Ada sesuatu yang membuatnya penasaran, ia bahkan tak tahu mengapa sesuatu tengah menggelitik di hati saat melihat sosok wanita yang baru saja masuk. “Deff …” panggil seorang wanita sambil berbisik membuat pria itu mengalihkan pandangannya. “Apa yang kau lakukan?” Deff terbangun dari lamunan saat sang istri memanggilnya. “Ah, tidak kenapa-kenapa,” kata Deff sambil memperbaiki duduknya. “Kenapa aku seperti mengenalnya,” batin Deff. Anna tahu jika saat ini, dirinya ditatap oleh pria dari masa lalunya itu tapi ia mencoba senatural mungkin. “Berapa banyak saham yang kita miliki di perusahaan keluarga Arsando?” tanya Anna berbisik pada Febia wanita di samping kirinya. Begitu singap Febia mengecek tab miliknya. “Sekitar 10% saham yang kita miliki,” jawab Febia. Ada kerutan di dahi Anna, ia merasa kurang puas dengan jawaban Febia. Sejenak Anna berpikir. “Apa 10% saham cukup besar?” tanya Anna. “Saat ini, Nona adalah pemilik ketiga saham terbesar di perusahaannya.” “Ketiga?” tanya Anna
Anna memotong perkataan Febia. “D-dia? Wanita itu?” tanya Febia dengan terbata-bata. Anna lagi-lagi menghela napasnya. Sehari ini ia telah menghela napas begitu banyak. Rasanya masih terasa sesak, ia harusnya telah mengikhlaskan apa yang telah terjadi, tapi nyatanya rasa sakit itu tidak bisa tertahankan. “Apa kau tidak paham tentang semua yang aku jelaskan sejak tadi, Feb?” Febia menggelengkan kepala membuat Anna menepuk jidatnya. “Astaga, Febia. Bagaimana bisa kau—hm, sudahlah tidak perlu dibahas lagi. jangan membalas pesan apapun, biarkan saja,” titah Anna kembali memejamkan matanya. Sedangkan wanita bersamanya tengah menggaruk kepala yang tidak gatal, ia bingung dengan apa yang dikatakan oleh Anna, ia sama sekali belum paham. “J-jadi, kita tidak perlu membalas—“ “Ya, Febia. Tidak perlu membalas pesannya,” tegas Anna membuat Febia menganggukan kepalanya. Karena tidak berani lagi bertanya, ia memutuskan meninggalkan Anna di dalam kamar mandi. Langkahnya terhenti saat melihat
“Kenapa dengan raut wajahmu seperti itu?” tanya Elang menyipitkan matanya melihat Ervin. “Tidak terjadi sesuatu ‘kan?”Suara Elang meninggi apalagi melihat raut wajah Ervin yang seperti tengah menyembunyikan sesuatu.“I-itu–”“Itu apa? Cepat katakan, ada apa? Jangan membuatku kesal,” ucap Elang.“Mereka yang bertugas tidak menemukannya, bahkan mereka tidak menemukannya di rumah. Di kampus juga mereka tidak menemukannya,” jelas Ervin membuat Elang mengepalkan tangannya dengan erat.“Kapan mereka tidak bisa menemukannya?” tanya Elang sambil menatap Ervin dengan penuh kekesalan. “Cepat katakan, kapan mereka tidak bisa menemukannya.”“Dari dua hari yang lalu,” jawab Ervin dengan sedikit terbata-bata.“Dua hari? Dan kau baru memberitahukan padaku?” Suara Elang terdengar meninggi, membuat Ervin menundukan kepalanya.“Kalian yakin sudah mencarinya dengan benar?” tanya Elang.“Aku sudah meminta mereka mencarinya lagi,” jawab Ervin.“Aku tidak mau tahu. Kau harus menemukannya, bagaimanapun car
“Aku tidak ingin janji palsu kalian. Berikan apa yang kalian janjikan padaku, jika tidak bereskan seluruh barang kalian dan pergi dari perusahaan.”Semua orang membulatkan mata, melihat satu sama lain. Perkataan Elang tidak pernah main-main, apa yang dia katakan selalu terjadi. Hal itu membuat semua orang berdiri.“K-kami akan melakukan yang terbaik,” ucap mereka memberi hormat.Elang langsung saja pergi dari tempat itu, pria itu meninggalkan wajah-wajah yang penuh dengan kekhawatiran terlihat, ada pula yang mengumpat pria yang baru saja keluar itu.“Kenapa setiap dia selalu melampiaskannya pada kita,” gerutu seseorang.Ervin ikut prihatin dengan mereka yang tengah berada di dalam ruangan itu. Wajah lelah jelas terlihat, namun dia pun tidak bisa berbuat apa-apa.Langkah kakinya dipercepat, mengikuti Elang dari belakang, iPad di tangannya tidak ketinggalan. Sesekali dia membenarkan kacamata miliknya. Ia segera menyusul Elang yang telah menuju ruangan.“Anda ingin kubuatkan secangkir ko
“Anna? Namanya kenapa mirip dengan wanita itu?” “Mungkin saja nama mereka kebetulan sama,” ucap Ervin menghardik apa yang dipikirkan oleh Elang mengenai nama wanita yang dicaritahunya. “Anna, ya, jadi itu namanya. Hm. Menarik,” gumam Elang sambil tersenyum, ia menatap ke arah sang asisten. “Bagus, cari tahu lebih tentangnya.” Ervin memasang wajah bingung. “T-tapi, sangat sulit mencaritahu mengenai wanita ini. Apalagi dia adalah Presdir Group AL, dia bukan orang sembarangan.” “Apa kau takut padanya? Dia hanya pemilik perusahaan, bukan seseorang seperti kita,” ucap Elang dengan tegas. Memang benar sih, bagi mereka wanita itu bukan sesuatu yang harus ditakuti tetapi tetapi saja, untuk mendapatkan informasi mengenainya saja mereka sangat kesulitan karena perusahaan mereka adalah perusahaan sistem keamanan yang sangat tinggi. “Apa kau masih—“ “Apa?” Tanya Elang membuat Ervin mengurungkan niat untuk melanjutkan kalimatnya. “Tidak.” “Temukan foto atau vedio dan kirimkan padaku,” seru
“Apa kau mulai mengkhianatiku, Ervin?” Introgasi Elang.Pria itu menatap sang asisten yang tengah berdiri tidak jauh darinya. Hati Elang merasa dikhianati karena Ervin mengatakan hal yang tidak ingin diketahui oleh sang Ibu. Sangat jelas dari raut wajah yang ia tunjukan pada sang asisten.“Aku tidak mengkhianatimu. Aku hanya mengatakan kebenaran, itu saja.”Elang berkacak pinggang, napas yang ia hembuskan terasa berat mengartikan ia tengah kesal.“Huh! Kau … sekarang aku harus bagaimana?”“Ya, cari wanita dan kenalkan pada Nyonya.”“Huh! Sepertinya kau benar-benar ingin mati, ya?”Ervin mengatupkan mulutnya hingga membuat suara kretekan. “Sepertinya Uganda lebih baik daripada kau mengirimku ke neraka.”Elang mengerutkan keningnya sesaat kemudian dia tertawa diikuti oleh senyum Ervin. “Aku cukup mengenalkannya saja, bukan? Bukan berarti aku harus menikahinya. Hm, kau harus mencari seorang wanita yang bisa kuajak bertemu Mama. Dan ingat, bukan wanita penggila uang. Pastikan itu.”Ervin
Suara bel pintu berbunyi beberapa kali, tapi dari dalam tidak ada yang membuka pintu membuat pria yang sejak tadi menekan bell berinisiatif masuk menggunakan sandi yang ia ketahui.Ia cukup terburu-buru, ditambah dengan raut wajahnya cukup gelisah seperti terjadi sesuatu yang tidak baik untuk dikabari.“Oh, shit! Dia masih tidur.” Ervin mengumpat sambil bergegas membuka tirai jendela membuat sinar matahari masuk ke dalam kamar.“Av, bangun!” seru Ervin sambil menarik selimut yang digunakan Elang agar pria itu segera bangun, tetapi nyatanya apa yang dilakukan oleh Ervin tidak membuat Elang bergerak sama sekali.Raut wajah Ervin terlihat cukup kesal. “Kau harus melihat sesuatu, ini penting!” seru Ervin kembali menarik selimut dengan paksa.“Aku masih mengantuk. Apa yang kau lakukan?” Suara Elang terdengar parau, ia bahkan menarik selimut yang ditangan Ervin dan kembali membungkus kepalanya, agar sinar matahari tidak membuatnya silau.Ervin yang kesal kembali menarik selimut yang dipakai
Anna yang saat ini tengah membaca berita, tersenyum tipis.“Seharusnya dia tidak terlalu semena-mena membatalkan seperti itu,” ucap Anna dengan sedikit kesal. “Apa perusahaannya tidak pernah seperti ini sebelumnya?” tanya Anna mengambil gelas jus miliknya.Denn yang duduk mengitari meja makan, melihat ke arah Anna. Dia, pria yang dipercayai oleh wanita di hadapannya untuk mengurusi perusahaan cabang di Indonesia, ia pun mata untuk Anna untuk mengamati keadaan musuh bubuyatannya.“Tidak. Sebelumnya, hanya turun sebanyak 2,5%,” jawab Denn membuat Anna menganggukan kepala. “Apa yang nona akan lakukan selanjutnya, selama ada di Indonesia? Banyak para pemilik perusahaan yang ingin membuat janji temu bersama anda,” tambah Denn.“Aku tidak ingin banyak yang bertemu denganku. Aku takut jika Elang terus mencari tahu mengenai diriku, apalagi jika dia tahu aku tidak berada di Korea.”Denn terdiam sesaat, dia melihat ke arah Anna yang tengah berada di hadapannya.“Sebenarnya, dia sudah tahu jika