Udara begitu dingin, sedingin raut wajah Anna tengah menyimpan kesal mengetahui transaksi berjumlah besar gagal membuatnya mengalami kerugian tidak sedikit jumlahnya.
“Siapa yang melakukannya?” tanya Anna dingin.
“It-itu … Ve-velenosa,” ucap Denn terbata-bata.
“Mereka lagi?” tanya Anna mengerutkan kening mendengar nama itu, ia mencoba menenangkan diri menyilangkan tangannnya di dada, tapi tidak membuat gelas yang tengah berada ditangannya berhenti digoyangkan.
Ia memang sedikit geram tetapi mencoba bersikap biasa saja. Apalagi transaksi mereka cukup banyak, membuat kerugian hal itu membuatnya emosi. Hampir segala aktifitas yang dilakukan oleh mereka, selalu diganggu oleh Velenosa, hal itu membuatnya tidak senang.
Dari sekian banyak musuh Re’donna, hanya Velenosa-lah yang tidak bisa dijangkau olehnya.
“Aku penasaran, siapa ketua Velenosa. Apa mata-mata kita tidak mengetahui siapa yang menjadi pemimpinnya?” Anna terdiam sejenak. “Bagaimana bisa mereka tahu penjualan kita, apa mungkin masih ada mata-mata yang tidak kita ketahui?”
Mata-mata? Denn tidak terpikirkan sejauh itu, jika masih ada pengkhianat di dalam organisasi, harusnya ia lebih mengerti itu.
“Sepertinya apa yang kulakukan terakhir kali tidak memberi pelajaran,” ucap Anna dingin.
Kali ini ia tidak ingin mengalami kerugian besar. Gadis itu mengetuk cangkir tengah digenggamnya dengan jari telunjuk. Sejenak ia berpikir, sesuatu. “Berapa lama kau bekerja untukku?” tanya Anna.
“Tiga tahun,” Denn menjawab dengan spontan.
“Kau pasti tahu, apa yang harus kau lakukan untuk menyingkirkan mata-mata. Aku ingin kau memanggil anggota inti untuk melakukannya lagi, mereka cukup bermain-main di cabang organisasi. Aku ingin mereka kembali ke markas pusat, kecuali yang bertugas di Indonesia biarkan saja,”
Memanggil Anggota inti berarti, boss nya tengah serius dengan apa yang tengah terjadi. Denn menganggukan kepala, ia paham dengan situasi saat ini. “Aku akan menghubungi mereka,”
“Kau lebih suka ke markas, tapi kau tidak menyukai datang ke perusahaan,” sebuah suara membuat dua orang yang sedang berbicara terkejut.
“Kau ada di sini Bia,”
“Ya, kau pikir aku tidak akan datang ketika dia tidak bisa dihubungi,”
Anna tersenyum. “Kalian menyebalkan sekali, tidak pernah membiarkanku menjadi bagian dari Re’donna,”
“Kau memiliki tugas yang lebih penting dari itu, bia. Aku membutuhkanmu,”
“Kau selalu seperti itu, menyebalkan sekali,” ucap Febia sambil memanyunkan bibirnya.
“Aku lapar, bagaimana jika makan ramen?” tanya Denn sambil memegang perutnya yang terasa lapar.
Anna melangkah masuk ke dalam kamar, karena saat itu mereka berada di balkon kamar, dua orang itu mengikutinya.
“Kenapa kau datang ke sini, aku tahu kau selalu datang membahas masalah tentang organisasi itu,”
“Kenapa kau selalu mengajakku berdebat setiap aku datang?”
“Karena aku tidak suka dirimu,”
Denn menghentikan langkahku. “Jika bukan membahas organisasi aku tidak aka nada di sini,”
Anna menyilangkan tangannya melihat dua orang dihadapannya tengah bertengkar. Tidak pernah dua orang itu akur, sejak dulu ketika bertemu selalu saja ada perbedaan pendapat di antara mereka.
“Jika kalian berdua masih saja berdebat, sebaiknya kalian pulang,”
Mendengar hal itu Febia maupun Denn menghentikan perdebatan diantara mereka. “Urusan kita masih belum selesai, kita akan lanjutkan saat nona tidak ada,”
Anna tersenyum tipis. “Kalian ingin melanjutkannya di mana? Di hotel dan di atas ranjang?” tanya Anna membuat Febia tersedak akibat air mineral.
“Nona …” pekik Febia.
Jantungnya berdegup kencang, ia tidak percaya jika Anna mengetahui apa yang terjadi antara dia dan Denn, sedang pria disampingnya tampak tenang. Febia kalang kabut ketika Anna mengatakan begitu blak-blak.
“Apa kalian akan berpura-pura di depanku jika terjadi apapun diantara kalian?”
“Denn yang melakukannya lebih dulu,” ucap Febia berusaha untuk membela diri ketika hubungannya dengan Denn diketahui oleh Anna.
“Kami hanya tidur bersama, tidak lebih,” bela Denn.
Anna mengerutkan keningnya. “Yakin tidur bersama? Kalian begitu menikmati deritan ranjang dan juga …” Anna menghentikan perkataannya ketika melihat raut wajah Febia yang merah merona, dan juga Denn yang menyembunyikan wajahnya, Anna hanya bisa tertawa kecil.
“Aku tidak pernah melarang kalian berdua memiliki hubungan, atau kalian berdua tidur bersama,” ucap Anna membuat Febia melihat ke arahnya.
“Nona …”
“Kenapa? Bukankah aku mengizinkan kalian berkencan?”
Raut wajah Febia terlihat manyun. “Jangan memasang wajah seperti itu, aku tidak suka,” ucap Anna yang melihat gadis itu bertingkah manja padanya. “Hm. Aku rindu cake buatan bibi Ambar,” ucap Anna sambil menghela nafasnya.
“Semoga bibi tenang di sisi Tuhan,” ucap Febia.
“Aku suka menghubungi mereka yang bertugas di cabang. Mereka akan sampai besok, sedangkan yang dekat akan tiba beberapa jam,” lapor Denn mencoba mengalihkan pandangan.
“Kenapa menunggu waktu dua tahun lagi, untuk membalaskan dendam?” tanya Denn membuat Anna melihat ke arah pria itu.
Tidak ada yang mengerti apa yang dipikirkan oleh Anna, bahkan dua orang kepercayaannya itu. Bagi mereka Anna sulit untuk ditebak, terkadang hangat, terkadang dingin.
“Agar mereka beranggapan jika ancaman dariku, tidak akan pernah terjadi,” kata Anna sambil tersenyum.
“Aku telah mencari tahu tentang apa yang terjadi tiga tahun lalu di hotel itu. Tapi, aku tidak menemukan apapun, rekaman CCtv pun tidak ada. Kita membutuhkan seorang saksi yang mengetahui kejadiannya,”
Anna menghela napas pelan, rasa sesak menjalar diulu hatinya.
“Bagaimana dengan pria yang menyelamatkanku saat aku berusaha bunuh diri dari jembatan?”
Hanya ada gelengan kepala yang diberikan oleh Denn untuk Anna sepertinya ia butuh waktu untuk mengetahui kejadian yang terjadi.
“Perusahaan EL, menjadi investor serta pemegang saham di perusahaan itu, kenapa anda tidak mengunakan koneksi anda saja?”
“Benar, Nona bisa membuat mereka tidak bisa berkata-kata,”
“Belum saatnya,”
“Aarrgghhh … aku tidak bisa menebak apa yang nona pikirkan. Memiliki perusahaan, serta memiliki organisasi yang telah menguasai beberapa wilayah di dunia, tapi anda tidak ingin mengungkapkan jati diri pada mereka,”
“Rasa sakit yang diberikan oleh mereka, tidak bisa diukur oleh apapun. Penyiksaan yang wanita jalang itu ,lakukan padaku tidak kalian tahu bagaimana rasanya,”
Anna mengepal tangannya ketika mengingat semua perlakuan Clara ketika ia di usir dari rumahnya sendiri. Tatapan penuh kebencian sangat jelas terlihat.
“Aku ingin mereka menderita, melebihi apa yang aku rasakan,” ucap Anna sambil menatap ke arah dua orang bawahannya.
“Biarkan mereka, menikmati masa-masa kemenangan mereka,”
Denn melihat amarah, dan juga kebencian yang dipendam selama ini. Dirinya tidak pernah diceritakan bagaimana gadis itu menerima perlakuan yang harusnya tidak diterima.
Anna menikmati ramen yang di masaknya itu, begitu pula dengan dua orang di depannya.
“Nona telah memikirkannya?”
“Memikirkan apa?” tanya Denn melihat ke arah Febia.
“Menikah dengan Presdir Aderra Group—Asteroid Elang Aderra,” jawab Febia membuat sumpit yang ditangan Denn terjatuh karena terkejut.
Bersambung …
Raut wajah Elang terlihat lelah menghadapi begitu banyak dokumen yang harus ia periksa. Sebenarnya, pria itu bisa memberikan pada Robin pekerjaan itu. Namun, ia memilih mengerjakannya sendiri dan itu membuatnya sedikit menyesal.“Kenapa dokumennya belum juga selesai,” keluhnya membanting salah satu dokumen membuat Robin tersenyum kecil. “Menyebalkan sekali,” gerutu Elang menyandarkan tubuhnya di kursi.“Ingin kubuatkan kopi?” tawar Robin.Elang yang tengah memijat kepalanya mengangguk. Mungkin secangkir kopi bisa menghilangkan rasa sakit yang ia rasakan saat ini. Ia merasa butuh sesuatu untuk menyegarkan kembali pikirannya.“Ervin, apa saja jadwalku hari ini?” tanyanya sambil mengecek jam tangan.Pria itu segera mengecek iPad milinya, dan melihat jadwal Elang.“Hari ini ada meeting …”“Batalkan saja semua meeting,” titah Elang.“Apa hanya itu s
“Syaratnya hanya satu. Menikah denganku,” ucap Elang tersenyum.“Menikah… menikah … menikah, kenapa hanya menikah yang ada di kepalamu?” tanya Anna frustasi.Melihat Anna yang tengah frustasi membuat Elang semakin menyunggingkan senyum evil miliknya. Wajah Anna seperti itu disukai olehnya sangat jelas terlihat di sorot wanita di hadapannya saat ini.“Ingin ikut denganku atau perlu ku gendong?” tanya Elang kembali tersenyum.Ervin melihat raut wajah Elang yang terlihat menyukai menggoda wanita yang tengah berada di hadapannya saat ini. Sebelumnya, tidak pernah ia menemukan sikap Elang yang tengah dilihatnya saat ini. Dingin, arrogant, serta pemilih. Itulah pengambaran sosok Elang sebenarnya. Dan kini, pria itu tersenyum. Senyum? Ya, senyum. Tidak pernah terlihat dari sebelumnya. Hal itu membuat Ervin merasa jika Anna berbeda dari wanita-wanita lain.“Persimpangan jalan,” uca
Ruangan dengan pencahayaan redup, memperlihatkan sebuah meja memiliki 8 kursi yang tengah mengelilingi meja tersebut. Anna tengah duduk dengan menyilangkan kaki, segelas wine dipegang olehnya. Dari arah pintu terlihat satu persatu orang berdatangan, memberi hormat padanya. Di samping Anna terlihat Febia dengan sebuah kotak yang tengah dipegang olehnya. Setiap mereka yang masuk, memberikan seluruh aksesoris yang mereka pakai di dalam kotak, termasuk ponsel. Ruang yang mereka datangi adalah ruang rahasia, di mana tidak boleh ada apapun yang bisa membuat mereka merekam, itu adalah peraturan. Bahkan, mereka diberikan pakaian oleh Febia dan harus dipakai mencegah jika mereka memiliki sesuatu untuk melawan organisasi. Semua orang di sana mengambil tempat, di mana mereka berdiri dengan wajah menunduk tidak ada yang berani duduk sebelum Anna menyuruh mereka duduk, mereka tunduk pada wanita yang berada di dalam ruangan itu. Denn yang berada di sana melakukan h
“Selidiki juga pria yang baru saja datang,” ucap Anna membuat dua orang yang bersamanya melihat ke arahnya. “Aku tidak tahu apa ini perasaanku saja, semoga saja itu hanya perasanku saja,” kata Anna melepaskan topeng yang ia kenakan.Denn yang melihat raut wajah Anna yang begitu khawatir memutuskan untuk menelpon orang kepercayaannya. Mereka tidak ingin terjadi sesuatu yang bisa membuat masalah baru.“Aku ingin kau pergi sendiri ke Indonesia untuk mencari tahu apa yang terjadi di sana,” kata Anna melihat ke arah Denn.Denn menganggukan kepala.Beberapa saat kemudian beberapa orang berlari membuat Anna dan Febia segera memakai kembali mask mereka, untuk saja beberapa pria yang baru saja masuk tidak melihat wajah keduanya.“Apa yang kalian lakukan? Kalian tidak lihat jika ada ketua di sini?” tanya Denn emosi.“M-maaf ketua,” ucap beberapa orang itu menundukan kepala memberikan hormat p
“Kau sudah menyiapkan semuanya?” tanya Anna pada seorang wanita yang tengah duduk di sampingnya.Beberapa lembar dokumen yang saat ini tengah dipelajari membuat Anna sama sekali tidak mengalihkan pandangannya.“Ya, aku sudah mempersiapkan semuanya,” jawab wanita di sampingnya. “Apa anda yakin inginmelakukannya? Sebelumnya—“Tidak ada jawaban dari Anna hanya ada kertas yang diletakan membuat sang asisten tidakmelanjutkan perkataannya. Naura-nama asistennya, wanita yang diselamatkan olehnya beberapa tahun yang lalu.“A-aku hanya—“Helaan napas pelan terdengar, Anna melipat rambutnya kemudian melirik ke arah wanita di sampingnya.“Huh, sudah lama aku tidak mengunjungi tempat itu. Menurutmu, apa aku perlu mengunjungi mereka?” tanya Anna melirik ke arah asistennya.“Aku rasa, Nona tidak perlu melakukannya. Mengingat penghinaan yang telah mereka lakukan pada Nona,” saran Nuara.Anna mengangguk pelan, ia berpikir apa yang dikatakan oleh Naura ada benarnya. Namun, ia penasaran dengan keluar
Ada sesuatu yang membuatnya penasaran, ia bahkan tak tahu mengapa sesuatu tengah menggelitik di hati saat melihat sosok wanita yang baru saja masuk. “Deff …” panggil seorang wanita sambil berbisik membuat pria itu mengalihkan pandangannya. “Apa yang kau lakukan?” Deff terbangun dari lamunan saat sang istri memanggilnya. “Ah, tidak kenapa-kenapa,” kata Deff sambil memperbaiki duduknya. “Kenapa aku seperti mengenalnya,” batin Deff. Anna tahu jika saat ini, dirinya ditatap oleh pria dari masa lalunya itu tapi ia mencoba senatural mungkin. “Berapa banyak saham yang kita miliki di perusahaan keluarga Arsando?” tanya Anna berbisik pada Febia wanita di samping kirinya. Begitu singap Febia mengecek tab miliknya. “Sekitar 10% saham yang kita miliki,” jawab Febia. Ada kerutan di dahi Anna, ia merasa kurang puas dengan jawaban Febia. Sejenak Anna berpikir. “Apa 10% saham cukup besar?” tanya Anna. “Saat ini, Nona adalah pemilik ketiga saham terbesar di perusahaannya.” “Ketiga?” tanya Anna
Anna memotong perkataan Febia. “D-dia? Wanita itu?” tanya Febia dengan terbata-bata. Anna lagi-lagi menghela napasnya. Sehari ini ia telah menghela napas begitu banyak. Rasanya masih terasa sesak, ia harusnya telah mengikhlaskan apa yang telah terjadi, tapi nyatanya rasa sakit itu tidak bisa tertahankan. “Apa kau tidak paham tentang semua yang aku jelaskan sejak tadi, Feb?” Febia menggelengkan kepala membuat Anna menepuk jidatnya. “Astaga, Febia. Bagaimana bisa kau—hm, sudahlah tidak perlu dibahas lagi. jangan membalas pesan apapun, biarkan saja,” titah Anna kembali memejamkan matanya. Sedangkan wanita bersamanya tengah menggaruk kepala yang tidak gatal, ia bingung dengan apa yang dikatakan oleh Anna, ia sama sekali belum paham. “J-jadi, kita tidak perlu membalas—“ “Ya, Febia. Tidak perlu membalas pesannya,” tegas Anna membuat Febia menganggukan kepalanya. Karena tidak berani lagi bertanya, ia memutuskan meninggalkan Anna di dalam kamar mandi. Langkahnya terhenti saat melihat
“Kenapa dengan raut wajahmu seperti itu?” tanya Elang menyipitkan matanya melihat Ervin. “Tidak terjadi sesuatu ‘kan?”Suara Elang meninggi apalagi melihat raut wajah Ervin yang seperti tengah menyembunyikan sesuatu.“I-itu–”“Itu apa? Cepat katakan, ada apa? Jangan membuatku kesal,” ucap Elang.“Mereka yang bertugas tidak menemukannya, bahkan mereka tidak menemukannya di rumah. Di kampus juga mereka tidak menemukannya,” jelas Ervin membuat Elang mengepalkan tangannya dengan erat.“Kapan mereka tidak bisa menemukannya?” tanya Elang sambil menatap Ervin dengan penuh kekesalan. “Cepat katakan, kapan mereka tidak bisa menemukannya.”“Dari dua hari yang lalu,” jawab Ervin dengan sedikit terbata-bata.“Dua hari? Dan kau baru memberitahukan padaku?” Suara Elang terdengar meninggi, membuat Ervin menundukan kepalanya.“Kalian yakin sudah mencarinya dengan benar?” tanya Elang.“Aku sudah meminta mereka mencarinya lagi,” jawab Ervin.“Aku tidak mau tahu. Kau harus menemukannya, bagaimanapun car