan kembali pikirannya.“Ervin, apa saja jadwalku hari ini?” tanyanya sambil mengecek jam tangan.Pria itu segera mengecek iPad milinya, dan melihat jadwal Elang.“Hari ini ada meeting …”“Batalkan saja semua meeting,” titah Elang.“Apa hanya itu s
“Syaratnya hanya satu. Menikah denganku,” ucap Elang tersenyum.“Menikah… menikah … menikah, kenapa hanya menikah yang ada di kepalamu?” tanya Anna frustasi.Melihat Anna yang tengah frustasi membuat Elang semakin menyunggingkan senyum evil miliknya. Wajah Anna seperti itu disukai olehnya sangat jelas terlihat di sorot wanita di hadapannya saat ini.“Ingin ikut denganku atau perlu ku gendong?” tanya Elang kembali tersenyum.Ervin melihat raut wajah Elang yang terlihat menyukai menggoda wanita yang tengah berada di hadapannya saat ini. Sebelumnya, tidak pernah ia menemukan sikap Elang yang tengah dilihatnya saat ini. Dingin, arrogant, serta pemilih. Itulah pengambaran sosok Elang sebenarnya. Dan kini, pria itu tersenyum. Senyum? Ya, senyum. Tidak pernah terlihat dari sebelumnya. Hal itu membuat Ervin merasa jika Anna berbeda dari wanita-wanita lain.“Persimpangan jalan,” uca
Ruangan dengan pencahayaan redup, memperlihatkan sebuah meja memiliki 8 kursi yang tengah mengelilingi meja tersebut. Anna tengah duduk dengan menyilangkan kaki, segelas wine dipegang olehnya. Dari arah pintu terlihat satu persatu orang berdatangan, memberi hormat padanya. Di samping Anna terlihat Febia dengan sebuah kotak yang tengah dipegang olehnya. Setiap mereka yang masuk, memberikan seluruh aksesoris yang mereka pakai di dalam kotak, termasuk ponsel. Ruang yang mereka datangi adalah ruang rahasia, di mana tidak boleh ada apapun yang bisa membuat mereka merekam, itu adalah peraturan. Bahkan, mereka diberikan pakaian oleh Febia dan harus dipakai mencegah jika mereka memiliki sesuatu untuk melawan organisasi. Semua orang di sana mengambil tempat, di mana mereka berdiri dengan wajah menunduk tidak ada yang berani duduk sebelum Anna menyuruh mereka duduk, mereka tunduk pada wanita yang berada di dalam ruangan itu. Denn yang berada di sana melakukan h